Anda di halaman 1dari 8

RESUME 13 PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR (2)

OLEH:
KANIA MANDALA (15003048)
SEKSI: 201521270085

DOSEN:

Dr. Yeni Karneli, M.Pd, Kons

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016

PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR

A. Siswa Beresiko

Anak beresiko adalah anak-anak yang teridentifikasi memiliki potensi untuk mengalami
kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Ada tiga alasan untuk meyatakan
bahwa anak memiliki potensi untuk gagal di sekolah atau berksulitan belajar :
a. Hasil pemeriksaan medis
Melalui pemeriksaan medis pada masa bayi dan masa kanak-kanak dapat
diprediksikan bahwa adanya kemungkinan kelak menjadi anak berkesulitan belajar,
meskipun prediksi ilmiah tidak selamanya tepat tetapi dapat digunakan untuk usaha
intensif dalam mencegah terjadinya penyimpangan pada anak di masa datang.
b. Resiko biologis
Resiko biologis menunjuk pada suatu kemungkinan yang didasarkan atas riwayat
medis dan kesehatan yang data menimbullkan kesulitan belajar disekolah. Contoh resiko
biologis adalah prematuritas dan orang tua yang berkesuitan belajar,meskipun tidak pasti
tetapi banyak kasus disekolah bahwa anak berkesulitan belajar adalah anak-anak yang
memiliki latar belakang prematuritas. Sehingga dapat diwaspadai akan pertumbuhan dan
perkembangannya.
c. Resiko lingkungan.
Terkait dengan adanya kekurangan stimulasi lingkukngan sosial yang menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan anak tidak optimal. Stimulasi tersebut mencakup
fisik,emosi, kognitif,dan intuisi. Dari penyebab lingkugan tersebut dapat diketahui, di
prediksikan dan diinterfensi penyebab anak dalam berkesulitan belajar.

B. Siswa Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status
sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai
kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. . Dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk
memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak
yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan
kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak

yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah
berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang
dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah
adalah sebagai berikut:
1) Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam
batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2) Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3) Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau
disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada
individu.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

b. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus


Konsep anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna
dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional
children). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan
hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka
memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan
perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki,
anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka

memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu


berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
1) Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.
Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi
memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan
maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan
indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan
pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat
taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda
model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti
lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktifitas di sekolah luar biasa mereka
belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana
menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
2) Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan
pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB), Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB), Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), Gangguan
pendengaran berat(71-90dB), Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB). Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan
individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara
internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini
dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi
dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu
cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
3) Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada
dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang
muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan
IQ. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunagrahita sedang (IQ : 36-51), Tunagrahita berat

(IQ : 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Pembelajaran bagi individu
tunagrahita lebih dititik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
4) Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan
pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas
fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan
motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan
total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
5) Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang
yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan
sekitar.
6) Kesulitan belajar
Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar
psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis
yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang
disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan
afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas ratarata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak,
gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
C. Pendekatan Pembelajaran Sesuai Dengan Keberagaman Peserta Didik

Dalam hal layanan pendidikan khusus tidak hanya faktor kebijakan saja yang
menentukan tetapi juga tim work yang mendukung, berikut ini adalah komponen tim work :
a. Guru pendidikan khusus adalah mereka yang memberikan pembelajaran sehari-hari dan
dukungan lain bagi siswa berkebutuhan khusus.
b. Billingual special educator adalah guru yang memiliki pengetahuan baik di bidang dwi
bahasa maupun pendidikan khusus.

c. Early childhood special educator adaah mereka yang memberikan pelayanan pada balita,
mereka dapat melakukan berkerja sama dengan guru-guru pre sekolah dalam hal
pendidikan umum.
d. speech/ language pathologist adalah mereka yang mendiagnosis anak-anak berkebutuhan,
mendesain tindakan dan layanan yang tepat serta memonitor kemajuannya.
e. School psychologist adalah mereka yang memiliki kompetensi untuk menentukan
kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus.
f. School counselor adalah mereka yang menangani bukan saja siswa biasa tetapi juga
siswa dengan kebutuhan khusus, pada sekolah regular.
g. school social worker adalah mereka yang meng koordinasika usaha-usaha pendidik,
keluarga dan orang-orag lembaga terkait untuk memastikan bahwa siswa dapat menerima
semua pelayanan yang mereka butuhkan.
h. School Nurse adalah mereka yang bertanggung jawab dalam memeriksa dan menjaga
kesehatan siswa, serta mengatur distribusi obat-obatan yang dibutuhkan siswa.
i. Educational interpreter adalah mereka yang membantu siswa yang mengalami kesulitan
mendengar dengan menggunakan bahasa isyarat.
j. General educational teacher adalah guru pada kelas regular yang memiliki kemampuan
untuk untuk memeberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus.
k. Pareducator adalah para profesinal yang bekerja di bawah arahan guru atau professional
dalam memberikan pelayanan bagi siswa berkebutuhan khusus.
l. Parents Orang tua siswa yang memberikan kontribusi terhadap sekolah mengenai
perkembangan serta kehidupn anaknya di luar sekolah.
m. Additional High Specialized Service Provider adalah mereka yang memiliki keahlian
spesifik di bidang tertentu guna menangani siswa yang membutuhkan pelayanan khusus
secara unik.
Keberagaman adalah untuk melayani kebutuhan belajar peserta didik tertentu
atau kelompok kecil peserta didik, dari pola pembelajaran yang lebih khusus untuk
seluruh kelas agar peserta didik menyukainya. Beberapa prinsip mendasar yang

mendukung keberagaman.

Kelas dengan kondisi peserta didik yang beragam.


Guru dan peserta didik memahami materi, cara mengelompokkan
peserta didik, cara mengases pembelajaran dan elemen kelas lainnya merupakan
alat yang bisa digunakan dalam berbagai cara untuk menunjukkan keberhasilan
individu dan seluruh kelas.

Keberagaman datang dari hasil penilaian yang efektif dan terus menerus dari
kebutuhan belajar peserta didik.
Dalam kelas yang bervariasi, perbedaan peserta didik diharapkan dapat
dihargai dan didokumentasikan sebagai dasar untuk merencanakan pembelajaran.
Prinsip ini mengingatkan kita akan hubungan dekat antara penilaian dan tugas.
Kita bisa mengajar lebih efektif jika kita tahu kebutuhan dan minat peserta
didik. Dalam kelas yang bervariasi, seorang guru melihat semua hal yang
dikatakan

peserta

didik

atau menciptakan informasi yang berguna untuk

dipahami peserta didik.

Semua peserta didik mempunyai pekerjaan yang sesuai.


Dalam kelas yang bervariasi, tujuan guru adalah agar setiap peserta didik

merasa tertantang terus, sehingga pekerjaannya menarik atau menyenangkan.

Guru dan peserta didik dapat bekerja sama dalam pembelajaran.


Guru mengakses kebutuhan belajar, memfasilitasi pembelajaran dan

merencanakan kurikulum yang efektif. Dalam kelas diferensiasi, guru mempelajari


peserta didiknya dan terus melibatkan

mereka

untuk membuat

keputusan

tentang kelas. Hasilnya peserta didik menjadi pembelajar yang lebih mandiri.

Pemenuhan Kebutuhan yang Beragam.


Dalam suatu kelas diferensiasi yang baik, fakta penting, materi harus
dipahamani dan keterampilan tetap konstan untuk semua peserta didik. Apa yang
biasanya

berubah dalam kelas yang beragam adalah bagaimana peserta didik

mendapatkan akses materi pelajaran yang dipelajari. Beberapa cara guru bisa

mendiferensiasi akses terhadap isi termasuk dalam hal :

Menggunakan

temannya memahami konsep matematika atau IPA;


Menggunakan teks lebih dari satu sebagai bahan bacaan;
Menggunakan variasi pengaturan mitra membaca

dan memberikan tantangan kepada peserta didik yang bekerja dengan materi teks;
Mengulang kembali pembelajaran untuk peserta didik yang membutuhkan

dengan cara lain; dan


Menggunakan teks,

untuk menyampaikan konsep utama kepada berbagai peserta didik.


Aktivitas.
Suatu
kegiatan
yang
efektif
meliputi

objek

dengan

tape

beberapa

recorder,

peserta

poster

didik

dan

untuk

untuk

video

membantu

mendukung

sebagai

cara

kemampuan

menggunakan keterampilan untuk memahami ide utama dan mempunyai tujuan

pembelajaran.
Hasil/produk. Guru dapat membedakan hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Berbagai hasil belajar tersebut dapat digunakan peserta didik untuk

menunjukkan apa yang telah dipelajari dan dipahami. Misalnya, sebuah produk bisa
berupa portofolio karya peserta didik, penampilan solusi dari suatu soal/masalah,
laporan akhir, soal-soal eksplorasi. Hasil belajar yang baik membuat peserta didik
memikirkan

kembali

apa

yang

telah dipelajari, menerapkan apa yang dapat

dilakukan, dan memperluas pemahaman dan ketrampilan.

DAFTAR RUJUKAN
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA
Mustaqin & Abdul Wahib. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT RINEKA CIPTA

Anda mungkin juga menyukai