Anda di halaman 1dari 7

sejarah awal mula kehidupan di dunia.

Artikel teori awal mula kehidupan ini, [db] ambil


dari scribd.com yang disusun oleh Mahasiswa Universitas Sriwijaya untuk Tugas
Mikrobiologi.
TEORI
ABIOGENESIS
Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang filosof dan
tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk
hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati.
Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan
yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari
induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal
dari Lumpur.
Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut? Menurut penganut paham abiogenesis,
makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab itu, paham atau
teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontaneae.
Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, mak pendapat
paham tersebut adalah makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati /
tak
hidup
yang
terkjadinya
secara
spontan,
misalnya
:
a.
ikan
dan
katak
berasal
dari
Lumpur.
b.
Cacing
berasal
dari
tanah,
dan
c. Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (Ratusan
Tahun
Sebelum
Masehi)
hingga
pertengahan
abad
ke-17.
Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana
yang dapat digunakan untuk mengamati benda-benda aneh yang amat kecil yang terdapat
pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan
Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka
TEORI
BIOGENESIS
Walaupun telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham
abiogenesis. Orang -orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis tersebut terus
mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang awal mula kehidupan. Orang-orang
yang tidak puas terhadap pandangan Abiogenesis itu antara lain Francesco Redi (Italia, 16261799), dan Lazzaro Spallanzani ( Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895).
Beredasarkan hasil penelitian dari tokoh-tokoh ini, akhirnya paham Abiogenesis / generation
spontanea menjadi pudar karena paham tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
a)
Percobaan
Francesco
Redi
(1626-1697)
Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi
mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan
tiga
toples.
Percobaan
Redi
selengkapnya
adalah
sebagai
berikut:

Stoples
I
:
diisi
dengan
sekerat
daging,
ditutup
rapat-rapat.
Stoples II : diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.

Stoples III : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.


Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari,
keadaan daging dalam ketiga stoples tersebut diamati. Dan hasilnya sebagai berikut:
Stoples I : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau
belatung
lalat.
Stoples II : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau
belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau
belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging
yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat
tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II,
yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi
pada dagingnya yang membusuk belatung relative sedikit.
b)
Percobaan
Lazzaro
Spallanzani
(
1729-1799)
Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani juga menyangsikan kebenaran paham
abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama dengan
percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna.
Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan daging
dan dua buah labu. Adapun percoban yang yang dilakukan Spallanzani selengkapnya adalah
sebagai
berikut:
Labu I : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15C selama beberapa menit dan
dibiarkan
tetap
terbuka.
Labu II : diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah
pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar. Selanjutnya,
labu dipanaskan.selanjutnay, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan
pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu
minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu tersebut.
Hasil
percobaannya
adalah
sebagai
berikut:
Labu I : air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya
menjadi tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung
mikroba.
Labu II : air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula,
baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka
lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi lebih
keruh serta baunya tidak enak (busuk).
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba
yang ada didalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari
kehidupan diudara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba
darimudara ke dalam air kaldu tersebut.
Pendukung paham Abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen Lazzaro
Spallanzani tersebut. Menurut mereka untuk terbentuknya mikroba (makhluk hidup) dalam
air kaldu diperlukan udara. Dengan pengaruh udara tersebut terjadilah generation spontanea.

c)
Percobaan
Louis
Pasteur
(1822-1895)
Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis. Pasteur melaksanakan
percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya,
Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur
selengkapnya adalah sebagai berikut:
Langkah I : labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah
antara
gabus
dengan
mulut
labu
diolesi
dengan
paraffin
cair.
Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu
dipanaskan atau disterilkan.
Langkah II : selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah
beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak
mengandung mikroorganisme.
Langkah III : labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu
didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu
diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air
kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi busuk dan banyak mengandung
mikroorganisme.
Melaui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat
dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya
uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut
didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada
bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang
bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya
air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam
labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.
Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai kepern\mukan pipa, air kaldu itu akan
bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu
dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk. Sehingga,
setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi akeruh, karena adanya
pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidak benaran
paham Abiogenesis atau generation spontanea, yangmenyatakan bahwa makhluk hidup
berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Redi, Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah
paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang awal mulamakhluk hidup yang
dikenal
dengan
teori
Biogenesis.
Teori
itu
menyatakan
:
a. omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
b. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
c. Omne vivum ex vivo setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham
Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis,

belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali
terjawab.
Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang awal
mulakehidupan yang dikembangkan pleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah sebagai
berikut
a. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat supranatural
(Ghaib)
pada
saat
yang
istimewa.
b. Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di planet ini berasal dari
mana
saja.
c. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan bahwa kehidupan didunia ini muncul berdasarkan
hukum
Fisika
Kimia.
d. Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.
TEORI EVOLUSI KIMIA
Ketidakpuasan para Ilmuwan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh teori Abiogenesis
maupun Biogenesis mendorong para Ilmuwan lain untuk terus mengadakan penelitian tentang
awal mulakehidupan. Antara pakar-pakar tersebut antara lain : Harold Urey, Stanley Miller,
dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa organisme terbentuk pertama kali di bumi ini
berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi
berbagai jenis makhluk hidup seperti Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lainlain.
Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk kira-kira
antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya sangat berbeda
dengan keadaan pada saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi diperkirakan 4.000-8.000C.
pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta abeberapa unsur logam mengembun
membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya tetap gersang, tandus, dan tidak datar.
Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan
berkerut terus menerus. Ketika mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah.
Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn kondisi saat ini. Gas-gas ringan
seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (02), Helium (He), dan Argon (Ar) lepas
meninggalkan bumi akrena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya. Dia atmosfer juga
terbentuk senaywa-senyawa sederhana yang mengandung unsure-unsur tersebut, seperti uap
air (H20), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan Karbondioksida (C02). Senyawa sederhana
tersebut tetap berbentuk uap dan tertahan dilapisan atas atmosfer. Ketuika suhu atmosfer
turun sekitar 100C terjadilah hujan air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan
tahun. Dalam keadaan semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun,
kondisi semacam itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena teredianya zat
(materi)
dan
energi
yang
berlimpah.
Timbul pertanyaan, bagaimana proses terjadinya kehidupan dibumi ini ? Pwertanyaan inilah
yang mendorong beberapa Ilmuwan untuk mengemukakan pendapat serta melakukan
experiment. Di antara Ilmuwan tersebut antara lain Harold Urey dan Stanley Miller.
a)
Teori
Evolusi
Kimia
Menurut
Harold
Urey
(1893)
Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada
suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4), Uap air (H20),
Amonia(NH2), dan karbon dioksida (C02) yang semuanya berbentuk uap. Karena adanya

pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar terjadilah reaksi diantara
zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi Kimia dari Urey tersebut biasa
dikenal dengan teori Urey.
Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan menyerupai virus
saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami perkembangan menjadi
berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya makhluk hidup dari berbagai
molekul
zat
di
atmosfer
tersebut
didukung
kondisi
sebagai
berikut:
a) kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan hydrogen yang
sangat
banyak
di
atmosfer
bumi
b) kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar
kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk molekul zat yang lebih
besar,
c) kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling secerhana yang susunan kimianay dapat
disamakan
dengan
susunan
kimia
virus,
dan
d) kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat idup yang terbentuk
tadi berkembang menjadi seejnis organisme (makhluk hidup yang lebih kompleks).
b)
Eksperimen
Stanley
Miller
Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah awal mulakehidupan.
Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang
keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat
laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.
Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan
Air. Alat, tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat
bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller mengaliri
perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik
bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk
suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi
dapat mengembun.
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun
dianalisis secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana,
seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba
beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam perangkat eksperimen tersebut
dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu
senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan. Lembaga cpenelitian lain,
dalam penelitiannya menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.
Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan
ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang mengendalikan
aktivitas sel dan pewarisan sifat.
Eksperimen Miller dapat memberiakn petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam
sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lainlainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus berulang kali diuji ini
diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini masalah utama tentang asal-usul
kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum terjawab. Hasil yang mereka buktikan
barulah mengetahui terbentuknya senyawa organik secara bertahap, yakni dimulai dari

bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnay semua
senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan.
Akhirnay membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.
TEOI
EVOLUSI
BIOLOGI
Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life
(Awal mula Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika atmosfer bumi kaya
akan senyawa uap air, C02, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi bendabenda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa
sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih
kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung dilautan.
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol
(H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun,
senyawa, sederhana .tersebut bereaksi membenrtk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin,
Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan
pembentuk sel.
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan
daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang
amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop
purba atau Sop Primordial.
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut selanjutnya
berkembang
sehingga
memiliki
kemampuan
dan
sifat
sebagai
berikut:
memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang
terbentuk
dengan
molekul-molekul
organik
yang
terdapat
disekelilingnya;
memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke
sekelilingnya;
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai denagn
pola-pola
ikatan
didalamnya;
mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya.
Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang
biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali
terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut
telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan
mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.
Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah sehingga
dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami
kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein
sebagai abenda tak hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba
tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai
berikut:
Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid
hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air.
Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan

membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah
dari fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.
Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan
terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif
gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama
Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnay.
Denagndemikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada
komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada
terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah untuk
proses biokimia.
Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan
antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan
protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini
memungkinkan memberikan-stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara
molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat
dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan mnghasilkan
sel primitif.
Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah
besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya
organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari
sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.
Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh para Ilmuwan. Namun, tidak sedikit Ilmuwan
yang membantah tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi awal
terbentuknya organisme hidup.
Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak pendukungnya, namun baru teori evolusi
kimia yang telah dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi belum ada
yang menguji secara eksperimental.
Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar, tetapi belum mampu
menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi ini pertama kali muncul.
Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak hanya menyangkut masalah
replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan biologis saja, tetapi juga menyangkut
masalah kehidupan rohani. Tentang teori awal mula kehidupan yang menyatakan organisme
pertama kali terbentuk dilautan bisa dipahami dari sudut biologi, karena molekul-molekul
organik yang merupakan sop purba itu tertumpuk dilaut.

Anda mungkin juga menyukai