Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Ardean Wahyu Nengtyas
201410461011021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DEPARTEMEN MATERNITAS
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dalam rangka PRAKTIK
PROFESI Ners mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang di Ruang Sakinah RS Muhammadiyah
Lamongan mulai tanggal 1 Juni 6 Juni 2015.
Malang,
Juni 2015
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
Definisi
Hemoragi post partum biasanya didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih
dari 500 ml selama dan/atau setelah kelahiran. Ini adalah salah satu penyebab
mortalitas ibu. Hemoragi
dapat terjadi
awal,
kelhiran, atau lambat, sampai 28 hari pasca partum (akhir dari puerperium).
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan post partum adalah perdarahan
melebihi
setelah
bayi lahir.
Kehilangan
darah pasca
Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu:
a. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri,
robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Early Hemoragyc Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Late Hemoragyc Postpartum: Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah
bayi lahir. 4 jam biasanya antara hari ke 5 sampai 15.
3.
Etiologi
a. Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan
plasenta lahir. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan
pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk
melakukan
uterus merupakan
adanya
masa
uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini
bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun
pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong
tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
d. Trauma, Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh
-
Inversi uterus, Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum
uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum
uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi :
o Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar
dari ruang tersebut.
o Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
o Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok
perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim
pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri
atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat
dengan angka kematian tinggi (15 70 %). Reposisi secepat mungkin
memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
e. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi
dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau
begitu laserasi bisa
terjadi
pada
sembarang
persalinan.
Laserasi
perdarahan
karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan
terjadinya syok.
f. Episiotomi dapat
menyebabkan
perdarahan
yang
berlebihan
jika
jika ada
bisa
berupa
penyakit
count),
Disseminated Intravaskuler Coagulation,
Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan
trombosit sudah rusak
4.
Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
atau
sebagian
selaput
(mengandung
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti episiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir)
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak)
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
WOC
Laserasi
jalan lahir
Robekan
di dalam rahim
Retensi placenta
Kelainan
darah
Afibrinogen
pembuluh
Darah sukar
gagal berkontraksi
darah
membeku
Atonia uteri
Kegagalan penutupan pembuluh darah yang robek
Pengeluaran darah yang lebih dari 500-600cc
setelah melahirkan (ari dan anak)
Krisis situasional
Kurang
Eritrosit keluar
Hb menurun
Ansietas
Syok hipovolemik
Kekurangan volume cairan
Pengetahuan
Hb menurun
Anemia
5L
Darah ke paru
minim O2
Ke otak
Ke jaringan
perifer
Intoleransi
aktivitas
leukosit menurun
Resiko tinggi infeksi
Gangguan
pertukaran gas
Pusing
G3
perfusi
G3
jaringa
Resiko
n otak
perfusi
tinggi
jatuh
jaringa
Nyeri
G3 pemenuhan nutrisi kurang dari
akut
6.
Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah menentukan Rh, ABO dan percocokan silang yang natinya
dapat membantu dalam tindakan transfuse darah.
b. Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil:
10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP
saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. Saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin
partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
8.
perdarahan post partum primer yang paling berat yaitu syok. Bila terjadi syok
yang berat dan pasien selamat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia
dan infeksi dalam masa nifas. Infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat
sampai
sepsis.
merata
dapat
kegagalan
fungsi
organorgan
seperti
gagal
ginjal
Penatalaksanaan
1) Penanganan umum
12.
a. Pemasangan infuse
b. Transfusi darah
c. Pemberian antibiotic
d. Pemberian uterotonik
e. Pada keadaan gawat dilakukan rujukan ke rumah sakit.
2) Pada robekan serviks, vagina dan perineum pendarahan diatasi dengan
jala menjahit.
3) Penanganan khusus
a. Atonia uteri
13.
sehingga
tertutup.
Tangan
kiri
di
luar
dari uterotonik.
Penjepitan parametrium cara Henkel
20. Tujuannya untuk menjepit arteri uterin sehingga pendarahan
berhenti.
Ligasi arteri hipogastrik
21. Operasi untuk menghentika pendarahan dengan melakukan
ligasi arteri hipogastrika, cukup sulit karena ada kemungkinan ikut
tetapi plasenta belum lahir dalam setengah sampai satu jam setelah
bayi lahir, maka yang dapat dilakukan adalah:
o Coba 1-2 kali dengan perasat Crede
o Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta)
o Bila masih ada sisa-sisa plasenta, maka akan dilakukan kuretase dan
diperiksakan ke PA
c. Inversio uteri
o Pencegahan:
Hati-hati
dalam
memimpin
persalinan,
jagan
terlalu
mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulangulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta
melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan.
o Bila telah terjadi maka terapinya adalah:
24.
25.
26.
27.
31.
Dengan tindakan :
Histerektomi
yang
yang bisa menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan
psikososialnya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
37.
yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk keadaan atau mempersulit
penyambuhan. Seperti penyakit diabetus mellitus dan jantung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
38.
dan Marilyn
E,2001),
Sebagai berikut :
39.
40.
Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari
setiap harinya
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
Tinggi fundus gagal kembali pada ukuran dan fungsi kehamilan
(Subinvorusi),
menurun
53.
3) B3 Brain : pasien kadang mengeluh pusing, bisa disertai
gangguan kesadaran jika perdarahan berlebihan.
54.
4) B4 Bowel : anoreksia
55.
5) B5 Bladder : gangguan eliminasi urine karena pasien takut
untuk miksi
56.
j. Pemeriksaan Diagnostik
61.
silang
62.
63.
64.
65.
perdarahan berlebih
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3) Ansietas berhubungan krisis situasi ancaman perubahan pada status
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
a.
b.
c.
d.
e.
Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang.
Monitor tanda vital
Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
Evaluasi kandung kencing
Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas
simpisis.
f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
79.
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat,
80.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
81.
82.
a.
b.
c.
d.
o
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
116.
Hamilton C, Marry. 2005. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6.
118.
Jakarta: ECG.
Israr, Yayan A., S.Ked., dkk. 2009. Perdarahan Post Partum. Riau : Belibis-
119.
120.
Jakarta: ECG.
Prawirohardjo S. 2002. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
121.