Case Report Study Kompre
Case Report Study Kompre
OLEH:
Dedi Afrianto, S. Farm (1541012195)
BAB I
TINJAUAN UMUM KASUS
1.1
Definisi Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik
yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke
iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Stroke hemoragik
dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al.,
2000).
1.1.1
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit
jantung dan keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk
per
tahunnya.
Stroke
merupakan
penyebab
1
utama
cacat
menahun.
1.3
bahwa adanya darah di dalam parenkim otak akan merusak jaringan otak
disekitarnya melalui 2 mekanisme yaitu efek mekanis dan efek neurotoksik dari
darah dan komponen darah serta hasil urai dari darah. Stroke pendarahan
dibedakan menjadi Pendarahan Intraserebral dan Pendarahan Subaraknoid
(Cohen, 2000).
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
2
1.4.1
Faktor Risiko
Berikut ini merupakan faktor risik stroke, antara lain (Cohen, 2000):
1. Tidak bisa dimodifikasi
a. Usia
Resiko untuk terkena stroke akan meningkat dengan meningkatnya 2
kali lipat setiap penambahan usia 10 tahun setelah usia 55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih beresiko terkena stroke, sementara itu wanita yang
mengalami stroke lebih banyak mengalami kematian dibandingkan
laki-laki.
c. Ethnicity
Angka kematian akibat stroke lebih tinggi pada etnik amerika dan
kepulauan asia pasifik, dibandingkan dengan ras kausasia.
2. Bisa dimodifikasi
a. Hipertensi
Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi.
Dengan
meningkatnya
efektifitas
pengobatan
hipertensi,
telah
Hemidefisit sensorik
penurunan kesadaran
Kelumpuhan
1.5
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Selain itu, juga dapat ditambahkan obat golongan neuroprotektor seperti
sitikolin untuk mempertahankan fungsi jaringan otak dan dianjurkan pemberian
antifibrinolitik seperti asam tranexamat dengan tujuan untuk memperbaiki
outcome neurologik atau sebagai pencegahan dini terjadinya pendarahan
berulang.
BAB II
ANALISA FARMAKOTERAPI DRP
2.1 DESKRIPSI PASIEN
5
: Tn. S
No MR
: 01. 00. XX
Alamat
: Pasaman
Umur
: 57 Tahun
Ruangan
: Flamboyan 6, kls I
Agama
: Islam
: 65 kg
: Umum
: 23 Mei 2016
: 30 mei 2016
2.1.2
Riwayat penyakit
1. Keluhan utama
Seorang pasien laki-laki 57 tahun masuk RSSN Bukittinggi melalui IGD dengan
keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 10 jam sebelum masuk
rumah sakit.
5.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok sama sekali, jarang berolahraga, dan memiliki pola
yang tidak bagus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG = Normal.
b. Pemeriksaan Laboratorium IGD
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium IGD
7
Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Hematokrit
Hasil
13,2 g/dL
8000 /uL
39,5 %
Trombosit
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
Na
K
Cl
314000/uL
116 mg/dl
24 mg/dL
0,7 mg/dL
135 mmol/L
3,3 mmol/L
9,9 mmol/L
Nilai Normal
13-16 g/dl
5000-10.000/uL
L: 40-48 %
P: 37-43 %
150.000-400.000 /uL
<200 mg/dl
10-50 mg/dL
0,6-1,1 mg/dl
136-145 mmol/L
3,5-5,1 mmol/L
9,7-111 mmol/L
DIAGNOSA
Diagnosa Kerja
Hemiparesis sinista + disaritmia ringan ec. Susp. Stroke Hemoragik +
Hipertensi grade 1, sefalgia akut onset 10 jam.
A
P
22 Mei
Anggota gerak kiri
terasa berat sejak 10
jam sebelum masuk
rumah sakit, bicara
pelo ringan dengan
bibir pencong, pasien
mengeluh sakit kepala.
23 Mei
Lemah anggota
gerak sebelah kiri,
bicara kacau, sakit
kepala, riwayat
hipertensi +
24 Mei
Lemah anggota
gerak sebelah
kiri, bicara
kacau, sakit
kepala, badan
pegal-pegal
GCS; E4 V5 M6,
suhu: 36,5oC TD:
150/90; 140/90;
150/100 mmHg,
skala nyeri 4-5
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler dengan
onset 1 hari.
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 2 hari.
- O2 2-4 l/menit
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 3
hari.
- Terapi lanjut
HARI RAWATAN
25 Mei
Lemah anggota
gerak sebelah kiri,
pasien mengeluh
sakit kepala
26 Mei
Lemah anggota
gerak sebelah kiri,
pasien mengeluh
sakit kepala
27 Mei
Lemah anggota
tubuh sebelah kiri,
bicara kacau, sakit
kepala, riwayat
hipertensi (+),
mual (+),
28 Mei
Lemah anggota
tubuh sebelah kiri,
bicara kacau, sakit
kepala, riwayat
hipertensi (+),
mual (+), muntah
(-)
Kesadaran: CM
(Compos Mentis)
tidak kooperatif,
GCS : E=4 M=6
V=5
TD : 170/100;
140/90; 160/100
mmHg
Skala nyeri : 4-5
Kesadaran: CM
(Compos Mentis)
tidak kooperatif,
GCS: E=4 M=6
V=5
TD: 120/80;
130/80; 130/80
mmHg
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 4 hari.
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 5 hari.
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 6 hari.
Stoke hemoragik
pendarahan
intraventrikuler
dengan onset 7 hari.
- Terapi lanjut
- Terapi lanjut
- Terapi lanjut
- Terapi lanjut
- Diltiazem 2x 60
mg (stop)
- Capcam I 3x1
kapsul.
- Amlodipin 1x10
mg
- Dulcolax
(bisacodyl)
suppositoria
(prn)
10
- O2 stopTappering
manitol selesai
- Ulsafat sirup 3x1
sendok takar
- Betahistin 2x6
mg
- O2 stop
- Tappering manitol
selesai
- Ulsafat sirup 3x1
sendok takar
- Betahistin 2x6 mg
HARI RAWATAN
29 Mei
30 Mei
11
Neurodex 1 x 1 tablet
Asam folat 1 x 10 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
12
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
2.2.2
Nama obat
NaCl 0,9 %
Ranitidin
Citicolin/ cercul
250 mg
Neurodex
(Vit. B
Complex)
Asam Folat
Simvastatin
Lansoprazol
Ondansetron
Manitol
Furosemid
Cap Cam I
Dumin
(Paracetamol)
Asam
Traneksamat
Forneuro
Allupurinol
Diltiazem
Amlodipin
Candesartan
Haloperidol
Clonidin
Betahistin
Ulsafat sirup
Tramadol
Bentuk
Sediaan
Infus
IV
IV
Dosis
Indikasi
14 tetes/menit
2x50 mg
2x500mg
Tablet
1x1 tablet
Neurotropik
Tablet
1x1mg
Tablet
Kapsul
IV
Infus
IV
Kapsul
Tablet
1x20 mg
1x30 mg
2x1 ampul
4-3-2-1
1x ampul
2x1 kapsul
4x500mg
IV
3x500mg
Antiplasminolitik
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
tablet
Sirup
Injeksi
1x1 tablet
1x300 mg
2x60 mg
1x10 mg
1x16 mg
2x0,5 mg
2x0,15 mg
2x6 mg
3 x 1 sendok
(100mg/2 ml)
Drip 1 ampul
dalam 100 ml
NaCl 0,9%/12
jam
Neuroprotektor
Gout
Antihipertensi
Antihipertensi
Antihipertensi
Halusinasi
Antihipertensi
Anti ulceratif
Analgetik opiat
Keterangan
Rekomendasi
seperti Allopurinol.
13
Berdasarkan perhitungan
Berdasarkan perhitungan
ESO
14
2.2.3
Pembahasan
Seorang pasien berjenis kelamin laki-laki berusia 57 tahun dibawa ke
RSSN melaui IGD (instalasi gawat darurat) dengan keluhan utama anggota gerak
sebelah kiri terasa berat sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
berbicara pelo namun ringan, bibir sedikit pencong, mengalami sakit kepala
pasien tidak mengalami mual dan muntah, neyri epigastrium negatif. Pasien
didiagnosa mengalami Stroke hemoragik intraventrikuler.
Pada waktu pasien dibawa ke RSSN melalui IGD, terapi yang diterima
pasien berupa Oksigen (O2) 2-4 l/menit, IVFD NaCl 0,9%/12 jam, injeksi ranitidin
2 x 1 ampul, injeksi citicolin 2 x 500 mg, neurodex 1 x 1 tablet, asam folat 1 x 1
mg, simvastatin 1 x 20 mg, lansoprazole 1 x 30 mg, injeksi ondansentron 2 x 1
ampul, loading manitol 20% (250cc) + furosemid ampul (20mg/2ml).
Pada pasien dengan diagnosa stroke hemoragik intraventrikular faktor
pencetus utama adalah hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien ini 3 bulan
sebelum mengalami stroke hemoragik mengalami hipertensi dengan tekanan
darah 160 mmHg dan tidak mendapatkan pengobatan untuk penangganan
hipertensinya.
Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke pendarahan
adalah: (1) mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2)
mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3)
mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara
keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.
15
atau pemberhentian
16
mendapatkan cairan manitol 20% diperiksa kadar osmolaritas nya 2 kali dalam
sehari namun pada pasien ini tidak dilakukan karena mengingat biaya dan
keefektifan waktu.
Terapi cairan lain yang diterima oleh pasien adalah NaCl 0,9% yang
diberikan 1 kolf/12 jam. Pada pasien dengan stroke akut
pemberian nutrisi
17
asam
traneksamat
pada
pasien
ini
adalah
untuk
Asam
18
pendarahan
intraserebral
(PERDOSSI,
2011).
Pada
pasien
ini
19
20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,
pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien didiagnosa menderita
Stroke Hemoragik (Pendarahan intraventrikular). Berdsarkan pengobatan yang
diberikan pada pasien sudah tepat, namun ada indikasi yang baru diterapi pada
hari kedua.
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72 after
stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. McGrawHill. 2000. pp. 53-87.
Cohen SN. 2000. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In
Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. pp. 89-109.
Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. 1997. Epidemiology and
costs of acute hospital care for cerebrovascular disease in diabetic and
non diabetic populations. 28: 1142-6.
22
= 284,97 osm/L
23
24
Nama Obat
Bentuk
Sediaan
Dosis
1.
NaCl 0,9 %
Infus
14 tetes/menit
2.
Ranitidin
IV
2x50 mg
3.
Citicolin
IV
2x500mg
4.
1x1 tablet
5.
Neurodex
Tablet
(Vit. B Complex)
Asam Folat
Tablet
6.
Simvastatin
Tablet
1x20 mg
7.
Lansoprazol
Kapsul
1x30 mg
8.
Ondansetron
IV
2x1 ampul
9.
Manitol
Infus
4-3-2-1
10.
Furosemid
IV
1x ampul
11.
Cap Cam I
Kapsul
2x1 kapsul
13.
Asam
Traneksamat
IV
3x500mg
22/5/16
P
23/5/16
M P
24/5/16
M P
1x1 mg
25
25/5/16
M P
26/5/16
M P
27/5/16
M P
28/5/16
M P
29/5/16
P
14.
IV
2x500 mg
15.
Cercul
(Citicolin)
Forneuro
Tablet
1x1 tablet
16.
Allupurinol
Tablet
1x300 mg
17
Diltiazem
Tablet
2x60 mg
18.
Amlodipin
Tablet
1x10 mg
19.
Candesartan
Tablet
1x16 mg
20.
Haloperidol
Tablet
2x0,5 mg
21.
Clonidin
Tablet
2x0,15 mg
26
3.
Minggu, 22
mei 2016
BB : 65 kg
TB : - cm
Kode
Uraian Masalah
Masalah
1a
Pasien mendapatkan ondansetron dalam bentuk
sediaan injeksi (ampul) yang diberikan sejak
pasien di IGD 22 Mei 2016 Penggunaan
ondansetron pada pasien dinilai tidak tidak ada
indikasi, karena tidak ditemukan adanya
indikasi mual-muntah pada pasien.
1b
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
pasien tanggal 22 mei 2016 asam urat pasien
tinggi 9,1 mg/dl dan pasien belum mendapatkan
terapi.
Indikasi
a. Tidak ada indikasi
b.
c.
2.
3.
Kontra Indikasi
Pemilihan Obat
Dosis obat
a. Kelebihan (over dose)
b.
4.
5.
6.
7.
8.
a.
b.
c.
Obat
Makanan/minum
Hasil Lab
9. ESO/ ADR/ Alergi
10. Ketidaksesuaian RM dengan :
a. Resep
11.
12.
13.
14.
15.
Tindak Lanjut
Kode Masalah :
1.
Dokter :dr. RF
Farmasis: Dedi dan Elfa
16. Kepatuhan
17. Duplikasi terapi
18. Lain-lain
b. Buku Injeksi
Kesalahan penulisanresep
Stabilitas sediaan injeksi
Sterilitas sediaan injeksi
Kompatibilitas obat
Ketersediaan obat/kegagalan
mendapatkanobat
27
BAB I
TINJAUAN UMUM KASUS
1.1 Kejang demam
1.1.1
tubuh (suhu rektal di atas 38C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat,
gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang disertai demam pada bayi
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (Pudjiadi et.al, 2009).
1.1.2
2.
1.1.3
Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan
populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 27%,
28
sedangkan di Jepang 910%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya
kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan
22% lebih dari 24 jam. Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam
berulang dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi
usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 935% kejang demam pertama kali adalah
kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut berkembang ke arah
epilepsi.
1.1.4
Patofisiologi
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan
sitokin yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat
seiring kejadian demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam
biasanya dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen
endogen atau lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai
pirogen eksogen. LPS menstimulus makrofag yang akan memproduksi prodan anti-inflamasi sitokin tumor necrosis factor-alpha (TNF-), IL-6,
interleukin-1 receptor antagonist (IL-1), dan prostaglandin E2 (PGE2).
Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel endotelial circumventricular akan
menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) yang akan mengkatalis
konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian menstimulus pusat
termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam
juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen endogen,
yakni
interleukin
1,
akan
meningkatkan
eksitabilitas
neuronal
29
30
31
Pengobatan profilaksis
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan
keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Terdapat 2 jenis profilaksis, yaitu (Melda, 2002) :
obat
harus
dapat
cepat
masuk
dan
bekerja
ke
berat,
tetapi
tidak
dapat
mencegah
timbulnya
epilepsi
di
kemudian hari.
Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB perhari dengan kadar
sebesar
16
mg/mL
dalam
darah
menunjukkan
hasil
yang
ditemukan
pada
3050
kasus.
Efek
samping
1.2
Pimosis
1.2.1
Defenisi
Pimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada
organ kelamin bayi laki-laki, yang dimaksud dengan pimosis adalah keadaan
dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan
anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya
infeksi kepala penis (balantis) (Shahid, 2012).
1.2.2
Etiologi
Pimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang
diantara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini
menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik
ke arah pangkal. Kurangnya kebersihan dapat menyebabkan balantitis dan
posthitis atau keduanya (Shahid, 2012).
1.2.3
Diagnosa
Diagnosis pimosis terutama klinis dan tidak ada tes laboratorium atau
studi pencitraan yang diperlukan. Ini mungkin diperlukan untuk
33
infeksi
saluran kemih atau infeksi kulit. Dokter yang merawat harus bisa
membedakan perkembangan non-retractability dari patologi pimosis. Tingkat
keparahan pimosis harus ditentukan. Penentuan etiologi pimosis, jika
mungkin, harus dicoba (Shahid, 2012).
1.2.4
Pengobatan
Pengobatan pimosis pada anak-anak tergantung pada preferensi orang
tua, dapat dengan sunat plastik atau radikal setelah selesai tahun kedua
kehidupan. sunat plastik (sayatan dorsal, sunat parsial) membawa potensi
terulangnya pimosis tersebut. Terkait frenulum dikoreksi oleh frenektomi.
Meatoplasti
ditambahkan
jika
perlu.
sunat
anak
usia
bayi
tidak
34
Tingkat keberhasilan lebih tinggi pada anak laki-laki yang lebih tua
dengan tidak ada infeksi. kepatuhan miskin tercatat menjadi penyebab
kegagalan. Studi yang dilakukan pada anak-anak muda juga telah
menghasilkan hasil yang baik. 0,1% penggunaan betametason krim juga
dihasilkan hasil yang sebanding. Dewan et al. menemukan khasiat 65%
dengan krim hidrokortison 1%. steroid lainnya mencoba dan ditemukan
efektif dalam pimosis termasuk clobetasol propionat 0,05%, 0,1%
triamsinolon, dan mometason dipropionat. Usia pasien, jenis dan tingkat
keparahan dari pimosis, aplikasi yang tepat dari salep, kepatuhan pengobatan,
dan perlunya menarik kembali kulup secara teratur memberikan kontribusi
baik keberhasilan atau kegagalan obat. Efek samping dengan steroid topikal
yang langka dan ringan dan termasuk rasa sakit preputial dan hiperemia.
Tidak ada efek samping yang signifikan dilaporkan bahkan pada pasien muda
(Shahid, 2012).
1.3
bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin. Angka kejadian pada neonatus
kurang bulan adalah sebesar 3%, sedangkan pada neonatus cukup bulan 1%.
Pada anak kurang dari 10 tahun, ISK ditemukan pada 3,5% anak perempuan
dan 1,1% anak lelaki. Diagnosis yang cepat dan akurat dapat mencegah
penderita ISK dari komplikasi pembentukan parut ginjal dengan segala
35
konsekuensi
Diagnosis
Anamnesis
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari
asimtomatik sampai gejala sepsis yang berat. Pada neonatus sampai usia 2
bulan, gejalanya menyerupai gejala sepsis, berupa demam, apatis, berat badan
tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, problem minum, dan sianosis
(Scruggs & Michael, 2004).
Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik, atau
anoreksia. Pada anak besar, gejalanya lebih khas, seperti sakit waktu miksi,
frekuensi miksi meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol,
polakisuria, atau urin yang berbau menyengat (Pudjiadi et.al, 2009).
Pemeriksaan fisis
Gejala dan tanda ISK yang dapat ditemukan berupa demam, nyeri
ketok sudut kosto-vertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genitalia
eksterna seperti Pimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan
pada tulang belakang seperti spina bifida (Pudjiadi et.al, 2009).
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan proteinuria, leukosituria
(leukosit > 5/LPB), hematuria (eritrosit > 5/LPB).Diagnosis pasti dengan
ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urin, yang jumlahnya
tergantung dari metode pengambilan sampel urin (Pudjiadi et.al, 2009).
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor risiko
seperti disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto
polos perut, dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan
36
Terapi
Tabel 1. Dosis antibiotika untuk infeksi saluran kemih Berdasarkan Pedoman
Pelayanan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia
37
Dosis
Neonatus
Ampicillin
Gentamicin
Anak-anak
Ceftriaxone
Cefotaxime
Ampicillin/sulb actam
Gentamicin
38
BAB II
ANALISA FARMAKOTERAPI - DRP
2.2 DESKRIPSI PASIEN
2.1.1 Identitas Pasien
39
Nama
: An. I
Umur
: 6 bulan
Ruangan
: Anak, kls I
Agama
: Islam
: 6,9 kg
: BPJS kls 1
: 6 April 2016
: 11 April 2016
2.1.4
Riwayat penyakit
6. Keluhan utama
Seorang pasien, laki-laki a.n I berusia 6 bulan dengan berat badan 6,9 kg
dibawa ke RSSN pada tanggal 6 April 2016 di bangsal anak dengan keluhan
utama kejang di rumah 1 kali selama 1 menit.
7. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien mengalami kejang 1 kali selama 1 menit, 30 menit sebelum dibawa
ke RSSN dengan kejang pada seluruh tubuh, setelah kejang pasien sadar.
Demam 3 hari yag lalu, nafsu makan menurun, batuk (-), pilek (-), buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) normal. Pasien juga mengalami
pimosis dan sudah dilakukan tindakan dilatasi preputium oleh dokter urologi 2
hari sebelum masuk rumah sakit dan diberikan antibiotik cefixime. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa leukosit pasien tinggi dari normal
dan mengalami infeksi saluran kemih setelah dilakukan dilatasi preputium.
8. Riwayat Penyakit Dahulu
40
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ibu pasien, diketahui bahwa pasien
pernah mengalami kejang demam pada usia 3 bulan.
2.1.5
Data Penunjang
b. Data Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: Sedang
Tingkat kesadaran
: Sadar
Berat badan
: 6,9 Kg
Suhu
: 38,4 C
Nadi
: 110 kali/menit
Pernapasan
: 28 kali/menit
Kuduk kaku (-)
Reflek pupil
: isokor
Preputium hiperemis (pasca dilatasi)
c.
Data laboratorium
Nilai
12
13,4.103 /uL
30,0 %
160.
102 mg/dL
34,32 103/L
4,39 103/L
10,1 g/dL
Nilai Normal
13-16 g/dl
5000-10000/uL
42-54 %
150-400103 /uL
<126 mg/dL
4,8-10,8 103/L
4,7-6,8 103/L
14-38 g/dL
2.1.6 DIAGNOSA
DIAGNOSA PENYAKIT
Diagnosa utama
: Kejang Demam Simpleks
Diagnosa tambahan : Pimosis dan Infeksi Saluran Kemih (ISK).
41
Ket
42
HARI RAWATAN
8/04/2016
9/04/2016
Pasien kembali
Pasien tidak
demam, kejang (-)
demam, kejang (-)
7/04/2016
Pasien tidak
demam, dan sudah
tidak kejang
Suhu : 37,1oC,
Suhu : 37,9oC, BB :
BB : 6,9 kg,
6,9 kg, leukosit
leukosit tinggi,
tinggi (13)dan
protein ditemukan preputium
dalam urin (+2),
hiperemis pasca
preputium
dilatasi
hiperemis pasca
dilatasi
Kejang demam +
Kejang demam +
Kejang demam +
A
pimosis + ISK
pimosis + ISK
pimosis + ISK
P -IVFD Ka EN 1B + - IVFD Ka EN 1B - IVFD Ka EN 1B +
KCl 10 mcg 8
+ KCl 10 mcg 7
KCl 10 mcg 7
tetes permenit
tetes permenit
tetes permenit
diberikan i.v
diberikan i.v
diberikan i.v
-Paracetamol drop 4 - Paracetamol
- Paracetamol drop 4
x sehari 0,7 cc
drop 4 x sehari
x sehari 0,7 cc
diberikan secara
0,7 cc diberikan
diberikan secara
PO
secara PO
PO
-Cefotaxim injeksi
- Cefotaxim
- Cefotaxim injeksi
2 x sehari 300 mg
injeksi 2 x sehari 2 x sehari 300 mg
diberikan secara
300 mg
diberikan secara i.v
10/04/2016
Pasien tidak
demam, kejang (-)
11/04/2016
Pasien tidak
demam, kejang (-)
Suhu : 37,4oC,
BB : 6,9 kg,
leukosit tinggi dari
normal(12),
preputium
hiperemis pasca
dilatasi.
Suhu : 37,4oC,
BB : 6,9 kg,
leukosit tinggi dari
normal, preputium
hiperemis pasca
dilatasi.
Pasien
diperbolehkan
pulang
Kejang demam +
pimosis + ISK
- Paracetamol drop
4 x sehari 0,7 cc
diberikan secara
PO
- Cefotaxim injeksi
2 x sehari 300
mg diberikan
secara i.v
- Phenobarbital 2 x
15 mg, diberikan
secara PO.
Kejang demam +
pimosis + ISK
- Paracetamol drop
4 x sehari 0,7 cc
diberikan secara
PO
- Cefotaxim
injeksi 2 x sehari
300 mg
diberikan secara
i.v
- Phenobarbital 2 x
15 mg, diberikan
Kejang demam +
pimosis + ISK
Pasien diberikan
profilaksis
intermitent berupa
diazepam oral.
Pasien diberikan
cefixim 2 x 3 ml.
42
i.v
-Sibital
(Phenobarbital)
injeksi 1 x sehari
50 mg, diberikan
secara i.m
-Phenobarbital 2 x
30 mg, diberikan
secara PO
diberikan secara
i.v
- Phenobarbital 2
x 30 mg,
diberikan secara
PO
- Phenobarbital 2 x
15 mg, diberikan
secara PO.
secara PO.
43
Ka EN 1B + KCl
Bentuk
Sediaan
IV (Infus)
2.
Cefotaxim
Injeksi
2x300 mg
3.
Sanmol syr
(Paracetamol)
Phenobarbital
Sirup
4x0,7 cc
Injeksi
Oral
1x50 mg
2x30mg
2x15mg
4.
2.2.4
Nama obat
Dosis
8 tetes/menit
Indikasi
Sebagai larutan
awal pada bayi,
bayi premature
atau bayi baru
lahir, bila status
elektrolit pasien
belum diketahui.
Terapi infeksi
saluran kemih.
Meredakan
demam.
Anti kejang
DRP
Keterangan
44
Rekomendasi
Dosis kurang
Dosis berlebih
Berdasarkan perhitungan
dosis tidak ditemukan
penggunaan dosis yang
berlebih pada psien ini.
Berdasarkan lieratur
pilihan obat pada pasien
ini sudah tepat.
ESO
Interaksi obat
45
Dosis ditingkatkan
jika respon pasien
kurang
demam saja
Duplikasi terapi
46
2.2.3 Pembahasan
Seorang pasien anak berjenis kelamin laki-laki dengan keluhan kejang
lebih kurang selama satu menit setengah jam sebelum dibawa ke RSSN. Pasien
kejang pada seluruh tubuh dan mengalami demam selama 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien didiagnosa kejang demam dan diketahui sebelumnya pasien
telah melakukan dilatasi terhadap Pimosis yang dialaminya.
Pada waktu pasien dibawa ke RSSN melalui IGD, terapi yang diterima
pasien berupa IVFD Ka EN 1B + KCl 10 mcg yang diberikan secara i.v dengan 8
tetesan per menit, antibiotic cefotaxim 2 x 300 mg melalui i.v, injeksi sibital yang
mengandung phenobarbital 50 mg secara i.m dan paracetamol sirup 4 x 0,8 cc
secara peroral. Berdasarkan literatur, dosis injeksi sibital yang diberikan pada
pasien telah sesuai. Sefotaksim diberikan pada pasien karena terjadi peningkatan
leukosit pasien dengan nilai 34,32 x 103 /L (Normal : 4,8-10,8 x 103/ L).
Peningkatan leukosit pasien menandakan bahwa pasien mengalami infeksi.
Terapi yang digunakan untuk mengatasi kejang demam ini adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,30,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Sedangkan obat yang dapat diberikan pada
saat pasien di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,50,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg, atau diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas
usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti
maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
47
penatalaksanaan
demam
pada
pasien,
diberikan
Sanmol
(paracetamol) drop (Sanmol 60mg/0,6cc) dalam bentuk sediaan drop dengan dosis
4 x 0,7cc. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/hari
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Pada umumnya dosis ini dapat
ditoleransi dengan baik. Pemberian obat antipiretik pada saat demam tidak
48
(8)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,
pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien didiagnosa kejang
49
demam simpleks, Pimosis dan ISK. Dosis obat yang diberikan pada pasien sudah
efektif dan sesuai dengan penyakit yang ada pada pasien.
3.2 Saran
Disarankan kepada orangtua pasien untuk tidak panik menghadapi anak
saat kejang dan diharapkan orangtua pasien senantiasa menjaga kebersihan pasien
terutama pada bagian genitalnya karena pasien baru selesai mendapatkan dilatasi
preputium dan mengalami infeksi saluran kemih (ISK).
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Hospital-System Pharmacist, 2011, AHFS Drug Information
Handbook, ASHP Inc, Bethesda.
Arief RF,2015, Penatalaksanaan Kejang Demam, CDK-232/Vol.42 No.9, 2015.
Melda Deliana, Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, Sari Pedriatri,Vol.4,
No.2, September 2002: 59-62.
50
Pudjiadi HA., Hegar B., Handryastuti S., Idris SN., Gandapurta PE., Harmoniati
DE,2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Penerbit IDAI, Jakarta.
Pusponegoro HD.,Widodo DP.,Ismael S, 2006, Konsensus Penatalaksaan Kejang
Demam,Ikatan Dokter Anak Indonesia,Penerbit IDAI, Jakarta
Scruggs,K., MD Michael T. Johnson, 2004, Pediatric Treatment Guideline,
Current Clinical Strategies Publishing, California.
Shahid,SK.,2012, Phimosis in Children, Vol.2012, ISRN Urology.
S. Tekgl, H. Riedmiller E. Gerharz, P. Hoebeke, R. Kocvara, J.M. Nijman,Chr.
Radmayr, R. Stein, 2011, Guidelines on Pediatric Urology, EAU/ESPU
Paediatric Urology Guidelines (ISBN 978-90-79754-96-0).
51
No
Nama obat
Aturan pakai
1.
KA EN 1B + KCl
8 tetes/menit
2.
Injeksi Cefotaxim
2x300 mg
3.
Injeksi Sibital
50 mg
4.
Sanmol drop
4x0,7 cc
6/4
7/4
8/4
9/4
(Paracetamol)
2x30 mg
5.
Luminal
2x15 mg
6/4/2016
BB : 6,9 kg
TB :
KodeMa
UraianMasalah
salah
3b
Dosis cefotaxim yang diterima pasien
kurang (dosis yang diterima 600 mg) dosis
seharusnya 690 mg
8a
Ditemukan adanya interaksi antara
phenobarbital dengan paracetamol.
Dokter :dr. Y
Farmasis: Elfa dan dedi
Rekomendasi/ Saran
Dosis ditingkatkan jika respon pasien kurang
TindakLanjut
Dengan dosis 600 mg kadar
leukosit pasien sudah
menurun.
Kode Masalah :
Indikasi
a. Tidak ada
indikasi
b. Ada
indikasi,tidak
ada terapi
c. Kontra Indikasi
20. Pemilihan Obat
21. Dosis obat
19.
a. Kelebihan
(over dose)
b. Kekurangan
(under dose)
22. Interval
pemberian
23. Cara/waktupembe
rian
RutePemberianOb
at
25. Lama pemberian
26. Interaksiobat:
a. Obat
b. Makanan/minu
m
c. Hasil Lab
27. ESO/ ADR/ Alergi
24.
53
Ketidaksesuaian
RM dengan :
a. Resep
b. Buku Injeksi
29. Kesalahanpenulisa
nresep
30. Stabilitassediaani
njeksi
28.
Sterilitassediaanin
jeksi
32. Kompatibilitasobat
33. Ketersediaanobat/
31.
kegagalanmendap
34.
35.
36.
atkanobat
Kepatuhan
Duplikasiterapi
Lain-lain
= 7,083 gtt/menit
2. Perhitungan dosis paracetamol
Bobot badan: 6,9 kg
Dosis literatur: 10-15 mg/kgBB/kali
Perhitungan = 6,9 kg x (10-15 mg/kgBB/kali)
= 69-103,5 mg/hari
Dosis diberikan = 0,7cc = 0,7cc x 60 mg/ 0,6cc = 70 mg/kali
3. Perhitungan dosis phenobarbital
Bobot badan: 6,9 kg
Dosis literatur: 8-10 mg/kgBB/hari (hari 1 dan 2)
3-5 mg/kgBB/hari (hari 3 dan seterusnya )
Perhitungan = 6,9 kg x (8-10 mg/kgBB/hari)
= 55,2 - 69 mg/hari dalam dua dosis terbagi
= 6,9 kg x (3-5 mg/kgBB/hari)
BAB I
TINJAUAN UMUM KASUS
1.1
1.1.1
Definisi
Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri oto dan/nyeri sendi yang disertai lekopeni, ruam, dan limadenopati,
trombositopeni, dan diathesis hemoragik. Host alami DHF adalah manusia, agentnya
adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridadae dan genus
Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4, ditularkan ke
manusai melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti
dan Ae. albopictus. DHF merupakan salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi
virus dengue (Candra A, 2010).
56
Epidemiologi
Dengue hemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan
spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam
dengue (DD), DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock
syndrome (DSS); ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang
terinfeksi. Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara- negara baru dan, dalam dekade ini, dari
kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah
tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan Karibia
(Candra A, 2010)..
57
Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan
subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematian
pada anak 8 90% di antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,
setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun
1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800
orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah
kematian turun secara bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus
tahun 2008 sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality
rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89% (Candra A, 2010).
1.1.3
Patogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan,
sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan
menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen
struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi
immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective
terhadap serotipe virus lainnya (Candra A, 2010).
58
Diagosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
59
Manifestasi klinis
Tanda-tanda demam berdarah yang harus mendapatkan pengobatan, antara lain
(Candra A, 2010).:
1) Panas tinggi 2-7 hari
2) Timbul bintik merah pada kulit dan sering terasa nyeri pada ulu hari
3) Pasien gelisah
4) Tangan dan kaki terasa dingin dan berkeringat kadang terjadi pendarahan dari
hidung
5) Terjadi muntah darah dan berak darah
Pertolongan pertama yang dapat diberikan saat pasien dirumah, berupa:
1) Beri minum air yang banyak
60
61
1.1.5
Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi
tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif
perlu selalu diwaspadai (Candra A, 2010).
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang
cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan
pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi
dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (Gambar 2).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (Gambar 3).
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematocrit >20% (Gambar 4).
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
63
64
65
66
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue:
1. Jenis cairan
2. Jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan.
Tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang
intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)
maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah
didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan
relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal (Candra A, 2010).
Definisi
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang
encer atau inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang di tandai
dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit.
Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat
atau tanpa lender dan darah. Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri,
virus, parasite (jamur, cacing, protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan
67
muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium
dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolik dapat juga terjadi cairan
atau dehidrasi.
1.2.2
Etiologi
68
1.2.3
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
69
Diare tanpa
Dehidrasi bila
terdapat 2 tanda
atau lebih
Baik, sadar
Mata
Keinginan untuk
minum
Turgor
Tidak cekung
Normal, tidak ada
rasa haus
Kembali segera
1.2.5
Diare dehidrasi
Ringan/sedang
Bila terdapat 2
tanda atau lebih
Gelisah, rewel pada
anak
Cekung
Ingin minum terus,
ada rasa haus
Kembali lambat
Penatalaksanaan
70
Diare dehidrasi
Berat
Bil aterdapat 2
tanda atau lebih
Lesu, lunglai, tidak
sadar
Cekung
Malas minum
Kembali sangat
lambat
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja
dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
/ karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
a. Obat anti sekresi
Klorpomazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
b. Obat spasmolitik
c. Antibiotik
Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 50 mg/ kg BB / hari.
Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis,
bronchitis/ bronkopeneumonia.
Pengobatan :
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa
komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan.
Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau mengobati sendiri
dengan obat-obatan anti diare yang dijual bebas. Biasanya penderita baru
mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24 jam belum ada
perbaikan dalam frekwensi buang air besar ataupun jumlah feses yang
dikeluarkan.Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare dengan
memberikan antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi supportive atau
fluid replacement dengan intake cairan yang cukup atau dengan Oral
Rehidration Solution. (ORS) yang dikenal sebagai oralit, dan tidak jarang pula
diperlukan obat simtomatik untuk menyetop atau mengurangi frekwensi diare.
72
Untuk
mengetahui
mikroorganisme
penyebab
diare
akut
dilakukan
pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak
menunjukkan adanya miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan
kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang
dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin. Indikasi
pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh > 38,5 0C, adanya
darah dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses, laktoferin,
dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik (Ilnyckyj A, 2001).
Keterangan:
ETEC = Enterotoxin E.coli
EPEC = Enterophatogenic E.coli
EIEC = Enteroinvasive E.coli
EHEC = Enterohemorrhagic E.coli
1.3 Dispepsia
1.3.1
Definisi
Menurut Almatsier
tahun
2004,
dispepsia
merupakan
istilah
yang
menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata
dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang jelek. Definisi
dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah
74
kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang
dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu
perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari
mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang
sifatnya hilang timbul atau terus-menerus (Internal Clinical Guidelines Team, 2014).
1.3.2 Klasifikasi
Penyebab timbulnya gejala dispepsia sangat banyak sehingga diklasifikasikan
berdasarkan ada tidaknya penyebab dispepsia yaitu (Internal Clinical Guidelines
Team, 2014):
1. Dispepsia Organik
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan
organik sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda,
tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat
digolongkan menjadi:
a. Dispepsia Tukak
Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati.
Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan.
Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan
adanya tukak di lambung atau duodenum.
b. Refluks Gastroesofageal
75
Karsinoma
Karsinoma dari saluran makan (esophagus, lambung, pancreas dan
76
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak
enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual dan muntah, misalnya
obat golongan NSAIDs, teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin,
eritromisin dan lain-lain).
e. Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam
lambung dan berkaitan dengan keganasan lambung. Hal penting dari
Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan
dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak
mekanisme pertahanan pejamu dan merusak jaringan. Helicobacter pylori
dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan
gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia.
2. Dispepsia Fungsional
77
1.3.3
Penatalaksanaan
78
makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan
dalam lambung dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCL.
2. Perbaikan keadaan umum penderita
3. Pemasangan infus untuk pemberian cairan, elektrolit dan nutrisi.
4. Penjelasan penyakit kepada penderita.
5. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan penderita dispepsia adalah
antasida, antikolinergik dan lain-lain.
1.4 Hiponatremia
1.4.1
Definisi
Hiponatremia dapat terjadi karena penambahan air atau penurunan cairan
kaya natrium yang digantikan oleh air. Gejala neurologis biasanya tidak terjadi
sampai kadar natrium serum turun kira-kira 120-125 mEq/L. Menurut waktu
terjadinya, hiponetremia dapat dibagi dalam 2 jenis (Mishra V et.al, 2014):
1. Hiponatremia akut
Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremi yang berlangsung cepat
yaitu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti
penurunan kesadaran dan kejang.
2. Hiponatremia kronik
Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
lambat yaitu lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat
79
seperti penurunan kesadaran dan kejang (ada proses adaptasi), gejala yang timbul
hanya ringan seperti lemas atau mengantuk.
1.4.2 Pengobatan
Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi 48 jam '), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman ( 120 mmol / l). Natrium tidak harus
mencapai level normal dalam 48 jam pertama(Mishra V et.al, 2014).
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline. Tidak ada konsensus
universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang harus diberikan: bisa dimulai
pada 1-2 ml/kg/jam dengan pengukuran rutin natrium serum, urin dan status
kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi tidak lebih dari 8 mmol dalam
24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang berlebihan
(Mishra V et.al, 2014).
1.4.2
Klasifikasi
80
BAB II
ANALISA FARMAKOTERAPI - DRP
81
Identitas Pasien
Nama
: Ny. E
No MR
: 01. 39. XX
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 57 tahun
Pekerjaan
Alamat
Ruangan
: Aur atas
: interne
Agama
: Islam
82
Pasien mengalami demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
bersifat naik dan turun, perut sakit dan terasa menyesak sampai ke ulu hati.
Pasien mengalami mual dan muntah, nafsu makan menurun sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Gusi berdarah, pasien mengalami diare sebelum
masuk rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya
2.1.3
Data Penunjang
b.Data laboratorium
Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium awal pasien
Parameter
Natrium
Hb
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Nilai
110 mMol/L
10,1 g/dL
2,42 103/L
30,0 %
5. 103 /L
83
Nilai Normal
135-146 mMol/L
14-38 g/dL
4,8-10,8 103/L
42-54 %
150 450 103 /L
Ket
Gula Darah
<126 mg/dL
Random (GDR)
Gula Darah Puasa
Gula Darah PP
Eritrosit
3,09 103/L
4,7-6,8 103/L
2.1.4 DIAGNOSA
Diagnosa penyakit
Diagnosa utama
Diagnosa tambahan
84
2.1.5
22/4/16
Perut sakit dan
menyesak sampai
ke ulu hati, badan
lemas, mual dan
muntah, BAB
berdarah
23/4/16
Perut sakit dan
menyesak sampai
ke ulu hati, badan
lemas, mual dan
muntah,
HARI RAWATAN
24/4/16
25/4/16
Perut masih sakit,
Pasien mengatakan
badan lemas, mual badan lemas, mual,
dan muntah, pusing muntah sudah tidak
ada
85
26/4/16
Pasien mengatakan
lemas mulai
berkurang, mual,
muntah sudah tidak
ada
27/4/16
Pasien
mengatakan
kondisi mulai
membaik
TD: 110/70
mmHg
N:106/menit
P:23/menit
suhu:37 0C
trombosit:
5.000/L
leukosit: 2,42
103/L
Natrium:
110mmol/L
Resiko
A
hipovolemik
P - IVFD
ringer
laktat 1 kolf/6
jam
- Injeksi
ranitidin 2 x 1
ampul
- Koreksi
natrium dengan
IVFD
NaCl
1kolf/24 jam
(4kolf)
- Domperidone
tablet 2 x 10
mg
- Biodiar 2-1-1
- Lansoprazole 1
x
30
mg
(kapsul)
- Curvit
(curcuma) 2 x
1 tablet
trombosit: 11.000
/L
leukosit: 2,3
103/L
trombosit:
- 18.000 /L
- 23.000/L
leukosit: 2,42
103/L
trombosit:
- 39.000 /L
- 69.000 /L
leukosit: 2,59
103/L
Resiko
Resiko
Resiko
hipovolemik
hipovolemik
hipovolemik
- IVFD ringer laktat 1 kolf/6 jam
- Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul
- Koreksi natrium dengan IVFD NaCl 1kolf/24 jam (4kolf)
- Domperidone tablet 2 x 10 mg
- Biodiar 2-1-1
- Lansoprazole 1 x 30 mg (kapsul)
- Curvit (curcuma) 2 x 1 tablet
- Ciprofloksasin 500 mg 2 x 1 tablet
- Buscopan (Hyoscine-N-butylbromide) 2 x 10 mg
- Psidii 2 x 1 kapsul
- Injeksi asam traneksamat 3X1ampul
- Injeksi vitamin K 3x1 ampul
86
trombosit:
86.000/L
leukosit: 2,99
103/L
trombosit:
116.000/L
leukosit: 2,82
103/L
Resiko
Resiko
hipovolemik
hipovolemik
- IVFD ringer laktat 1 kolf/6 jam
- Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul
- Domperidone tablet 2 x 10 mg
- Lansoprazole 1 x 30 mg (kapsul)
- Curvit (curcuma) 2 x 1 tablet
- Ciprofloksasin 500 mg 2 x 1 tablet
- Psidii 2 x 1 kapsul
-
trombosit:
123.000/L
Natrium: 135
mmol/L
- Pasien pulang
dengan obat
yang diberikan
- Lansoprazol
1x1 kapsul
- Neurodex 1x1
tablet
- Ciprofloksasin
500 mg 2 x 1
tablet
- Buscopan
(Hyoscine-Nbutylbromide)
2 x 10 mg
- Psidii 2 x 1
kapsul
- Transfusi
trombosit 10
kantong
87
2.2.2
Domperidone tablet 2 x 10 mg
Biodiar 2-1-1
Lansoprazole 1 x 30 mg (kapsul)
Buscopan (Hyoscine-N-butylbromide) 2 x 10 mg
Psidii 2 x 1 kapsul
DRP
Keterangan
Tidak ada indikasi yang
tidak diterapi pada pasin ini,
karena setiap indikasi sudah
diterapi,(DHF grade II
dengan terapi cairan, GEA
dengan bidar, dyspepsia
dengan ranitidin, buscopan
dan domperidon,
hiponatremia dengan terapi
88
Rekomendasi
cairan NaCl 3 %
Terapi tanpa indikasi
tidak diberikan
tidak mengalami
pendarahan.
pendarahan
Dosis kurang
Berdasarkan perhitungan
Berdasarkan perhitungan
tidak diberikan
tidak mengalami
pendarahan.
pendarahan
ESO
ditemukan adalah
mengantuk karena
penggunaan phenobarbital.
Interaksi obat
89
penggunaan bersama.
Duplikasi terapi
90
91
Sehingga pemberian Obat Herbal Terstandar (OHT) pada pasien ini dinilai sudah
tepat indikasi.
Selama perawatan pasien ini mendapatkan injeksi asam traneksamat dan
vitamin K (Phytomenadion) kedua obat ini diindikasikan untuk mengatasi
pendarahan, namun paada pasien ini penggunaan kedua obat ini dinilai tidak tepat
indikasi karena tidak ada tanda-tanda pendarahan yang terjadi pada pasien ini
beerupa mimisan, pendarahan gusi ataupun muntah darah. Pendarahan yang
terjadi pada pasien ini hanya karena adanya kebocoran plasma yang disebabkan
virus dengue.
Pasien juga mengalami gastroenteritis akut yang penyebab diare pada
pasien tidak diketahui. Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya pemeriksaan
tinja pasien sehingga penengakan tipe diare pasien tidak dapat dipastikan.
Menurut Ilnycky (2001), diare akut dibagi berdasarkan proses patofisiologi infeksi
enterik menjadi diare akut Infamatory dan Non Inflamatory diarrhea. Inflamatory
diarrhea terjadi akibat proses invasi di usus dengan manifestasi sindroma disentri
dengan diare berlendir dan darah. Biasanya gejala klinis yang menyertai adalah
keluhan abdominal seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja secara
makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara mikroskopis ditemukan
leukosit didalam tinja. Mikroorganisme penyebab adalah E. Hystolitic dan
Shigella. Sedangkan, Non Inflamatory diarrhea dengan gejala diare cair, dengan
volume lebih besar tanpa lendir dan darah, yang disebut juga Watery diarrhea.
Keluhan abdominal biasanya minimal dan bahkan tidak ada sama sekali, namun
gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul.
92
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa
komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan.
Biasanya, pertolongan medis diberikan bila diare akut sudah lebih dari 24 jam
belum ada perbaikan dalam frekuensi buang air besar ataupun jumlah feses yang
dikeluarkan. Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare dengan
memberikan antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi supportive atau fluid
replacement dengan intake cairan yang cukup atau dengan Oral Rehidration
Solution yang dikenal dengan oralit.
Pada kasus ini, pasien diberikan Ciprofloksasin 2 kali 500 mg selama 5
hari. Terapi ini diberikan karena pasien diduga mengalami Inflamatory diarrhea
(Diare disenti). Meskipun tidak dilakukan pemeriksaan tinja pasien namun gejala
klinis yang menyertai seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, dan
demam sudah cukup menandakan bahwa pasien mengalami diare disentri.
Penggunaan Ciprofloksasin pada pasien dinilai tepat karena sesuai dengan
pedoman pemberian antibiotik secara empiris pada diare akut.
Terapi lainnya yang diterima oleh pasien yaitu Biodiar yang mengandung
atapulgit yang merupakan pilihan terapi pada diare non-spesifik. Selain itu, pasien
juga mendapatkan antispasmodik yaitu Buscopan (Hyocine-N-butylbromide)
karena pasien positif mengalami nyeri perut yang menyesak sampai ke ulu hati.
Dosis terapi untuk mengatasi gastroenteritis yang diterima pasien telah sesuai.
Selain itu paien juga mengalami nyeri perut yang menyesak yang menandakan
adanya masalah pada lambung pasien, hal ini diatasi dengan pemberian injeksi
ranitidin dengan dosis 50mg/2ml dengan interval pemberian dua kali. Dosis
rantidin yang diberikan pada pasien ini sudah tepat.
93
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
94
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,
pemeriksaaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien didiagnosa menderita
Dengue Hemorragic Fever grade II (DHF grade II), gastroenteritis akut (GEA),
dispepsia dan hiponatremia. Berdsarkan pengobatan yang diberikan pada pasien
sudah tepat kecuali pada penggunaan asam traneksamat dan vitamin K pada
pasien ini.
3.2 Saran
Disarankan kepada pasien untuk banyah istirahat, tidak kelelahan dan
menjaga asupan cairan dengan banyak minum dan konsumsi buah buahan.
DAFTAR PUSTAKA
95
96
Nama Obat
Bentuk
Sediaan
Dosis
1.
Ringer laktat
Infus
27 tetes /menit
2.
NaCl
Infus
7 tetes/ menit
3.
Ranitidin
IV
2 x 50/2ml mg
4.
Domperidon
Tablet
2 x 10mg
5.
Tablet
2-1-1
6.
Biodiar
(colloidal active
antapulgit)
Lansoprazole
Kapsul
1 x 30 mg
7.
Curvit (curcuma)
Tablet
2 x 1 tablet
8.
Ciprofloxacin
Tablet
2 x 500 mg
9.
Psidii
Kapsul
3 x 500 mg
10.
Buscopan
(hyoscine-Nbutylbromide)
Asam
traneksamat
Vitamin K
Tablet
3 x 10 mg
Ampul
3 x 500mg/5ml
Ampul
3 x 1 ampul
11.
12.
21/4/16
P
22/4/16
M P
23/4/16
M P
97
24/4/16
M P
25/4/16
M P
26/4/16
M P
27/4/16
M P
BB : 50 kg
Kode
Masalah
1.
Jumat 22
April 2016
1a dan 2
Jumat 22
April 2016
1a dan 2
TB : 165 cm
Dokter :dr. AB
Farmasis: Dedi dan Elfa
Uraian Masalah
Rekomendasi/ Saran
Tindak Lanjut
Kode Masalah :
1.
Indikasi
a.
b.
c.
2.
3.
a.
b.
Kontra Indikasi
Pemilihan Obat
Dosis obat
4.
5.
6.
7.
8.
Interaksiobat:
a.
b.
c.
9.
10.
a.
b.
Obat
Makanan/minum
Hasil Lab
ESO/ ADR/ Alergi
Ketidaksesuaian RM dengan :
98
11.
12.
13.
14.
Resep
Buku Injeksi
Kesalahan penulisanresep
Stabilitas sediaan injeksi
Sterilitas sediaan injeksi
Kompatibilitas obat
15.
16.
17.
18.
Ketersediaan obat/kegagalan
mendapatkanobat
Kepatuhan
Duplikasi terapi
Lain-lain
BAB I
PENDAHULUAN
100
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
101
sakit dapat berdasarkan dari data pemakaian oleh pemakai, standar ISO,
daftar harga alat, daftar harga alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen
Binfar dan Alkes, serta spesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit.
2. Kompilasi penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit
pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok
optimum.
Informasi yang di dapat dari kompilasi penggunaan perbekalan farmasi
adalah:
1. Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-masing
unit pelayanan.
2. Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun seluruh unit pelayanan.
3. Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
3.
Perhitungan Kebutuhan
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan
obat. Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat di
harapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu.
Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan tantangan tenaga
farmasi. Pendekatan perencanaan kebutuhan dapat di lakukan melalui
beberapa metode:
a. Metode konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi di dasarkan pada real
konsumsi perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlaah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan adalah :
1)
2)
3)
4)
(sisa
stok
akhir
tahun
jumlah
obat
yang
hilang/rusak/daluarsa)
Menghitung pemakaian rata-rata satu bulan
Rumus :
Pemakaian rata-rata satu bulan = pemakaian nyata pertahun :
103
Rumus :
Kebutuhan obat waktu tunggu = pemakaian rata-rata perbulan x waktu
tunggu.
7. Menentukan stok pengaman adalah jumlah obat yang di perlukan untuk
menghindari terjadinya kekosongan obat. Dapat dilakukan denga dua cara
berdasarkan waktu tunggu dan sistem VEN
a. Berdasarkan waktu tunggu
Waktu tunggu
1
2
3
4
6
8
12
Stok Pengaman
2 minggu
4 minggu
5 minggu
6 minggu
8 minggu
9 minggu
12 minggu
104
Rumus :
Kebutuhan obat yang di programkan sisa stok
b. Metode Morbiditas/Epidemiologi
Perencanaan dengan metode epidemiologi di dasarkan pada pola penyakit,
perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu. Langkah-langkah dalam
metode ini :
1. Menentukan jumlah pasien yang dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi
penyakit
3. Menyediakan
formularium/standar/pedoman
perbekalan
farmasi
4. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Acuan yang digunakan yaitu:
1. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit dan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4.
105
106
107
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi utuh, jumlah
maupun waktu kedatangan.
Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi
kontrak yang telah ditetapkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan
adalah :
1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
yang berbahaya.
2. Harus mempunyai sertifikat asli untuk alat kesehatan.
3. Sertifikat analis produk.
2.4. PENYIMPANAN (Binfar, 2010)
Penyimpanan adalah suatu kegiatan penyimpanan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian sefrta gangguan fisik yang dapat merusak obat. Tujuan
penyimpanan :
a.
b.
c.
d.
108
9. Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun
dari sumber anggaran yang berbeda.
112
rekaman pengendalian kemasan dan pada daftar persediaan dan etiket yang
bersangkutan.
2. Dokumen tersebut no 1 (resep, order perbekalan farmasi, dan sebagainya) dikaji
untuk menetapkan penerima (pasien dan unit rawat) no batch perbekalan farmasi
yang ditarik.
3. Dalam hal penarikan produk yang signifikan secara klinik, arus disampaikan
kepada penerima bahwa mereka mempunyai produk perbekalan farmasi yang
akan ditarik itu. Untuk pasien rawat jalan, peringatan harus dilakukan sedemikian
agar tidak menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Tetapi pasien harus
dijamin mendapat penggantian perbekalan farmasi yang ditarik. Pimpinan rumah
sakit, perawat, dan staf medik harus diberi tahu setiap penarikan perbekalan
farmasi. Beberapa penjelasan juga harus diberitahukan kepada pasien yang
menerima perbekalan farmasi yang ditarik.
4. Memeriksa semua catatan pengeluaran, kepada pasien mana perbekalan farmasi
diberikan guna mengetahui keberadaan sediaan farmasi yang ditarik.
5. Mengkarantina semua produk yang ditarik, diberi tanda jangan gunakan
sampai produk perbekalan farmasi tersebut diambil oleh atau dikembalikan ke
pabrik/produsennya.
2.8. PENCATATAN DAN PELAPORAN (Binfar, 2010)
1. Pencatatan
Pencatatan bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang
keluar dan masuk. Pencatatan memudahkan untuk melakukan penelusuran
bila terjadi adanya mutu obat yang sub standard an harus di tarik dari
peredaran. Pencatatan dapat di lakukan dengan menggunakan bentuk
digital maupun manual. Kartu yang umum di gunakan untuk melakukan
pencatatan adalah kartu stok.
Kartu stok di letakkan bersamaan / berdekatan dengan perbekalan farmasi
bersangkutan, pencatatan di lakukan secara rutin dari hari ke hari, setiap
terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang atau
rusak / kadaluarsa) langsung di catat dalam kartu stok, penerimaan dan
pengeluaran barang di jumlahkan pada setiap akhir bulan.
113
2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang di sajikan
kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan pelaporan adalah tersedianyan
data yang akurat sebagai bahan evaluasi, tersedianya informasi yang
akurat, tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,
mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
3. Sistem Informasi Managemen Rumah Sakit (SIMRS)
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang
memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan Rumah
Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan dan prosedur
administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan akurat, dan
merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.
2.9. MONITORING DAN EVALUASI (Binfar, 2010)
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring
dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai msukan guna
penyususnan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev daapt
dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh
surpervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan meningkatkan produktivitas para
pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara
optimum.
Indikator yang dapat digunakan dalam melakukan monev pengelolaan perbekalan
farmasi antara lain:
Nama Indikator: 1. Alokasi dana pengadaan obat
a. Latar belakang
Ketersediaan dan pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan obat untuk
pasien merupakan prasyarat terlaksananya penggunaann obat yang rasional yang
114
penggadaan
obat
adalah
besarnya
dana
pengadaan
obat
yang
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan = Rp. 125.000.000
Besarnya total kebutuhan dana pengadaan obat = Rp. 135.000.000
Kesesuaian dana pengadaan obat =
125.000.000 / 135.000.000 x 100% = 92,5%
e. Penyampaian Hasil
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah adalah sebesar 92,5% dari
total kebutuhan rumah sakit.
115
f. Catatan
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran pengadaan obat yang berasal
dari semua sumber anggaran yang ada.
g. Angka Ideal
Dana pengadaan obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan = Rp. 800.000.000
Jumlah kunjungan kasus = Rp. 160.000
Biaya obat per kungjungan kasus = 800.000.000/160.000 = Rp. 5.000
116
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan = Rp. 720.000.000
Jumlah kunjungan kasus = Rp. 160.000
Biaya obat per kungjungan kasus = 720.000.000/160.000 = Rp. 4.500
e. Penyampaian Hasil
Biaya obat per kunjungan kasus di rumah sait adalah sebesar Rp. 5.000 sedang
biaya obat yang dialokasikan per kunjungan kasus adalah sebesar Rp 4.500.
f. Catatan
Dengan diketahuinya standar biaya obat/kunjungan kasus dapat menjadi patokan
dalam penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-tahun mendatang.
g. Angka Ideal
Biaya obat yang dialokasikan per kunjungan kasus harus memerhatikan parameter
jumlah kunjungan kasus.
Nama Indikator: 3. Biaya obat per kunjungan resep
a. Latar belakang pemikiran
Keterangan dana pengadaan obat yang sesuai dengan jumlah kunjungan resep
yang ada di rumah sakit bervariasi untuk masing-masing rumah sakit. Untuk itu
perlu diketahui besaran dana yang disediakan oleh pihak rumah sakit apakah telah
memasukkan parameter jumlah kunjungan resep dalam pengalokasian dananya.
b. Definisi
Besaran dana yang dibutuhkan untuk setiap resep (digunakan pada waktu
perencanaan obat) dan besaran dana yang tersedia untuk setiap resep (digunakan
setelah turunnya alokasi dana pangadaan obat).
c. Pengumpulan Data
117
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di rumah sakit berupa: total dana
pengadaan obat, total dana pemakaian obat tahun lalu serta jumlah kunjungan
resep yang didapatkan dari kompilasi rekam medik dan laporan penggunaan obat.
d. Perhitungan dan Contoh
Misalnya:
Besarnya total dana pemakaian oabt tahun lalu = Rp. 800.000.000
Jumlah resep = Rp. 160.000
Biaya obat per resep =800.000.000/160.000 = Rp. 5.000
Misalnya:
Besarnya total dana pengadaan = Rp. 720.000.000
Jumlah kunjungan kasus = Rp. 160.000
Biaya obat per kungjungan kasus =720.000.000/160.000 = Rp. 4.500
e. Penyampaian Hasil
Biaya obat yang dibutuhkan per resep adalah Rp. 5.000 sedang biaya obat yang
dialokasikan per kunjungan resep adalah sebesar Rp 4.500.
f. Catatan
Dengan diketahuinya biaya obat per resep dapat menjadikan patokan dalam
penetapan alokasi dana pengadaan obat di tahun-tahun mendatang.
g. Angka Ideal
Besarnya dana yang disediakan harus memasukkan parameter jumlah resep.
Misalnya:
Jumlah obat A yang direncanakan dalam satu tahun = 450.000
Jumlah pemakaian obat A dalam satu tahun = 500.000
Ketetapan perencanaan obat = 450.000/500.000 x 100% = 90%
Jumlah obat B yang direncanakan dalam satu tahun = 800.000
Jumlah pemakaian obat B dalam satu tahun = 1.000.000
Ketetapan perencanaan obat = 800.000/1.000.000 x 100% = 80%
e. Penyampaian Hasil
Demikian seterusnya untuk semua obat indikator Ketepatan perencanaan obat di
rumah sakit adalah sebesar 80% dari total kebutuhan.
f. Catatan
Ketepatan perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit merupakan awal dari fungsi
pengelolaan obat yang strategis.
119
g. Angka Ideal
Perencanaan kebutuhan adalah 100% dari kebutuhan baik dalam jumlah dan jenis
obat.
Nama Indikator: 5. Prosentase dan nilai obat rusak
a. Latar belakang pemikiran
Terjadinya obat rusak mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, kurang baiknya
sistem distribusi, kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat serta
perubahan pola penyakit.
b. Definisi
Jumlah jenis obat yang rusak dibagi dengan total jenis obat.
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di instalasi farmasi rumah sakit berupa:
jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan selama satu tahun dan
jumlah jenis obat yang rusak dan harga masing-masing obat.
d.Perhitungan dan Contoh
Misalnya:
Total jenis obat yang tersedia = 100
Total jenis obat yang rusak = 2
Prosentase obat rusak = 2/100 x 100% = 2%
120
f. Catatan
Adanya obat rusak di rumah sakit harus dijadikan bahan instropeksi untuk
perbaikan pengelolaan obat.
g. Angka Ideal
Prosentase nilai obat rusak dan kadaluwarsa adalah 0%.
Nama Indikator: 6. Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA
a. Latar belakang pemikiran
Penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia merupakan penggunaan obat
yang tidak rasional larena tidak sesuai dengan pedoman pengobatan yang ada.
Untuk itu indikator ini digunakan untuk melihat tingkat penggunaan obat rasional
di rumah sakit.
b. Definisi
Jumlah resep dengan antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia dibagi dengan
jumlah seluruh kasus (lama dan baru) ISPA non pneumonia.
c. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari rumah sakit berupa: kompilasi dari self-monitoring
peresepan.
d. Perhitungan dan Contoh
e. Penyampaian Hasil
Jumlah resep ISPA yang menggunakan antibiotik = 2500
Jumlah seluruh resep ISPA = 10000
Prosentase penggunaan antibiotik resep ISPA = 2500/10000 x 100% = 25%
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA di rumah sakit adalah sebesar 25%.
f. Angka Ideal
Prosentase penggunaan antibiotik pada ISPA adalah 0%
g. Angka Ideal
Apoteker harus selalu memelihara sistem pencatatan. Berbagai pencatatan harus
disimpan dan bisa ditelurusi (retrievable) oleh IFRS, sesuai dengan peraturan
121
Pembelian
No
Indikator
Nilai standar
1
2
Tersedianya anggaran
Perbandingan
rencana
100%
dan 1:1
3
1
pemakaian
Persentase rata-rata pemakaian obat
Frekuensi rata-rata pembelian
100%
Tergantung
pada
keseimbangan
optimal
jarak
Penyimpanan
Distribusi
kuantitas
Frekuensi pemesanan obat yang 0
tidak lengkap
Frekuensi pembayaran obat di RS 0
yang tertunda
Kecocokan jumlah obat secara fisik 100%
2
3
dengan catatan
Perbandingan perputaran
8-12 x
Persentase obat ditempatkan dirak 100%
dengan benar
Persentase
obat
1
2
kadaluarsa
Persentase pemakaian obat generik
>80%
Persentase keluhan pasien rawat 0%
jalan
Persentase keluhan dokter
122
rusak
dan 0%
0%
antara
dan
4
5
6
<30 minutes
0%
0%
Perhitungan
Indikator
Unit
Perhitungan
Tersedianya anggaran
dibagi
Perbandingan
rencana
dan
Ratio
pemakaian
Persentase rata-rata pemakaian %
obat
Frekuensi pemesanan obat yang x/month Ambil semua form pemesanan obat 1
bulan yang lalu, identifikasi kesalahan
tidak lengkap
Frekuensi pembayaran obat di
x/year
RS yang tertunda
terlambat
dalam
tahun
yang
bersangkutan.
Pilih secara acak 10 item obat, periksa
catatan dengan jumlah fisik, hitung
Perbandingan perputaran
Persentase
obat
ditempatkan %
penempatan
pesanan,
obat.
Utamakan
periksa
(atau
123
Persentase
obat
rusak
dan
kadaluarsa
Persentase
obat %
pemakaian
100%
Hitung jumlah R/ obat generik 1 bulan
yang lalu dibagi total R/ dalam bulan
generik
Persentase keluhan pasien rawat
jalan
%
pelayanan farmasi.
Wawancara 10 dokter
pada
hari
Persentase
resep
yang
tidak
dilayani
Persentase obat non formula
BAB III
PEMBAHASAN
124
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
metode
konsumsi
yaitu
perhitungan
perbekalan
farmasi
125
ketersedian anggaran 101,9 % pada tahun 2014 artinya terdapat sisa anggaran
setelah dilakukan belanja obat.
Penerimaan perbekalan farmasi dari distributor langsung menuju gudang
perbekalan farmasi, baik itu barang kontrak ataupun barang yang dibeli secara
langsung. Penerimaan barang perbekalan farmasi harus diterima oleh panitia
penerimaan barang yang telah ditunjuk dan diberi tanggung jawab. Untuk
pengadaan yang diproses oleh pejabat pengadaan, penerimaannya dilakukan oleh
pejabat pemeriksa hasil pekerjaan yang terdiri dari 1 orang. Sedangkan untuk
pengadaan yang diproses oleh ULP penerimaan dilakukan oleh panitia
penerimaan yang terdiri dari 5 orang, dimana 1 bertindak sebagai ketua, 1
sekretaris dan 3-nya sebagai anggota.
Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang farmasi RSSN langkah
pertamanya adalah membagi perbekalan farmasi tersebut menjadi 7 kelompok,
yaitu : (1) obat umum, (2) obat BPJS, (3) suku cadang medis, (4) alat kedokteran,
(5) laboratorium, (6) alkes habis pakai dan (7) obat paket. Setelah itu di bagi
sesuai bentuk sediaan, kemudian untuk obat BPJS disusun berdasarkan kelas
terapi sedangkan untuk obat umum disusun berdasarkan alfabetis. Selain itu
penyimpanannya juga disesuaikan dengan stabilitas sediaan itu sendiri.
Penyimpanan perbekalan farmasi di RSSN menggunakan prinsip FEFO dan FIFO.
Penyimpanan pada gudang 100% ditempatkan di tempat yang benar. Pengaturan
tata ruang gudang tempat penyimpanan perbekalan farmasi juga harus
diperhatikan seperti kemudahan bergerak, sirkulasi udara, rak dan pallet, kondisi
penyimpanan khusus dan pencegahan kebakaran.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kedua apotik rawat inap dan
rawat jalan RSSN Bukittinggi penyimpanan obat belum mengikuti aturan yang
tertera di kedua Permenkes tersebut. Dimana obat-obatan tidak dikategorikan
mengikut bentuk sediaan, kelas terapi secara alfabetis dan tidak dilabelkan secara
sempurna. Obat-obatan dalam kategori High Alert tidak dilabelkan/diberi stiker
warna merah dan tanda 'high alert'. Obat-obatan LASA juga tidak dilabelkan
dengan TALL MAN LETTER. Hal ini menyebabkan tingginya resiko kesalahan
pengambilan obat dan akan membahayakan nyawa pasien.
126
Apotik rawat jalan BPJS menerapkan sistem fast moving dan slow
moving, dimana obat yang sering diresepkan disusun dalam kotak diatas meja
dan dilemari yang mudah dijangkau sewaktu penyiapan resep obat/alkes.
Sedangkan obat yang jarang diresepkan diletakkan dilokasi yang agak jauh. Untuk
apotik rawat jalan umum, obat disusun menurut susunan abjad. Pengamatan yang
dilakukan dikedua apotik rawat inap dan rawat jalan RSSN Bukittingi belum
mengikuti aturan yang tertera pada permenkes (PMK 58 tahun 2014). Dimana
obat-obat tidak dikategorikan mengikuti bentuk sediaan, kelas terapi secara
alfabetis dan tidak dilabel secara sempurna. Obat-obatan dalam kategori High
Alert tidak dilabelkan atau diberi stiker merah dan tanda high alert. Obat-obatan
LASA juga tidak dilabellkan dengan TALLMAN LETTER.
Perbekalan farmasi yang ada digudang perbekalan farmasi kemudian
didistribusikan ke apotik rawat jalan (umum dan BPJS), apotek rawat inap A, B
dan C. Pendistribusian di RSSN berdasarkan permintaan dari tiap-tiap unit
tersebut kepada bagian gudang farmasi. Pendistribusian obat dari apotek kepada
pasien di apotek rawat inap adalah menggunakan modifikasi UDD (Unit Dose
Dispensing) yaitu ODD (One day Dose Dispensing) di pisahkan untuk satu hari
pemakaian (pagi, siang, malam), sedangkan di apotek rawat jalan menggunakan
sistem IDD (Individual Dose Dispensing) dimana jumlah obat yang di berikan
pada pasien sesuai dengan obat yang di minta oleh dokter dalam resep.
Pencatatan perbekalan farmasi
perbekalan
farmasi
sangat
penting,
bertujuan
untuk
evaluasi
perbekalan
farmasi
yang
telah
dilakukan
128
seperti aminofusin infus bernilai 44,56% nilai ini cukup besar karena hampir
separuh dari stok obat yang ada di tahun 2014 kadaluarsa/rusak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1.
129
2.
3.
bulan sekali.
Pengadaan dilakukan dengan dua sistem :
a. Pembelian langsung untuk pengadaan 50juta rupiah, diproses oleh
pejabat pengadaan, pembayarannya dilakukan berdasarkan rekapan faktur
yang dibuat oleh farmasis.
b. Sistem kontrak, jika pengadaan bernilai 50juta 200juta rupiah dilakukan
dengan sistem pengadaan langsung, tetapi jika pengadaan bernilai
200juta rupiah maka sistem yang digunakan adalah tender 1 pemenang,
diproses oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP), pembayarannya baru
4.
5.
6.
4.2 SARAN
Sebaiknya penyimpanan obat pada apotek rawat inap dan rawat jalan
mengikuti aturan yang tertera pada permenkes (PMK 58 tahun 2014). Dimana
obat-obat dikategorikan mengikuti bentuk sediaan, kelas terapi secara alfabetis
dan dilabel secara sempurna. Obat-obatan dalam kategori High Alert dilabelkan
atau diberi stiker merah dan tanda high alert serta obat LASA juga dilabelkan
secara TALLMAN LETTER. Segera perbaharui jumlah obat pada kertu stok agar
tidak terjadi kekurangan jumlah obat dan pelayanan resep bisa terganggu.
130
DAFTAR PUSTAKA
131
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (yang akan membagibagi dana tersebut 1. Untuk farmasi, 2. Untuk umum)
PEJABAT PENGADAAN
(Pengadaan <Rp. 50jt)
PEMBELIAN LANGSUNG
REKANAN/SUPPLIER
PENERIMAAN
132
RJA fast & slow
moving.
RJU
PEJABAT
PEMERIKSA
HASIL
PANITIA PENERIMAAN
PENDISTRIBUSIAN
G.nama dagangPEKERJAAN
dan generik (U/
berlogo,
Pengadaan o/ P.P)
G.Farmasi
: dibagi 7 kelompok, dipisah
(u/ Pengadaan
o/ ULP)
lalu disusun alfabetis. R.Inap Bntuk
(RJU, RJA, LABOR, R.INAP
berdasarkan
bentuk sediaan, umum
sediaan dan alfabetis. PENGHAPUSAN PENCACATAN
PENGENDALIAN
& PELAPORAN
PENGHAPUSAN
A,B,C,
R.Produksi)
PENYIMPANAN
alfavetis, BPJS kelas terapi.
133
= 209.400 20.000
= 189.400 tablet
134
Unit
Tersedianya anggaran
Perhitungan
101,9
Tersedia
anggaran
pada
saat
dibagi
Perbandingan
rencana
dan Ratio
pemakaian
1,3 : 1
= 101,9%
Jumlah item obat yang direncanakan
diawal tahun :
acitarl
direncanakan
400,
25%
Persentase
obat
ditempatkan 100%
= 25%
Pilih secara acak 10 item obat, periksa
pembayaran
penempatan
pesanan,
obat.
periksa
Utamakan
(atau
obat
rusak
dan 44,56 %
kadaluarsa
= 100%
Hitung nilai obat rusak dan kadaluarsa
(Rp), dibagi nilai total (Rp) obat stok x
100%
Contoh: aminofusin infus (data2014)
= Rp.205.000 / Rp.459.998 x 100%
= 44,56 %
Minute
racikan
3250
januari-mei 2016)
non
racikan
Persentase
resep
yang
tidak
2035
25 %
dilayani
resep
yang
tidak
dilayani x 100%
Persentase obat non formula
1,75%
Nama obat
Albhotyl
Antihemoroid
Acyclovir ceram
Cotrimoxazol syrup
Depaken syrup
Dulcolax sup
Cefadroxil syrup
Berotec
Dexanta
KCl
Lampiran 4. Kartu Stok
Jumlah real
6
17
7
17
0
21
4
3
60
39
136
137
Gambar
Cefotaxim 1g
2.
3.
4.
Candesartan 8 mg
dan Candesartan 16
mg
5.
138
6.
Meloxicam 7,5 mg
dan Meloxicam 15
mg
7.
Amlodipine 5 mg
dan Amlodipine 10
mg
139
Gambar
tinggi
-
KCl 7.46 %
NaCl 3 % Infus
2.
40 % Dextrose Injection
3.
Antibiotik IV
- Ciprofloxacin IV Infus
-Gentamicin injeksi
-Chloramphenikol
1g
injeksi
4.
Dopamin
Giulini
Injection
140
Lidocaine Injection
Ephinefrin
injeksi
1mg/ml
141
Lampiran 7. Label Untuk Obat High Allert, LASA dan Obat Sitostatika
142
143
Klonopin
Lamivudine
Levemir
Lorazepam
Lorazepam
Metformin
Metronidazole
Nicardipine
Nifedipine
Nifedipine
Nimodipine
Olanzapine
Omeprazole
Paxil
Penicillin
Penicillamine
Pentobarbital
Phenobarbital
Piroxicam
Plavix
Prednisolone
Prednisone
Rifampine
Risperidone
Tramadole
Xanax
Clonidine
Lamotrigine
Lovenox
Alprazolam
Clonazepam
Metronidazole
Metformin
Nifedipine
Nicardipine
Nimodipine
Nifedipine
Quetiapine
Fomepizole
Plavix
Penicillamine
Penicillin
Phenobarbital
Pentobarbital
Paroxetine
Pradaxa
Prednisone
Prednisolone
Rifamate
Ropinirole
Treazodone
Fanapt
145