berkurangnya frekuensi buang air besar dari biasanya yaitu kurang dari tiga kali dalam seminggu
dan konsistensi tinja yang lebi keras. 3,4 Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
konstipasi fungsional dan konstipasi organik. Konstipasi fungsional dikenal sebagai konstipasi
idiopatik atau adanya tahanan feses, dimana konstipasi fungsional ini umumnya terkait dengan
perubahan kebiasaan diet, kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung serat,
kurangnya asupan cairan, kurang olah raga, gangguan perilaku atau gangguan psikologis dan
adanya rasa takut atau malu ke toilet umum. 3,11
Menurut kriteria ROME III, konstipasi fungsional pada anak adalah harus memenuhi dua atau
lebih dari kriteria berikut yang terjadi pada anak minimal berusia 4 tahun yang tidak memenuhi
kriteria yang cukup untuk irritabel bowel syndrome, dialami minimal satu kali dalam seminggu
setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, yaitu: 12
a. Buang air besar dua kali seminggu atau kurang
b. Mengalami setidaknya satu kali inkontinensia feses per minggu
c. Riwayat retensi feses
d. Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras
e. Terdapat massa feses yang besar di rektum
f. Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.
Konstipasi fungsional dikatakan akut jika berlangsung sampai empat minggu dan dikatakan
kronis jika berlangsung lebih dari empat minggu. 1 Pada orang dewasa normal, buang air besar
terjadi antara tiga kali perhari sampai tiga kali perminggu. Frekuensi buang air besar pada anak
bervariasi menurut usia. Untuk bayi yang minum ASI pada awalnya akan lebih sering buang air
besar jika dibandingkan bayi yang minum susu formula. Saat usia mendekati 4 bulan, apapun
jenis susu yang dikonsumsinya rata-rata frekuensi buang air besar berkisar dua kali sehari.
Frekuensi buang air besar normal pada bayi dan anak dapat dilihat pada tabel 2.1.1. 1,4,13
Tabel 2.1.1.Frekuensi buang air besar (BAB) normal pada bayi dan anak 1,4,13
Umur Rerata BAB/minggu Rerata BAB/hari
0-3 bulan : ASI 5-40 2.9
0-3 bulan : Formula 5-28 2.0
6-12 bulan 5-28 1.8
1-3 tahun 4-21 1.4
>3 tahun 3-14 1.0
Walaupun sebagian besar konstipasi pada anak adalah konstipasi fungsional, kita harus
mempertimbangkan kemungkinan adanya suatu kelainan organik jika menemukan gejala seperti
yang tercantum pada tabel 2.1.2.13
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1.2 Tanda dan gejala kelainan organik penyebab terjadinya konstipasi pada bayi dan
anak.13
Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan diagnosis
Keluarnya mekonium lebih dari 48 jam setelah lahir,
kesulitan buang air besar sejak lahir, gagal tumbuh, penyakit
nkter Hirschprung
anus sempit, rektum tidak terisi feses pada colok dubur
dengan terabanya massa feses di perut.
Perut distensi, muntah berwarna hijau, ileus Pseudo-obstruksi
Menurunnya reflek anggota gerak bawah, berkurangnya Gangguan tulang
tonus otot, hilangnya reflek anus belakang
Tampak lemah, tidak tahan udara dingin, bradikardi, Hipotiroidsm
gangguan tumbuh
Posisi dan bentuk anus yang abnormal pada Malformasi pemeriksaan fisik anorektal kongenital
____________________________________________________________
2.2. Prevalensi Konstipasi Fungsional
Prevalensi konstipasi pada anak bervariasi dari 0.7% sampai 29.6 %. Konstipasi terjadi pada
anak usia empat sampai 17 tahun, 18% adalah konstipasi fungsional dan 4.6% adalah
konstipasi akut.14,15 Pada anak usia empat sampai 11 tahun 5% nya mengalami konstipasi kronik
lebih dari 6 bulan, sedangkan untuk anak usia di bawah empat tahun prevalensi kejadian
konstipasi sebesar 16%.15
Universitas Sumatera Utara
Hampir sebagian besar (90% sampai 95%) konstipasi pada anak di atas usia 1 tahun
merupakan konstipasi fungsional, hanya 5% sampai 10% yang mempunyai penyebab organik
atau kelainan patologi.2,3
2.3 Etiologi Konstipasi Fungsional
Kurangnya asupan serat (dietary fiber) sebagai kerangka feses (stool bulking), kurang minum
dan meningkatnya kehilangan cairan merupakan faktor penyebab terjadinya konstipasi
fungsional.1
Jika anak sering menahan buang air besar, maka rektum pada akhirnya akan meregang
dan menahan massa feses sehingga lama kelamaan akan menyebabkan konsistensi feses
menjadi keras. Hal ini menyebabkan ukuran feses menjadi lebih besar dan keras menyebabkan
timbulnya fisura ani yang terasa nyeri. Konstipasi fungsional paling sering dimulai dari adanya
rasa nyeri saat buang air besar, biasanya disertai fisura ani, sehingga anak akan menahan
buang air besar. Keadaan tersebut seperti lingkaran setan, semakin anak menahan
keinginannya untuk buang air besar maka feses yang tertahan di kolon akan terus mengalami
reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk feses yang besar dan keras sehingga menjadi lebih
sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa nyeri dan kemudian retensi feses
selanjutnya.1,4
Penyebab konstipasi fungsional yang paling sering pada anak terlihat pada tabel 2.3.1
berikut :
Universitas Sumatera Utara