Anda di halaman 1dari 5

TALAQI MADAH I :

HADITS KE-17 : IHSAN







Abu Yala Syaddad bin Aus berkata, Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Karena
itu, jika membunuh [yang dibenarkan syariat], bunuhlah dengan baik, dan
jika menyembelih, sembelihlah dengan baik, tajamkan pisau dan
janganlah membuat hewan sembelihan itu menderita. (HR Muslim)
URGENSI HADITS
Hadits ini merupakan dasar agama yang sangat penting. Memuat upaya
sungguh-sungguh dalam melaksanakan semua ajaran Islam. Karena ihsan
[melakukan sesuatu dengan baik dan benar] dalam suatu perbuatan,
adalah keselarasan perbuatan itu dengan tuntunan syara. Amal
perbuatan, adakalanya berhubungan dengan masalah kehidupan manusia
di dunia, sikap terhadap keluarga, saudara dan sesama manusia, dan
adakalanya berhubungan dengan urusan akhirat, yaitu iman, yang
merupakan perbuatan hati, dan Islam yang merupakan perbuatan
anggota badan. Barangsiapa yang berlaku ihsan dalam melakukan amal
perbuatan yang berhubungan dengan dunia dan akhiratnya, dengan
penuh kebenaran dan kesempurnaan, maka ia akan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat, insya Allah.
KANDUNGAN HADITS
1. Keharusan berlaku ihsan
Hadits ini merupakan nash [dalil] yang menunjukkan keharusan berlaku
ihsan. Yaitu dengan melakukan perbuatan dengan baik dan maksimal.
Allah juga telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya:

195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah


kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik. (al-Baqarah: 195)

Berlaku
ihsan
menjadi
tuntutan
saat
menunaikan
kewajiban,
meninggalkan berbagai larangan, atau berinteraksi dengan sesama
makhluk. Semua hal tersebut, dilakukan dengan sesempurna mungkin
dan menjaga seluruh adab yang bisa menjadikan kesempurnaan
perbuatan yang dilakukan. Jika ini dilakukan maka perbuatannya akan
diterima Allah dan akan membuahkan hasil, yaitu pahala.
2. Ihsan ketika membunuh
Ini dilakukan dengan cara menajamkan alat yang dipergunakan untuk
membunuh, mempercepat proses pembunuhan dengan semudah
mungkin. Adapun pembunuhan yang diperbolehkan adalah melalui : jihad
(QITAL), qishash atau had [hukuman].
a. Membunuh musuh Allah, dalam sebuah peperangan, maka jalan yang
paling mudah adalah dengan menebas lehernya dengan pedang.
Firman Allah:

4. Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang)
Maka pancunglah batang leher mereka(QS. Muhammad: 4)
Nabi Muhammad saw. melarang membunuh dengan cara mutilasi, yaitu
memotong-motong anggota badan, baik dilakukan saat orang itu
sebelum mati maupun setelah mati. Dalam sebuah hadits disebutkan:









menganjurkan di khutbahnya untuk melakukan sedekah & melarang dari
mencincang mayat. [HR. Nasai No.3979].

Kalaupun orang-orang Muslim dibolehkan menggunakan senjata api


ataupun meriam dan berbagai jenis bom penghancur, maka ini adalah
sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan. Firman Allah :





194. Bulan Haram dengan bulan haram[118], dan pada sesuatu yang
patut dihormati[119], Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu
Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang
dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.(QS Al
Baqoroh : 194)
Penggunaan senjata tersebut tidak boleh dilakukan untuk menyiksa
mereka. sebagai catatan, beberapa negara kafir menganjurkan
militernya untuk tidak membunuh musuhnya, namun cukup membuat
mereka sekedar cacat. Karena secara ekonomi, prajurit yang cacat akan
lebih membebani sebuah negara. Dengan demikian, peperangan yang
berlaku adalah perang ekonomi, psikologis dan pengrusakan. Islam

menolak barbarisme ini, karena perintah berlaku ihsan adalah untuk


semua hal, terutama kepada semua manusia.
b. Qishash
Pelaksanaan qishash dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh
melakukan mutilasi. Namun bagaimana jika pembunuh tersebut telah
membunuh dengan cara mutilasi?
Imam Malik, Syafii dan Ahmad dalam pendapatnya yang mahsyur,
menyatakan bahwa ia harus dibunuh seperti ia membunuh. Dalam
sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang wanita tengah berjalan di
Madinah. Lalu seorang Yahudi melemparnya dengan batu. Wanita
tersebut dibawa kepada Rasulullah dalam keadaan sekarat. Rasulullah
bertanya kepadanya: Apakah si fulan yang membunuhmu?
Perempuan itu lalu mengangkat kepalanya. Rasulullah saw. bertanya
yang ketiga kalinya: Apakah si fulan yang membunuhmu? ia
menundukkan kepalanya. Kemudian Rasulullah saw. memanggil orang
yang dimaksud lalu memukul kepalanya di antara dua batu. (HR
Bukhari dan Muslim) Sedangkan ats-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam
Ahmad [dalam pendapatnya yang tidak mahsyur] menyatakan bahwa ia
dibunuh dengan pedang.
Imam Ahmad [dalam pendapatnya yang ketiga] boleh dibunuh seperti
ia membunuh. Kecuali jika dalam melakukan pembunuhan ia lakukan
dengan cara membakar ataupun memotong-motong, maka hukum
qishash dilakukan dengan pedang. Karena ada larangan mutilasi dan
membakar dengan api.
c. Penerapan hukuman mati terhadap orang kafir
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukuman mati terhadap orang
kafir asli atau murtad, tidak boleh dilakukan dengan mutilasi.
3. Larangan membunuh dengan api
Rasulullah pernah membolehkan membunuh dengan cara membakar
dengan api. Kemudian beliau melarangnya. Rasulullah saw. Bersabda :
Hadis dari Hamzah bin Amr Al-Aslami :


..


:














..










Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengutusnya bersama pasukan
perang, ketika hendak berangkat, Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan, Jika
kalian menjumpai si A, bakarlah dia dengan api. Kemudian aku berangkat. Lalu beliau
memanggilku dan aku kembali dan beliau berpesan, Jika kalian menangkap si A,
bunuhlah dan jangan kalian bakar. Karena tidak boleh menyiksa dengan api kecuali
Tuhannya api (yaitu Allah). (HR. Abu Daud 2673 dan dishahihkan Al-Albani)

Hadits ini menunjukkan bahwa betapa nilai-nilai yang diajarkan nabi


sebenarnya telah mendahului apa yang menjadi kesepakatan negaranegara maju, mengenai larangan menggunakan jenis bom yang bisa
3

membakar. Perlu diketahui bahwa negara-negara besar dan kuat tidak


komitmen terhadap larangan itu. Dan aturan yang telah disepakati hanya
menjadi coretan tinta di atas kertas.
Larangan melakukan pembakaran juga meliputi terhadap binatang. Imam
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasai meriwayatkan bahwa Abdullah bin Masud
ra. berkata: kami pernah bersama Rasulullah saw. melewati
perkampungan semut [tempat yang banyak semutnya] yang sudah
terbakar, Rasulullah kemudian marah dan berkata, Tidak patut bagi
manusia, menyiksa dengan siksaan Allah.
Karena itulah para ulama membenci pembakaran terhadap binatang,
meskipun binatang melata. Ibrahim an-Nakhai berkata: Membakar
kalajengking
adalah
pelanggaran.
Imam Ahmad berkata: Janganlah kamu memanggang ikan yang masih
hidup.
4. Larangan mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Tidak boleh mengurung binatang dengan cara apapun kemudian
memukulnya
hingga
mati.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw.
melarang kita mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Disebutkan juga bahwa ketika Ibnu Umar ra. berjalan di tengah
sekelompok orang yang mengikat seekor ayam dan melemparinya, ia
berkata: Siapakah yang melakukan ini? Sesungguhnya Rasulullah saw.
telah melaknat orang yang melakukan seperti ini. (HR Bukhari dan
Muslim)
5. Larangan
memanah.

menjadikan

hewan

sebagai

sasaran

latihan

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw.
melarang menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah, lalu
dimakan. Akan tetapi disembelih dahulu, baru setelah itu diperbolehkan
dijadikan sasaran latihan memanah.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwasanya


Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Janganlah jadikan hewan
yang bernyawa itu sebagai sasaran (tembak atau panah). Diriwayatkan
oleh Muslim. (HR. Muslim no. 1957).

6. Ihsan ketika menyembelih binatang.


Termasuk Ihsan dalam menyembelih binatang adalah mengasah pisau
hingga tajam. Ia akan menenangkan binatang yang disembelih dan
mempercepat kematiannya.
Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra. berkata:
Rasulullah saw. memerintahkan untuk menajamkan pisau dan
4

menyembunyikannya dari binatang yang akan disembelih. Beliau juga


bersabda: Jika salah seorang di antara kalian hendak menyembelih
binatang, maka sembelihlah dengan sekali sembelihan.
Termasuk ihsan dalam menyembelih binatang adalah dengan cara
menuntun binatang yang hendak disembelih dengan lembut.
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Abi Said al-Hudriy ra. berkata,
Rasulullah saw. melewati seorang laki-laki menuntun seekor kambing
dengan menarik telinganya. Rasulullah saw. bersabda, Lepaskan
telinganya, dan pegang bagian depan lehernya.
Imam Ahmad berkata: Binatang yang akan disembelih, dituntun ke
tempat penyembelihan dengan lembut, pisau yang akan digunakan untuk
menyembelih
disembunyikan
darinya
kecuali
ketika
hendak
menyembelihnya.
Termasuk juga berbuat baik ketika menyembelih binatang adalah
menyembelih hingga urat lehernya terputus.
Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Abu Hurairah ra. bahwa
Rasulullah saw. melarang menyembelih binatang yang hanya melukai
kulitnya, dan tidak memotong urat lehernya.
Dianjurkan juga tidak menyembelih binatang di depan binatang lainnya,
menghadapkan binatang yang akan disembelih ke arah kiblat, membaca
basmalah, membiarkan hingga mati, menghadirkan niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah, mengakui bahwa binatang yang
disembelihnya adalah pemberian Allah, karena Allah lah yang telah
menundukkan dan memberikan binatang-binatang itu kepada kita.
Juga termasuk bersikap ihsan terhadap binatang, adalah tidak membebani
di luar kemampuannya, tidak menaikinya kecuali karena perlu dan tidak
mengambil susunya kecuali tidak membahayakan anak hewan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai