Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

Kasus-1
Topik : Gastroenteritis Akut
Tanggal (Kasus) : 17 Agustus 2016
Presenter : dr. Vita Nova
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr.Dwi Murti, SpA
Tempat Presentasi : RS Sumber Hidup - GPM Ambon
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Diagnostik
Bayi

Manajemen
Anak

Masalah
Dewasa

Lansia

Pustaka
Istimewa
Bumil

Neonatus
Remaja
Deskripsi : Wanita 68 tahun, gastritis akut
Tujuan : Tatalaksana demam tifoid
Bahan
Tinjauan
Riset

Kasus

Audit

Bahasan :
Cara membahas

Email

Pos

Pustaka
Diskusi

Presentasi dan Diskusi

Data

Nama: An. G Umur: 2 tahun

Pasien:

Alamat: Rumah tiga

Pekerjaan: -

Agama: Kristen Protestan


Bangsa: Indonesia
Nama Rumah Sakit: RS Sumber Hidup Telp :

Terdaftar sejak :

- GPM Ambon
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Pasien tampak sakit sedang, Keadaan sadar penuh, Pasien datang dengan keluhan
BAB mencret sejak 1 hari SMRS sebanyak 3 kali dengan konsistensi cair, ada ampas
berwarna kuning, tidak ada lendir dan darah. Selain itu os mual dan muntah tiap kali
makan. Pasien juga demam 1 Hari SMRS. BAK normal seperti biasa.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mendapat perawatan di RS lain 3 hari SMRS.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
3 hari sebelumnya (hari minggu) pasien dirawat di RSB dengan keluhan muntah
sebanyak 7 kali di rumah, setiap makan dan minum, selain itu pasien juga demam.
Hingga hari selasa pasien mengeluh BAB mencret sebanyak 3 kali, ada ampas

berwarna kuning, lendir (-), darah (-). Namun selama dirawat di RSB pasien tidak
mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak RSB, sehingga orangtua pasien
meminta pulang paksa, pada hari Rabu (17/8/2016), dan datang ke RSSH untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
4. Riwayat Persalinan : Cukup bulan, SPTB, ketuban jernih. Berat badan lahir 2800
gram
5. Riwayat Imunisasi : Menurut keluarga, imunisasi pasien lengkap
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan): Pasien tinggal bersama
kedua orang tua dan lingkungan bermain anak di rumah cenderung bersih menurut ibu
pasien.
Daftar Pustaka:
1. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of
Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.1998. hal 283-293
3. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2010
Hasil Pembelajaran
Etiolopatogenesis dan faktor resiko GEA + Dehidrasi Sedang
Diagnosis dan penilaian kasus GEA + Dehidrasi Sedang
Penatalaksanaan GEA + Dehidrasi Sedang
Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk membantu mencegah terjadinya Diare

1. Subjektif :
Pasien datang dengan keluhan BAB mencret sejak 1 hari SMRS sebanyak 3 kali
dengan konsistensi cair, ada ampas berwarna kuning, tidak ada lendir dan darah.
Selain itu os mual dan muntah tiap kali makan. Pasien juga demam 1 Hari SMRS.
BAK normal seperti biasa. 3 hari sebelumnya (hari minggu) pasien dirawat di RSB
dengan keluhan muntah sebanyak 7 kali di rumah, setiap makan dan minum, selain
itu pasien juga demam. Hingga hari selasa pasien mengeluh BAB mencret sebanyak
3 kali, ada ampas berwarna kuning, lendir (-), darah (-). Namun selama dirawat di
RSB pasien tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak RSB, sehingga

orangtua pasien meminta pulang paksa, pada hari Rabu (17/8/2016), dan datang ke
RSSH untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
2. Objektif :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital
- Suhu

: 37 C

- Nadi

: 120 kali/menit

- RR

: 24 kali/menit

Berat Badan

: 10 kg

Kepala
Bentuk

: Normochepal

Rambut

: Hitam, distribusi merata

Mata

: Cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut

ikterik

(-/-)

: mukosa bibir lembab, lidah basah, faring hiperemis (-), tonsil

Abdomen
Inspeksi
Palpasi

: Abdomen datar, distensi (-)


: nyeri tekan (-), turgor cepat

kembali, hepar, lien, dan ginjal

tidak teraba
Perkusi

: Timpani seluruh regio Abdomen

Auskultasi

: Peristaltik usus meningkat

Ekstremitas Atas
Akral : Hangat
Edema
3.

CRT
Assessment :

: (-/-)

Ptekie : (-/-)

: < 2 detik

sianosis : (-)T1/T1 tenang

Gastroenteritis Akut tanpa dehidrasi


4. Plan :
Non-Medikamentosa :
- Tirah baring
- Edukasi kepada keluarga untuk menjaga kebersihan diri melalui kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun


- Anak diberi banyak minum
- Anak diberi diet sedikit namun sering dan rendah serat.
Medikamentosa:
- IVFD RL 2 cc/kgBB = 20 tpm mikro
- Ondansentron 2 mg IV k/p
- Lacto B 2x1 sachet
- Zinkid sirup 1x1 Cth

TINJAUAN PUSTAKA

A Definisi
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari. Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya
atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek dari dua minggu.
Sedangkan diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Disebut sebagai
diare persisten apabila berlangsung selama 2 sampai 4 minggu (Mansjoer, 2001).
B Etiologi
Menurut Kayser (2005) lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi,
sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik,
dan sebagainya
Diare akut karenainfeksi dapat ditimbulkan oleh:

Bakteri
Jenis bakteri penyebab yaitu: Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella dysentriae,
Vibrio cholera, Vibrio parachemolyticus, Yersinia intestinalis, Coccidosis.

Parasit
Jenis protozoa penyebab yaitu: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomanes
hominis, Isospora sp. Jenis cacing penyebab yaitu: A. Duodenale, N. Americonus, T.
Saginata, T. Soiitum.

Virus
Jenis virus penyebab yaitu: rotavirus, adenovirus, norwalk virus
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur,

tempat, dan waktu. Dinegara maju, diare akut paling sering disebabkan oleh norwalk virus,
Helicobacteri jejuni, Salmonella sp, Clostridum difficle, sedangkan penyebab paling sering
dinegara berkembang adalah Enterotoxicgenic eshericia coli, rotavirus dan V. cholerae.
C Patofisiologis
Sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cema setiap harinya,berasal dari luar
(diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung,empedu dan sebagainya). Sebagaian
besar(75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya
sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus
besar akan diresorbsi,sehingga tersisa jumlah 150-250 ml caran yang akan ikut membentuk
tinja (Fauci, 2009).
Faktor-faktor faal yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama
lain,misalnya,cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara
mekanisme meningkatnya volume,sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya, bila
waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan
makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,air dan zat-zat lain
terganggu (Fauci, 2009).
D Patogenesis

Dua hal yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah
faktor kausal(agent) dan faktor penjamu(host).Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,terdiri
atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan inter traktus intestinalis seperti keasaman
lambung,motilitas usus,imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus,sekresi
mukosa,dan enzim pencernaan (Fried & Fox, 2007).
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp.terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
oleh V.cholera.Hipomotilitas usus pada infeksi usus dapat memperpanjang waktu diaredan
gejala penyakit,serta mengurangi absorbsi elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi
sumber infeksi.Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis
pada mereka yang kekurangan IgA,demikian pula diare yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS karena gangguan imunitas.Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali,akan terjadi sekresi antibodi (Fried & Fox,
2007).
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan
penetrasi yang dapat merusak sel mukosa,kemampuan memproduksi toksin yang
mepengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni
yang juga dapat menginduksi diare (Fried & Fox, 2007).
Menurut Fried & Fox (2007) Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri
diklasifikasikan menjadi:
1

Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau
watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V.
cholera, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp, V. cholera eltormengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan
yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga
meningkatkan kadar adenosin 3,5-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang

menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa Na
tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+)
dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H 2O, K+, HCO3-,
dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air,
sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada
kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar
secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik
isotonik voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT) dan stable
toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya
memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian
jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang
disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan
menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan
diare yang singkat dan dahsyat.
2

Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare inflammatory.
Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp, Shigella spp,
C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica,
P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan
dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan
diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh
kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada
pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.

E Manifestasi klinis

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral


langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang
terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan
atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi
dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota
virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal
(Mansjoer, 2001).
Diare

akut

memproduksi

karena

toksin

akan

infeksi

bakteri

yang

mengandung

menyebabkan

diare

sekretorik

atau

(watery

diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa


demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut,
dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul
dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi
(Mansjoer, 2001).
Diare

sekretorik

yang

berlangsung

beberapa

waktu

tanpa

penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian


karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik
atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.
Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik (Mansjoer, 2001).
Kehilangan bikarbonas menyebabkan perbandingan bikarbonas dan
asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi
napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini
adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah
dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik
yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan

kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal sangat
menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi
akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut (Mansjoer, 2001).
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima
rehidrasi cairan intravena tanpa alkali (Mansjoer, 2001).
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut
sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang
tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab
dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman
dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan anamnesis atau observasi
bentuk diare (pada tabel 1).
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon
bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio
titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut (Mansjoer, 2001).
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik
lainnya seperti Reiters syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis)
yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan
Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare
akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara
lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan
sindrom (Mansjoer, 2001).
Tabel 1. Epidemi Diare Akut
Sarana
Air

Bakteri Patogen
Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia,
Cryptospordium (termasuk makanan

yang dicuci dengan air tersebut).


Makanan
Unggas
Sapi, juice buah yg
tidak dipasteurisasi
Babi
Sea food dan
kerang
Keju, susu
Telur
Mayoinase +
makanan & cream
Nasi goreng
Berrie segar
Sayuran atau
buah-buahan
kaleng
Kecambah
Lingkungan
Hewan ke manusia
Manusia ke
manusia (termasuk
seksual kontak)
Rumah
sakit/antibiotik
Kolam renang
Wisatawan asing

Salmonella, Campylobacter, dan


Shigella spp.
Enterohemoragic escherichia coli
Cacing pita (tape worm)
V. cholerae, V. parahaemolyticus; vibrio
spp, Salmonella spp., Aeromonas spp,
Hepatitis A,B,C
Listeria spp.
Salmonella spp.
Staphylococcus dan Clostridium
Bacillus cereus
Cycklospora spp.
Clostridium spp.
Enterohemorrhagic E. coli dan
Salmonella spp.
Salmonella, Campylobacter,
Cryptosporodium, Giardia spp.
Semua bakteri enterik, virus, parasit
C. difficile
Giardia dan Crytosporodium spp.
E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Giardia, Entamoeba
histolytica

F Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila
anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1 Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2 Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3 Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin
oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4 Dimana tempat tinggal penderita.

5 Pola kehidupan seksual.


Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited
disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare
berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5 o C diare
> 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri
perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut >
70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subjektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice king, dan
lain-lain.
Derajat dehidrasi berdasarkan defisit berat badan:
1 Dehidrasi ringan: defisit 2 5 %
2 Dehidrasi sedang: defisit 5 10 %
3 Dehidrasi berat: defisit > 10 %
4
Derajat dehidrasi berdasarkan skor Maurice King:
Bagian tubuh
yang diperiksa

Keadaan umum

Nilai untuk gejala yang ditemukan


0

Sehat

1
Gelisah,
cengeng,
apatis,
mengantuk

2
Mengigau,
koma, atau
syok

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Ubun-ubun besar

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Denyut

Kuat >

Sedang (120

nadi/menit

120

-140)

1 Skor 0 2 : dehidrasi ringan

Kering dan
sianosis
> 140

2 Skor 3 6 : dehidrasi sedang


3 Skor >7

: dehidrasi berat

G Penatalaksanaan
Menurut Kayser (2005) Penatalaksanaan diare akut karena infeksi
pada orang dewasa terdiri atas:
1 Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2 Memberikan terapi simptomatik
3 Memberikan terapi definitive
1 Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Menurut Simadibrata (2006) Hal yang penting diperhatikan agar
dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL
merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran,
meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan
kadar kalium cairan tinja. Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh
diberikan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na
bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik.
Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut
awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat
diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan
berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah
cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan memakai cara:
a BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001

b Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:


1 Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x kgBB
2 Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x kgBB
3 Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x kgBB
c Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan
penilaian/skor sebagai berikut:
Pemeriksaan
Skor
Rasa haus/muntah
1
Suara serak
2
Kesadaran apatis
1
Kesadaran somnolen, sopor
2
atau koma
Tekanan darah sistolik 60-90
1
mmHg
Tekanan darah sistolik < 60
2
mmHg
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
1
Frekwensi nafas > 30 x/menit
1
Turgor kulit menurun
1
Facies cholerica/wajah keriput
2
Ekstremitas dingin
1
Washers womans hand
1
Sianosis
2
Umur 50-60 tahun
-1
Umur > 60 tahun
-2
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada
orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per
oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr
glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr Na bikarbonat dan 1,5 gr KCl per liter air.
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang
mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan
secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat
dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh
baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang
atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per

oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi


inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang
dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono
diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni
untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan
lengkap pada akhir jam ke-3.
2Memberikan terapi simptomatik
Menurut Simadibrata (2006) terapi simptomatik untuk gastroenteritis akut antara
lain :
a Obat anti diare:
1 Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai
tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali
sebagai

penghambat

enzim

enkephalinase

sehingga

enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan


fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di
Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti diare.
2 Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid
HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4
mg atau 3 4 x sehari dan lomotil 5 mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi

feses

dan

mengurangi

frekuensi

diare.

Bila

diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan

dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare


akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
3 Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa
zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak
langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi
elektrolit.
4 Zat hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago
oveta, Psyllium, Karaya(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan
Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen
usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses
tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pemakaiannya adalah 5-10 cc atau 2x sehari dilarutkan dalam
air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
b Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3 Memberikan terapi definitif
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada
diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari
3 hari tanpa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan
pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan

kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare


infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi :
a V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau
kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6
hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan
Fluoroquinolon.
b ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
c S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari
d Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
selama 2 minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan
secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama
14 hari.
e Salmonella

non

Typhi:

Trimetoprim-Sulfametoksazole

atau

ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari.


f

Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr


selama 5 hari.

g Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg


atau 4 x 250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi
selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.
h Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis
tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
i

Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau


Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari.

Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

k Virus: simptomatik dan suportif.


H Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena
kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi syok

hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial


mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik (Kayser, 2005).
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi
maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal (Kayser, 2005).
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal
ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.
Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi (Simadibrata, 2006).
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp (Simadibrata, 2006).
I

Prognosis
Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius
hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada
anak-anak dan pada lanjut usia. Pada negara Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada
infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom
uremik hemolitik (Kayser, 2005).

Pencegahan
Karena

penularan

diare

menyebar

melalui

jalur

fekal-oral,

penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik.


Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan

khususnya

selama

mengolah

makanan.

Kotoran

manusia

harus

diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari
kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang
utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang
digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk
memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau
atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi.
Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh
dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum
dikonsumsi (Fauci, 2009).
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat
digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan
dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari
apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak (Fauci,
2009).
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,
tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,
vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin
kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70
% efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru
juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya
diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya (Fauci, 2009).

Anda mungkin juga menyukai