PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi perikanan di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh penangkapan
ikan di laut yang dihasilkan dari laut seluas 5,7 juta km 2 dengan potensi lestari lebih
kurang 6,2 juta ton/tahun. Tingkat pemanfaatan potensi perikanan laut tersebut baru
mencapai 62% dari Maximum Sustainable Yield (MSY).
pemerintah akan meningkatkan volume tangkapan ikan laut sampai dengan 80%
dari MSY atau yang lebih dikenal dengan istilah Total Allowable Catch (TAC),
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan produktifitas penangkapan ikan di
laut serta menjaga kelestarian sumberdaya ikan di laut (Setiadi,2015).
Ikan yang hidup di laut dapat dibagi dua yaitu : ikan permukaan (pelagic) yang
hidup di dalam kolom air dari permukaan sampai dengan di atas dasar dan ikan
dasar (demersal) yang hidup berada di dasar atau berasosiasi dengan dasar perairan.
Ikan dasar seperti : kakap (Lutjanus spp), kurisi (Nemiptherus spp), petek
(Leognatusspp), manyung (Arius spp), dan lain sebagainya. Alat tangkap ikan dasar
yang biasa digunakan yaitu : jaring insang dasar, pancing dasar, trammelnet,
cantrang, trawl, dan lain sebagainya (Nurkomala,2016).
Salah satu contoh dari penggunaan target strength ialah pada perhitungan
kemampuan tangkap dan faktor lolosnya ikan dilakukan dengan mengoperasikan
alat tangkap trawl dasar bersamaan dengan alat akustik beam , yaitu alat akustik
atauScientifik Echo Sounder yang dapat dipergunakan untuk mendetekti kumpulan
ikan (besar dan jumlah ikan) yang berada di alur penangkapan trawl. Maksudnya
adalah trawl dasar untuk mengetahui berapa jumlah hasil tangkapan dan berapa
ukuranya tiap-tiap ikan hasil tangkapan, sedangkan alat akustik untuk mengetahui
berapa banyak ikan yang berada di alur penangkapan (Munawir,2006).
Sehingga hasil tangkapan trawl dasar dan hasil deteksi alat akustik dapat
dibandingkan. Dengan mengetahui nilai dan karakteristik target strength, maka
informasi yang dibutuhkan dalam pendugaan stok ikan seperti jenis ukuran, jumlah
dan kelimpahan sumberdaya ikan dapat diketahui dengan mudah sehingga dapat
membantu dalam proses penangkapan ikan di laut (Munandar,2010).
Metode akustik sangat efisien dan efektif digunakan dalam survei hidrografi,
baik untuk keperluan eksplorasi sumberdaya laut maupun pencarian target tertentu.
Salah satu peng-gunaan metode akustik yang sering dilakukan adalah untuk
mengestimasi densitas atau stok ikan yang ada di suatu perairan (Manik 2013).
Prinsip dasar metode akustik adalah peng-gunaan gelombang suara yang dapat
meram-bat jauh hingga ke dasar laut dan beberapa lapisan di bawahnya untuk
mendeteksi target. Target, yaitu ikan, dapat terdeteksi karena gelombang suara yang
dikirim menimbulkan gema (echo) saat mengenai target (Moniharapon,2009).
Single echo detection (SED) merupakan suatu proses pendeteksian target
tunggal. Jika dua ikan memasuki beam suara pada jarak yang sama, transduser akan
menerima gema dari kedua ikan tersebut pada waktu yang sama. Akibat-nya, gema
yang dihasilkan mengalami interfe-rensi. Instrumen akustik tidak dapat menentukan jumlah, ukuran, dan posisi ikan dengan tepat. Hal ini dapat menyebabkan
adanya kesalahan pada proses estimasi kelimpahan ikan. Gema seperti itu dapat
ditekan menggunakan single echo detector. Single echo detector merupakan alat
untuk mendeteksi target tunggal dengan meng-uji echo-pulse dengan kriteria SED.
Keuntungan penggunaan SED adalah dapat mengetahui lebih akurat jenis ikan yang
terdeteksi oleh instrumen echosounder atau sonar (Nurkomala,2016).
Single echo detector mendeteksi target tunggal sesuai dengan kriteria SED yang
telah diatur sebelumnya. Pengaturan kriteria yang berbeda akan menghasilkan
deteksi yang berbeda pula. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap
beberapa pengaturan kriteria SED untuk melihat pengaruhnya terha-dap estimasi
target strength dan densitas ikan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi kriteria SED yang sesuai
dalam esti-masi densitas ikan di perairan tersebut (Moniharapon,2009).
1.2 Tujuan
1. Menghitung nilai target strength dan mendeskripsikan ukuran ikan berdasarkan
data Target Strength
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Target Strength (TS) adalah kekuatan dari suatu target untuk memantulkan suara
dengan mengetahui nilai dan karakteristik target strength, sehingga informasi
mengenai yang dibutuhkan dalam pendugaan stok ikan, seperti ukuran, dan
kelimpahan sumberdaya ikan dapat diketahui. Dalam pengkajian kelimpahan
sumberdaya ikan menggunakan system akustik, faktor pertama yang harus diketahui
adalah nilai TS karena merupakan faktor skala dalam perhitungan kelimpahan ikan.
Dalam pendugaan stok ikan dengan metode akustik, faktor terpenting yangharus
diketahui adalah Target Strength (Setiadi,2015).
Target strength mempunyai hubungan erat dengan backscattering cross section.
nilai TS individu ikan tergantung pada orientasi ikan terhadap transducer,
keberadaangelembung renang, sudut datang pulsa, accoustic impendance, ukuran,
bentuk, dan elemen ikan. Ketergantungan TS pada faktor-faktor tersebut dinamakan
dengan general trend. Target strength adalah echo yang kembali dari target di bawah
air. Target strength didefnisikan dengan 10 kali logaritma berbasis 10 dari
rasiointensitas suara target pada jarak 1 yard (dikonversi menjadi 1 m) yang kembali
dari pusat akustik dalam beberapa arah dengan intensitas dari sumber
(Munawir,2006).
Dalam pendugaan stok Ikan dengan metode akustik dan juga mendisain echo
sounder/sonar, faktor terpenting yang harus diketahui adalah target strength. Target
strength adalah kekuatan dari suatu target untuk menentukan suara. Tergantung dari
domain yang digunakan, target strength didefinisikan menjadi dua, yakni intensity
target strength dan energy target strength (Moniharapon,2009).
Dalam prakteknya, semua parameter di atas sulit untuk diukur, dengan demikian
untuk pengukuran target strength ikan di laboratorium pada umumnya, digunakan
target acuan (reference target) yang nilai target strengthnya telah diketahui/ diukur
sebelumnya. Khusus untuk mendapatkan nilai in situ target strength akan
dirumuskan tersendiri sewaktu menjelaskan metode pengukuran in situ target
strength. Kenyataannya di lapangan, pengukuran energy target strength sangat
sulit, dengan demikian untuk tingkat teknologi sekarang ini masih digunakan
intensity target strength (Munandar,2010).
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah
ukuran ikan. Untuk spesies ikan yang sama, pada.umumnya makin besar ukuran
ikan maka makin besar nilai target strength-nya. Hal initerutama berlaku untuk
geometric region dari grafik hubungan antara ukuran target dan target strength
(untuk region yang lain yakni Rayleign region, resmance region dam transition
region kecenderungan hubungan linier tersebut tidak berlaku) (Setiadi,2015).
lkan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya
tidak memiliki.target strength maksimum tepat pada dorsal-aspectnya karena
gelembung renang tersebut membentuk sudut terhadap garis sumbu memanjang
ikan. Sedangkan untuk ikan-ikan yang tidak memiliki gelembung renang, nilai
maksimum dari TS pada umumnya tepat pada dorsal-aspectnya, kecuali untuk ikan
yang bentuk tubuhnya tidak streamline. Berdasarkan penelitian dam kemudian
simulasi yang telah dilaksanakan. Nilai TS bladder fish adalah 10 dB lebih besar
dibandingkan dengan bladderless fish. Bladderless fish tidak mempunyai
Resonance region, sedangkan bladder fish memiliki resonance region yang nilainya
tergantung dari kedalaman renang ikan yang bersangkutan (Moniharapon,2009).
Tingkah laku ikan berpengaruh terhadap orientasinya relative terhadap
transducer. Orientasi ikan ini sebenarnya meliputi pitching (tilting), rolling dan
yawing. Pengaruh dari yawing tidak menentukan karena pada umumnya bentuk
transducer adalah bulat sdan dilihat dari transducer posisi ikan tidak menimbulkan
perubahan sudut. Pengaruh rolling tergantung dari posisi ikan. Untuk bladder fish
biasanya tidah berpengaruh nyata karena sebagian besar (lebih besar dari 90%)
energi yang dipantulkan oleh tubuhnya berasal dari gelembung renang. Untuk
bladderles fish, pengaruh rolling cukup besar mengingat energy yang dipantulkan
sangat tergantung dari bentuk dan komponen tubuh dan bukan gelembung renang
(Munandar,2010).
Untuk lebih memudahkan dalam mencari pola hubungan antara tingkah laku/
orientasi ikan dan target strengthnya, biasanya pengaruh yawing dan rolling tersebut
diabaikan sehingga pitching atau tilting yang harus diperhitungkan. Secara umum,
jika orientasi ikan dengan kepala ke bawah (down ward orientation b), maka sudut
kemiringan tubuh (tilt angle)nya disebut negatif, sebaliknya kalau kepalanya ke atas
(repward-orientation), maka tilt-anglenya disebut positif. Perlu ditambahkan disini
bahwa yang dimaksud dengan tilt angle adalah sudut yang dibentuk oleh garis
horisontal dari garis/ sumbu memanjang ikan yang menghubungkan ujung mulut
dan pertengahan sirip ekor (Setiadi,2015).
Acoustic impedance (PC), dimana C adalah kecepatan suara dalam medium dan
P adalah densitas medium yang bersangkutan. Untuk air laut, C = 1500 m/s dan P =
1.025 g/cm3 , sedangkan untuk tubuh ikan kedua nilai tersebut sangat tergantung
dari jenis ikan dan komponen-komponen pembentuknya. Dengan demikian, untuk
bladder fish nilai PC tidak berpengaruh terhadap TS, tetapi untuk bladderless fish
sangat besar pengaruhnya karena perubahan P atau C yang kecil saja akan
menimbulkan perubahan yang cukup besar pada nilai TS (Moniharapon,2009).
Jika melakukan pengukuran target strength dari bladderless fish, maka maka
faktor acoustic impedance ini harus diperhitungkan benar agar ketelitian pengukuran
bisa ditingkatkan. Untuk memudahkannya, jika melakukan pengukuran TS ikan air
laut, maka haruslah dilakukan di laut, sebaliknya untuk ikan-ikan air tawar
dilakukan di air tawar juga. Sudah tentu kalu melakukan pengukuran TS dalam insitu condition hal ini tidak perlu diperhitungkan karena sudah pada kondisi yang
sebenarnya dan ikanpun dalam keadaan berenang bebas (Munandar,2010).
Ensonifying Frequency (frekuensi suara yang digunakan) atau panjang
gelombang suara sangat berpengaruh terhadap target strength ikan yang
bersangkutan. Pada umumnya untuk bladder fish, makin tinggi frequensi (f) atau
makin pendek panjang gelombang suara () (ingat = c/f), maka ada kecenderungan
nilai TS makin rendah. Hal ini selain disebabkan oleh semakin sempitnya
directional pattern dari energy suara yang dipantulkan untuk frequensi tinggi
sehingga yang kembali ke permukaan transducer lebih terbatas, juga karena untuk
frequensi tinggi faktor absorpsi suara oleh air laut semakin besar (Munawir,2006).
Dengan demikian, dalam survai atau penelitian dengan metode akustik,
penentuan frequensi atau panjang gelombang suara haruslah hati-hati. Dalam hal ini
harus diusahakan sedemikian rupa sehingga rasio dan panjang ikan terhadap
panjuang gelomabang (L/ ) diatas 10 atau acoustic scattering dari ikan yang
bersangkutan berada pada geometric region (Nurkomala,2016).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa tanggal 8 Oktober 2016 pukul 08.30 WIB.
Bertempat di Laboratorium Eksplorasi Sumber Daya Hayati dan Akustik Kelautan,
Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sriwijaya.
3.2 Alat dan Bahan
No.
Alat dan bahan
1
Alat tulis
2
Lembar kerja
Fungsi
Untuk menulis hasil praktikum
Sebagai tempat catatan hasil praktikum
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
3.6
5.8
7
10
15
25
68
100
150
TS Gelembung
Renang tertutup (67,5)
-81.47940009
-73.52059991
-64.57743929
-47.5
-43.97817482
-36.61863911
-30.84982175
-27.5
-23.97817482
TS Gelembung
renang terbuka
(-71,9)
-85.87940009
-77.92059991
-68.97743929
-60.77394998
-56.63144013
-54.9980392
TS Gelembung
tanpa gelembung
renang (=80)
-93.97940009
-86.02059991
-77.07743929
-68.87394998
-64.73144013
-63.0980392
-60
-56.47817482
-49.11863911
-35.24982175
-31.9
-28.37817482
TS_MIN
TS_AVERA
GE
TS_MAX
(-)36-40
(-)4150
(-)5179,27
-79.00
-73.30
-71.76
-78.45
-78.44
-79.27
-77.11
-72.11
-70.67
-67.75
-62.73
-60.58
-50.55
-40.55
-50.35
-62.92
-36.83
-39.93
-32.79
-38.14
-37.68
-35.57
-34.03
-34.28
5%
5%
7%
10%
20%
50%
25%
10%
20%
25%
23%
25%
27%
30%
50%
25%
75%
70%
70%
65%
53%
20%
25%
65%
DAFTAR PUSTAKA
Moniharapon, Domey. L. 2009.Analisis Target Strength Ikan Pelagis Di Perairan Selat
Sunda Dengan Akustik Bim Terbagi. Jurnal Triton. Vol.5(2) hal : 61-66 ISSN :
1693-6493
Munandar, Hendry. 2010. Pengukuran Nllal Target Strength Dan Densitas Ikan Pelagis
di Perairan Rembang Dengan "Sistem Akustik Bim Ganda. Jumal Kelautan
Tropis. Vol.3(2) hal : 60-65
Munawir. 2006. Interpretasi Sebaran Nilai Target Strength (TS) Dan Densitas Dengan
Metode Hidroakustik Di Telu Pelabuhan Ratu. Jurnal Teknik Pomits. Vol.4(5)
Hal : 81-85
Nurkomala, Indah. 2016. Pengukuran Target Strength Dan Stok Ikan Di Perairan Pulau
Pari Menggunakan Metode Single Echo Detector. Jurnal Marine Fishiries.
Vol.7(1) Hal : 69-81 ISSN : 2087-4235
Setiadi, Dedi. 2015. Distribusi Nilai Target strength di periairan Bengkalis Provinsi
Riau. Jurnal Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Vol.2(2) hal : 1-13