Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala
yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat
pertumbuhan dan pembentukan hasil tanaman.serangannya pada tanaman
dapat datang secara mendadak dan dapat bersifat meluas sehingga dalam
waktu yang relatif singkat seringkali dapat mematikan seluruh tanaman dan
menggagalkan panen.
Dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman, tidak diperkenankan
untuk

memberantas

secara

keseluruhan.

Oleh

sebab

itu

dalam

pengendaliannya diperlukan etika yang nantinya tidak akan merusak


lingkungan dan dapat meghasilkan produk yang sehat serta layak untuk
dikonsumsi. Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan
kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk mentaati ketentuan
dan norma yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu
organisasi.
Akibat perlunya etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit
tanaman, maka diperlukan upaya untuk pengendalian hama dan penyakit
secara baik dan benar, yaitu dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar kebijakan pemerintah
dalam program perlindungan tanaman di Indonesia yang secara resmi
tercantum pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya
Tanaman, Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan
Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang
pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). PHT
memiliki tujuan mengendalikan populasi hama agar tetap berada dibawah
ambang yang tidak merugikan secara ekonomi. Pengendalian dengan cara
PHT disebut sebagai pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan
semua metode atau teknik yang dikenal dan penerapannya tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan yang merugikan bagi hewan, manusia dan makhluk
hidup lainnya baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit
pada tanaman.

2. PEMBAHASAN
2.1 Etika
Secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ehos (jamaknya: ta etha),
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Kebiasan hidup yang baik ini
lalu dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang sidebarluaskan,
dikenal, dipahami dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. singkatnya,
kaidah ini menentukan apa yang baik harus dilakukan dan apa yang buruk
harus dihindari. Kaidah, norma atau aturan dibuat untuk mengungkapkan,
menjaga dan melestarikan nilai tertentu.
Etika didefinisikan sebagai the discpline which can act as the
performance index or reference for our control system. Dengan demikian,
etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam
pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia,

etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan
pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleks dari
apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Etika dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif yaitu merupakan etika yang berusaha meneropong
secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar
oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan
tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
b. Etika Normatif
Etika normatif adalah etika yang berusaha menetapkan berbagai
sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuau yang bernilai. Etika normatif memberi
penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan
yang akan diputuskan.
2.2 Etika Pengendalian OPT
Dalam dunia pertanian, pengendalian OPT merupakan cara yang dilakukan
untuk mengurangi dampak dari serangan hama maupun penyakit pada
tanaman yang dibudidayakan. Dalam menanggulangi OPT, tidak semuanya
harus diberantas dan memakai bahan-bahan sintetik yang dapat mencemari
lingkungan dan mengganggu kesehatan baik untuk petani dan konsumen.
Oleh sebab itu perlu adanya etika di dalam pengendalian OPT agar dampak
yang ditimbulkan tidak membahayakan.
Pengendalian Hama Terpadu adalah sebuah pendekatan dalam proses
pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan mempertimbangkan semua
aspek dalam mempertahankan serangan hama dan penyakit dibawah ambang
ekonomi atau batas kerugian ekonomis. Yang termasuk dalam aspek
pengelolaannya diantaranya yaitu:
Pengendalian OPT melalui pendekatan manajemen agroekosistem
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan biodiversitas agroekosistem.
Biodiversitas agroekosistem merupakan modal dasar dalam PHT yang

harus dipelihara. Dengan adanya biodiversitas agroekosistem, dapat


mengurangi pemakaian pestisida secara berlebih dan dengan adanya
biodiversitas dapat menambah keragaman populasi yang dapat bermanfaat
sebagai habitat musuh alami. Biodiversitas dapat meliputi di dalam tanah
(mikroflora, mesofauna), di atas permukaan tanah (mikro-makroflora,

mesofauna).
Meninggalkan pendekatan tunggal (pemakaian pestisida saja)
Pestisida adalah senyawa kimia yang digunakan

untuk

memberantas organisme yang merugikan yang dikenal sebagai gangguan


dan mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Pemakaian pestisida tidak dilarang, hanya saja perlu digunakan secara
bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis dan efektivitas.
Waktu yang tepat yakni apabila pengendalian dengan cara lain sudah tidak
memungkinkan lagi. Dosis pemakaian juga harus tepat yang disesuaikan
dengan kondisi setempat dan luas areal yang terserang agar tidak
mempengaruhi areal pertanaman yang lain. penggunaan pestisida juga
harus efektif yaitu memilih jenis pestisida dan dosis yang tepat agar tidak
mematikan serangga lain.
Apabila pemakaian pestisida tidak sesuai dengan anjuran, pestisida
dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada patogen tumbuhan dan
hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkalikali bahkan dapat terjadi ledakan hama. Dan yang lebih penting adalah
dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan pelestarian

lingkungan.
Bahan tanam bebas OPT
Untuk menanggulangi kerugian tanaman yang disebabkan oleh
penyakit adalah dengan teknik pengendalian pemakaian varietas tahan
yang memiliki ketahanan genetik. Pengendalian dengan varietas tahan
merupakan usaha mengendalikan hama dan penyakit dengan cara
menanam tanaman dengan varietas unggul yang tahan terhadap serangan

hama dan penyakit.


2.3 Studi Kasus I
Jeruk pamelo merupakan salah satu jenis varietas jeruk yang telah
dibudidayakan petani di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Tanaman jeruk

varietas ini telah menjadi primadona karena merupakan komoditas pertanian


utama setelah tanaman padi. Namun sayangnya tak jarang petani mengalami
kerugian yang tidak sedikit akibat dari beberapa faktor, salah satunya yaitu
serangan hama. Akibat dari seranagan hama ini harga jual petani menjadi
tidak stabil dan mengalami kerugian. Tiga jenis hama yang sering
mengganggu tanaman jeruk pamelo yaitu hama cabuk, blendong (ulat batang)
dan hama lalat buah. Hama cabuk biasanya menyerang bagian daun hingga
daun tanaman menghitam. Setelah terkena hama cabuk, pohon biasanya tidak
berbuah dan berpotensi menyebabkan kematian pohon. Hama blendong atau
ulat batang menyerang bagian batang utama dan jika terkena hama ini batang
pohon akan banyak berlubang karena adanya ulat-ulat kecil berwarna putih.
Sedangkan hama lalat buah menyerang bagian kulit dan daging buah dan jika
terkena hama ini, buah menjadi busuk karena di dalam buah banyak
ditemukan telur lalat.
Akibat adanya serangan hama tersebut, perlu dilakukan pengendalian
hama secara terpadu (PHT) yang sesuai dengan etika pengendalian OPT.
Pengendalian beberapa hama yang menyerang tanaman jeruk pamelo ini
dapat dilakukan dengan memakai pestisida organik yang memanfaatkan zat
racun dari gadung dan tembakau serta dapat juga menggunakan pestisida
anorganik yang sesuai dengan dosis dan aturan cara pemakaian. Pemakaian
pestisida

organik

yang

ramah

lingkungan

penggunaannya

harus

memperhatikan batas ambang populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan


setelah populasi hama berada atau di atas ambang kendali. Penggunaan di
bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh
alami hama yang bersangkutan.
2.4 Studi Kasus II
Sebagai usaha untuk meningkatkan hasil pertanian, penggunaan pupuk dan
pestisida secara terus menerus masih dilakukan oleh para petani di Desa
Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Pestisida diperlukan agar
produk pertanian yang akan dihasilkan terlindung atau terbebas dari serangan
hama dan penyakit tanaman. Namun penggunaan pestisida yang terus
menerus dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Mengingat pestisida
merupakan bahan beracun, maka penggunaan dan penanganan yang tidak

sesuai anjuran dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan risiko


terhadap lingkungan.
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa perilaku petani dalam
penggunaan dan penanganan pestisida dan kemasannya masih buruk. Perilaku
buruk ditemui pada semua tahapan-tahapan penanganan pestisida, yaitu mulai
dari tahap pemilihan jenis pestisida, penyimpanan pestisida, praktek
penyemprotan di lapangan dan tahap pembuangan bekas pestisida. Faktorfaktor yang paling mempengaruhi perilaku petani dalam penggunaan dan
penanganan pestisida adalah adanya pengaruh teman seprofesi, kurangnya
sosialisasi kebijakan, sikap serta persepsi petani yang masih keliru tentang
pestisida. Untuk memperbaiki perilaku petani tersebut diperlukan sosialisasi
kebijakan yang dilakukan secara berkesinambungan, penyuluhan yang harus
dilakukan secara intensif dengan melibatkan jumlah petani yang cukup besar
melalui diskusi-diskusi kelompok, penggunaan tokoh masyarakat sebagai
model, serta penerbitan produk peraturan daerah yang isinya dengan tegas
mewajibkan

produsen

pestisida

menyediakan

tempat

pembuangan/

pemusnahan sisa kemasan pestisida dan peningkatan pengawasan atas


peredaran pestisida di Kabupaten Brebes.

3. PENUTUP
Dalam dunia pertanian, khususnya dalam pengendalian OPT diperlukan
adanya etika. Dimana etika tersebut mengatur pengendalian OPT tanpa merusak
lingkungan dan menghasilkan produk yang sehat. Etika dalam pengendalian OPT
dapat dilakukan dengan cara Pengendalian Hama Terpadu yang didalam
pengelolaannya meliputi pengendalian OPT melalui pendekatan manajemen
agroekosistem, meninggalkan pendekatan tunggal (pemakaian pestisida saja), dan
bahan tanam bebas OPT.

DAFTAR PUSTAKA
Aben.

2012.

Pengendalian

Hama

Tanaman

Secara

Kimiawi.

http://abenchanafia.blogspot.co.id/2012/09/pengendalian-hama-secarakimiawi.html. Diakses 21 Mei 2016.

Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Plampang.


2014.

Pengendalian

Hama

Terpadu.

https://id

id.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=217053655164436&id=206464746223327. Diakses 21 Mei
2016.
Keraf, A Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Kompas Media Nusantara :
Jakarta.
Syekhfanis.

2013.

Etika

Pengendalian

http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/04/Modul-12-ETIKAPENGENDALIAN-OPT.pdf. Diakses 21 Mei 2016.

OPT.

Anda mungkin juga menyukai