CS Exposed C.albicans Increased Chitin Production and Modulated Human Fibroblast Cell Response
CS Exposed C.albicans Increased Chitin Production and Modulated Human Fibroblast Cell Response
DISUSUN OLEH:
Vithyaa Devendra Kumar
Vinson
Jesika Andrea S.N.
120100454
120100216
120100280
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat dan anugerah-Nya serta telah memberi kesempatan kepada kelompok kami
untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Candida albicans Yang Terpapar
Dengan Asap Rokok Meningkatkan Produksi Kitin dan Memodulasi Respon Sel
Fibroblas Manusia.
Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada drg. Tresnajaya Koienata selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia membimbing hingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu dengan kerendahan hati kami mengharapkan saran dan masukan yang
membangun dari semua pihak di masa yang akan datang.
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat............................................................................................................ 3
4
4
4
4
4
5
6
9
10
11
26
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Candida albicans merupakan jamur dimorfik yang merupakan bagian dari
mikrobial flora normal yng ditemukan pada permukaan mukosa seperti pada rongga
mulut, saluran gastrointestinal, dan vagina.1 Candida yang bersifat komensal dapat
berubah menjadi patogen dan dapat menyebabkan kandidiasis penyebab infeksi mulut
dan genital pada manusia bila terjadi gangguan pada keseimbangan flora normal
ataupun adanya faktor presdiposisi.2
Kandidiasis merupakan infeksi akut atau kronik yang disebabkan oleh
Candida, umumnya terbatas pada kulit dan membran mukosa, tetapi bisa
menyebabkan penyakit sistemik yang serius. Beberapa tipe kandidiasis mukokutan
meliputi: region orofaring (di rongga mulut dan faring), dan vulvovaginal (di vagina
dan mukosa vulva). Selain itu juga terdapat kandidiasis kutaneus, invasif, dan
sistemik.3
Oral kandidiasis merupakan infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada
manusia. Pada populasi secara general, tingkat karier telah dilaporkan berkisar antara
20% sampai 75% tanpa adanya gejala apapun. Insidensi dari C.albicans yang
diisolasi dari rongga mulut dilaporkan 45% pada neonatus, 45%-65% pada anak-anak
yang sehat, 30%-45% pada orang dewasa sehat, 50%-65% pada orang yang memakai
gigi palsu yang dapat dibuka, 65%-88% pada mereka yang tinggal di fasilitas
perawatan akut dan jangka panjang, 90% pada pasien dengan akut leukemia yang
sedang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien dengan HIV.4
Beberapa dekade ini tampak adanya peningkatan yang signifikan dari
insidensi seluruh bentuk kandidiasis dan hal ini mencerminkan perubahan-perubahan
pada praktik medis dengan penggunaan yang lebih banyak dari prosedur operasi
invasif, penggunaan terapi imunosupresif yang lebih luas dan juga penggunaan
antibiotik spektrum luas.5 Insidensi dari infeksi jamur yang meningkat ini juga
Candida belum diketahui dengan jelas, terdapat dugaan bahwa merokok bisa
menyebabkan (1) gangguan pada epitel lokal yang mempermudah kolonisasi
Candida, (2) menyediakan nutrisi bagi Candida, (3) menurunkan imunitas innate,
dan (4) terbentuknya produk karsinogen yang merupakan konversi hidrokarbon
aromatik dalam rokok oleh Candida.7,9
Berdasarkan data Riskedas tahun 2013, rerata proporsi perokok di Indonesia
adalah 29,3%. Untuk provinsi Sumatera Utara, proporsi penduduk yang merokok
setiap hari adalah 24,2% dan untuk yang merokok kadang-kadang adalah 4,2%. 10
Karena masih cukup tingginya proporsi masyarakat yang merokok dan semakin
meningkatknya kejadian kandidiasis, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
mengenai pengaruh asap rokok terhadap Candida albicans dalam paper ini.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui pengaruh asap rokok
terhadap transisi, kandungan kitin, dan respon terhadap stres lingkungan dari
C.albicans dan untuk mengetahui hubungan dari C.albicans yang diberi perlakuan
asap rokok kondesat dengan fibroblas gingival manusia. Penyusunan paper ini
sekaligus dilakukan untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut RSUP HAM.
1.3
Manfaat
Diharapkan paper ini dapat membantu dalam menjelaskan pengaruh asap
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kandidiasis Oral
2.1.1
Definisi
Kandidiasis didefinisikan sebagai infeksi yang disebabkan oleh jamur dari
genus Candida, dan istilah kandidiasis oral hanya digunakan ketika menggambarkan
sebuah lesi yang tampak secara klinis pada rongga mulut. Lesi dapat bervariasi dalam
ukuran, bentuk, dan warna, tergantung pada faktor presdiposisi. Keluhan pasien dapat
bervariasi mulai dari tidak ada, sampai rasa nyeri yang hebat.2
2.1.2
Epidemiologi
Pada kandidiasis oral, 50% kasus disebabkan oleh infeksi dari C.albicans dan
prevalensi yang sama dari C.albicans juga terjadi pada kandidasis sistemik.5 Pada
populasi secara general, tingkat karier telah dilaporkan berkisar antara 20% sampai
75% tanpa adanya gejala apapun. Insidensi dari C.albicans yang diisolasi dari rongga
mulut dilaporkan 45% pada neonatus, 45%-65% pada anak-anak yang sehat, 30%45% pada orang dewasa sehat, 50%-65% pada orang yang memakai gigi palsu yang
dapat dibuka, 65%-88% pada mereka yang tinggal di fasilitas perawatan akut dan
jangka panjang, 90% pada pasien dengan akut leukemia yang sedang menjalani
kemoterapi, dan 95% pada pasien dengan HIV.4
2.1.3
Faktor Presdiposisi
Faktor presdiposisi yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kandidiasis
oral terbagai menjadi faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal terdiri dari
perubahan epitelium, kebersihan mulut yang buruk, hilangnya dimensi vertikal, gigi
palsu dengan tingkat kecocokan yang buruk, dan merokok. Sedangkan untuk faktor
Patogenesis
yang berlebihan, dimana enzim ini memfasilitasi perlekatan dan peneterasi jaringan
dan juga proses invasi pada inang.11
2.1.5
Klasifikasi
Kandidiasis oral bisa dibedakan menjadi beberapa tipe yang berbeda, sering
gejala,
dan
kadang-kadang
pasien
bisa
mengeluhkan
ketidaknyamanan, rasa terbakar, rasa nyeri atau perubahan rasa ketika bagian
mukosa yang terlibt semakin luas. Pada umumnnya mempengaruhi bagian
mukosa bukal, lidah, palatum lunak, dan orofaring.2
Gambar 2.3 Kandidiasi erythematous pada pasien yang memakai gigi palsu.2
c. Kandidiasis Hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik merupakan bentuk yang jarang tetapi tipe ini
memiliki potensial malignansi. Tipe ini juga disebut sebagai kandidal
leukoplakia dan seperti leukoplakia pada umumnya, tipe ini tampak sebagai
lesi putih dan tidak bisa dilepaskan. Tampilannya bervariasi mulai dari lesi
yang kecil, translusen, permukaan yang sedikit meninggi, sampai bentuk plak
yang luas yang terasa keras dan kasar pada saat palpasi. Sering ditemukan
pada mukosa bukal dan dikaitkan dengan merokok. Walaupun lesi tidak bisa
dilepaskan, tipe ini dapat dibedakan dari leukoplakia dengan uji mikrobiologi,
perobaan pengobatan dengan obat anti-jamur, atau dengan melakukan biopsi
untuk pemeriksaan histologi. Hifa dari jamur sering menginvasi epitelium oral
yang hiperplastik. Seperti yang disebutkan sebelumnnya, lesi dari kandidiasis
hiperplastik kadang-kadang bisa menjadi malignan, tetapi masih terdapat
kontroversi mengenai kepentingan Candida spp. sebagai faktor resiko yang
terlibat.2
Lipatan-lipatan
pada
kulit
secara
konstan
menyebabkan
Denture
stomatitis
merupakan
tipe
dari
kandidiasis
erythematous.
Tampilannya merupakan lesi pada palatum, dan disebabkan karena gigi palsu
yang bisa dilepaskan, ketika pemakai tidak melepaskannya pada saat malam
hari atau jika tidak dibersihkan dengan benar. Gigi palsu yang tidak cocok
juga merupakan faktor yang berkontribusi, sebagaimana trauma yang berulang
terhadap mukosa dapat meningkatkan peneterasi dari antigen dan toksin dari
Candida. Lesi terbatas pada mukosa yang ditutupi oleh gigi palsu dan
biasanya asimptomatik.2
f. Median Rhomboid Glossitis
Ketika kandidiasis erythematous mempengaruhi lidah, sebuah patch berwarna
merah dan halus akan timbul dimana papila filiform mengalami atrofi. Jika
patch ini berbentuk oval atau bulat dan terletak di bagian tengah dari lidah,
maka kondisi ini disebut sebagai median rhomboid glossitis atau central
papillary atrophy. Tipe lesi ini bisa disebabkan oleh bakteri dan juga Candida
serta jamur lainnya, jadi etiologi yang mendasarinya masih belum jelas.
Faktor presdiposisi untuk lesi tipe ini adalah merokok dan pemakaian steroid
inhalasi.2
Tes Diagnostik
Adapaun tes diagnostik yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
10
kemudian letakkan spesimen diatas tetesan KOH tersebut dan kemudian tutup
dengan kaca penutup dan biarkan 2-3 jam. Pemeriksaan sediaan dilakukan
pada mikroskokop dengan pembesaran lensa objektif 40x.11
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang diperiksa ditanam dalam Sabarouds Dextrosa Agar (SDA) pada
suhu 370C dalam inkubator selama 24-48 jam. Pada agar ini dapat dibubuhi
antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Koloni yang
tumbuh berupa yeast like form.13
3. Serologi
Ekstrak karbohidrat Candida memberikan reaksi presipitin yang positif
dengan serum pada 50% orang normal dan pada 70% orang dengan
kandidiasis mukokutan.14
4. Tes Kulit (Skin Test)
Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif. Tes tersebut
digunakan sebagai indikator kompetensi imunitas seluler dengan menguji
hipersensitivitas tipe delayed.11.14
2.1.7
Pengobatan
Dalam pengobatan kandidiasis oral, ada 4 prinsip dasar yang harus
diperhatikan yaitu: (1) membuat diagnosis dini dan akurat dari infeksi, (2)
mengoreksi faktor presdiposisi atau penyakit yang mendasari, (3) mengevaluasi jenis
infeksi, dan (4) menggunakan obat anti-jamur yang tepat.6
Obat anti jamur yang digunakan untuk pengobatan kandidiasis dan
mekanisme yang terlihat diperlihatkan pada tabel berikut.5
11
2.1.8
Prognosis
Prognosis baik untuk kandidiasis oral dengan pengobatan yang efektif dan
tepat. Kekambuhan sering terjadi yang disebabkan karena kepatuhan yang buruk
terhadap pengobatan, gagal melepaskan atau membersihkan gigi palsu dengan benar,
atau ketidakmampuan dalam mengatas faktor yang mendasari/faktor presdiposisi dari
infeksi tersebut.4
12
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Hasil dalam paper ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Alanazi et
al pada tahun 2014 yang diterbitkan pada jurnal BioMed Research International.
Adapun pemaparan hasil penelitiannya sebagai berikut.
3.1.1
13
Gambar 1: Transisi C.albicans dari bentuk blastospora menjadi bentuk hifa setelah
kontak dengan CSC. C.albicans dikultur dengan atau tanpa CSC pada konsentrasi
yang bervariasi selama 3 dan 6 jam pada suhu 37 0C dalam medium kultur dengan
suplementasi serum 10%. Setelah waktu tertentu, kultur diperiksa dibawah mikroskop
inverted dan difoto (panel (a)). Panjang tabung hifa diukur dengan software NIHImageJ (n = 5) dan dipresentasikan (panel (b)). Signifikansi diperoleh dengan
membandingkan C.albicans yang diberi CSC dan yang tidak diberi CSC.
3.1.2
14
diberi perlakuan CSC diberikan stres osmotic, peningkatan resistensi teramati. Seperti
yang dipelihatkan pada Gambar 2, ukuran koloni lebih besar pada Candida yang
diberi perlakuan dengan 1,2 M NaCl sebagaimana dibandingkan dengan sel-sel yang
tidak diberi perlakuan. Pengamatan yang sama bisa dilakukan dengan stres panas
(Gambar 2). Data ini didukung oleh viabilitas sel seperti yang dipastikan oleh
pengujian MTT. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3, hidrogen peroksida
secara signifikan (p < 0,05) menurunkan viabilitas C.albicans yang diberi perlakuan
CSC maupun tidak. Namun, penurunan pada viabilitas sel lebih besar setelah stres
hidrogen peroksida. Lebih lanjutnya, penurunan pada viabilitas sel bergantung pada
konsentrasi hidrogen peroksida yang digunakan (Gambar 3). Berbeda dengan stres
oksidatif, stres osmotik dan stres panas tidak memiliki efek negatif pada viabilitas sel.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4(a), stres osmotik mengarah pada
peningkatan yang signifikan (p < 0,05) dari densitas C.albicans, terutama dengan
kadar yang tinggi dari CSC (30 dan 50%). Efek yang sama juga diperoleh pada stres
panas (Gambar 4(b)).
15
Perhatikan peningkatan sensitivitas dari C.albicans yang diberi CSC terhadap 5 dan
10 mM H2O2, tetapi peningkatan resistensi pada stres osmotik dan panas.
16
17
Gambar 5: Kandungan kitin pada C.albicans yang terpapar dan yang tidak terpapar
dengan CSC. Glukosamin yang dihasilkan dari pemurnian dinding sel setelah
hidrolisis asam dikuantifikasikan dan disajikan dalam bentuk persen dari berat kering
dinding sel. Data berasal dari empat pengujian independen yang dilakukan pada
triplicate. Signifikasi pada p < 0,05 ditentukan dengan membandingkan sel-sel ragi
yang terpapar dan yang tidak terpapar dengan CSC.
3.1.4
18
Gambar 6: C.albicans yang diberi CSC melekat lebih pada fibroblas gingival.
C.albicans diinkubasi selama 24 jam dengan adanya CSC dan kemudian digunakan
untuk menginfeksi kultur fibroblas gingival selama 3 atau 6 jam. Setiap kondisi
kultur kemudian difoto setelah pewarnaan kristal violet (panel (a), foto setelah 6 jam).
Perlekatan koloni C.albicans dihitung dibawah mikroskop inverted dan disusun
(panel (b), n =4). Signifikansi diperoleh dengan membandingkan C,albicans yang
diberi dan yang tidak diberi CSC.
19
diberi perlakuan CSC meningkat secara signifikan setelah 24 jam interaksi dengan
fibroblas gingival. Namun, pertumbuhan ini lebih besar pada 48 jam daripada 24 jam.
Gambar 8 menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan C.albicans yang signifikan
(p < 0,05) terjadi paling rendah pada konsentrasi 10% CSC, dibandingkan dengan
kontrol, pada 48 jam. Laju pertumbuhan yang paling tinggi diperoleh dengan 30 dan
50% CSC.
20
Gambar 8: Pertumbuhan dari C.albicans yang diberi CSC setelah kontak dengan
fibroblas gingival. C.albicans diinkubasi selama 24 jam dengan adanya CSC dan
kemudian digunakan untuk menginfeksi kultur fibroblas gingival selama 24 atau 48
jam pada 370C. Kultur dilakukan dalam suatu sistem kultur transwell yang
memperbolehkan kontak tidak langsung antara C.albicans dan fibroblast. Sel-sel
C.albicans kemudian dikumpulkan dan dilakukan pengujian kalorimetrik MTT (n =
5).
3.1.6
21
22
trypan blue exclusion (n=4) (panel (b)) = Medium kultur pada setiap kondisi
digunakan untuk menentukan kadar IL-1 dengan ELISA (n = 4).
3.2 Pembahasan
Pada studi sebelumnnya, kami mendemonstrasikan bahwa laju pertumbuhan dari
C.albicans meningkat ketika dikultur dengan adanya CSC. Hal ini didukung dengan
studi saat ini yang menunjukkan perubahan morfologi C.albicans yang lebih besar
pada saat terdapat CSC dibandingkan dengan kontrol yang tidak terpapar.
Satu dari alasan-alasan untuk patogenesis C.albicans adalah kemampuannya
untuk berubah-berubah antara bentuk blastospora dan bentuk hifa. Hifa dianggap
perlu untuk pertumbuhan invasif, sedangkan blastospora dianggap sebagai bentuk
perluasan koloni. Dengan meningkatkan pertumbuhan dan transisi C.albicans, CSC
mungkin memainkan peranan dalam resistensi C.albicans melawan agen-agen stres
berbeda seperti stres oksidatif, osmotik, dan panas. Dalam studi ini, kami
memperlihatkan bahwa C.albicans yang diberi perlakuan CSC sensitif terhadap H2O2
tetapi resisten terhadap agen stres osmotik dan panas. Hal ini menghasilkan dugaan
bahwa pemberian CSC secara selektif mengubah resistensi C.albicans terhadap
beberapa agen stres tetapi tidak terhadap lainnya.9
Telah dilaporkan bahwa C.albicans realtif resisten terhadap reactive oxygen
species (ROS), mentoleransi sampai 20 mM H2O2 dalam kondisi tertentu. Resistensi
oksidatif ini melibatkan AP-1-like transcription factor melalui regulator respon Skn7;
namun, data ini diperoleh dalam kondisi adaptif dari C.albicans, dimana hal ini
berbeda dari percobaan paparan CSC kami. Oleh sebab itu, kami membuat hipotesa
bahwa dalam kondisi kami, C.albicans merasakan beberapa komponen-kompenen
stres di dalam CSC dan beradaptasi terhadap komponen-komponen tersebut, tetapi
ketika kontak dengan agen stres yang baru dan kuat seperti H2O2, C.albicans tidak
mampu untuk mencegah efek kerusakan dari agen stres ini. Studi mekanisme yang
terlibat selanjutnya akan memberikan kepastian dan membuka jalan pada signal
molekuler dan jalur kematian yang terlibat. Yang menariknya adalah bahwa
C.albicans yang diberi CSC menunjukkan resistensi terhadap stres osmotik dan
23
panas. Mekanisme yang mendasari resistensi tersebut masih harus diselidiki. Hal ini
mungkin termasuk jalur mitogen-activated protein (MAP) kinase yang terlibat dalam
osmoadaptasi pada jenis ragi lainnya. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
menampilkan mekanisme signal yang terlibat dalam respon C.albicans yang diberi
CSC melawan stres.9
Protein-protein dinding sel terlibat dalam merasakan agen-agen stres. Hal ini
diketahui memainkan peranan kunci dalam patogenesis sel ragi. Karena kami telah
memperlihatkan bahwa C.albicans yang diberi CSC menghasilkan lebih banyak kitin,
hal ini bisa dianggap sebagai jalur pertahanan yang digunakan Candida untuk
mengatasi efek kerusakan dari CSC dengan memodulasi dinding sel. Tentunya, telah
dilaporkan bahwa jamur dapat mengatasi kerusakan dinding sel dengan meningkatkan
kandungan kitin untuk mempertahankan intergritas dari dinding sel. Paparan in vitro
dari C.albicans atau A.fumigtes terhadap echinocandins menunjukkan peningkatan
kompensatori dalam kandungan kitin. Oleh sebab itu peningkatan dalam biosintesis
kitin yang terlihat dalam studi saat ini bisa dianggap sebagai mekanisme resistensi
atau toleransi yang potensial dalam melawan efek-efek CSC. Hal ini bisa diartikan
sebagai sebuah pengaruh klinis yang signifikan untuk perokok, diamana sel-sel
C.albicans dengan kadar kitin yang tinggi dilaporkan mengurangi kerentanan
terhadap antijamur seperti caspofungin dan echinocandins.9
Protein-protein dinding sel diketahui memainkan peranan kunci dalam interaksi
antara sel-sel ragi dan inang melalui proses perlekatan. Penempelan C.albicans pada
sel-sel/jaringan inang merupakan faktor utama dalam meningkatkan karier ragi pada
mulut dan kemungkinan infeksi. Perlekatan ini mungkin meningkat dengan adanya
asap rokok, seperti yang diperlihatkan pada studi saat ini, dimana C.albicans yang
diberi CSC melekat lebih baik pada satu lapis fibroblas gingival daripapa C.albicans
yang tidak terpapar CSC. CSC telah diketahui mempermudah perlekatan S.mutans
pada material-material gigi dan C.albicans pada beragam material. Oleh sebab itu
kami memperlihatkan, untuk pertama kali perlekatan yang signifikan dari C.albicans
pada fibroblas gingival setelah kontak dengan CSC. Hal ini mendukung laporan
24
penelitian sebelumnya dengan zat kimi asap rokok, menunjukkan pengaruh nikotin
terhadap perlekatan bacterial pada jaringan ikat.9
Dengan melekat pada fibroblas gingival, C.albicans mungkin memiliki kondisi
yang sesuai untuk berproliferasi. Tentunya, penelitian ini menunjukkan peningkatan
pertumbuhan dari C.albicans yang diberi CSC ketika kontak dengan fibroblas
gingival manusia. Hal ini bisa disebabkan karenan kerentanan dari fibroblas terhadap
C.albicans yang diberi CSC seperti yang dilaporkan sebelumnya dengan sel-sel ragi
yang tidak terpapar dengan CSC.9
Kontak dengan sel inang bisa diperantai oleh dinding sel jamur, sebuah struktur
penting yang menyediakan kekuatan fisik dan melindungi jamur dari lingkungan
yang rentan, termasuk pelindungan C.albicans melawan respon inflamasi sel-sel
inang. Mekanisme yang mendasari proses ini masih hari diselidiki lebih lanjut.
Interaksi tidak langsung dari fibroblas gingival dengan C.albicans yang diberi
CSC menyebabkan penurunan pada ketersediaan fibroblas gingival. Diduga bahwa
penurunan terjadi bukan karena kematian sel melalui perlepasan dari piringan kultur
tetapi lebih karena penurunan pada laju pertumbuhan sel. Penelitian selanjutnya akan
memberikan penjelasan mengenai mekanisme ini.9
Menariknya, setelah kontak dengan C.albicans yang diberi CSC, fibroblas yang
tersedia secara aktif mensekresi IL-1. Tentunya, ketika membandingkan Gambar
9(a) yang berhubungan dengan pertumbuhan sel dan Gambar 9(b) yang berhubungan
dengan sekresi IL-1, gambaran yang terbalik dapat terlihat, dimana jumlah
ketersedian fibroblas yang rendah berkaitan dengan kadar yang tinggi dari sekresi IL1. Kepentingan dari IL-1 dalam melindungi inang mamalia dari infeksi C.albicans
yang invasif telah diperlihatkan dengan jelas, sebagaimana tikus yang kekurangan IL1 mengalami penurunan tingkat keselamatan dan meningkatkan beban jamur.
Kehadiran dari CSC mungkin oleh sebab itu berkontribusi dalam interaksi dari
C.albicans dengan fibroblas gingival manusia, yang mengarah pada stimulasi
fibroblas dan sekresi IL-1 dalam mengatasi efek kerusakan dari CSC dan
C.albicans, dimana C.albicans yang tidak diberi CSC memperlihatkan sekresi IL-1
25
yang rendah oleh fibroblas. Kadar IL-1 yang tinggi ini dapat mendukung proteksi
fibroblas melawan virulensi dari C.albicans yang diberi CSC.9
BAB 5
KESIMPULAN
Asap rokok meningkatkan transisi C.albicans dari bentuk blastospora menjadi
bentuk hifa. C.albicans yang diberi CSC sensitive terhadap stres oksidatif tetapi
resisten terhadap stres osmotik dan panas. C.albicans yang diberi CSC juga
menunjukkan kadar kitin yang tinggi, terutama pada kondisi kultur hifa. Sebagai
tambahan, CSC memodulasi interaksi C.albicans dengan inang dengan meningkatkan
perlekatan ragi terhadap fibroblas gingival dan juga meningkatkan proliferasi
fibroblas gingival. Kontak dengan C.albicans yang diberi CSC mempengaruhi
fibroblas dimana hal tersebut menyebabkan pengurangan pada laju pertumbuhan dan
meningkatkan sekresi IL-1. Secara keseluruhan, studi ini menyimpulkan bahwa asak
rokok bisa memperkuat patogenesis dari C.albicans, mendukung persistensi dari
patogen ini pada perokok dan meningkatkan tingkat keparahan dari kandidiasis.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdelhabib S, Kerstin K, Humidah A, Witold C, Mahmond R. Cigarette
smoke condensate increases C. albicans adhesion, growth, biofilm formation,
and EAP1, HWP1 and SAP2 gene expression. BMC Microbilogy 2014;
14:61.
2. Katharina JV. Thesis: Oral candidiasis and moleculer epidemiology of
Candida glabrata. University of Oslo Faculty of Dentistry 2013.
3. Parveen SD. An approach to etiology, diagnosis and management of different
types of candidiasis. Journal of Yeast and Fungal Research 2013; 4(6): 63-74.
4. Akpan A, Morgan R. Review: Oral Candidiasis. Postgrad Med J 2002; 78:
455-459.
5. David W, Michael L. Review Articles: Pathogenesis and treatment of oral
candidosis.
Journal
of
Oral
Microbilogy
2011;
3:5571-
DOI:
10.3402/jom.v3i0.5771
6. Carla GC, Maria-Gracia SP, Jose VB. Current treatment of oral candidiasis: A
literature review. J Clin Exp Dent 2014; 6(5): e576-82.
7. Talia B, Dalit P, Meir G. The Association between Smoking Habits and
Candida in the Oral Cavity. International Journal of Dentristy and Oral Health
2015; Volume 1.2: http://dx.doi.org/10.16966/2378-7090.107
8. Azmi MGD, Ziad NAD, Abd Al-Wahid, Al-Zwairi. The Relationship between
Tobacco Smoking and Oral Colonization with Candida Species. The Journal
of Contemporary Dental Practice 2010; Volume 11, No.3.
9. Humidah A, Abdelhabib S, Laura O, Witold C, Andrew Z, Mohmoud R.
Cigarette Smoke-Exposed Candida albicans Increased Chitin Production and
Modulated Human Fibroblast Cell Responses. Biomed Research International
2014; http://dx.doi.org/10.1155/2014/963156
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2013; halaman 169-170.
27