Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang dewasa,
stroke menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya maupun pada
pentingnya (emergensi) penyakit tersebut. Lebih dari 50 persen kasus stroke
merupakan penyebab dirawatnya penderita di bangsal neurologi (Victor &
Ropper, 2001). Di Amerika Serikat Stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang
Amerika terserang stroke di antaranya 400.000 orang terkena stroke iskemik dan
100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral
dan subarakhnoid) dengan 175.000 orang mengalami kematian.1
Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh Survey ASNA
(ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit
(hospital based study), dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama
perawatan mortalitas dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari
perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 4564 tahun berjumlah 54,2% dan di atas usia 65 tahun 33,5%.2
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik
atau secara cepat dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai
dengan daerah yang terganggu.3
Stroke seringkali terjadi pada orang-orang golongan usia di atas 50 tahun,
tetapi mungkin saja terjadi juga pada usia muda yang sering kali 2 disebabkan
karena adanya kelainan jantung yang menga0ibatkan timbulnya emboli.3
Menurut penelitian Harmsen et al. (2006) usia, diabetes mellitus dan
te0anan darah tinggi memiliki hubungan yang independen dengan peningkatan
risiko stroke. Serangan iskemik sepintas (Transient ischemic Attack, TIA), fibrilasi
atrium sebelumnya, riwayat nyeri dada, merokok, dan stress psikologi, memiliki

hubungan yang independen dengan stroke. Peningkatan BMI memprediksi stroke


dan demikian juga (hampir) aktivitas fisik yang rendah selama waktu luang,
bersama dengan pengobatan antihipertensi.1
Banyak aspek yang dipertimbangkan dalam menetapkan pembagian
stroke. Dari kausanya, stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan
stroke iskemik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subaraknoid. Jenis oklusif (stroke
iskemik), dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal
dari jantung atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau
trombotik/ arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur
menyempit dan akhirnya tersumbat.2
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan
hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang
berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara
umum, daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Di luar daerah core iskemik
terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum
mati akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan menyebabkan juga defisit
neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra
iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi Stroke Iskemik akut supaya dapat direperfusi dan selsel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika
tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami
kematian.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak dalam beberapa detik atau
secara cepat dalam beberapa jam dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan
daerah yang terganggu.1
Menurut WHO : stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
akibat gangguan aliran darah otak.
Menurut Neil F. Gordon: stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada
suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat
bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relative lama sebab
darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan
makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat control system tubuh
termasuk perintah dari semua gerakan fisik. Dengan kata lain stroke merupakan
manifestasi keadaan pembuluh darah cerebral yang tidak sehat sehingga bisa
disebut juga cerebral arterial disease atau cerebrovascular disease. Cedera
dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah,
sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah, semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai.4
2.2

Epidemiologi
Di antara penyakit-penyakit neurologi yang terjadi pada orang dewasa,

stroke menduduki rangking pertama baik pada frekuensinya maupun pada


pentingnya (emergensi) penyakit tersebut. Lebih dari 509 persen kasus stroke
merupakan penyebab dirawatnya penderita di bangsal neurologi (Victor &
Ropper, 2001). Di Amerika Serikat Stroke menduduki peringkat ke-3 penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang
Amerika terserang stroke di antaranya 400.000 orang terkena stroke iskemik dan

100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral


dan subarakhnoid) dengan 175.000 orang mengalami kematian (Victor & Ropper,
2001). Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh Survey ASNA
di 28 Rumah Sakit seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita
stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study), dan dilakukan
survey

mengenai

faktor-faktor

risiko,

lama

perawatan

mortalitas

dan

morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia di
bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2%
dan di atas usia 65 tahun 33,5%.5
2.3

Klasifikasi dan Etiologi


Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan


oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan
trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan
perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral
dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial.6
Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemik merupakan 80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis
arteri, emboli otak, stroke lakunar, dan hipoperfusisistemik. Perdarahan otak
merupakan 20% sisa penyebab stroke dan dibagi 10 menjadi perdarahan
intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural.7
a. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis
perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah
otak,

baik

intrakranial

maupun

subarakhnoid.

Pada

perdarahan

intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm


akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak
atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada

pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan


pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri otak di ruang
subarakhnoidal.6
b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan
mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow
(CBF). Nilai normal CBF adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi
jika CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit
akan terjadi kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influx
kalsium secara cepat, aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses
berantai eksitotoksik dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang
terjadi kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas yang akan
menambah kematian sel. Reperfusi juga menyebabkan transformasi
perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih
antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan iskemik dapat dipulihkan jika
terapi dilakukan sejak awal.6
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut
a. Stroke Trombosis
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya
terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika
sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau,
yang lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria
vertebralis dan basilaris. Stroke trombotik dapat dari sudut pandang klinis
tampak gagap dengan gejala hilang timbul bergantiganti secara cepat.
Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit perfusi yang dapat
terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik.
Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak

tekanan darah tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF,


iskemia otak, dan stroke.11
b. Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan kecil, fragmen
fragmen dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis atau vertebralis.
Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya tergantung pada
bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan
di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme dapat terurai dan terus
mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejalagejala mereda.
Namun, fragmenfragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbulkan gejalagejala fokal.8 Pasien dengan stroke kardioembolik
memiliki risiko yang lebih besar terkena stroke hemoragik, karena terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang
mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah emboli pertama.
Perdarahan tersebut disebabkan karena struktur dinding arteri sebelah distal
dari okulasi embolus melemah atau rapuh karena perfusi. Dengan demikian,
pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik adalah stroke iskemik
akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar tetapi tanpa
penyebab yang jelas.10
Klasifikasi Iskemik Serebral
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak. Perjalanan klinis ini akan dapat
mengklasifikasikan iskemik serebral menjadi 4, yaitu:
1. Transient ischemic Attack (TIA) adalah suatu gangguan akut dari fungsi
fokal

serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan

disebabkan oleh thrombus atau emboli. TIA sebenarnya tidak termasuk


ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND), seperti juga pada TIA
gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang, hanya saja waktu
berlangsung lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21 hari.
Jika pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya, sehingga pada
TIA diagnosis ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka
pada RIND ini ada kemungkinan dokter dapat mengamati atau
menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam waktu 24 - 48
jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological
Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3 - 4 hari.
3. Stroke In Evolusion (Progressing stroke) pada bentuk ini gejala/ tanda
neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam. Kelainan atau defisit
neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang bersifat
ringan menjadi lebih berat. Diagnosis progressing stroke ditegakkan
mungkin karena dokter dapat mengamati sendiri secara langsung atau
berdasarkan atas keterangan pasien bila peristiwa sudah berlalu.
4. Complete Stroke Non-Haemmorhagic diartikan bahwa kelainan
neurologis yang ada sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
Kelainan neurologi yang muncul bermacam-macam, tergantung pada
daerah otak mana yang mengalami infark.12
2.4

Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantaiyang


berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. Secara
umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik
dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat
daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati
akan tetapi sangat berkurang fungsifungsinya dan menyebabkan juga defisit
neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra

iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area).13 Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan selsel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika
tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami
kematian.12
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme kematian sel
otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa ledakan sel akut akibat
penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat timbulnya reaksi inflamasi dan
proses fagositosis debris nekrotik. Proses kematian kedua adalah proses apoptosis
atau silent death, sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage
tanpa adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic
injury dan free radical injury akibat bocornya neurotransmitter glutamate dan
aspartat yang sangat toksik terhadap struktur sitoskeleton otak. Demikian pula
lepasnya radikal bebas membakar membran lipid sel dengan segala akibatnya.
Kematian Apoptotic mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade
iskemik yang berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion
Natrium dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel yang berakibat
hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan Natrium intraseluler. Ini
memicu mitokondria untuk melepaskan enzim caspase-apoptosis.14
2.5

Patogenesis Stroke Iskemik


Penyebab utama stroke iskemik adalah thrombus dan emboli yang seringkali

dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik. Thrombus disebabkan oleh


kerusakan pada endotel pembuluh darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah
besar (large vessel thrombosis), maupun di pembuluh darah lakunar (small vessel
thrombosis). Kerusakan ini dapat mengaktivasi dan melekatkan platelet pada
permukaan endotel tersebut, kemudian membentuk bekuan fibrin. Penyebab
terjadinya kerusakan yang paling sering adalah aterosklerosis (aterotrombotik).
Pada aterotrombotik terbentuk plak akibat deposisi lipid sehingga terjadi
penyempitan lumen pembuluh darah yang menghasilkan aliran darah yang
turbulen sepanjang area stenosis. Hal ini dapat menyebabkan disrupsi intima atau
8

pecahnya plak sehingga memicu aktivitas trombosit. Gangguan pada jalur


koagulasi atau trombolisis juga dapat menyebabkan thrombus. Pembentukan
thrombus atau emboli yang menutupi arteri akan menurunkan aliran darah di
serebral dan bila ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan iskemik
jaringan sekitar lokasi thrombus.15
2.6

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien stroke pada umumnya mengalami kelemahan

pada salah satu sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau memberikan
informasi karena adanya penurunan kemampuan kognitif atau bahasa. 16 Sebagian
besar manifestasi klinis timbul setelah bertahuntahun, berupa :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadangkadang disertai mual dan muntah akibat
2.
3.
4.
5.

peningkatan tekanan darah intrakranium.


Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.13
2.7

Faktor Risiko
Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar sesungguhnya

bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University, Atlanta, menyatakan
bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup) manusia modern yang
tidak sehat. Hal ini tampak pada perilaku mengonsumsi makanan yang tinggi
kolesterol dan rendah serat, kurang dalam aktivitas fisik serta berolahraga, akibat
stress/ kelelahan, konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan merokok. Berbagai
faktor risiko itu selanjutnya akan berakibat pada pengerasan pembuluh arteri
(arteriosklerosis), sebagai pemicu stroke.17
Menurut The WHO Task Force on Stroke and other Cerebrovascular
Disorders (1988), faktor risiko stroke iskemik adalah: (1) hipertensi, (2) diabetes
mellitus, (3) penyakit jantung, (4) serangan iskemik sepintas (TIA), (5) obesitas,
(6) hiper-agregasi trombosit, (7) alkoholism, (8) merokok, (9) peningkatan kadar
lemak darah (kolesterol, trigliserida LDL), (10) hiperurisemia, (11) infeksi, (12)
faktor genetik atau keluarga, dan (13) lainlain (migren, suhu dingin, kontrasepsi
9

tinggi estrogen, status sosio-ekonomi, hematokrit, peningkatan kadar fibrinogen,


proteinuria dan intake garam berlebih).18
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk usia, jenis kelamin,
dan hereditas. Walaupun faktor ini tidak dapat diubah, namun tetap berperan
sebagai pengidentifikasi yang penting pada pasien yang berisiko terjadinya stroke,
di mana pencarian yang agresif untuk kemungkinan faktor risiko yang lain sangat
penting.19
2.7.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a. Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa usia itu kuasa Tuhan. Beberapa penelitian membuktikan
bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun. Meskipun demikian,
bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas dari serangan stroke.16
b. Jenis Kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke
daripada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya,
justru lebih banyak wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini
disebabkan pria umumnya terkena serangan stroke pada usia muda. Sedangkan,
para wanita justru sebaliknya, yaitu saat usianya sudah tinggi (tua).
c. Garis Keturunan
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan.
Dalam hal ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi faktor
genetik yang berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat pada pembuluh darah
dimungkinkan merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh. Selain itu,
gaya hidup dan pola makan dalam keluarga yang sudah menjadi kebiasaan yang
sulit diubah juga meningkatkan resiko stroke.
d. Asal Usul Bangsa
Berdasarkan literatur, bangsa Afrika, Asia, dan keturunan Hispanik
lebih rentan terkena serangan stroke.
e. Kelainan Pembuluh Darah (Atrial Fibrillation)

10

Kelainan ini adalah suatu kondisi ketika salah satu bilik jantung bagian
atas berdetak tidak sinkron dengan jantung. Akibatnya, terjadi penggumpalan
darah yang menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Gumpalan darah tersebut
akan terbawa sampai ke pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke. Hasil
penelitian menunjukkan, sebanyak 20% stroke disebabkan oleh kelainan itu.
Kelainan pembuluh darah ini dapat dikontrol dengan obat atau operasi.17
2.7.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi
seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi
antara peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke
meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan
sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah.18
Beberapa

peneliti

melaporkan bahwa apabila

hipertensi

tidak

diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak,
namun berdasarkan penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa perbaikan
sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah
yang cukup ketika edema otak berkembang sehingga menghasilkan tekanan
perfusi serebral yang adekuat.1
b. Diabetes Melitus
Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan
peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang
abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita
diabetes. Berdasarkan studi case control pada pasien stroke dan studi epidemiologi
prospektif telah menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko
stroke iskemik dengan risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali
lipat. Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention 1997-2003
menunjukkan bahwa prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi
pada pasien dengan penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun.15

11

c. Dislipidemia
Terdapat 4 penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara
hiperkolesterolemia dan risiko PIS (perdarahan intraserebral). Odds Ratio
keseluruhan untuk kolesterol yang tinggi adalah 1,22 (95% CI:0,562,67), di
mana penyelidikan terhadap penelitian kohort melaporkan kaitan antara
hiperkolesterolemia dan PIS; semuanya meneliti kadar kolesterol serum total.
Leppala el al. (1999) menemukan RR adjusted PIS sebesar 0,20 (95% CI: 0,100,42) untuk kadar kolesterol > 7,0 mmol/L dibandingkan dengan kadar kolesterol
< 4,9 mmol/L.20
d. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat
pertahunnya diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor
resiko) dan 17.800 (setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok
memberikan kontribusi terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar
12% sampai 14%.
e. Pemakaian Alkohol
Sebuah meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1966 hingga
2002 melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alkohol, individu
yang mengkonsumsi < 12 g per hari (1 minuman standar) alkohol memiliki
adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik (RR: 0,80;
95% CI: 0,67 hingga 0,96), demikian juga individu yang mengkonsumsi 12
hingga 24 g per hari (1 hingga 2 standar minum) alkohol (RR: 0,72; 95% CI:
0,57). Tetapi, individu yang mengkonsumsi alkohol > 60 g per hari memiliki
adjusted RR untuk stroke iskemik yang secara signifikan lebih tinggi.

f. Obesitas
Sebuah penelitian kohort observasional prospektif terhadap 21.144
lakilaki Amerika Serikat yang di follow-up selama 12,5 tahun (rerata) untuk
kejadian 631 stroke iskemik menemukan bahwa BMI 30 kg/mm3 berhubungan

12

dengan adjusted relative risk (RR) sroke iskemik sebesar 2,0 (95% CI: hingga 2,7)
dibandingkan dengan lakilaki dengan BMI < 30 kg/mm.
g. Serangan Iskemik Sepintas (TIA)
Dennis et al. (1989) meneliti risiko stroke rekuren pada pasien dengan
TIA dan stroke minor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko stroke rekuren
dan atau kematian lebih tinggi pada minor ischemic stroke (stroke iskemik ringan)
walaupun perbedaan yang signifikan hanya pada kematian. Perbedaan prognosis
yang tampak mungkin disebabkan karena prognosis yang baik pada pasien dengan
amaurosis fugax di antara pasien dengan transient ischemic attack.
h. Penyakit Jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak
menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 11,5% populasi di negaranegara
barat dan merupakan salah satu faktor risiko independen stroke. AF dapat
menyebabkan risiko stroke atau emboli menjadi 5 kali lipat daripada pasien tanpa
AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF sering diikuti dengan peningkatan
morbiditas, mortalitas, dan penurunan kemampuan fungsi daripada stroke karena
penyebab yang lain. Risiko stroke karena AF meningkat jika disertai dengan
beberapa faktor lain, yaitu jika disertai usia > 65 tahun, hipertensi, diabetes
melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke sebelumnya seperti yang dikategorikan
dalam CHAD. Pada CHAD umur > 65 tahun, gagal jantung, hipertensi, dan DM
dinilai 1 point setiap kali ditemukan dan riwayat stroke atau emboli sebelumnya
dinilai 2 point.18
i. Peningkatan Kadar Hematokrit
Berdasarkan penelitian La Rue et al. (1987), pasien dengan kadar
hematokrit tinggi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena infark lakuner,
tetapi tidak untuk stroke oleh karena trombus atau emboli atau stroke perdarahan.
Diduga kenaikan hematokrit akan meningkatkan viskositas darah dan ada
hubungan terbalik antara viskositas dengan aliran darah otak. ADO yang rendah
viskositas yang tinggi berakibat konsumsi oksigen oleh jaringan otak akan
berkurang, dan jelas lebih rendah pada daerah yang disuplai oleh arteriarteri
yang kecil yang tidak memiliki kolateral seperti yang terjadi pada infark lakunar.

13

Dalam penelitian tersebut juga ditemukan kenaikan hematokrit secara signifikan


disertai kenaikan tekanan darah sistolik.
j. Peningkatan Kadar Fibrinogen
Penelitian metaanalisis terhadap 3 penelitian prospektif dengan 5.113
pasien TIA dan stroke iskemik minor yang di followup selam 5 tahun
mengungkapkan bahwa kadar fibrinogen pasien di atas median berhubungan
dengan risiko stroke iskemik, dibandingkan dengan kadar fibrinogen yang berada
di bawah median (HR: 1,34; 95% CI: 1,13 hingga 1,60). Terdapat hubungan lebih
kuat pada pasien dengan sindrom lakunar (HR: 1,42; 95% CI: 1,131,78)
dibandingkan lakunar (HR: 1,09; 95% CI: 0,80 hingga 1,49) tetapi hasilnya tidak
terlalu signifikan (p = 0,018).22
k. Migren
Migren dan penyakit serebrovaskuler memiliki hubungan dalam cara
yang berbeda. Migren merupakan kemungkinan penyebab untuk stroke seperti
dalam migrainous infarction. Nyeri kepala mungkinadalah sebuah gejala dari
penyakit serebrovaskuler dan juga faktor risiko untuk stroke. Banyak gangguan
serebrovaskuler seperti perdarahan serebri, trombosis sinus vena, diseksi arteri
karotis atau vertebralis, dan stroke iskemik yang mungkin muncul dengan atau
diikuti nyeri kepala. Konsep stroke yang dipicu migrain telah digambarkan
dengan baik oleh migrainous infarction, yang telah dijelaskan dengan baik dalam
klasifikasi International Headache Society (IHS) yang telah direvisi, dan mewakili
gambaran paling kuat hubungan antara stroke iskemik dan migren adalah patent
foramen ovale (PFO) yang mungkin memainkan sebuah peranan pathogenesis
dalam kedua gangguan ini. Hubungan antara migren dan artery dissection (CAD)
dilaporkan di dalam beberapa penelitian terbaru. Migren lebih sering pada pasien
dengan CAD. Hal ini mendukung hipotesis bahwa penyakit dinding arteri yang
mendasari mungkin adalah kondisi menyebabkan predisposisi untuk migren.21
2.8

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik


Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI atau

CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik
serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa (kecurigaan stroke luas).

14

Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling mungkin bila CT scan tidak
menunjukkan perdarahan, tumor, atau infeksi fokal, dan bila temuan klinis tidak
menunjukkan migren, hipoglikemia, ensefalitis, atau perdarahan subarachnoid.8
Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnose yang
sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke
yang diderita oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu
sebelum dilakukan terapi dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT
scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT scan non kontras yang digunakan untuk
membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik yang harus
dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan penyebab lain yang memberikan
gambaran klinis menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak, misalnya
adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah CT scan kontras yang digunakan
untuk mendeteksi malformasi vascular dan aneurisme.20
2.9

Penatalaksanaan Terapi
Perawatan stroke terdiri dari perawatan medis dan nonmedis. Perawatan

medis pada awal serangan bertujuan menghindari kematian dan mencegah


kecacatan. Setelah itu, perawatan medis ditujukan untuk mengatasi keadaan
darurat medis pada stroke akut, mencegah stroke berulang, terapi rehabilitatif
untuk stroke kronis, dan mengatasi gejala sisa akibat stroke. Terapi stroke secara
medis antara lain dengan pemberian obat-obatan, fisioterapi, dan latihan fisik
untuk mengembalikan kemampuan gerak sehari-hari.24
2.9.1 Terapi Non Farmakologi
a. Perubahan Gaya Hidup Terapeutik
Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan aktivitas
fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang penting untuk semua
pasien yang berisiko aterotrombosis. Pada pasien yang membutuhkan terapi obat
untuk hipertensi atau dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya
digantikan oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya.19
Diet tinggi buah-buahan sitrus dan sayuran hijau berbunga terbukti
memberikan perlindungan terhadap stroke iskemik pada studi Framingham

15

(JAMA 1995;273:1113) dan studi Nurses Health (JAMA1999;282:1233), setiap


peningkatan konsumsi per kali per hari mengurangi risiko stroke iskemik sebesar
6%. Diet rendah lemak trans dan jenuh serta tinggi lemak omega-3 juga
direkomendasikan. Konsumsi alkohol ringan-sedang (1 kali per minggu hingga 1
kali per hari) dapat mengurangi risiko stroke iskemik pada laki-laki hingga 20%
dalam 12 tahun (N Engl J Med 1999;341:1557), namun konsumsi alkohol berat (>
5 kali/ hari) meningkatkan risiko stroke.
b. Aktivitas fisik
Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke setara
dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya melakukan sedikit
latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali, semua pasien harus diberitahu untuk
melakukan aktivitas aerobik sekitar 30-45 menit setiap hari.13 Latihan fisik rutin
seperti olahraga dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin
dan fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan komponen yang
berguna dalam memaksimalkan program penurunan berat badan, meskipun
pengaturan pola makan lebih efektif dalam menurunkan berat badan dan
pengendalian metabolisme.10
2.9.2 Terapi Farmakologi
Outcome/ goal penatalaksanaan terapi stroke akut, antara lain: (1)
mengurangi progesivitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian,
(2) mencegah komplikasi sekunder yaitu disfungsi neurologi dan imobilitas
permanen, (3) mencegah stroke ulangan. Terapi yang diberikan tergantung pada
jenis stroke yang dialami (iskemik atau hemoragik) dan berdasarkan pada rentang
waktu terapi (terapi pada fase akut dan terapi pencegahan sekunder atau
rehabilitasi).
Strategi pengobatan stroke iskemik ada dua, yang pertama reperfusi yaitu
memperbaiki aliran darah ke otak yang bertujuan untuk memperbaiki iskemik
dengan obat-obat antitrombotik (antikoagulan, antiplatelet, trombolitik). Kedua
dengan neuroproteksi yaitu pencegahan kerusakan otak agar tidak berkembang
lebih berat akibat adanya area iskemik.25

16

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk


pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang
direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA dengan onset 3 jam dan aspirin
dengan onset 48 jam.22
a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)
b. Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel).
c. Pemberian Neuroprotektan (Sitokolin, Mimodipin, Flunarisin,
Aptiganel, Selfotel).
d. Pemberian Antikoagulan (Warfarin ).
2.9.3 Rehabilitasi Pasca Stroke
Tujuan

utama

rehabilitasi

adalah

untuk

mencegah

komplikasi,

meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas rehabilitasi


stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan
penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke
iskemik maupun stroke hemoragik memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi
tersebut meliputi terapi berbicara, terapi fisik, dan terapi occupasional.22

BAB III
LAPORAN KASUS
1

Identitas Pasien

17

Nama
Jenis Kelamin
Usia
S. Perkawinan
Alamat
Agama
Tanggal masuk RS
2

: Mr. Ngatimin
: Laki-laki
: 74 tahun
: Menikah
: Jl. Putri Hijau
: Islam
: 18 Juli 2016

Anamnesis umum
Keluhan Utama : Lemah tungkai atas dan bawah sebelah kanan.
Telaah : hal ini dialami os sejak 5 hari yang lalu dan terjadi secara tiba-tiba,
seminggu sebelunya os mengaku jatuh saat sholat dan langsung dibawa ke
bidan, pemeriksaan TD : 180/100 mmHg, riwayat pingsan (-). Os memiliki
riwayat hipertensi tetapi tidak terkontrol. Mual (-), muntah menyembur (-),
sakit kepala (-), batuk (+), sesak (+) saat beraktivitas. BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat Pemakaian Obat
Ada tetapi tidak jelas.
Riwayat Psikososial
Os sangat senang makan daging dan makanan bersantan. Os juga memiliki
riwayat merokok tetapi berhenti setelah pension.

Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Composmentis

GCS

: 15 (Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6)

Tanda Vital
18

Tekanan Darah
: 180/100 mmHg
Nadi
: 96 x/menit, Irreguler
Respirasi
: 26 x/menit, Vesikuler
Suhu
: 36,6C
Status general

Kepala
Mata

: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung

(-/-)
Hidung
: Normonasi, Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-)
Telinga: Normotia, sekret (-/-), darah (-)
Mulut
: Mukosa bibir basah (+), sianosis (-), faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), bruit arteri
karotis (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi

: Pergerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi

: Sonor di seluruh lapang paru, batas paru hepar setinggi


ICS 6 midclavicularis dextra.

Auskultasi

: Suara nafas vesikular (+/+), Ronki -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan

: ICS IV parasternalis dextra

Batas jantung atas

: ICS II parasternalis sinistra

Batas jantung kiri

: ICS V midclavicularis
sinistra

Auskultasi

: BJ I-II murni regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Abdomen Simetris

19

Perkusi

: Timpani di seluruh regio abdomen, asites (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-) , nyeri episgastrium (-),


hepatomegali (-), splenomegali (-)

Auskultasi

: Bising usus normal pada 4 kuadran abdomen

Ekstremitas
Superior

: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis

Inferior

: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)


Turgor kulit baik (+)

Status Neurologi
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
GCS
: 15 (Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6)
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
: Laseque
: -/Kernig
: -/Brudzinski I, II, III
: -/- , -/- , -/Patrick
: -/Kontrapatrik
: -/-

Pemeriksaan nervus cranialis


1 Nervus I Olfaktorius

Daya pembau
2

Dextra

Sinistra

Normosmia

Normosmia

Nervus II Optikus
Dextra
Tajam Penglihatan

6/6

6/6

Lapang Pandang

Normal

Normal

Funduskopi
3

Sinistra

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Nervus III Okulomotorius

20

Ptosis
Gerakan Bola Mata
Medial
Atas
Bawah

Dextra

Sinistra

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Ukuran Pupil
Refleks Cahaya
Langsung (direk)
Refleks Cahaya
tidak langsung

TDP
+

Baik

Baik

(indirek)
Akomodasi

Nervus IV Trokhlearis
Dextra
Gerakan Mata
MedialBawah

Baik

Baik

Nervus V Trigeminus
Dextra

Sinistra

Sinistra

Menggigit

Normal

Normal

Membuka mulut
Sensibilitas
1 Oftalmikus
2 Maksilaris
3 Mandibularis

Normal
DBN

Normal
DBN

DBN

DBN

DBN

DBN

Refleks kornea

DBN

DBN

Refleks bersin

DBN

DBN

Nervus VI Abdusens
Dextra
Gerakan mata ke

DBN

Sinistra
DBN

21

lateral
7

Nervus VII Facialis


Dextra

Sinistra

Mengangkat alis

DBN

DBN

Kerutan dahi

DBN

DBN

Menutup mata kuat

DBN

DBN

Menyeringai

DBN

DBN

Daya kecap lidah

Tidak dilakukan

2/3 depan
8

Nervus Vestibulochoclearis (n. VIII)

Tes bisik

Dextra

Sinistra

Normal

Normal

Tes Rinne
Tes Weber
Tes

Tidak dilakukan

Schwabach
9

Nervus IX Glosofaringeus & Nervus X Vagus


Arkus faring

Gerakan simetris

Daya Kecap Lidah 1/3 belakang

Tidak dilakukan

Uvula

Letak di tengah gerakan simetris

Menelan

Normal

Refleks muntah

Normal

10 Nervus Assesorius
Dextra

Sinistra

Memalingkan kepala

Baik

Baik

Mengangkat bahu

Baik

Baik

22

11 Nervus Hipoglosus
Sikap lidah

Tremor lidah

Atrofi otot lidah

Motorik
Kekuatan otot :
33333
55555
33333

55555

Kesan : Hemiparesis Dextra


Tonus otot

: normal

Atrofi

: tidak ada

Sensorik

1. Suhu panas dan dingin

: Tidak dilakukan

2. Sentuh kapas
Ekstremitas atas

: kanan (normal)/kiri (normal)

Ekstremitas bawah

: kanan (normal)/kiri (normal)

3. Tajam tumpul (nyeri)


Ekstremitas atas

: kanan (normal)/kiri (normal)

Ekstremitas bawah

: kanan (normal)/kiri (normal)

Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Openhend
Gordon

: -/: -/: -/: -/-

Refleks Fisiologis
Refleks bisep : ++/++
Refleks trisep : ++/++
23

Refleks patella : ++/++


Refleks achilles : ++/++
6

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20 Juli 2016


Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Laju Endap Darah
Cholestrol Total
HDL Cholestrol

Hasil
14,0
38,3
22
182

Nilai Normal
12-14 g/dl
37-43%
<15 mm
< 200 mg/dL

52

> 40 mg/dL
>100 mg/dL

LDL Cholestrol
Kreatinin
Asam Urat

109
0,9

0,6-1,2mg/dL
4,6

<5,7mg/dL

CT-SCAN Kepala
- Jaringan lunak ektracalvaria dan os. Calvaria masih memberikan bentuk
-

dan densitas yang normal.


Sulki kortikalis fisura sylvii dan fisura interhemisfer melebar.
Ruang subarachnoid tampak normal.
System ventrikel tampak melebar
Tampak lesi hipodens batas tidak tegas di frontalis kanan dan parietalis
bilateral
Tidak tampak lesi patologis di parenkim cerebellum dan batang otak
Sinus paranasal yang terscaning tidak tampak kelainan
Orbita dan rongga retroorbita tidak tampak kelainan
Mastoid air cell masih cerah
Kesimpulan :
Infark cerebri di frontalis kanan dan parietalis bilateral
Atrofi cerebri senilis

24

Diagnosa
Diagnosis Klinis : Hemiparese Dextra
Diagnosis etiologi

: Trombus

Diagnosis Anatomik

: Subkorteks

Dengan faktor resiko

: Hipertensi tak terkontrol

Penatalaksanaan
- Bed Rest
- Head elevation 30o
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Citicholin 250 mg /12 jam
- Inj. Ranitidin 60 mg/12 jam
- Meticobalt 2 x 1
- Amlodipin 1 x 10 mg
10 Follow Up

25

18/07/2016

19/07/2016

S: Kelemahan ekstremitas

S : Kelemahan ekstremitas kanan

kanan (+)

(+)

O:
KU : Compos Mentis
TD: 160/80mmHg,
HR: 80 x/menit,
RR: 24 x/ menit,
S: 36,60C
A:
Hemiparese dextra ec infark
cerebri
P:
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Citicholin 250 mg /12 jam
- Inj. Ranitidin 60 mg/12 jam
- Meticobalt 2 x 1
-

Amlodipin 1 x 10 mg

O:
KU : Compos Mentis
TD: 120/80mmHg,
HR: 74 x/menit,
RR: 24 x/ menit,
S: 36,50C
A:
Hemiparese dextra ec infark cerebri
P:
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Citicholin 250 mg /12 jam
- Inj. Ranitidin 60 mg/12 jam
- Meticobalt 2 x 1
- Amlodipin 1 x 10 mg

20/07/2016

21/07/2016

S: Kelemahan ekstremitas

S : Kelemahan ekstremitas kanan

kanan (+)
O:
KU : Compos Mentis
TD: 130/80mmHg,
HR: 80 x/menit,
RR: 22 x/ menit,
S: 370C
A:
Hemiparese dextra ec infark
cerebri
P:
- IVFD RL 20 gtt/i (aff)
- Citicholin 2 x 500 mg
- Ranitidin 2 x 1
- Meticobalt 2 x 1
- Amlodipin 1 x 10 mg

(+)
O:
KU : Compos Mentis
TD: 130/90mmHg,
HR: 88 x/menit,
RR: 26 x/ menit,
S: 36,50C
A:
Hemiparese sinistra ec infark

cerebri
P:
- Citicholin 2 x 500 mg
- Ranitidin 2 x 1
- Meticobalt 2 x 1
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Anjuran Fisioterapi

26

11 Kesimpulan
Tuan Ngatimin 74 tahun datang dengan keluhan lemah tungkai atas dan
bawah sebelah kanan. Hal ini dialami os sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
dan terjadi secara tiba-tiba. Seminggu sebelumnya os pernah jatuh saat sholat dan
langsung dibawa ke bidan. Pemeriksaan TD : 180/100 mmHg, riwayat pingsan (-).
Mual (-), muntah menyembur (-), kejang (-), sakit kepala (-), batuk (+), sesak (+)
saat beraktivitas. BAK dan BAB normal.
Riwayat Penyakit terdahulu : Hipertensi tak terkontrol
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak jelas
Penatalaksanaan :
-

Bed Rest
Head elevation 30o
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Citicholin 250 mg /12 jam
Inj. Ranitidin 60 mg/12 jam
Meticobalt 2 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
DAFTAR PUSTAKA

1. Ali M., Curram J., Davis S.M,, Diener H.C., Donnan G.A.2007. The
Virtual International Stroke Trials Archieve. Stroke, 38: 1905-1910.
2. Bender, M. 2012. High VWF, Low ADAMTS13 Puts Women at Risk.
Available:

http://www.bloodjournal.org/content/119/6/1329?sso-

checked=true (Accessed 24 Juni 2015)

27

3. Darmanto, A. 2014. Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian Strok


Iskemik di Bangsal dan Poliklinik Saraf RSUD dr. Soedarso Pontianak.
Naskah Publikasi. Universitas Tanjungpura: Pontianak
4. Donnan, Geoffrey, A. 2007. How to Make Better Use of Thrombolytic
Therapy

in

Acute

Ischemic

Stroke.

Available:

http://www.medscape.com/viewarticle/745913 (Accessed 31 May 2015)


5. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik
Indonesia, Jakarta.
6. Fauziah, I.2013. Karakteristik Penderita Stroke Iskemik Dengan Infark
yang Rawat Inap Di Rsup Haji Adam Malik, Medan. Available:
http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/40316

(Accessed

January 2016)
7. Gofir, A. 2009. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Pustaka
Cendikia Press, Yogyakarta.
8. Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, Sacco, R.L.,
et al. 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline From the
American Heart Association / American Stroke Association Stroke
Council. Stroke. 37:1583-1633
9. Goldszmidt, A.J., Caplan, L.R. 2013. Stroke Esensial, Edisi kedua
(Melfiawati, penerjemah. Penerbit Indeks, Jakarta.
10. Gusev,

E.,

Skvorsova,

V.I.

2003.

Brain

Ischemia.

Kluwer

Academic/Plenum Publisher, New York: 9-19. Universitas Sumatera Utara

28

11. Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky, J., et al. 2003. European Stroke
Initiative Recommendation for Stroke Management Update 2003.
Cerebrovasculer Disease, 16: 311-37.
12. Hussein, O., Kandeel, W.A., Elghany, A.F., Youssif, S.Y. 2012. Relation
Between Obesity and Ischemic Stroke Using Multiclice C.T. Journal of
Applied Sciences Research.8(1): 200-2006.
13. Jellinger, P.S., Smith, D.A., Mehta, A.E., Ganda, O., Handelsman, Y.,
Rodbard, H.W. 2012. American Association of Clinical Endocrinologist
Guidelines

For

Manageent

of

Dyslipidemia

and

Prevention

of

Atherosclerosis. Endocrine Practice. 18: 1-77


14. Junaidi,

Iskandar.

2011.

Stroke

Waspadai

Ancamannya.

ANDI,

Yogyakarta.
15. Kristiyawati, S.P., Irawaty, D., Hariyati, Rr.T.S. 2009. Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Stroke di RS Panti Wilasa Citarum
Semarang, Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JIKK),Volume 1 (1), 29
hal. 1-7. STIKES Telogorejo, Semarang.
16. Lahano, A.K., Chandio, M.H., Bhatti, M.I. 2014. Frequency of Common
Modifible Risk Factors For Stroke. Gomal Journal of Medical Sciences.
12(4): 222-226.
17. Machfoed, M.H. 2003. The Latest Clinical Epidemiological Data of
Ischemic and Hemorrhagic Stroke Patients in Surabaya and Surroundings.
A Hospital Based Study. Folia Medica Indonesia, 39:242-50.

29

18. Marlina, Y. 2011. Gambaran Faktor Risiko pada Penderita Stroke Iskemik
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Skripsi Sarjana
(Diterbitkan). Medan: Universitas Sumatera Utara.
19. Medicastore.

2011.

Stroke

the

Silent

Killer.

Available:

http://medicastore.com/stroke.html (Accessed 30 May 2015)


20. Misbach, J., Janni, J. 2011. Diagnosis Stroke. Dalam: Misbach, J,
Soretidewi L, Janis J,. (Ed) Stroke. Aspek Diagnostik, Patofisiologi,
Manajemen. Badan Penerbit FK UI, Jakarta.
21. Monakow, C.V. 1996. Diaschisis. In: Pribram, K.H., ed. Brain and
Behavior: Mood, States, Mind. Penguin Book, Baltimore: 27-36.
22. Mundiartasari, I. 2014. Perbedaan Kejadian Depresi pada Pasien Stroke
Iskemik Lesi Hemisfer Kiri dan Hemisfer kanan di RSUD Kabupaten
Kudus. Universitas Muhammadiyah: Surakarta.
23. Nasution D, 2007. Strategi Pencegahan Stroke Primer. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap Neurologi FK USU. Universitas Sumatera
Utara, Medan.
24. Price, S.A., Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6 vol 2. EGC, Jakarta.
25. Purwaningtiyas, D. P., Kusumawati, Y., Nugroho, F. S. 2014. Prosiding
Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan. Update: Upaya Promotif,
Preventif, dan Rehabilitatif dalam Penanganan Stroke. ISSN 2460-4143.
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai