Anda di halaman 1dari 31

IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT Chlorpheniramin maleat YANG

DILARANG DALAM OBAT TRADISIONAL YANG BEREDAR


DI KOTA JAMBI

EKO FEBRYANDI
NIM : 12 48 201 017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
bahan bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman (Permenkes RI No. 007 Tahun 2012
tentang registrasi obat tradisional).
Obat tradisional merupakan obat yang banyak memiliki khasiat tanpa
memiliki tidak memiliki efek samping yang mebahayakan konsumen. karna,
obat tradisional merupakan obat yang turun temurun di turunkan dari nenek
moyang yang dapat dipercaya dapat menyembuhkan penyakit.
*Proposal ini akan diseminarkan di Prodi Farmasi STIKES Harapan Ibu pada :
Hari / tanggal
:
Pukul
:
Tempat
: Ruang Seminar Program Study Farmasi
Pembimbing
: 1. Dra. Hj. Armini Hadriyati,M.Kes, Apt
2. Lili Andriani, S.Pd, M.Si

Namun, sejumlah penelitian melaporkan bahwa terdapat pula efek


negative dari obat tradisional. Terdapat berbagai alasan yang menyebabkan
efek negatif dari obat tradisional ini, alasan utama adalah terjadinya reaksi
yang tidak diinginkan dari penggunaan obat tradisional tersebut akibat
kualitas yang rendah dari obat tradisional (Zou Peng,2006)
Hal lain yang menyebabkan efek negatif dari penggunaan obat
tradisional adalah penambahan obat sintetik ke dalam sediaan obat tradisional
yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keamanan dari
obat tradisional. Pada penelitian terhadap obat tradisional cina, sekitar 25%
dari obat tradisional tersebut ditambahkan bahan kimia sintetik seperti
klorfeniramin maleat (CTM), efedrin, metiltestosteron dan antalgin (Shmuel
M. Giveon, 2002).
Obat sintetik yang ditambahkan pada obat tradisional ini tidak sesuai
dengan

dosis

terapeutik,

sehingga

mengakibatkan

over

dosis

dan

menimbulkan efek samping dari obat sintetik tersebut, yang dapat


membahayakan bagi kesehatan konsumen, dan menurut Permenkes RI No.
007 Tahun 2012 obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia
sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat. Sehingga, sangat
diperlukan metode analsis untuk mendeteksi ada atau tidaknya penambahan
obat sintetik kedalam obat tradisional (Zou Peng, 2006).
Badan POM RI senantiasa melakukan pengawasan terhadap obat
tradisional

secara

komprehensif,

termasuk

terhadap

kemungkinan

dicampurnya dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Hasil pengawasan obat


tradisional yang beredar pada semester pertama tahun 2010, bahwa masih

ditemukan obat tradisional yang mengandung BKO yang dilarang di


campurkan kedalam obat tradisional (www.pom.go.id). Obat sintetik
umumnya ditemukan ditambahkan ke dalam obat tradisional adalah obat
golongan steroid (deksametason), obat kuat (sildenafil, tadalafil, dan
analognya, antihistamin (CTM), AINS (indometasin, antalgin dan lain-lain),
obat

pelangsing

(sibutramin)

serta

obat

antidiabetes

(glibenklamid,

metformin) (Mazli Muhammad, 2008).


Untuk keamanan konsumen, terus dilakukan penelitian untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya penambahan obat sintetik ke dalam obat
tradisional, mengakibatkan diperlukannya metode pemisahan yang lebih
sensitif dan efisien.
1.1.
Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat bahan kimia obat chlorpheniramin maleat di dalam
beberapa jamu yang beredar diKota Jambi ?
2. Berapakan kadar chlorpheniramin maleat yang pisitif terkandung dalam
sediaan jamu yang beredar di Kota Jambi ?
1.2.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bahan kimia obat chlorpheniramin maleat yang terkandung
dalam beberapa sediaan jamu yang beredar di Kota Jambi
2. Mengetahui kadar bahan kimia obat chlorpheniramin maleat yang
terkandung dalam jamu yang beredar di Kota Jambi.

1.3.
Hipotesa
1. Adanya bahan kimia obat chlorpheniramin maleat dalam jamu yang
beredar di Kota Jambi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman (Permenkes RI No. 007 Tahun 2012).
Sediaan obat tradisional yang saat ini banyak beredar adalah yang
dibuat dari simplisia nabati, yaitu bagian tanaman atau seluruh tanaman, baik
segar atau sudah dikeringkan, atau hasil penyariannya dengan berbagai
bentuk sediaan seperti rajangan, serbuk, pil, tablet, kapsul, cairan (sediaan
luar dan sediaan dalam), salep, krim, parem, tapel, dan sebagainya (PPOMN,
2007).
Sediaan obat tradisional ini perlu dilakukan berbagai jenis pengujian
untuk mengetahui mutu dari sediaan obat tradisional yang akan diproduksi.
Jenis pengujian ini meliputi pengujian mutu dan pengujian keamanan.
Pengajian mutu maliputi organoleptik, kemasan, makroskopis, kebenaran
simplisia, kadar air, dan keseragaman bobot. Pengujian keamanan meliputi uji
cemaran logam berat, cemaran bahan organic asing, cemaran pestisida,
cemaran mikroba, zat tambahan yang diizinkan, dan penetapan ada atau
tidaknya obat sintetik yang ditambahkan ke dalam sediaan obat tradisional.
Berdasarkan Permenkes RI No. 007 Tahun 2012 obat tradisional tidak boleh
mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasian obat.
1.2.

Klorfeniramin Maleat (BPOM, 2008)

Nama Kimia

: 2-[p-Kloro--[2-(dimetilamino)etil]benzyl]piridina

maleat
Rumus Molekul : C16H19ClN2,C4H4O4 (BM.390.9)
Pemerian
: Serbuk hablur, putih, tidak berbau. Larutan mempunyai
Indikasi
Kelarutan

pH antara 4 dan 5
: Pengobatan rhinitis, urtikaria, alergi asma dan hay fever
: Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam

pKa
Efek Samping

kloroform, sukar larut dalm eter dan dalam benzene


: 9,13
: Mengantuk, sukar menelan, gangguan saluran cerna,
pusing,

lelah

tinnitus

(telinga

berdenging),

diplopia( penglihatan ganda), stimulasi susunan saraf


pusat terutama pada anak berupa euphoria, gelisah,
sukar tidur, tremor, kejang.
Chlorfeniramin adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat
dan derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan dan sering
kali digunakan dalam obat batuk. Klorfeniramin maleat merupakan
antihistamin jenis antagonis reseptor H-1 yang bekerja dengan cara
memblokir reseptor H-1 dengan menyaingi histamin pada resptornya di otot

licin didnding pembuluh darah dan dengan demikian menghindarkan


timbulnya reaksi alergi (Tjay, 2002).
1.3.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1.3.1. Deskripsi Teori
Kromatografi

adalah

teknik

pemisahan

campuran

berdasarkan

perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada


kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
(Imam Haqiqi, Sohibul,2008)
Kromatografi Lapis Tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan
adsorben bertindak sebagai fase stasioner (fase diam). Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter
partikel antara 10-30 m (Gandjar dan Rohman, 2007).

Semakin kecil

ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Silika gel salah satu contoh fase diam yang terbentuk dari silikon dioksida
(silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen
yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada
gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain SiO-Si. Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat

membentuk

ikatan

hidrogen

dengan

senyawa-senyawa

yang

sesuai

disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.
1.3.2. Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut
pengembang (Watson, 2010).KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas,
terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyata terlihat pada fase
diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben
sebagai pengganti kertas.
Proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan
kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan
diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan
ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: kepolaran fase diam, kepolaran fase
gerak, kepolaran sampel dan ukuran partikel.

1.3.3. Pembuatan Plat Lapisan Tipis


Penyerap dituangkan diatas permukaan plat yang kondisi bentuknya
baik, biasanya digunakan plat kaca / aluminium. Ukuran yang digunakan
tergantung pada jenis dari pemisahan yang akan dilakukan dan jenis dari
bejana kromatografi. Seringkali bentuk plat kaca / aluminium dijual dengan

ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dua ukuran ini dianggap sebagai


standard. Hal yang penting yaitu bahwa permukaan dari plat harus rata.
Plat -plat kaca / aluminium sebelum dipakai dicuci terlebih dahulu dengan air
dan detergent kemudian dikeringkan. Terakhir, dapat dicuci dengan aseton,
tetapi hal ini tidak mesti dilakukan. Satu hal yang perlu diperhatikan jangan
menyentuh permukaan dari plat yang bersih dengan jari tangan karena bekas
jari tangan yang menempel akan merubah tebal dari permukaan penyerap
pada plat.
Pembuatan penyerap, pertama bahan penyerap dicampur dengan air
sampai menjadi bubur, biasanya dengan perbandingan x gram penyerap dan
2x ml air. Bubur diaduk sampai rata dan dituangkan diatas plat dengan
berbagai cara. Tebal lapisan merupakan faktor yang paling penting dalam
kromatografi lapisan tipis. Tebal standard adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan
yang lebih tebal ( 0.5 - 2.0 mm ) digunakan untuk pemisahan-pemisahan
yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk
plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu kesukaran dengan lapisan tebal
ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.
Tabel 2.2 Perbandingan untuk membuat Eluen
Penyerap

Eluen

Perbandingan,
dalam ml

Silika gel

Metilena klorida : methanol


(2:2 v/v)

35 gr dalam 100 ml

gram

Serbuk selulosa

Metilena klorida : methanol 50 gr dalam 100 ml


(50:50, v/v)

Alumina

Metilena klorida : methanol 60 gr dalam 100 ml


(70:30, v/v)

Sifat yang terpenting dari penyerap adalah besar partikel bubur


penyerap dan homogenitasnya, karena adhesi terhadap plat sangat tergantung
pada kedua sifat tersebut. Besarnya partikel yang biasa digunakan adalah 1
25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan
hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil
pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus. Sedangkan
dalam kolom partikel yang sangat halus akan mengakibatkan aliran pelarut
menjadi lambat, pada lapisan tipis butiran yang halus memberikan aliran
pelarut yang lebih cepat.

1.3.4. Fase Diam dan Fase Gerak


Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium
oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada
dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.

Empat macam

adsorben yang sering dipakai ialah silica gel (asam silikat), alumunia
(alumunium oxyde), selulosa dan kieselguhr.
1. Silica gel
10

Adapun jenis silica gel :


a. Silica gel G
Silica gel G adalah silica gel mengandung 13% kalsium sulfat sebagai
zat perekat. Jenis silica gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama
besi. Kandungan ion besi ini dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat
KLT silica gel G dengan system pelarut. Ion besi akan bergerak bersama zat
pelarut sampai ke ujung plat.
b. Silica gel PF
Jenis silica gel ini dibuat secara sedemikian rupa shingga senyawasenyawa organic yang terikat pada plat dapat mengadakam flouroresensi.
Visualisasi dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah
dikembangkan dalam ruangan gelap dan sinar Ultra Violet bergelombang
pendek.
c. Silica gel H
Perbedaan silica gel G dan silica gel H ialah silica gel H tidak
mengandung perekat Kalsium Sulfat. Silica gel H dipakai untuk pemisahan
yang bersifat spesifik, terutama lipida netral. Silica gel H ini dapat
memisahkan digliserida begitu juga fosfatidil gliserol dari poligliserida fosfat.
2. Alumunia

11

Penggunaan alumunia dalam KLT, yang semula diperkenalkan oelh


peneliti dari Cekoslowakia. Sebenarnya alumunia netral mempunyai
kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti : terpena,
alkaloid, dan senyawa alisiklik, alifatik serta aromatic. Alumunia sebgai
adsorben tidak mengandung zat perekat, namun memiliki sifat sedikit alkalis
dan dpat digunakan baik ataupun dengan aktivasi.
3. Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silica gel dan
alumunia, oleh sebab itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa yang
bersifat polar.
4. Selulosa
Selulosa digunakan sebagai adsorben akan didapat lapis tipis yang
sifatnya analog dengan kromatografi kertas. Memberikan lapis tipis yang baik
tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah indicator fluoresensi atau Ca
asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat digunakannya
pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif lainnya.
Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati
fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan
komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya
12

pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang
banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis
silika.
Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat
kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip like dissolved like
(Watson, 2010).
1.3.5. Prosedur kerja
1.3.5.1.
Meneteskan Sampel
Sampel merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan,
dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau
zat pelarut lain yang serupa yaitu memiliki titik didih antara 50-100 oC. larutan
sampel tersebut ditetskan pada plat dengan menggunakan pipet mikro atau
pipa kapiler. Garis batas bawah kira-kira 1,5-2.0cm dari dasar, jumlah sampel
yang diteteskan dapat berkisar antara 5-100mg dari larutan 0,1%.
1.3.5.2.

Pengembangan

Pengembangan dilaksanakan dengan mencelupkan dasar plat KLT yang


telah ditetesi sampel dalam system pelarut untuk proses pengembangan.
Umunya dikerjakan dalam tempat yang tertutup dalam chamber.
Sebenarnya agak sukar untuk menemuakan system pelarut yang cocok
untuk pengembangan. Pemilihan system pelarut yang dipakai didasarkan atas
13

prinsip like dissolves like yang berarti untuk memisahkan sampel yang
bersifat nonpolar digunakan pelarut yang bersifat nonpolar. Penggunaan
system pelarut yang lebih polar akan membawa semua lipida netral ke ujung
zat pelarut (solvent front).
Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan
tersebut telah jenuh dengan uap system pelarut. Hal ini dapat segera tercapai
dengan meletakkan kertas filter pada dinding pelarutnya dalam chamber
tertutup. Pengembangan dalam ruangan tertutup tersebut diakhiri setelah
ujung zat pada plat telah mencapai kira-kira tinggi adsorben. Plat KLT-nya
kemudian diambil dan dikeringkan, sebaiknya dengan menggunakan aliran
gas N2.
Fase diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah
garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes
larutan sampel ditempatkan di atasnya. Sampel ditotol dengan bantuan pipa
kapiler. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi aslisampel.
Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan
dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram
berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri
dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di
bawah garis. Gelas yang digunakan tertutup untuk memastikan bahwa
suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.

14

Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik. Komponenkomponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda
dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.
1.3.5.3.

Definisi Kromatogram

Kromatogram adalah output visual yang diperoleh dari hasil


pemisahan. Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah
lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis
itu. Berilah penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi
awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta
akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan
dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis
dimana posisi bercak berada.
Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah
kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa
kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia
dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat
pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna
akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai
perbedaan bercak warna.

15

1.3.5.4.

Analisis sampel

Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak


berwarna, yaitu:
1. Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki
substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran
flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV
disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram
berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat
dengan mata. Berarti jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul
pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak
tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, kita harus menandai
posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari
daerah bercak-bercak itu. Karena jika kita mematikan sinar UV tersebut,
bercak-bercaknya tidak tampak kembali.
2. Penunjukkan bercak secara kimia
Beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi
tampak

dengan

cara

mereaksikannya

dengan

zat

kimia

sehingga

menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah

16

kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram


dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutanninhidrin. Ninhidrin
bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna,
umumnya coklat atau ungu.
Metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian
ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas
arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat
berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat
pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai
bercak-bercak kecoklatan.
Tetasan atau penotolan sampel harus sekecil mungkin dengan
meneteskan berulang kali dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan
berikutnya dikerjakan. Pengeringan tetesan sampel pada plat sebaiknya
dikerjakan dengan aliran gas N2, untuk mencegah terjadinya kerusakan
sampel karena oksidasi.
2.3.5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi
lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan
mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari
17

penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar


terhadap harga Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang
sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama,

jika

menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat
(kalau ada) dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Proses praktikum tidak dapat dilihat pengaruh tebal lapisannya, tetapi
perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan
aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.


Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam
kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut
digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya
diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran
penurunan dan mendatar juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan yang digunakan.
18

Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil


penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak
kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan
pada harga-harga Rf.
8. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini
terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut
yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.

9. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam
kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana
jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh
dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi
pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase
bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.
1.4.

Spektrofotometri UV-VIS
Pengertian Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya

di daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu

19

senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi


elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang
berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang
gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya
promosi elektron.
Molekul- molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang
gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam
daerah tampak (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah
dipromosikan dari padasenyawa yang menyerap pada panjang gelombang
lebih pendek (Herliani, 2008).
Absorpsi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan ketika
radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang diukur.
Alatnya disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra
Violet-Visible) adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa
digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umum digunakan karena kemampuannya dalam
menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal
preparasi sampel apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa
(Herliani, 2008).
1.4.1. Definisi Spektrofotometer

20

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari


spektrometer dan fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari
spektrum dan panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sebagai

fungsi

dari

panjang

gelombang.

Kelebihan

spektrometer

dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat


lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating
ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang
yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang
mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada
fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benarbenar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm.
Sedangkan pada spektrometer, panjang gelombang yang benar-benar
terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti
prisma.
1.4.2. Spektrofotometer Ultraviolet dan Visible (UV-Vis)
Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk:

Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan


ausokrom dari suatu senyawa organik.

21

Menjelaskan

informasi

dari

struktur

berdasarkan

panjang

gelombang maksimum suatu senyawa.

Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan


menggunakan hukum Lambert-Beer.

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan


intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.
Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk
mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion
anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai
bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa
didapatkan dari spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara
kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm,
sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.
Panjang gelombang () adalah jarak antara satu lembah dan satu
puncak, sedangkan frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang
gelombang (). Bilangan gelombang adalah (v) adalah satu satuan per
panjang gelombang. (Dachriyanus, 2004)

22

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan November 2015-Januari
2016 di Laboraturium Kimia Farmasi STIKES Harapan Ibu Jambi.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, kemudian data
yang diperoleh disajikan secara deskriptif.

23

3.3. Alat dan Bahan


3.3.1. Alat
Spektrofotometer UV-Visible, plat KLT, timbangan analitik, Beaker
Glass (Pyrex), labu ukur(Pyrex), pipet ukur 1 mL(Pyrex), Gelas ukur
(Pyrex), timbangan analitik, tabung reaksi(Pyrex), pipet mikro, batang
pengaduk, cawan penguap, kertas perkamen, spatel, kapas, lampu spritus,
aluminium foil, pipet kapiler.
3.3.2. Bahan
Jamu pegal linu, asam urat, rematik yang dijual di sekitar kota Jambi,
Chlorpheniramin maleat (CTM), etilasetat(q.a), etanol(q.a), asam asetat encer
P(q.a), aquades

3.4. Prosedur penelitian


3.4.1. Pengambilan sampel
jamu dengan klaim khasiat/kegunaan pegal linu/encok/rematik/sakit
pinggang/asam urat yang di jual di kota Jambi.
3.4.2. Preparasi sampel
satu dosis jamu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250mL, kemudian
ditambahkan 50mL air, dikocok selama kurang lebih 30 menit, disaring lalu
dibasakan menggunakan NaOH 0,1N sampai mencapai pH 10. Kemudian
disari 4kali, setiap disari menggunakan 25mL kloroform. Sari klorform

24

dikumpulkan dan diuapkan, kemudian sisa penguapan dilarutkan dalam 5mL


etanol
3.4.3. Prosedur analisi
a. analisis Kualitatif
Analisis

dilakukan menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

dengan jarak pengembangan masing-masing 15 cm dimana terdiri dari fase


diamnya (silika gel GF254) dan fase geraknya Sebagai fase gerak digunakan
campuran 5 bagian volume etilasetat 3 bagian volume etanol dan 2 bagian volume
asam asetat encer P.

Pertama siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Ambil larutan baku,
sampel, dan sampel pembanding, lalu totolkan masing-masing sampel uji dan
sampel pembanding pada plat KLT yang sama. Masukkan plat KLT yang
telah

di

totolkan

kedalam

Chamber

yang

telah

berisi

eluen

etilasetat:etanol:asam asetat encer P(5:3:2). Amati noda yang muncul pada


cahaya ultraviolet 254 nm, terjadi pemadaman, ukur dan carat Rf yang
diperoleh pada masing-masing plat KLT. Lakukan prosedur sebanyak dua kali
pengulangan.
b. Analisa Kuantitatif
1. penetapan kurva kalibrasi Bahan Baku Chlorpeniramin Maleat secara
spektrofotometri UV-Vis.
Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Chlorpeniramin Maleat
Timbang teliti 10 mg bahan baku Chlorpheniramin maleat, masukkan
kedalam labu ukur 100 ml ad HCl 0,1N (p.a) ad aquadest sampai garis

25

tanda, di homogenkan, pipet 1,5 ml, masukkan kedalam labu ukur 100
ml, ad HCl 0,1N ad aquadest sampai garis tanda. Ukur panjang
gelombang

maksimum

Chlorpheniramin

maleat

dengan

spektrofotometri UV.
Penetapan Kurva kalibrasi
Pembuatan larutan induk
Timbang 24 mg klorfeniramin maleat ke dalam labu ukur 100 ml.
tambahkan HCl 0,1 N ad aquadest sampai garis tanda, lalu homogenkan
240ppm.

Pembuatan kurva kalibrasi

Larutan induk yang sudah dibuat Isikan ke dalam masing-masing 5 labu ukur25,0
masing-masing 1.0 ml, 2,0 ml, 3,0 ml, 4,0 ml, dan 5,0 ml ad-kan. ukur panjang
gelombang

maksimum

yang

telah

didapatkan

sebelumnya

dengan

spektrofotometri UV.
2. Uji kualitatif secara spektrofotometri UV-Vis
Hasil penotolan pada KLT yang mempunyai Rf sama dengan larutan standard
chlorpheniramin maleat (CTM) dilakukan penetapan kadar, ditimbang 2

mg

kemudian di ad-kan kedalam labu ukur 25,0 ml lalu di saring. Filtrate di pipet 4
ml lalu d adkan 10 ml. Ukur serapan salah satu larutan baku CTM dengan kuvet 1
cm untuk menentukan (panjang gelombang maks).
3.5. Analisis data

26

Data yang diperoleh dianalisi dan disajikan dalam bentuk deskriptif


kadar dari sampel jamu di ketahui perdasarkan persamaan kurva baku y=bx+a
dengan nilai y nilai absorbansi dan x adalah kadar terukur dalam
Chlorpheniramin maleat (CTM).

3.6. Jadwal pelaksanaan


Jadwal pelaksanaan tugas akhir yaitu:
Table III.1 jadwal pelaksanaan tugas akhir
No

Kegiatan

Minggu ke1

Persiapan alat dan bahan

Pelaksanaan dan penelitian

27

Pelaksanaan seminar hasil

Penyempurnaan skripsi dan


persiapan ujian akhir

Ujian akhir

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi Jamu

PENGAMBILAN SAMPEL
JAMU

ANALISA KUALITATIF

ANALISI KUANTITATIF

28

PREPARASI SAMPEL
PREPARASI SAMPEL
UJI

PREPARASI SAMPEL
BAKU

ANALISA KUANTITATIF
DENGAN SPEKTRO UVVIS

ANALISA KUALITATIF
DENGAN KLT

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2007, 4 Desember).


Public Warning tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia
Obat. Diakses 8 Desember 2015 dari http://www.pom.go.id

29

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008, 2 Juni).


Public Warning tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia
Obat. Diakses 8 Desember 2015 dari http://www.pom.go.id
Dachriyanus,

Dr, 2004, Analisis

Spektroskopi,

Struktur

Senyawa

Organik

Secara

Andalas University Press, Padang, Hal 1-2 dan 8-9.

Gandjar, IG dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.


Yogyakarta
Haqiqi,

Sohibul

Himam.

nadjeeb.files.wordpress

2008.
.com

Kromatografi

Lapis

/2009/10/kromatografi.pdf

Tipis.
diakses

tanggal 29 Maret 2015


Khopkar, S.M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
Muhamad, M. (2008) Techniques in Identification of Common Adulterants in
Traditional Medicine Product. National Pharmaceutical Control Bureu
(NPCB), Malaysia.
Peng, Z. (2006). Quality Control of Herbal Meicine: Chromatographic
fingerprinting and screening for adulterants National University of
Singapore
Permenkes No. 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.
Priyono, E., Taufiq, A., & Mulyati, A.H. (2012). Validasi Metode Penetapan
Kadar Klorfeniramina Maleat dan Fenilpropanolamin dalam Sediaan
Tablet Paratusin Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

30

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. (2007). Pengenalan


Acuan/Standar Pengujian Obat Tradisional dan Produk Komplemen.
BPOM RI : Jakarta
Tjay,T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
Dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Watson, DG. 2010. Analisis Farmasi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

31

Anda mungkin juga menyukai