Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KIMIA ANALITIK

PEMICU: SPEKTROSKOPI ATOMIK DAN SPEKTROSKOPI MOLEKULAR

Disusun Oleh:
Kelompok 7
Maghfira Risang Khairiza - 1506675705
M. Fathurrahman - 1506744500
Mochamad Ramadhan S. - 1506675743
Ningsi Lick S. - 1506738630
Rizka Diva Pratiwi - 1506675900
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
TEKNOLOGI BIOPROSES
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah pemicu kedua dan ketiga kimia analitik
mengenai spektroskopi sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Kimia Analitik Instrumental,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Topik yang penulis jabarkan
dalam makalah kali ini adalah mengenai Spektroskopi Atomik dan Spektroskopi Molekular.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan karya tulis ini, yaitu:
1 Ibu Dianursanti Dosen Kimia Analitik Instrumental, Departemen Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2 Rekan-rekan Departemen Teknik Kimia 2015 yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis.
Penulis berharap, para pembaca dapat mendapatkan manfaat yang baik dari dalam karya
tulis ini. Penulis juga mohon maaf bila terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya, karena
keterbatasan waktu, tempat dan sumber informasi yang ada. Kami sebagai penulis pun juga
sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu kemajuan kami. Semoga kami,
sebagai penulis dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2


DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK............................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................4
2

BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................................5


BAB III. PENUTUP.....................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................37

DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK


Gambar 1. Instrumentasi pada Metode AAS............................................................................11
Tabel 1. Hasil Pengamatan Absorbansi Larutan Campuran C(II) dan Cr(III).....................17
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Konsentrasi dan %Transmitansi
pada Panjang Gelombang Maksimum......................................................................................17
Tabel 2. Karakteristik Biodiesel.................................................................................................20
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Konsentrasi dan %Transmitansi
pada Panjang Gelombang Maksimum......................................................................................18
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel.........................................................................17
Gambar 4. Reaksi Kimia Pembentukan Biodiesel....................................................................22
Gambar 5. Vibrasi Stretching.....................................................................................................27
Gambar 6. Cara Kerja Instrumen Spektroskopi Molekular...................................................30
Gambar 7. Spektrum IR Etil Etanoat........................................................................................33

BAB I
PENDAHULUAN
Bagi wanita kecantikan merupakan hal yang sangat penting. Berbagai macam cara
dilakukan oleh para wanita untuk dapat membuatnya terlihat lebih menarik. Salah satunya
dengan penggunaan beragam kosmetik seperti krim pemutih wajah. Namun, ternyata masih
banyak krim pemutih wajah yang diproduksi tanpa memikirkan kesehatan penggunanya. Di
Indonesia sendiri, krim pemutih memiliki kandungan berbahaya salah satunya merkuri. Banyak
pihak yang sudah melakukan penelitian untuk menganalisis kandungan merkuri dalam krim
pemutih wajah. Dalam menganalisis kandungan merkuri pada suatu produk, dapat dilakukan
melalui metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy).
Selain penggunaan zat berbahaya pada kosmetik, cukup banyak pula terjadi penggunaan
zat aditif berbahaya pada makanan oleh para pedagang tanpa memikirkan dampaknya terhadap
masyarakat. Salah satunya adalah penggunaan zat aditif berupa formalin pada bakso. Maka dari
itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kandungan formalin pada bakso yaitu dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Di Indonesia sendiri memang sering terjadi penyalahgunaan zat-zat yang berbahaya yang
sebenarnya sangat tidak baik dikonsumsi oelh tubuh. Namun, perkembangan yang baik di
Indonesia adalah sedang pemanfaatan produksi kelapa sawit berlebih untuk membuat bahan
bakar alternatif, seperti biodiesel. Biodiesel atau methyl ester merupakan bahan bakar dari
minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Biodiesel dapat digunakan
baik secara murni maupun dicampur dengan peteodiesel. Penggunaan biodiesel sebagai sumber
energi semakin menuntut untuk direalisasikan sebab selain merupakan solusi kelangkaan energi
fosil pada masa mendatang, biodiesel juga dapat diperbaharui, dapat terurai, memiliki sifat
pelumasan, dan mampu mengurangi emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel
sendiri dapat dianalisis menggunakan spektroskopi inframerah.
Spektroskopi AAS, UV-Vis, dan Inframerah umumnya digunakan dalam kimia fisika dan
kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau
yang diserap. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi baik atom maupun molekul.

BAB II
PEMBAHASAN

TOPIK 1
1. Mengapa merkuri banyak digunakan dalam kosmetik?
Jawab :
Merkuri memang tidak diperbolehkan digunakan untuk bahan pembuatan krim wajah,
termasuk krim pemutih. Akan tetapi, merkuri diperbolehkan BPOM untuk pembuatan kosmetik
pada produk tata rias mata dan pembersih tata rias mata sebagai pengawet dalam kadar 0,007
persen. Selain digunakan sebagai produk kosmetik tersebut, akan dianggap sebagai
penyalahgunaan dan dilarang diedarkan.
Sebagai pemutih kulit, merkuri bekerja dengan mengatur produksi melanin dan
memudarkan noda-noda hitam pada kulit. Melanin sendiri terbentuk secara alami dan dibutuhkan
untuk mencegah kerusakan kulit akibat sengatan sinar UV penyebab kanker kulit. Jumlah
melanin menentukan kepadatan pigmentasi dan kegelapan kulit seseorang. Produk kosmetik
bermerkuri umumnya menjanjikan wajah putih dalam tempo singkat.
Merkuri dapat menghambat kerja enzim tirosinase yang berarti merusak sel melanosit
untuk memproduksi melanin. Merkuri bekerja dengan membendung dan menekan melanin di
lapisan dalam kulit, zat exfloating (zat pengelupasan untuk kulit) yang terkandung didalam
merkuri menyebabkan terjadinya pengelupasan kulit yang tidak wajar secara terus menerus
tanpa disertai pemberian nutrisi yang baik bagi sel , sehingga permukaan kulit tampak putih
pucat. Melanin yang terbendung ini akan jebol ketika pemakaian krim merkuri dihentikan,
akibatnya kulit wajah akan terlihat gelap (lebih gelap dari sebelum memakai krim merkuri) &
beberapa pengguna bahkan dipenuhi flek-flek hitam. Tetapi bila pemakaian krim merkuri
diteruskan hal ini dapat menyebabkan kanker kulit dikarenakan kulit tidak mendapat
perlindungan dari radiasi sinar matahari.
2. Mengapa hal ini mengkhawatirkan para aktivis di BPOM dan juga masyarakat pada
umumnya?
Jawab :
Penggunaan Merkuri sebagai bahan pemutih merupakan suatu masalah yang belum
terselesaikan. Meskipun dilarang, masih tetap saja dipasar-bebaskan sebagai bahan berkhasiat
dalam krim pemutih kulit. Merkuri inorganik dalam krim pemutih bisa menimbulkan keracunan
bila digunakan untuk waktu lama. Efek samping yang ditimbulkan dalam jangka pendek
pemakaian krim yang mengandung merkuri antara lain kulit terasa panas, perih, kemerahan dan
mengelupas. Dan efek yang ditimbulkan oleh mercuri dalam jangka panjang dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit bahkan kanker karena merkuri merupakan zat yang sebenarnya tidak
boleh ada dalam tubuh.
Penggunaan merkuri pada kosmetik walau tidak seburuk efek merkuri gugusan yang
tertelan (yang ditemukan dalam ikan yang tercemar dan termakan), tetap menimbulkan efek
buruk pada tubuh. Walaupun cuma dioleskan ke permukaan kulit, merkuri mudah diserap masuk
ke dalam darah, lalu memasuki sistem saraf tubuh.
Pemakaian kosmetik yang mengandung merkuri dapat mengakibatkan:
1. Dapat memperlambat pertumbuhan janin
5

2. Mengakibatkan keguguran (Kematian janin dan Mandul)


3. Flek hitam pada kulit akan memucat (seakan pudar) dan bila pemakaian dihentikan, flek
itu dapat / akan timbul lagi & bertambah parah (melebar).
4. Efek rebound yaitu memberikan respon berlawanan (kulit akan menjadi gelap/kusam saat
pemakaian kosmetik dihentikan).
5. Bagi Wajah yang tadinya bersih lambat laun akan timbul flek yang sangat parah (lebar).
6. Dapat mengakibatkan kanker kulit.
Hal ini tentunya menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, teutama kaum
wanita. Di saat mereka ingin memiliki kulit yang putih secara cepat, mereka ditakutkan akan
adanya kandungan merkuri dalam produk kosmetik yang beredar. Di sinilah peran BPOM,
sebagai pengawas beredarnya produk-produk berbahaya agar jangan sampai ada masyarakat
yang menjadi korbannya.
3. Bila Anda termasuk dalam tim independen yang meneliti kasus ini, dan anda
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) untuk menganalisis kandungan
merkuri, rancangan penelitian apa yang akan anda lakukan dalam metode AAS ini?
Jawab:
Prinsip Penentuan Konsentrasi Logam dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)
Prinsip penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh atom-atom
netral pada keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang menyebabkan tereksitasinya
elektron pada atom dalam berbagai tingkat energi.Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan kembali
ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk
radiasi pula.
Lebih jelasnya, apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu
sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam
yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari: Hukum
Lambert dan Hukum Beer. Hukum Lambert berbunyi apabila suatu sumber sinar monkromatik
melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Sedangkan hukum Beer berbunyi
intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi
spesi yang menyerap sinar tersebut. Sehingga apabila digabungkan akan didapatkan persamaan
sebagai berikut:
I
I
A=log 10 0 log 10 0 = l c
I
I
Dimana IO adalah intensitas sumber sinar, I adalah intensitas sinar yang diteruskan, adalah
absortivitas molar ( satuan c dalam Molar), l adalah panjang medium / panjangnya jalan sinar,
kemudian c adalah konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar dan A adalah absorbansi.
Sehingga dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom. Sehingga nantinya dapat ditentukan konsentrasi atau kadar suatu atom
yang kita analisis dengan diketahui nilai absorbansi cahaya pada atom tersebut.
6

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom. Namun, hubungan linier antara absorbansi terhadap konsentrasi pada
hukum Lambert-Beer hanya akan dipenuhi untuk larutan dengan konsentrasi sangat encer dan
sinar yang digunakan harus benar-benar bersifat monokromatis.
Instrumen
Instrumen yang digunakan untuk analisis dengan teknik analisis AAS adalah sebagai
berikut: Sumber Cahaya (Hollow Chatode Lamp), Sumber Panas, Monokromater dan Sistem
Optik, Detektor dan Meter Bacaan.
Atomisasi Sampel
Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan
berikut ini:

Penguapan pelarut sehingga terbentuk partikel padat yang halus.


MX(l)
MX(s)
kabut halus
partikel halus
Partikel garam dalam suhu tinggi menjadi uap garam (sublimasi).
MX(s)
MX(g)
partikel halus
gas

Disosiasi molekul uap garam menjadi atom-atom netral.


MX(g)
Mo + Xo
gas
atom-atom netral
Larutan yang berisi logam yang akan dianalisis sebelumnya dinebulasi dengan
mengalirkan larutan ke pipa kapiler, kemudian diubah menjadi kabut-kabut halus (aerosol)
dengan menggunakan nebulizer. Kemudian baru diproses seperti pada langkah-langkah di atas.
Metode Analisis
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik
tersebut adalah adisi standar, adisi sampel dan metode kalibrasi. Selanjutnya rancangan
penelitian yang penulis ajukan adalah dengan menngunakan metode adisi standar, hal ini
dikarenakan alasan berikut yang akan dijelaskan secara lebih mendalam
Metode adisi standar ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan
yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam
metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar.
Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur
absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan diencerkan
seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax=k .Ck
AT =k (Cs+Cx)
di mana :
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
7

AT = absorbansi zat sampel + zat standar


Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}. Konsentrasi
zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika
dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus
yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx=Cs x { Ax/(0 Ax)}
Cx=Cs x ( Ax / Ax)
Cx=Cs x (1)
Cx=Cs

Dengan mengaplikasikan prinsip dan metode kerja, AAS dapat digunakan untuk
menganalisisis logamlogam dari suatu perairan dan menjelaskan keberadaannya dengan
menganalisis satu spektrum garis atau panjang gelombang yang tercatat pada alat pencatat
panjang gelombang. Dari alat pencatat itu, data panjang gelombang yang didapatkan akan
disesuaikan dengan data literatur yang ada setelah disesuaikan kita akan mengetahui kandungan
logam yang terdapat pada larutan sampel itu.
4. Teknik penggambilan data analisis apa yang akan anda lakukan dengan metode AAS
ini?
Jawab :
Ada tiga teknik penggambilan data analisis yang dapat dilakukan dengan metode Atomic
Absorption Spectroscopy.
1. Adisi Standar
Analisis adisi standar termasuk ke dalam 3 teknik penggambilan data analisis dengan
metode AAS. Pada metode analisis standar adisi ini dipakai dengan secara luas, hal ini
dikarenakan Analisis adisi standar mampu meminimalkan kesalahan-kesalahan yang terjadi
akibat perbedaan kondisi lingkungan. Didalam metode ini dua atau mungkin lebih sejumlah
volume tertentu dari sampel akan dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutannya akan di
encerkan hingga mencapai volume tertentu lalu setelah itu larutan yang lain sebelum diukur
absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu, dan
setelah itu diencerkan seperti larutan yang pertama.
Teknik ini pun biasanya digunakan pada instrumentasi analisis untuk mencari nilai
konsentrasi substansi (analit) yang berada didalam sampel yang tidak diketahui dengan
perbandingan untuk susunan sampel yang sebelumnya telah diketahui konsentrasinya. Jika
perbandingan respon atau konsentrasi antara sampel dan juga larutan standar tidak sama,
contohnya jika disebabkan oleh matrik atau komposisi yang berbeda antara sampel dan juga
standar.
Dengan memakai analisis adisi standar sejumlah suatu sampel ditambahkan kedalam
larutan standar (konsentrasinya telah diketahui dengan pasti) dan dengan volume yang
bervariasi pula. Lalu setelah itu diencerkan hingga mencapai volume yang sama. Dengan
8

demikian maka baik matrik sampel atau matrik standar menjadi sama. Akan tetapi ada juga
perbedaannya yaitu konsentrasi standar yang ditambahkan pada sampel.
2. Adisi Sampel.
Adisi sampel hampir sama dengan adisi standar akan tetapi yang membedakannya
adalah pada sejumlah kecil volume pada sampel. Pengukuran pada adisi sampel dibuat pada
kekuatan ion standar dan slop elektroda yang dihasilkan lebih sesuai dibanding adisi standar.
Baik digunakan pada saat jumlah sampel hanya sedikit, atau untuk sampel dengan
konsentrasi yang besar, atau juga yang memiliki matriks kompleks.
3. Kalibrasi
Kalibrasi merupakan suatu proses verifikasi bahwa suatu akurasi alat ukur sama atau
sesuai dengan rancangannya. Kalibrasi pun biasa dilakukan dengan cara membandingkan
suatu standar yang terhubung dengan standar nasional ataupun internasional dan bahan-bahan
acuan tersertifikasi.
Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi pun termasuk kedalam 3 teknik dalam penggambilan data analisis
dengan menggunakan metode AAS. Metode dari kurva kalibrasi ini dibuat suatu seri larutan
standar dengan berbagai konsentrasi dan juga absorbansi dari larutan tersebut lalu setelah itu
dilakukan pengukuran. Langkah selanjutnya setelah itu adalah membuat suatu grafik antara
konsentrasi (C) dengan absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus melalui titik nol
dengan slope = .b atau slope = a.b. Lalu konsentrasi dari larutan sampel pun diukur dan juga
diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi dan setelah itu dimasukan kedalam persamaan garis
lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regrensi linear pada kurva kalibrasi.
Ada 2 keadaan yang dapat menyebabkan ketidakakuratan jika menggunakan kurva
kalibrasi, yaitu :
1. Perbandingan respon atau konsentrasi dapat berubah, hal ini dikarenakan ada faktorfaktor yang berada didalam sampel, akan tetapi faktor tersebut tidak ada didalam larutan
standar (Misalnya adalah pada perubahan PH, kekuatan ion, viskositas, gangguan kimia,
kekeruhan dan juga yang lainnya). Faktor-faktor tersebut akan mengubah kemiringan
atau yang biasa disebut dengan slope kurva kalibrasi
2. Faktor-faktor yang terlihat ataupun tampak pada alat pendeteksi misalnya adalah warna
atau kekeruhan sampel yang menyerap ataupun menghamburkan cahaya pada panjang
gelombang pengukuran. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap slope kurva kalibrasi.
5. Bila pihak lain meragukan kecanggihan AAS yang Anda gunakan, bagaimana
meyakinkan pihak tersebut? Jelaskan lebih rinci karena orang yang Anda hadapi tidak
tahu sama sekali mengenai metode AAS ini!
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode
analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan
absorbsi radiasi oleh atom bebas dan merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur.
Pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya
9

analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat
matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom
hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS
terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik.
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis ini karena sebelum pengukuran
tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu
unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan
tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.
Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari
elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang
telah teratomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi dan radiasi yang
berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya
mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel.
Jika atom dari suatu unsur pada keadaan dasar dikenai radiasi, maka atom tersebut akan
menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih
tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat
gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi
dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar
yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang
gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut.

Gambar 1. Instrumentasi pada metode AAS


(Anonim, 2011)
Instrumen yang digunakan pada metode AAS merupakan spektrofotometer yang terdiri
dari beberapa komponen dasar yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan pada teknik AAS berupa sumber cahaya.
1. Hollow-Cathode Lamps (HCL)
Pada HCL terdapat dua buah elektroda, yaitu anoda tungsten dan katoda
berbentuk silinder yang terbuat dari logam yang sama dengan logam analit. Katoda
10

tersusun lebih dari satu logam, sehingga dapat digunakan untuk bermacam analit. Kedua
elektroda disegel dalam tabung kaca yang diisi dengan gas mulia, seperti Ar atau Ne pada
tekanan antara 1-5 torr. Jika potensial yang diberikan cukup besar, ion gas mulia mampu
melepas ion logam dari katoda dan menghasilkan awan atomik. Proses ini dinamakan
dengan sputtering. Ion logam yang mengalami sputtering dalam keadaan eksitasi dan
menghasilkan panjang gelombang tertentu ketika kembali ke keadaan dasar. Gambar di
bawah menunjukkan skema sederhana komponen-komponen pada Hollow-Cathode
Lamps.
2. Electrodeless-Discharge Lamps (EDL)
EDL, seperti HCL, tersusun atas sejumlah kecil logam analit yang disegel dalam
sebuah tabung yang berisi gas mulia pada tekanan rendah. Perbedaannya adalah EDL
tidak menggunakan elektroda sebagai media untuk mengionisasi gas mulia, melainkan
dengan frekuensi gelombang radio atau radiasi microwave.
b. Unit Atomisasi (Atomizer)
1. Flame Atomizer
Atomisasi dengan flame melibatkan nebulizer yang mengubah larutan sampel
menjadi aerosol untuk diumpan ke pembakar. Prinsip kerja nebulizer yaitu larutan sampel
disedot melalui pipa kapiler dengan aliran gas pada tekanan tinggi, sehingga cairan
berubah menjadi aerosol. Pada flame atomizer sampel yang berbentuk aerosol dicampur
dengan bahan bakar (fuel) dan oksidan. Bahan bakar berfungsi untuk menghasilkan nyala
api. Tiap unsur memiliki kombinasi oksidan dan bahan bakar yang spesifik untuk
mendapatkan hasil yang paling sensitif.
Campuran bahan bakar, oksidan, dan aerosol mengalami penguapan ketika
dibakar dan uap yang terbentuk membentuk atom bebas apabila dipanaskan hingga
temperatur tertentu. Atom bebas yang dihasilkan ini kemudian akan mengabsorpsi
cahaya. Temperatur yang dibutuhkan untuk menghasilkan uap dipengaruhi oleh
kombinasi antara fuel dan oksidan.
2. Electrothermal Atomizer (ETA)
Pada metoda ini, nyala api diganti dengan tabung grafit kecil yang dipanaskan
secara elektrik untuk mengatomisasi sampel (berupa padatan). Unit atomisasi seperti ini
disebut sebagai tungku grafit (graphite furnace). Larutan sampel yang digunakan
dimasukkan ke dalam tabung grafit dan akan menguap pada temperatur tertentu. Dengan
penambahan temperatur, uap dari larutan sampel akan berubah menjadi atom yang akan
mengabsorpsi cahaya yang keluar dari sumber radiasi.
c. Monokromator
Monokromator adalah perangkat yang digunakan untuk memisahkan radiasi yang
dipancarkan atom dari berbagai elemen menjadi panjang gelombang elemen penyusunnya.
Pada jalan masuk monokromator, terdapat alat optik yang digunakan untuk mengumpulkan
radiasi yang berasal dari analytical beam dan reference beam. Berkas radiasi selanjutnya
disejajarkan oleh collimator dan selanjutnya dikeluarkan dari monokromator menuju
11

fotodetektor. Karena sebagai pemilah gelombang yang diteruskan menuju detektor,


monokromator disebut sebagai wavelength selector.
d. Fotodetektor
Fotodetektor digunakan untuk menentukan intensitas proton yang terdapat pada garis
analitik yang diteruskan monokromator. Fotodetektor yang biasa digunakan pada teknik
analisis AAS adalah Photo Multiplier Tubes (PMT). Prinsip kerja detektor adalah
mengonversi sinyal energi radian menjadi sinyal elektrik. Pengukuran sinyal energi radian
terjadi saat cahaya yang dikeluarkan HCL diabsorpsi oleh atom analit yang terdapat pada unit
atomisasi. Sinyal elektrik kemudian diteruskan ke mesin pengolah data untuk kemudian
diolah dan didapat konsentrasi logam yang terdapat dalam larutan sampel.
Dari sampel yang telah dispektroskopi, diperoleh data absorbansi atau transmitansi.
Data ini merupakan hasil perbandingan intensitas radiasi yang masuk dengan intensitas
radiasi yang keluar dari sampel. Namun dalam pengolahannya digunakan absorbansi. Jika
transmitansi diubah ke dalam absorbansi digunakan persamaan.
A=log 10 T
Metode analisis dengan menggunakan AAS memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan metode lainnya. Metode AAS bersifat spesifik. Batas kadar penentuan
dari alat AAS yang begitu luas (dari part per million (ppm) sampai dengan persen,%) tentu
akan membuat tingkat selektivitas dan sensitivitas analisis logam menjadi lebih tinggi.
Tingkat akurasi pada AAS tinggi karena bebas gangguan, dengan kesalahan relatif sekitar 12%. Sementara pada AES besar penyimpangan tinggi sekitar 2-50% dan pada AFS tingkat
akurasi tinggi apabila digunakan untuk menganalisis senyawa organik dengan konsentrasi
yang rendah. Limit deteksi pada AAS tergolong baik karena getaran transisi jarang terjadi
dan monokromator menghasilkan radiasi dengan lebar panjang gelombang yang kecil. Hal ini
membuat banyak logam dapat dideteksi dengan baik oleh metoda AAS. Sementara pada AES
terjadinya getaran transisi ditutupi oleh transisi elektronik yang menyebabkan ruang garis
yang belum sepenuhnya terbaca oleh spektrometer menjadi tertutup, sehingga limit
deteksinya kurang akurat. AFS dapat mendeteksi suatu absorban hingga konsentrasi 10 -9 M,
namun keakuratan ini hanya berlaku pada sampel dengan konsentrasi logam yang kecil.
Apabila konsentrasi logam dalam sampel besar, akan terjadi nilai penyimpangan yang besar.
TOPIK 2
1. Mengapa banyak pedagang bakso yang menggunakan bahan-bahan aditif tersebut
(formalin) untuk produk makanan mereka? Dapatkan anda menjelaskan efek bahaya dari
penggunaan formalin dan fosfat dalam makanan bakso bagi kesehatan?
Jawab :
Zat aditif merupakan bahan yang ditambahankan ke dalam makanan baik pada saat
memproses, mengolah, mengemas, ataupun dalam proses penyimpanan. Penambahan zat aditif
berfungsi untuk meningkatkan atau memperbaiki cita rasa, penampakan, tekstur, flavor, serta
agar tahan lebih lama saat disimpan.
12

Banyak pedagang bakso yang masih awam akan bahaya penambahan zat-zat aditif pada
dagangan mereka. Jadi penambahan zat aditif ini tidak sepenuhnya karena kemauan mereka.
Penambahan bahan aditif pada makanan ini, berujuan untuk:
1. Mempertahankan nilai gizi makanan karena selama proses pengolahan makanan, ada zat
gizi yang rusak atau hilang.
2. Agar bakso terlihat lebih menarik
3. Agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga
4. Makanan tetap awet dan tahan lama saat disimpan
Efek bahaya dari penggunaan kedua zat aditif (fosfat dan formalin) ini bagi kesehatan
manusia tentunya sangatlah beragam, yaitu:
1. Akut, yakni efek pada kesehatan manusia langsung dapat terlihat, seperti iritasi, alergi,
kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing.
2. Kronik, yakni efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu
yang lama dan berulang. Efek yang terlihat berupa iritasi yang kemungkin parah, mata
berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, menstruasi
dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga
bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). Mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi
akumulasi formalin dalam tubuh.
3. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian formalin pada makanan dapat
menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar
menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi
susunan saraf, atau gangguan peredaran darah.
4. Jika dikonsumsi manusia, formalin bisa menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan,
mengganggu fungsi hati, ginjal, dan sistem reproduksi.
5. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejangkejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir
dengan kematian.
6. Formalin atau larutan formaldehida (HCHO) yang biasanya untuk bahan pengawet
mayat, penggunaannya pada makanan dalam dosis tinggi akan menyebabkan iritasi
lambung, menyebabkan kanker, gagal ginjal, lever, limpa dan merusak jaringan tubuh.
2. Bila anda termasuk dalam anggota tim yang meneliti tentang kadar formalin dalam
daging bakso dan anda menggunakan spektrofotometri UV-Vis, rancangan penelitian apa
yang akan anda lakukan?
Jawab :
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai
sumber radiasi elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan
memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi UV jauh (100-190 nm) tidak digunakan, sebab
pada daerah radiasi tersebut diabsorpsi oleh udara.
Spektrofotometri UV-VIS termasuk salah satu metode analisis instrumental yang
frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis. Spektrofotometri UV-Vis
13

melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UVVis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan
spektrofotometri visible karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa
yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2012). Beberapa tahapan yang harus diperhatikan
meliputi:
1. Pembentukan
molekul
yang
dapat
menyerap
sinar
UV-Vis
Hal ini diperlukan bila senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut.
Senyawa harus diubah atau direaksikan dengan pereaksi tertentu dengan syarat
reaksinya selektif dan sensitive, reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel, serta
hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama. Keselektifan dapat dinaikkan
dengan mengatur pH, pemakaian masking agent, atau penggunaan teknik ekstraksi
(Gandjar dan Rohman, 2012).
2. Waktu operasional
Cara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna.
Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil (Gandjar dan
Rohman, 2012).
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Alasan digunakannya panjang
gelombang maksimal adalah pada panjang gelombang ini kepekaannya maksimal,
bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan
terpenuhi, serta juka dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan
oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan sangat kecil (Gandjar dan Rohman,
2012).
4. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian
dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x).
Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva baku berupa garis lurus (Gandjar
dan Rohman, 2012).
5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau
15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan
bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik)
(Gandjar dan Rohman, 2012).

14

Adanya ikatan rangkap terkonjugasi, gugus kromofor, dan gugus auksokrom merupakan
persyaratan sutu senyawa agar dapat dianalisis menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis.
Formalin tidak dapat dianalisis menggunakan spektorofotometri UV-Vis secara langsung karena
tidak memiliki gugus-gugus tersebut diatas, oleh karena itu pada aplikasinya ditambahkan
pereaksi (Mulya & Suharman, 1995), seperti pereaksi asam kromotropat sebagai pembentuk
warna ungu bila bereaksi dengan formalin. Sebelum dilakukan uji validasi, terlebih dahulu
diperlukan optimasi untuk mendapatkan kondisi optimal dimana optimasi merupakan langkah
awal sebelum melakukan penilitian (Sudjarwo, 2001). Optimasi pada penilitian ini meliputi
pemilihan panjang gelombang maksimum, penambahan larutan kromotropat, penambahan asam
sulfat sulfat pekat, kestabilan warna, serta konfirmasi kondisi optimal.
Selain ini perlu dihindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengjian
formalin dengan spektrofotometer. Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam
analisis menggunakan spektrofotometer adalah:
a. Serapan oleh pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik selain
komponen yang akan dianalisis.
b. Serapan oleh kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan dengan
kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu
saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis,
ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel (Tahir, 2008) .
c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat
tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari
alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan). Sama seperti pHmeter, untuk
mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka perlu dilakukan kalibrasi.
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan membantu
pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi (Tahir, 2008).
3. Bagaimana anda melakukan analisis kuantitatif suatu senyawa dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis? Berikan suatu contoh pengolahan data spektroskopi UVVis untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam cuplikan?
Jawab:
Tahap tahap pelaksanaan Analisis :
Secara garis besar pelaksanaan penetapan konsentrasi secara spektroskopi UV-Vis dapat
dibedakan menjadi tiga aspek :
1. Pewarnaan
Sampel yang diukur harus berwarna dan jika tidak berwarna, maka zat harus
dibuat menjadi berwarna karena hanya zat berwarna yang dapat diserap oleh sinar
tampak. Makin intensif warna suatu larutan, maka makin besar absorbansinya.
2. Pemilihan panjang gelombang

15

Panjang gelombang ideal yang dipilih untuk suatu pengukuran adalah panjang
gelombang pada puncak kurva absorbs, dimana pada panjang gelombang wilayah yang
sempit tersebut nilai transmisi tidak berubah dengan cepat dengaan perubahan panjang
gelombang. Hal ini disebabkan karena spektrofotometer tidak dapat mengisolasi satu
panjang gelombang, tetapi hanya isolasi satu wilayah panjang gelombang. Walaupun
demikian bila wilayah yang diisolasi cukup sempit dan terabsorbsi oleh material pada
tingkat yang hampir sama, maka keadaannya mendekati satu panjang gelombang
maksimal agar pengukuran sinar yang diteruskan memiliki tingkat sensitivitas yang
tinggi.
3. Pencarian konsentrasi yang sesuai
Pengukuran paling baik adalah %T antara 15-65% atau kira-kira 36,8%. Untuk
itu, maka larutan perlu diencerkan sampai mendapatkan %T yang sesuai.
Berikut adalah contoh pengolahan data spektroskopi UV-Vis untuk menentukan konsentrasi
suatu senyawa dalam cuplikan:
Suatu mahasiswa ingin menentukan konsentrasi suatu larutan campuran Co(II) dan Cr(III)
dengan cara mencampurkan 10 ml 0.05 M Cr(III) dan 10 ml 0,188 M Co(II). Setelah dimasukan
ke dalam alat spektroskopi sinar tampak ternyata didapatkan data berupa :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Absorbansi larutan campuran Co(II) dan Cr(III)
Absorbansi
Standar
Sampel
425 nm
0,325
0,455
450 nm
0,287
0,334
475 nm
0,303
0,278
500 nm
0,367
0,342
525 nm
0,443
0,454
550 nm
0,387
0,466
575 nm
0,355
0,450
600 nm
0,275
0,394
625 nm
0,191
0,253
650 nm
0,105
0,132
675 nm
0,058
0,064
Pada percobaan ini konsentrasi Co dalam keadaan standar adalah 0,0752 M dan
konsentrasi Cr(III) dalam standar adalah 0,02 M.
Panjang Gelombang

1. Grafik Hubungan konsentrasi dan %T Cr (III) pada lamda 500 nm

16

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Konsentrasi dan %Transmitansi pada Panjang


Gelombang Maksimum

17

2. Grafik hubungan konsentrasi dengan %T Co(II) pada lamda 500 nm

Gambar 3.
Grafik Hubungan
antara Konsentrasi dan %Transmitansi pada Panjang Gelombang Maksimum
3. Pengolahan Data
Berdasarkan grafik hubungan konsentrasi dengan %T untuk senyawa Co(II)
pada lamda 500 nm didapatkan persamaan grafik :
y = -492,9x + 96,24
y menyatakan %T atau (-log T x 100) dan (-log T x 100) sendiri menyatakan A
(absorbansi)
x menyatakan konsentrasi
Dari grafik dapat dilihat bahwa gradien grafik ialah -492,9. Gradien grafik
sendiri menyatakan besar K, sehingga besar K untuk Co(II) ialah 432,9

Berdasarka grafik hubungan konsentrasi dengan %T untuk senyawa Cr(III) pada


lamda 500 nm didapatkan persamaan grafiknya :
y = 217,4x + 99,87
Dari persamaan ini, didapatkan besar gradiennya sebesar -217,4, sehingga besar
K untuk Cr(III) adalah 217,4.

Dari hasil percobaan, didapatkan absorbansi pada lamda 550 nm untuk larutan
sampel adalah 46,6%. Dari data ini, kita dapat menentukan konsentrasi Co(II)
dan Cr(III) dengan cara berikut :
- Senyawa Co (II) :
A=KxC
(1)
46,6 = 492,9 x C
18

C = 0,0945 M
(2)
-

Senyawa Cr (III) :
A=KxC
46,6 = 217,4 x C
C = 0,214
(3)

4. Bagaimana anda meyakinkan teman-teman dalam tim bahwa penggunaan


spektrofotometer UV-Vis dalam menentukan kadar formalin ini sudah tepat? Jelaskan
lebih rinci mengenai metode ini.
Jawab :
Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-400
nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya UV atau cahaya
tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan
dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang
gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron.
Spektrofotometri UV Vis umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan ausokrom dari suatu
senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu
senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer.
Spektrofotometri UV Vis dapat digunakan untuk mendeteksi kadar formalin yang terdapat
dalam bakso dengan cara, mereaksikan reagen asam kroromotropat dengan formalin membentuk
senyawa kompleks berwarna ungu dalam suasana asam, senyawa ungu tersebut jika diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis akan memberikan serapan maksimum pada
panjang gelombang 567 nm. Pada percobaan ini, LOD (Limit of Detection) sebesar 0,0063 ppm
dan LOQ (Limit of Quantitation) sebersar 0,0192 ppm. Hal ini berarti bahwa untuk penetapan
kadar formalin dengan metode spektrofotometer, kadar yang dapat ditentukan secara kuantitatif
dengan kepekaan dan ketelitian tinggi adalah lebih besar atau sama dengan 0,0192 ppm. Pada
percobaan ini didapatkan hasil uji akurasi sebesar 79,78% dan menurut EU Guidance Document
on Residue analytical method, persyaratan % perolehan kembali untuk cemaran dalam makanan
adalah 70-110%. Jika dibandingkan antara akurasi yang diperoleh dengan akurasi persyaratan
dari literatur, maka akurasi pada penelitan menggunakan spektrofotometer UV-Vis ini
memenuhi persyaratan akurasi residu dalam makanan.
TOPIK 3
Enam Isu Penting Biodiesel
19

Biodiesel adalah bahan bakar cair yang diperoleh dengan proses kimia untuk memperoleh
monoalkil ester dari minyak tumbuhan ataupun minyak hewan dengan alkohol yang bisa
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, baik murni ataupun dicampur dengan diesel.
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang sangat ramah lingkungan. Jika dibandingkan
dengan diesel, biodiesel menghasilkan sampai 75% lebih sedikit emisi CO2 . Dalam
kebanyakan kasus biodiesel tidak digunakan dalam bentuk murni (B100) melainkan dicampur
dengan diesel standar karena biodiesel pada suhu rendah dapat mengkristal.
Tabel 2. Karakteristik Biodiesel
Karakteristik Biodiesel
Specific Gravity

0.88

Viskositas kinematik pada 40C

4.0 to 6.0

Bilangan Setana (Cetane Number) 48 to 65


Higher heating value (Btu/gal)

127,960

Lower heating value (Btu/gal)

119,550

Densitas (lb/gal) pada 15.5C

7.3

Karbon (wt%)

77

Hidrogen (wt%)

12

Oksigen (wt%)

11

Titik didih (C)

315-350

Titik nyala (C)

100-170

Sulfur (wt%)

0.0 to 0.0015

Titik embun, C

-3 to 15

Pour point, C

-5 to 10

Sumber : http://www.afdc.energy.gov/fuels/biodiesel_basics.html
20

1.

Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


Bahan baku untuk produksi biodiesel adalah minyak nabati atau minyak hewani dan
alkohol rantai pendek. Minyak yang didapatkan umumnya berasal dari Rapeseed (kanola),
minyak kedelai, minyak sawit, bunga matahari, flax, dan mikroalga.
a. Rapeseed (Kanola)
Rapseed (kanola) dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Eropa. Kanola
memiliki angka setana dibawah biodiesel sumber minyak sawit.
b. Minyak Kedelai
Minyak kedelai adalah bahan baku biodiesel yang dikembangkan di Amerika
Serikat. Kedelai kaya akan protein, sehingga kandungan lemaknya hanya sekitr 18%.
Produksi minyak kedelai untuk biodiesel menghasilkan produk sampingan yang
bermanfaat, yaitu gliserin, tepung (kaya akan kandungan lesitin), dan kedelai olahan
untuk stok makanan.
c. Minyak Sawit
Minyak sawit adalah bahan baku biodiesel yang dimanfaatkan oleh negara-negara
di Asia dan Amerika Tengah. Untuk di Indonesia sendiri, pemanfaatan minyak sawit
didasarkan atas melimpahnya produksi kelapa sawit namun harganya menjadi murah
ketika hasilnya melimpah, membuat petani kelapa sawit menjadi rugi. Pemerintahpun
memanfaatkan kelebihan kelapa sawit ini untuk membuat alternatif produk, yaitu
biodiesel.
Kandungan asam lemak jenuh (r = 0) dan tidak jenuh (r>0) dapat digunakan untuk
memperkirakan besarnya angka setana yang dimiliki tiap jenis asam lemak. Asam
lemak dari sawit memiliki Asam lemak jenuh yang lebih tinggi sehingga dapat
diperkirakan memiliki bilangan/angka setana yang lebih tinggi.
d. Bunga Matahari
Bunga matahari dapat diekstrak kandungannya untuk bahan makanan karena kaya
akan nutrisi. Namun, kandungan asam linoleatnya termasuk sedikit.
e. Mikroalga
Kandungan minyak dalam mikroalga berkisar 20 sampai 50%, dan ada beberapa
spesies yang mengandung minyak lebih dari 70%.
Setelah mendapatkan minyak, kandungan yang ingin kita ambil adalah
monoalkil ester. Monoalkil ester yang umumnya digunakan adalah metil ester.
Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal adalah :
1. Metil stearat, C17 H 35 COOC H 3 [n = 18 ; r = 0]
2. Metil palmitat, C15 H 31 COOC H 3 [n = 16 ; r = 0]
3. Metil laurat, C11 H 23 COOC H 3 [n = 12 ; r = 0]
4. Metil oleat, C17 H 33 COOC H 3 [n = 18 ; r = 1]
5. Metil linoleat, C17 H 31 COOC H 3 [n = 18 ; r = 2]
6. Metil linolenat, C17 H 29 COOC H 3 [n = 18 ; r = 3]
21

Kelebihan metil ester asam lemak dibanding asam-asam lemak lainnya :


1. Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.
2. Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik
didihnya lebih rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih rendah
daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.
Untuk alkohol rantai pendek, yang paling sering digunakan adalah metanol,
meskipun etanol juga bisa digunakan. Metanol digunakan karena harganya murah dan
mudah didapatkan (Zhang et al.,2003). Penggunaan metanol memudahkan untuk
destabilisasi emulsi yang terbentuk ketika produksi biodiesel. Penggunaan etanol
dapat membuat stabilitas emulsi menjadi lebih kuat sehingga proses separasi dan
purifikasi menjadi sulit.
2. Proses Pembuatan Biodiesel
Produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati dengan
metanol ataupun esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati dengan
metanol. Reaksi kimia yang terjadi dalam pembuatan biodiesel adalah:

Gambar 4. Reaksi Kimia Pembentukan Biodiesel. Sumber:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1362/1/kimia-bode.pdf
Untuk mendorong reaksi ke arah kanan, perlu digunakan banyak alkohol atau memindahkan
salah satu produk dari campuran reaksi (Swern, 1982). Tujuan dari transesterifikasi adalah untuk
memecah dan menghilangkan gliserida, serta menurunkan boiling, pour, flash point, dan
viskositas minyak (Mittelbach, 1996).
Secara umum, pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut :
1. Katalis dan stearin dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian dialirkan metanol hasil
destilasi ke bagian bawah reaktor. Katalis yang umum digunakan adalah natrium
hidroksida (kaustik soda). Campuran bereaksi pada temperatur 150F selama 1
sampai 8 jam dengan pengadukan yang kuat. Katalis yang ditambahkan harus cukup
untuk mengkatalis reaksi dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas.
2. Jika kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi (lebih dari 0,5 % - 1 %), atau jika
terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk
22

3.

4.

5.

6.

emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi.
Karena itu minyak yang digunakan harus diolah sedemikian rupa untuk membuang
asam lemak bebas dan semua laju umpan masuk dijaga agar bebas air.
Biasanya dalam pembuatan biodiesel digunakan metanol berlebih supaya minyak
ataupun lemak yang digunakan terkonversi secara total membentuk ester. Kelebihan
metanol dapat dipisahkan dengan proses destilasi. Metanol yang diperoleh kembali
ini dapat digunakan lagi untuk proses pembuatan biodiesel selanjutnya. Pada tahap ini
juga perlu dijaga agar air tidak terakumulasi pada alur pengeluaran metanol.
Setelah reaksi selesai dan metanol telah dipisahkan, terbentuk dua produk utama,
yaitu gliserol dan metil ester. Karena adanya perbedaan densitas (gliserol 10 lbs/gal
dan metil ester 7,35 lbs/gal) maka keduanya dapat terpisah secara gravitasi. Gliserol
terbentuk pada lapisan bawah sementara metil ester pada lapisan atas.
Gliserol yang dihasilkan mengandung katalis yang tidak terpakai dan sabun.
Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam membentuk garam dan
dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor. Gliserol yang diperoleh biasanya
memiliki kemurnian sekitar 80 88 % dan dapat dijual sebagai gliserol kotor.
Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester dicuci dengan air hangat untuk
membuang residu katalis dan sabun, lalu dikeringkan dan dialirkan ke tempat
penyimpanan. Metil ester yang dihasilkan biasanya mempunyai kemurnian 98 % dan
siap dijual sebagai bahan bakar (biodiesel).

3. Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel


Jika dibandingkan dengan petrodiesel, biodiesel memiliki beberapa kelebihan
salah satunya adalah sangat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi CO2 75%
lebih sedikit jika dibandingkan dengan petrodiesel. Namun, tidak memungkiri kenyataan
bahwa biodiesel juga memiliki beberapa kekurangan. Berikut adalah tabel kelebihan dan
kekurangan biodiesel jika dibandingkan dengan petrodiesel.
Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel
Kelebihan biodiesel
Kekurangan biodiesel

23

Energi terbarukan yang ramah lingkungan.


Toksisitas rendah

Konsumsi lebih banyak karena kerja yang


dihasilkan tidak sebanyak bahan bakar diesel.
Mengandung emisi N O2 lebih banyak

Kontaminan emisi rendah (C O2 , polisiklik Titik beku lebih tinggi. Dapat mengkristal
aromatik, aldehid, dan bahan kontaminan saat suhu rendah.
lainnya)
Kurang stabil. Lama penyimpanan maksimal
Resiko penyakit rendah karena emisi 6 bulan.
penyebab karsinogenik sedikit.
Dapat melarutkan sedimen dan kontaminan di
Tidak mengandung sulfur dioksida (S O2 ) tangki penyimpanan dan jalur produksi yang
akan menyebabkan kerusakan pada katup Flash point tinggi (min. 100 )
katup dan sistem injeksi.
Baik sebagai lubricant (pelumas).

4. Bilangan Setana (Cetane Number) pada Biodiesel


Bilangan Setana adalah ukuran kualitas penyalaan bahan bakar yang
mengindikasikan kesiapan bahan bakar mesin diesel untuk menyala secara spontan pada
kondisi temperatur dan tekanan tertentu di ruang bakar. Semakin tinggi bilangan setana,
waktu penundaan antara injeksi dan penyalaan semakin pendek dan kualitas penyalaan
semakin baik. Pada kenyataannya, penggunaan bahan bakar diesel yang memiliki nilai
bilangan setana yang lebih besar dari kondisiyang dibutuhkan mesin tidak menambah
performasi mesin. Penggunaan bahan bakar diesel yangtepat adalah bahan bakar diesel
yang memiliki nilai bilangan setara yang sesuai denganspesifikasi mesin.
Bilangan setana atau CN (Cetane Number) adalah ukuran yang menunjukkan
kualitas dari bahan bakar untuk diesel, Dalam mesin diesel angka bahan bakar setana
yang lebih tinggi akan memiliki periode pengapian lebih pendek daripada bahan bakar
setana bernilai rendah. Singkatnya, semakin tinggi bilangan setana akan lebih mudah bagi
bahan bakar untuk terbakar dalam kompresi. Dengan bahan bakar yang mudah terbakar
maka akan mengurangi ketukan dari mesin diesel, sehingga mesin akan lebih halus. Oleh
karena itu bahan bakar yang lebih tinggi setana biasanya menyebabkan mesin untuk
berjalan lebih lancar dan tenang . Hal ini berbeda bila bilangan setana lebih rendah maka
akan terjadi delay sehingga menambah ketukan pada proses pembakaran. Bilangan setana
tidak bisa disamakan dengan nilai oktan pada bahan bakar bensin karena prinsipnya
sangat berbeda jauh.
Bilangan setana adalah angka dari 0 sampai 100 yang menunjukkan kualitas
pembakaran relatif solar. Angka ini merupakan salah satu dari sejumlah faktor terukur
24

yang menunjukkan karakteristik keseluruhan dan kualitas solar. Jika semisal bahan bakar
diesel terdiri dari cetane murni, maka bahan bakar ini akan memiliki angka 100 yang
berarti sangat mudah terbakar.
5. Pengaruh Bilangan Setana (Cetane Number) pada Biodiesel
Umumnya, semakin tinggi bilangan setana, semakin tinggi kualitas bahan bakar
solar. Bahan bakar diesel mengandung ratusan hidrokarbon yang berbeda, sedangkan
setana hanya mengandung satu. Bahan bakar harus menyala saat dikompresi dalam
silinder dan karena paling mudah menyala di dalam ruang pembakaran mesin diesel.
Setana dipilih sebagai standar untuk menggambarkan kemudahan pembakaran relatif
bahan bakar diesel.
Bilangan setana dari setiap bahan bakar diesel sebenarnya merupakan rata-rata
semua bilangan setana dari berbagai hidrokarbon yang ditemukan dalam bahan bakar itu.
Sifat mudah terbakar solar akan mempengaruhi kinerja mesin diesel. Bahan bakar dengan
bilangan setana rendah dapat menyebabkan mesin diesel berjalam lamban dan memiliki
emisi yang lebih tinggi akibat pembakaran yang tidak efisien. Bilangan setana rendah
juga membuat mesin sulit dinyalakan.
Sedangkan bahan bakar dengan bilangan setana tinggi menyala lebih cepat serta
melakukan proses pembakaran yang lebih efisien, yang pada gilirannya akan
meningkatkan tenaga mesin. Lazimnya, mesin diesel akan mencapai pembakaran efisien
saat menggunakan bahan bakar dengan bilangan setana sekitar 55.
Bilangan setana yang lebih tinggi umumnya tidak memberikan tenaga lebih,
efisiensi bahan bakar lebih, atau pengurangan emisi, meskipun di beberapa mesin diesel
berkinerja tinggi angka cetane yang direkomendasikan dapat mencapai 60. Di seluruh
dunia, banyak negara telah menetapkan standar bilangan setana minimum untuk bahan
bakar diesel yang berkisar antara 40-51.
6. Pemanfaatan Biodiesel
Pemanfaatan biodiesel:
1. Produk biodiesel berbahan baku minyak kedelai dimanfaatkan menjadi bahan bakar
untuk alat-alat pertanian dan transportasi petani kedelai di Amerika.
2. Sebagai bahan bakar mesin diesel pada industri, transportasi dan pusat pembangkit
listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di Indonesia dan negara lainnya.
3. Sebagai bahan bakar bus di University of Colorado.

Enam Isu Penting Spektroskopi Infra Merah


Spektroskopi Inframerah adalah metode dalam mengamati interaksi molekul dengan
radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 1000 m.
1. Prinsip Kerja Spektroskopi Infra Merah
Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi atau
berosilasi bila molekul menyerap radiasi IR. Tipe ikatan dalam molekul yang berlainan
25

menyerap radiasi IR pada panjang gelombang dengan karakteristik tertentu. Kebanyakan


gugus seperti C-H, O-H, C=O dan CN, menimbulkan absorpsi IR yang hanya sedikit
berubah dari satu molekul ke molekul lain bergantung pada substituen-substituen lain.
Hampir semua senyawa dapat menyerap radiasi IR kecuali yang berinti sama, misalnya
O2 , N 2 , dan lain-lain.
Absorbansi radiasi IR sesuai dengan tingkat energi vibrasi dan rotasi pada ikatan
kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam suatu molekul. Vibrasi molekul
hanya akan terjadi bila suatu molekul terdiri dari dua atom atau lebih. Untuk dapat
menyerap radiasi IR (aktif IR), vibrasi suatu molekul harus menghasilkan perubahan
momen dipol. Molekul yang tidak mempunyai momen dipol ( = 0) atau selama
bervibrasi ikatannya tidak menghasilkan perubahan momen dipol, maka rotasi ataupun
vibrasi molekulnya tidak menyerap radiasi IR (tidak aktif IR). Suatu ikatan dalam suatu
molekul dapat menyerap energi lebih dari satu bilangan gelombang, disebabkan oleh
sebagian perubahan dalam momen ikatan pada saat energi diserap. interaksi energi IR
terhadap materi yang menyebabkan terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi dasar dan
tingkat vibrasi tereksitasi.
Penyerapan radiasi inframerah menyebabkan perubahan energi (E) dan
dinyatakan sebagai :
E = h
(1)
dimana h menyatakan tetapan Planck (6,6242 x 10-27 erg det), menyatakan tetapan
frekuensi dalam Hertz (Hz). Hubungan diantara frekuensi dan panjang gelombang ()
dinyatakan sebagai:
= c/
(2)
dimana c adalah kecepatan cahaya dan dinyatakan dalam cm.
Molekul-molekul poliatom memperlihatkan dua jenis vibrasi molekul : stretching
dan binding. Vibrasi ikatan yang melibatkan hidrogen sangat berarti, karena atom-atom
dengan massa rendah cenderung lebih mudah bergerak daripada atom dengan massa lebih
tinggi. Gambar berikut menunjukkan bentuk-bentuk vibrasi gugus metilen.
Vibrasi stretching :

26

Gambar 5. Vibrasi Stretching. Sumber: Garry D. Christian. (1971). Analitical


Chemistry 2nd Edition. New York : John Wileys & Sons.
Semakin rumit struktur suatu molekul, semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi
yang mungkin terjadi. Akibatnya kita akan melihat banyak pita-pita absorpsi yang
diperoleh pada spektrum infra merah, bahkan bisa lebih rumit lagi bergantung pada
molekul dan kepekaan instrumen.
2. Cuplikan Sample dalam Spektrofotometer Infra Merah
Spektrofotometer infra merah dapat digunakan untuk menganalisis cuplikan yang
berupa cairan, zat padat, maupun gas. Cara penyiapan cuplikan dalam bentuk sel, tempat
cuplikan harus terbuat dari bahan tembus sinar infra merah (tidak boleh menyerapnya).
Bahan demikian itu antara lain ialah NaCl dan Kbr. Cuplikan yangberbentuk cairan dapat
berupa larutan suatu senyawa atau berupa senyawa murni yang cair (pure and neat
liquid).
Cuplikan Berupa Larutan
Disini diperlukan pelarut yang mempunyai daya yang melarutkan yang cukup
tinggi terhadap senyawa yang akan dianalisis, tetapi tak ikut melakukan penyerapan di
daerah infra merah yang dianalisis. Selain itu, tidak boleh terjadi reaksi antara pelarut
dengan senyawa cuplikan.
Pelarut-pelarut yang biasa digunakan adalah: (1) Carbon Disulfida (C S 2 ),
untuk daerah spektrum 1330 625 per cm. (4) Carbon Tertachloride (C Cl 4 ), untuk
daerah spektrum 4000 1330 per cm. (3) Pelarut pelarut polar, misalnya kloroform,
dioksan, dan dimetil formamida.
Cuplikan Berupa Cairan Murni (neat liquid)
Cuplikan murni dipakai bila jumlah cuplikan sedikit sekali atau bila tidak
ditemukan pelarut yang memadai. Dalam hal ini, biasanya setetes cairan itu diapit dan
ditekan diantara dua lempeng hablur NaCl, sehingga merupakan lapisan yang tebalnya
0,01 mm atau kurang.
Sel infra Merah Untuk Cuplikan Yang Berupa Larutan Atau Cairan
Sel untuk larutan dan cairan terdiri dari dua lempeng yang terbuat dari bahan tembus
infra merah, misalnya hablur NaCl. Diantara kedua lempeng itu ditempatkan specer,
sehingga ada jarak diantara kedua lempeng itu. Biasanya, jarak itu antara 0,1 dan 1 mm.
Karena bahan pembuat sel infra merah harus kebanyakan bersifat higroskopik, maka selsel infra merah harus disimpan dalam desikator dan pengerjaannya dilakukan dalam
ruangan yang udaranya kering (menggunakan alat dehumidifier).
Cuplikan Padat
Zat padat yang tidak dapat dilarutkan dalam pelarut yang tembus infra merah,
dapat dicampurkan dengan medium cairan yang tembus IR, sehingga membentuk suatu
campuran yang terdiri dari dua fase yang disebut mull. Cairan yang kerap digunakan
adalah nujol dan flouruble. Selain itu, sampel padatan dapat pula dicampur dengan
27

senyawa garam anorganik tembus infra merah, misalnya KBr. Campuran itu selanjutnya
dibentuk pelet pipih tembus IR dengan bantuan suatu alat perekam.
Cuplikan Gas
Sampel gas ditempatkan dalam sebuah bejana gelas atau plastik yang kedua
ujungnya ditutup oleh lempengan NaCl atau KBr. Pengisian gas ke dalam bejana itu
dilakukan setelah bejana itu divakumkan terlebih dahulu.
3. Instrumentasi Spektrofotometer IR
Spektrofotometer infra merah terdiri atas lima bagian utama, yaitu sumber
radiasi, wadah sampel, monokromator, detektor dan rekorder. Terdapat dua macam
spektrofotometer infra merah, yaitu dengan berkas tunggal (single beam) dan berkas
ganda (double beam).
a. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang digunakan yaitu pemijar Nernst dan Globar. Pemijar Globar
merupakan batangan silikon karbida yang dipanasi sekitar 1200C, sehingga
memancarkan radiasi kontinyu pada daerah 1-40 m dan merupakan sumber radiasi
yang sangat stabil. Pijar Nernst merupakan batang cekung dari sirkonium dan yitrium
oksida yang dipanasi sekitar 1500C dengan arus listrik. Sumber ini memancarkan
radiasi antara 0,4-20 m dan kurang stabil jika dibandingkan dengan Globar.
b. Wadah sampel
Wadah sampel tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas
digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 mm. Hal ini
dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat
memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel.
Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai berkas
radiasi kurang dari 1 mm, biasanya dibuat dari lapisan tipis (film) diantara dua keping
senyawa yang tranparan terhadap radiasi infra merah. Senyawa yang biasa digunakan
adalah natrium klorida (NaCl), kalsium fluorida (Ca F2 ), dan kalsium iodida (Ca
I 2 ).
Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1
mm. Sampel berbentuk padatan ini dapat dibuat pelet, pasta atau lapis tipis.
c. Monokromator
Monokromator ini terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alat
pendespersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa cermin untuk
memantulkan dan memfokuskan sinar. Bahan yang digunakan untuk prisma adalah
natrium klorida, kalium bromida, sesium bromida dan litium fluorida. Prisma natrium
klorida paling banyak digunakan untuk monokromator infra merah, karena dispersinya

28

tinggi untuk daerah antara 5,0-16 m, tetapi dispersinya kurang baik untuk daerah
antara 1,0-5,0 m.
Berkas radiasi dari sumber terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian
lagi melewati blangko. Setelah dua berkas tersebut bergabung kembali kemudian
dilewatkan ke dalam monokromator.
d. Detektor
Setelah radiasi infra merah melewati monokromator, kemudian berkas radiasi ini
dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Detektor pada
spektrofotometer infra merah merupakan alat yang bisa mengukur atau mendeteksi
energi radiasi akibat pengaruh panas. Berbeda dengan detektor lainnya (misal
phototube), pengukuran radiasi infra merah lebih sulit karena intensitas radiasi rendah
dan energi foton infra merah juga rendah. Akibatnya signal dari detektor infra merah
kecil sehingga dalam pengukurannya harus diperbesar. Terdapat dua macam detektor
yaitu thermocouple dan bolometer. Detektor yang paling banyak digunakan adalah
thermocouple.
- Thermocouple merupakan alat yang mempunyai impedansi rendah
dan seringkali dihubungkan denga preamplifier dengan impedans
tinggi. Detektor thermocouple terdiri atas dua kawat halus. Energi
radiasi infra merah akan menyebabkan terjadinya pemanasan pada
salah satu kawat dan panasnya ini sebanding dengan perbedaan gaya
gerak listrik (emf) yang dihasilkan dari kedua kawat.
- Bolometer merupakan semacam termometer resistans terbuat dari
kawat platina atau nikel. Dalam hal ini akibat pemanasan akan terjadi
perubahan tahanan pada bolometer sehingga sinyal tidak seimbang.
Sinyal yang tidak seimbang ini kemudian diperkuat sehingga dapat
dicatat atau direkam.
e. Rekorder
Sinyal yang dihasilkan dari detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra
merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Spektrum infra merah ini menunjukkan
hubungan antara absorpsidan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang
gelombang. Sebagai absis adalah frekuensi (cm-1) atau panjang gelombang (m) atau
bilangan gelombang (cm-1) dan sebagai kordinat adalah transmitans (%) atau
absorbans.

29

Gambar 6. Cara
Kerja
Instrumen Spektoskopi Molekular. Instrumentasi ini digunakan ketika kita ingin
menganalisis suatu zat dengan spektrofotometer IR. Sumber: Garry D. Christian. (1971).
Analitical Chemistry 2nd Edition. New York : John Wileys & Sons.
4. Analisis Spektrofotometer IR
Pada spektrofotometer IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun
biasanya lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektrofotometer IR digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap
serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi
spesifik.
Hasil analisa biasanya berupa sinyal kromatogram hubungan intensitas IR terhadap
panjang gelombang. Untuk identifikasi, sinyal sample akan dibandingkan dengan sinyal
standard. Perlu juga diketahui bahwa sample untuk metode ini harus dalam bentuk murni.
Karena bila tidak, gangguan dari gugus fungsi kontaminan akan mengganggu sinyal kurva
yang diperoleh. Terdapat juga satu jenis spektrofotometri IR lainnya yang berdasar pada
penyerapan sinar IR pendek. Spektrofotometri ini disebut Near Infrared Spectropgotometry
(NIR). Aplikasi NIR banyak digunakan pada industri pakan dan pangan guna analisa bahan
baku yang bersifat rutin dan cepat.
Untuk pengukuran spektrum inframerah dibutuhkan senyawa sekitar 1 sampai 20 mg.
Senyawa untuk pengukuran disiapkan sebagai berikut :
1. Cairan sebagai film: beberapa tetes cairan diletakkan di atas lempeng natrium klorida
yang diasah dan ditutup dengan lempeng natrium klorida kedua. Dengan menekan akan
didapat suatu film tipis diantara kedua lempeng yang kemudian diletakkan dalam cahaya
ukur.
2. Senyawa cair atau senyawa padat sebagai larutan: dibuat larutan senyawa 2 20% dan
diukur dalam kuvet berdinding terbuat dari natrium klorida untuk cairan. Karena
koefisien ekstingsi yang rendah dalam daerah inframerah (e~10) maka larutan harus
dibuat jauh lebih pekat dari yang digunakan untuk pengukuran dalam daerah UV.
3. Senyawa padat sebagi kempaan: pada prosedur yang sering digunakan ini, senyawa padat
sejumlah 1-2 mg dengan hati-hati dicampur dengan sejumlah 300-400 mg KBr dan
dicetak kempa dalam pencetak khusus dengan tekanan sekitar 10 4 kp. KBr akan
tersinterisasi pada kondisi ini dan akan memberikan tablet jernih yang tembus cahaya.
KBr seperti juga NaCl dalam keseluruhan daerah ukur melewatkan cahaya secara
sempurna.

30

4. Senyawa padat sebagai suspensi: kira-kira 2 mg senyawa digerus halus di dalam cairan
tertentu seperti parafin cair. Akan didapat suatu suspensi yang dapat diukur diantara dua
lempeng NaCl. Parafin cair ini sangat sesuai, karena tidak mudah menguap dan sebagai
hidrat arang alifatik hanya menunjukkan spektrum absorbsi lemah dalam daerah
inframerah.
Analisis Kualitatif
Senyawa murni dapat diidentifikasi dengan menggunakan spektrum absorpsi
dibandingkan dengan spektrum senyawa acuan standar.
Untuk analisis struktur, identifikasi frekuensi absorpsi senyawa yang tidak diketahui
dengan tabel untuk mengidentifikasi gugus fungsi atau substituen.
Diperlukan ketebalan sampel (sel cairan) 0,01-0,02 mm.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif pada umumnya digunakan untuk senyawa yang tidak dapat ditentukan
dengan metode spektroskopi lain, karena lebih sulit dari metode lain.
Keuntungan utama adalah spesifitas yang tinggi, karena absorbsi hanya diukur pada satu
pita spektrum.
Cemaran yang mengabsorbsi di luar daerah ukur yang sempit, tidak akan mengganggu
penentuan kadar.
Spektroskopi inframerah karena menunjukkan pola pita yang kompleks dan bertumpuk
sebagian kurang sesuai untuk pemeriksaan kemurnian.
Pelarut yang digunakan sangat terbatas, harus bebas dari air, murni (spectrochemical
grade), serta tidak memberikan puncak absorpsi di daerah panjang gelombang analisis
dari analit.
Diperlukan ketebalan sel cairan 0,1-1 mm.`Dianjurkan untuk menggunakan sel absorpsi
cairan yang sama untuk semua pengukuran, karena sulit sekali untuk menemukan dua sel
absorpsi cairan IR yang kembar.
Perhitungan Kadar
Pada spektrofotometri IR berlaku hukum Beer, diperlukan pengukuran absorban pada
bilangan gelombang (frekuensi) khas yang dipilih dalam spektrum inframerah larutan analit
dan larutan standar. Metode garis dasar memerlukan pemilihan pita absorpsi analit yang tidak
atau sedikit sekali diganggu oleh pita zat lain dalam matriks. Garis dasar ditentukan dengan
menarik garis lurus yang menghubungkan kedua lekukan minimum absorpsi di kiri-kanan
pita absorpsi. Harga Po diperoleh dengan menarik garis tegak lurus dari dasar gambar
spektrum (T = 0%) melalui puncak pita absorpsi sampai memotong garis dasar yang ditarik
tadi, yaitu jarak dari garis 0% sampai perpotongan dengan garis dasar. P diperoleh dengan
mengukur jarak dari garis 0% T sampai titik puncak pita absorpsi.
Analisa data spektrofotometer infra merah didasarkan pada penurunan Hukum Beer.
Hukum Beer menyatakan bahwa nilai serapan (A) dari pengujian suatu sampel bergantung
pada molar absorptivitas (e), panjang lintasan sel (b) dan konsentrasi dari sampel (C). Nilai
31

serapan dari data hasil pengukuran spektrofotometer inframerah dapat ditentukan melalui
analisa kuantitatif multikomponen. Hasil analisa kuantitatif multikomponen berperan sebagai
pendekatan suatu model variabel keadaan saluran tunggal data spektrofotometer inframerah
melalui Metode Minimum-Covariance Deconvolution (MCD) atas dasar Teorema Mendel.
Noise proses (varian noise Q) dan noise pengukuran (varian noise R) mempengaruhi
kesalahan pengamatan pada nilai serapan setiap komponen keluaran dari model variabel
keadaan saluran tunggal data spektrofometer inframerah.
Setelah terbentuk puncak-puncak serapan kita terlebih dahulu mengidentifikasi
spektrum infra merah. Untuk memudahkan dalam menginterpretasi dari spectra infra merah,
langkah-langkah yang digunakan sebagai pedoman adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Lihat puncak absorban dari gugus karbonil (C = O) pada kisaran 16001800/cm
Tahap 2. Bila ada gugus karbonil, maka lanjutkan memeriksa:
a. Asam karboksilat (OH) pada 1500 3000 cm-1 (sedang)
b. Amida (NH) pada frekuensi 3100 3500 cm-1 (sedang)
c. Ester (C O) pada frekuensi 1000 1300 cm-1 (tajam)
d. Aldehida (CH) pada frekuensi 2700 2800 cm-1 (lemah) dan 2800 2900
cm-1 (lemah)
e. Anhidrida (C = O) pada frekuensi 1760 cm-1 (tajam) dan 1810 cm-1 (tajam)
f. Keton. Keton alifatik mempunyai frekuensi pada 1715 cm-1, dan metal
keton memberikan serapan kuat pada frekuensi dekat 1400 cm-1.
Tahap 3. Bila tidak ada gugus karbonil, maka periksa gugus alcohol (OH) pada frekuensi
3300 3600 cm-1 (sedang), gugus amida (NH) pada frekuensi 3500 cm-1, dan
gugus ester (C O) pada frekuensi 1000 1300 cm-1 (tajam)
Tahap 4. Ikatan rangkap dua, mula-mula periksa gugus alkena (C = C) pada frekuensi 1600
1680 cm-1 (sedang), kemudian gugus aromatic (C = C) pada frekuensi 2100 2250
cm-1 (sedang).
Tahap 5. Ikatan rangkap tiga, pertama periksa nitril (C N) pada frekuensi 2240 2260 cm -1
(sedang-tajam), dan gugus alkuna (C C) pada frekuensi 2100 2250 cm -1 (lemahtajam)
Tahap 6. Periksa adanya gugus nitro (R NO2) yang mempunyai dua puncak serapan
tajam yaitu pada frekuensi 1500 1600 cm-1 dan 1300 1390 cm-1.
Tahap 7. Bila tidak ada semua gugus fungsional tersebut di atas, periksa adanya
hidrokarbon dengan puncak serapan pada frekuensi sekitar 3000 cm-1.

Contoh Analisis Gugus Fungsi :


Spektrum infra-merah golongan ester

32

Gambar 7. Spektrum IR Etil Etanoat


Sumber: http://rizkaan.com/analisis-inframerah/
Pada grafik ini penyerapan oleh O-H hilang sama sekali. Keberadaan ikatan rangkap
C=O dapat dilihat sekitar 1740cm-1. Ikatan tunggal C-O menyebabkan penyerapan pada
sekitar 1240cm-1. Penentuan lembah tergantung pada tabel data atau detail yang diberikan,
karena ikatan tunggal C-O itu tersebar pada daerah 1000-1300cm -1, tergantung pada jenis
senyawa apa yang mempunyai ikatan ini. Beberapa tabel data ada yang memutuskan bahwa
penyerapan dari 1230-1250 adalah karena ikatan C-O pada sebuah etanoat.
5. Kelebihan dan Kekurangan Spektroskopi IR
a.
Kelebihan
Spektroskopi inframerah memiliki beberapa kelebihan sebagai salah satu metode
kimia analitik. Yang pertama, spektroskopi inframerah adalah teknik analisis yang
universal. Solid, cair, gas, semi-solidm, bubuk, polimer dapat dianalisis dengan baik oleh
metode spektroskopi inframerah. Kedua, dengan menggunakan metode spektroskopi
inframerah, kita dapat mendapatkan berbagai macam data, seperti peak positions,
intensities, widths, dan shapes. Ketiga, metode spektroskopi inframerah merupakan
metode yang cepat dan mudah digunakan. Melakukan percobaan menggunakan metode
spektroskopi inframerah dapat diselesaikan hanya dalam waktu 5 menit. Spektroskopi
inframerah juga merupakan teknik yang sensitif. Lalu, instrumen alat spektroskopi
inframerah tidaklah mahal. Spektroskopi inframerah juga tidak menyebabkan kerusakan
pada senyawa yang diteliti karena radiasinya yang tidak berbahaya. Tidak seperti metode
sinar X yang dimana radiasinya dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa yang
diteliti dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
b.
Kekurangan
Walaupun memiliki banyak kelebihan, spektroskopi inframerah juga memiliki
beberapa kekurangan. Pertama, spektroskopi inframerah hanya dapat dapat mendeteksi
senyawa yang memiliki spektrum inframerah, agar memiliki spektrum inframerah sampel
harus memiliki ikatan atomik, sehingga monoatomik seperti helium dan argon tidak dapat
dideteksi oleh spektroskopi inframerah karena tidak memiliki spektrum inframerah.
33

Contoh lainnya adalah, ion monoatomik Pb2+ yang terlarut dalam air. Walaupun terlalut
dalam air, ion Pb2+ tidaklah berikatan dengan molekul air, sehingga ion Pb2+ tidak dapat
dideteksi oleh spektroskopi inframerah. Selain monoatomik, spektroskopi inframerah
juga tidak dapat mendeteksi molekul homonuclear diatomic, seperti N2 dan O2 karena
tidak memiliki spektrum inframerah.
6. Syarat Penggunaan Spektroskopi Infra Merah
Cara spektroskopi inframerah dapat mendeteksi senyawa-senyawanya adalah
dengan mendeteksi adanya vibrasi pada senyawa tersebut. Agar memiliki vibrasi, objek
yang akan diteliti oleh spektroskopi inframerah haruslah berbentuk molekul. Vibrasi yang
dibuat oleh molekul akan membentuk spektrum inframerah yang khas oleh setiap
senyawa.

BAB III
PENUTUP
TOPIK 1
Pada pembahasan yang telah dilakukan berdasarkan kasus kandungan merkuri dalam
kosmetik wanita, beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah:
1. Merkuri adalah zat yang sangat berbahaya jika dicampurkan ke dalam kandungan
kosmetik wanita dan hal ini sudah dilarang oleh BPOM Indonesia. Dalam kulit, merkuri
dapat merusak sel melanosit untuk memproduksi melanin. Hal ini dapat menyebabkan
kanker kulit dikarenakan kulit tidak mendapat perlindungan dari radiasi sinar matahari.
34

2. Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara radiasi elektromagnetik dan
materi berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan (emisi), diserap atau
dipantulkan (absorpsi) oleh materi tersebut.
3. Spektroskopi dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi logam yang terdapat
dalam sampel dengan menerapkan hukum Lambert-Beer.
4. Spektroskopi atomik merupakan suatu metode yang digunakan untuk menentukan
komposisi elemen berdasarkan spektrum elektromegnetik ataupun massa. Secara garis
besar, spektroskopi atomik dibagi menjadi Spektroskopi Absorpsi Atomik (AAS),
Spektroskopi Emisi Atomik (AES), dan Spektroskopi Flourescence Atomik (AFS).
Spektroskopi Absorpsi Atomik (AAS) adalah metode spektroskopi yang mengukur energi
radiasi oleh atom dalam keadaan dasar. Spektroskopi Emisi Atomik (AES) adalah metode
spektroskopi yang membahas panjang gelombang foton yang dipancarkan oleh atom
selama massa transisinya dari tempat tereksitasi hingga ke tempat yang energinya rendah.
Spektroskopi Flourescence Atomik (AFS) adalah metode spektroskopi elektromagnetik
yang menganalisis fluorescence dari atom sampel.
5. AAS memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknik spektroskopi yang lain
baik dalam hal limit deteksi, sensitivitas, dan ketelitian
.
TOPIK 2
Pada pembahasan yang telah dilakukan berdasarkan kasus kandungan formalin dalam bakso,
beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah:
1. Formalin adalah zat berbahaya yang berdampak sangat buruk terhadap kesehatan
manusia baik secara akut maupun kronis jika ditambahkan ke dalam makanan. Para
pedagang bakso umunya menggunakan formalin agar bakso menjadi lebih kenyal dan
awet.
2. Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai
sumber radiasi elektromagnetik UV dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan memakai instrumen spektrofotometer.
3. Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis untuk molekul.
4. Spektrofotometri UV Vis dapat digunakan untuk mendeteksi kadar formalin yang
terdapat dalam bakso dengan cara, mereaksikan reagen asam kroromotropat dengan
formalin membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dalam suasana asam, senyawa
ungu tersebut jika diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis akan
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 567 nm.
TOPIK 3
Beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai enam isu penting biodiesel dan enam isu penting
spektroskopi IR adalah:

35

1. Biodiesel adalah bahan bakar cair yang diperoleh dengan proses kimia untuk memperoleh
monoalkil ester dari minyak tumbuhan ataupun minyak hewan dengan alkohol.
2. Semakin tinggi bilangan setana, waktu penundaan antara injeksi dan penyalaan semakin
pendek dan kualitas penyalaan semakin baik.
3. Spektroskopi infra merah merupakan salah satu jenis spektroskopi molekular yang sangat
efektif untuk mengidentifikasi senyawa organik dan anorganik murni karena hampir
semua spesi molekular (kecuali beberapa molekul homogen seperti N2, O2, dan Cl2) dapat
mengabsorbsi radiasi infra merah.
4. Saat radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul- molekulnya
akan menyerap energi sehingga terjadi transisi antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat
vibrasi tereksitasi.
5. Pengabsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi dengan pektrofotometer
infra merah yang diteruskan melalui sampel sebagai fungsi frekuensi. Plot fungsi
tersebut disebut spektrum infra merah, dan dari plot ini bisa didapatkan informasi gugus
fungsi suatu molekul karena adanya kekhasan spektrum infra merah pada suatu molekul.
6. Pita-pita pada spektrum infra merah menunjukkan adanya vibrasi antara beberapa
molekul.

36

DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Zul. 2006. Merkuri : Antara Manfaat dan Efek Penggunaanya Bagi Kesehatan manusia
dan lingkungannya. USU Respository
Anonymous, Merkuri, Bahaya dan Pengukurannya. http://www.batan.go.it/ptkmr/alara/Balara
2007. Diakses 30 Oktober 2016
Anonim. Atomic Absorption, Emission and Fluorescence Techniques. http://www.analyticalspectroscopy.net/ap3-9.html. (diakses pada tanggal 29 Oktober 2016, pukul 22.30 WIB)
Harmita.

Analisis
Fisiko
Kimia:
Spektrofotometer
Serapan
Atom.
http://staff.ui.ac.id/internal/130804826/material/ANFISKIMSSAatauAASDr.Harmita.
(diakses pada tanggal 30 Oktober 2016, pukul 14:20 WIB)

Kopkhar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Depok : UI Press.


Mendham, J., et.al. 2000. Vogels Textbook of Quantitative Chemical Analysis. London: Prentice
Hall.
Saputra,

Yoky
Edy.
2009.
Spektrofotometri.
http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofotometri (diakses pada tanggal 29
Oktober 2016, pukul 20.10 WIB)

Skoog, et.al. 1988. Fundamentals of Analytical Chemistry. Saunders College

Publishing.

Wiryawan, Adam. 2011. Spektrofotometer Serapan Atom. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofotometer-serapan-atom/. (diakses pada


tanggal 29 Oktober 2016, pukul 20.15 WIB)
Anonim.__. Introduction to Biodiesel Production. [ONLINE] Diakses pada 7 November 2016
melalui http://msue.anr.msu.edu/uploads/files/biodiesel_production.pdf
National Renewable Energy Laboratory. 2008. Biodiesel Handling and Use Guide (Fourth
Edition). U.S. Department of Commerce
Haryanto, Bode. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. [ONLINE] Diakses pada 7 November
2016 melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1362/1/kimia-bode.pdf
U.S Department of Energy. 2011. Vehicle Technologies Program. [ONLINE] Diakses pada 7
November 2016 melalui http://www.afdc.energy.gov/pdfs/47504.pdf
U.S Department of Energy. 2013. Biodiesel Fuel Basics. [ONLINE] Diakses pada 7 November
2016 melalui http://www.afdc.energy.gov/fuels/biodiesel_basics.html
37

Indoenergi. 2012. Pengertian Biodiesel. [ONLINE] Diakses pada 7 November 2016 melalui
http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-biodiesel.html
Anonim.___. Bahan Bakar Diesel: 7 Perbedaan antara Biodiesel & Solar. [ONLINE] Diakses
pada 7 November 2016 melalui http://www.amazine.co/26971/bahan-bakar-diesel-7perbedaan-antara-biodiesel-solar/
Anonim.__. Bab II Tinjauan Pustaka Biodiesel. [ONLINE] Diakses pada 7 November 2016
melalui http://eprints.undip.ac.id/45492/5/BAB_2_-_TINJAUAN_PUSTAKA.pdf
Anonim. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta : International Contact Business System, Inc.
Varese, R. Varese, M. 1996. Methyl Esther Biodiesel: Opportunity or Necessity Vol. 7. Jakarta :
INFORM
Bernardo, A., Howard-Hildige, R., OConnel, A., Nichol, R., Ryan, J., Rice, B., Roche, E.,
Leahy, J. J., Camelina oil as a fuel for diesel transport engines, Industrial Crops and Products,
17, 191 197 (2003)
Bozbas, K., Biodiesel as an alternative motor fuel: Production and policies in the European
Union, Renewable & Sustainable Energy Reviews, 1 12 (2005)
Conceio, M. M., Candeia, R. A., Dantas, H. J., Soledade, L. E. B., Fernandes, Jr., V. J., Souza,
A. G., Rheological Behavior of Castor Oil Biodiesel, Energy & Fuels, 19, 2185 2188 (2005)
Anonim. Spektrofotometer. [ONLINE] Diakses tanggal 6 November 2012, pukul 14.30) melalui
http://rgmaisyah. com/2008/11/25/spektrofotometer/
Anonim. Molecular Fluorescene Spectroscopy.. [ONLINE] Diakses pada 6 November 2016,
pukul 20.30 melaui http://www.chemistry.adelaide.edu.au/external/soc-rel/content/molfluo.htm
Anonim. 2008. Kimia Analisis Instrumen: Spektroskopi. [ONLINE] Diakses pada 7 November
2012, pukul 21.30 melalui http://mahboeb.files.com/2008/04/analisis-spektrometri.ppt.
Clark, Jim. 2007. Area Sidik Jari Spektrum Infra Merah. http://www.chem-is-try.org/
materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_infra_merah1/area_sidik_jari_spektrum_infra_
merah/. (diakses pada tanggal 6 November 2012, pukul 23:44 WIB)
Choirul. Jenis-Jenis Spektroskopi. (http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2134094-jenisjenis-spektroskopi/, diakses tanggal 7 November 2016, pukul 14.50).
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif (terjemahan).
Erlangga.

Jakarta:

38

Fessenden, Ralp J dan Fessenden Joan S. 1982.Kimia Organik Edisi Ketiga (Terjemahan).
Jakarta : Erlangga
Giwangkara. 2007. Spektrofotometri Infra Merah. http://www.chem-is-try.org/ artikel _
kimia/kimia_analisis/spektrofotometri_infra_merah/. (diakses pada tanggal 9 November
2016, pukul 23:32 WIB)
Marsada, Agung, dkk. Spektroskopi Atomik. http://www.scribd.com/doc/45554961/Kel-05SPEKTROMETRIATOMIK diakses tanggal 7 November 2016, pukul 20.30).
Riverside University Of California, Infrared Spectroscopy For The Characterization Of
Surfaces http://research.chem.ucr.edu/groups/zaera/ongoingproject5.html (2 November
2016, pukul 22:15 WIB)
Sabarudin, Akhmad, dkk. 2007. Kimia Analitik untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Skoog. 1988. Fundamentals of Analytical Chemistry. Saunders College Publishing.

39

Anda mungkin juga menyukai