PERTANIAN
Abstrak
1.
PENDAHULUAN
Ketergantungan impor merupakan permasalahan yang berulang
setiap tahun. Sangat ironis sebagai negara agraris yang kelimpahan sumber
daya alam, Indonesia harus mengimpor 29 komoditas pangan (BPS, 2013)1.
29 komoditas tersebut adalah beras, jagung, kedelai, biji gandum dan mesin,
tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging sejenis lembu, jenis lembu, daging
ayam, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih,
kelapa, kelapa sawit, ladateh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, cabai kering, cabai
awet, tembakau, ubi kayu, kentang. Sebagian pangan yang diimpor tersebut
justru bisa dihasilkan di negeri sendiri. Tidak masuk akal garam juga diimpor
di Indonesia, negara maritim dengan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia2.
Terlebih lagi sejak 2010 Indonesia sudah menghadapi ASEAN- China Free
Trade Area (ACFTA) dan akan ditetapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) pada akhir tahun 2015, berarti akan semakin banyak produk
pertanian dari luar negeri termasuk ASEAN dan China yang masuk ke
Indonesia.
Idealnya, impor yang dilakukan pemerintah disebabkan karena
kekurangan produksi dalam negeri. Namun yang terjadi di negeri ini, Bulog
(http://m.liputan6.com/bisnis/read/791549/daftar-29-bahan-pangan-yang-diimpor-risampai-november#sthash.cXmkDayR.dpuf)
2 http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-Pantai-Indonesia-TerpanjangKeempat-di-Dunia/?category_id
1
selalu kekurangan kebutuhan beras ketika masa panen raya. Konon, masalah
berulang tiap tahun inilah yang terus menjadi alasan pemerintah dalam
melakukan impor. Impor pangan secara langsung berdampak pada pasokan
dan harga yang terjaga hingga mempengaruhi rendahnya inflasi.3 4 Tulisan ini
tidak menganalisa hubungan inflasi tersebut, namun menekankan pada
permasalahan penurunan produktivitas pertanian dan langkah tindak
lanjutnya.
2.
PERMASALAHAN
Menurut proyeksi para ahli kependudukan, pada tahun 2035
sekalipun program Keluarga Berencana (KB) sukses, penduduk kita akan
mencapai sekitar 350 juta jiwa. Dengan tingkat konsumsi per kapita seperti
sekarang ini, 139 kg per kapita per tahun, pada 2035 dibutuhkan sekitar 50
juta ton beras. Untuk menghasilkan 50 juta ton beras, dibutuhkan sawah
dengan produktivitas rata-rata 5 ton GKG (Gabah Kering Giling) per ha seluas
sekitar 11 juta ha. Data menunjukkan, sekarang Indonesia hanya mempunyai
sekitar 6,5 juta hektar sawah, sehingga sangat sulit membayangkan
mendapatkan areal baru untuk mencapai 11 juta ha tadi.5 Masalah
pertambahan permintaan lebih besar daripada kemampuan berproduksi,
harus segera menjadi fokus perhatian pemerintah. Perlu upaya serius dari
pemerintah dalam menghadapi kondisi saat ini di sektor pertanian.
I. KONDISI SAAT INI
1.
Petani masih miskin
Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada
di bawah garis kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan.
Selain itu, Nilai Tukar Petani sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan
dengan target batas bawah RPJMN, yaitu 115-120.6 Hal ini menunjukkan
petani (nelayan, peternak, perkebun) Indonesia belum sejahtera.
Penyebab lemahnya NTP dapat dilihat dari IT atau IB. Dari segi IT,
sulitnya diversifikasi konsumsi pangan karena budaya masyarakat Indonesia
yang makan nasi/kebutuhan pokok tertentu yang sulit berubah atau dengan
3Impor
kata lain, ketergantungan konsumsi pangan masih tinggi. Dari segi IB,
keterlambatan bantuan input usaha pertanian seperti benih dan pupuk sering
terjadi. Biasanya anggaran belum bisa dicairkan dengan mudah pada awalawal tahun, padahal petani harus segera memulai penanaman di awal tahun.7
Nilai Tukar Petani
Sumber:BPS
Petani tetap hidup miskin karena petani tidak punya hak untuk
menetapkan kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian yang
ada di Indonesia tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer
Jury. Ini berdampak pada gerakan kedaulatan pangan di India. Dengan 1,2
miliar penduduk masih bisa ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton jagung, dan
4,2 juta ton tepung kedelai tahun 2011. 8 Bandingkan dengan Indonesia yang
penduduknya hanya 240 juta tapi banyak impor berbagai komoditas.
2.
Ketergantungan impor
Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang
dilakukan pemerintah. Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan
perkebunan sebesar 8 9%. Pada Desember 2013, ekspor perkebunan
meliputi minyak sawit, kelapa, karet dan gula tebu sebesar 96%. Namun
produk perkebunan yang diekspor merupakan bahan mentah dan sebagian
impor merupakan bahan jadi. Impor dilakukan sebagian besar untuk
konsumsi, bukan untuk proses produksi. Hal ini menunjukkan sangat
tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik terhadap impor.
Ekspor dan Impor Sektor Pertanian Desember 2013
3.
Banyak usia produktif meninggalkan pertanian
Grafik berikut menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga usaha
pertanian dari 2003 ke 2013. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif
di Indonesia berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian
dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian. jika
sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun
lagi, sektor pertanian Indonesia makin terpuruk.
Sumber: BPS
durian dan sejenisnya.9 Tanpa PPN saja, produk pertanian Indonesia sudah
kalah bersaing dengan produk impor apalagi ditambah kewajiban PPN.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah membebaskan pajak
yang dikenakan ke petani dan memberi tarif tinggi kepada produk impor. Hal
ini tidak melanggar ketentuan peraturan perdagangan Internasional dan
dapat melindungi produk pertanian dalam negeri. Jepang sudah
mengimplementasikan hal ini untuk meningkatkan produksi pertaniannya.
Kebijakan pertanian harus jangka panjang untuk memastikan
keberlangsungannya. Kebijakan domestik hendaknya disertai dengan
kebijakan perdagangan luar negeri untuk melindungi produksi dalam negeri
C. Aspek Program Pemerintah
Program Pemerintah yang dilakukan selama ini yang berupa
peningkatan produktivitas, antara lain:
a.
Subsidi Benih, Pupuk dan Bunga Kredit Program
Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar anggaran di APBN
pada subsidi energi yang tidak tepat sasaran. Alokasi anggaran subsidi benih
pada APBN rata-rata hanya 2.3% per tahun dari total subsidi non energi dan
rata-rata 0.4% per tahun dari total subsidi. Rata-rata subsidi pupuk 37% dari
subsidi non energi dan 7% dari total subsidi. Sangat sedikit untuk sebuah
negara agraris.
Persentasi Subsidi Pupuk dan Benih terhadap Total Subsidi dan Non Energi
Tahun
Subsidi
Pupuk
%/total
subsidi
%/subsidi
nonenergi
Subsidi
Benih
%/total
subsidi
%/subsidi
non energi
2008
2009
15,181.5
5.51%
18,329.0
13.27%
29.04%
985.2
0.36%
1.88%
42.14%
1,597.2
1.16%
3.67%
2010
18,410.9
9.55%
34.90%
2,177.5
1.13%
4.13%
2011
16,344.6
5.53%
41.12%
96.9
0.03%
0.24%
2012
13,958.5
4.03%
34.95%
60.3
0.02%
0.15%
2013
17,932.7
5.15%
37.14%
1,454.2
0.42%
3.01%
2014
21,048.8
6.31%
40.81%
1,564.8
0.47%
Sumber: Nota Keuangan, kemenkeu
3.03%
Produk Pertanian Dikenai PPN 10%. Kompas, 6 Agustus 2014, hal 17.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 116
melemahnya nilai tukar rupiah.10 Hal ini membuat petani khawatir (termasuk
spekulan) sehingga membeli pupuk berlebihan.11
Mekasnisme distribusi pupuk subsidi pupuk juga perlu dikaji lebih
mendalam.Subsidi pupuk mendukung produsen pupuk, dikarenakan belum
terdapat pemisahan biaya yang tegas antara operasional pupuk subsidi atau
non subsidi atau ekspor. Hal ini dikarenakan satu pabrik pupuk memproduksi
pupuk subsidi, non subsidi dan ekspor. Hal ini membuat kesulitan
mengalokasikan biaya operasional dan tentunya dapat memunculkan fraud.
Penyuluh pertanian dapat membimbing petani supaya dapat membuat
pupuk sendiri dari bahan yang tersedia di lingkungannya. Pertanian organik
yang ramah lingkungan ini membuat tanah lebih subur di jangka panjang.
Selain itu, petani tidak perlu membeli pupuk yang setiap tahun harganya naik.
Subsidi pupuk dapat dialokasikan ke infrastruktur pertanian seperti jalan
usaha tani atau irigasi yang juga sangat penting dalam meningkatkan
produksi pertanian
Subsidi bunga kredit pertanian di perbankan, terutama tanaman
pangan dan hortikultura juga kurang pro-petani. Dari total kredit ke sektor
pertanian, lebih dari 60% untuk perkebunan sawit. 12 Padahal, perkebunan
sawit biasanya pemilik modal besar.
Kendala petani dalam mengakses kredit perbankan adalah
persyaratan formal yang dibutuhkan perbankan sulit dipenuhi oleh para
petani. Hal ini dilematis karena Bank dalam pemberian kredit selalu terikat
pada aturan hukum yang berlaku. Pemerintah mengupayakan pengembangan
kredit pada sektor pertanian, disisi lain Bank melalui peraturan Bank
Indonesia menekankan prinsip kehati-hatian dalam setiap penyalurannya
dengan pembebanan resiko pada setiap penurunan kualitas kredit tanpa
adanya perlakuan khusus.13
b.
Perbaikan Irigasi
Target terlaksananya rehabilitasi irigasi pada areal seluas 1340 ribu
Ha di 2014. Realisasinya sampai 2011, total areal hanya sebesar 577.18 ribu
Ha. Jadi, masih kurang 762.9 ribu Ha sampai tahun 2014. 50% jaringan irigasi
Munir S, (2014), Tiga Bulan Pupuk Menghilang, Petani dan Peternak Rugi Miliaran Rupiah,
17Mei.(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/17/0832419/Tiga.Bulan.Pupuk.
Menghilang.Petani.dan.Peternak.Rugi.Miliaran.Rupiah)
11Fardaniah, R. (2013), Subsidi Pupuk dan Ketahanan Pangan, 13 November.
(http://www.antaranews.com/berita/404813/subsidi-pupuk-dan-ketahanan-pangan)
12Rachmawati (2014).Banyuwangi Dorong Perbankan Salurkan Kredit ke Pertanian, 21
Mei.(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/21/1828427/Banyuwangi.Dorong.
Perbankan.Salurkan.Kredit.ke.Pertanian)
13 Ashari, (2009), Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia,
Analisis Kebijakan Pertanian Volume 7 No.1, Maret, hal: 21-42
10
strategis nasional di Jawa rusak. Ini berarti dalam 30 tahun terakhir tak ada
perhatian pemerintah soal irigasi. 14
III. LANGKAH TINDAK LANJUT
Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus
dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis,
konsisten dan terpadu.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan
dan program:
1. Intervensi pasar
Menetapkan harga minimum untuk hasil produksi pertanian dalam
negeri untuk menjamin kestabilan harga jual komoditas pertanian.
Menjamin ketersediaan pasar untuk menampung produksi
pertanian dalam negeri (antar daerah di seluruh Indonesia).
Mempromosikan komoditas Indonesia ke negara asing.
Memberi bea masuk tinggi untuk impor barang yg sama dari luar
negeri melindungi komoditas yg diproduksi dalam negeri
2. Standardisasi kualitas sektor pertanian
Revitalisasi Bulog, kampus dan industri sektor pertanian dalam
penetapan standar dan pelatihan kepada produsen agar produknya
dapat memenuhi standar tersebut
Insentif terhadap penelitian yang memberi dampak bagi pertanian
Indonesia.
Pelatihan-pelatihan dan sosialisasi penyuluh pertanian yang efektif
untuk petani (petani disini termasuk peternak, nelayan, perkebun)
melibatkan kampus dan swasta yang terlibat dlm industri ini.
3. Subsidi input pertanian dan lanjutan
Memberikan subsidi pupuk, alat pertanian, kapal, bibit, obat hewan
peliharaan dan memberikan pengawasan terhadap mekanisme
pemberian subsidi-subsidi tersebut.
Insentif untuk swasta atau industri-industri yang mau terlibat
misalnya industri input (pupuk, benih) sehingga tercipta harga
pupuk yang lebih masuk akal.
Insentif untuk industri lanjutan (industri pengolahan makanan)
untuk mejaga keutuhan mata rantai industri pertanian
4. Peningkatan produktivitas daerah produsen
Menjamin ketersediaan sekolah, puskesmas, listrik, pasar di
daerah-daerah (pantai, perkebunan, pedesaan) sehingga usia
produktif tertarik membangun desanya.
14(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/12/18/1332475/Banyak.yang.Tidak.Pah
am.soal.Kedaulatan.Pangan)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 118
5.
6.
7.
8.
3. PENUTUP
Indonesia, sebagai negara maritim dan agraris, memiliki kelimpahan
sumber daya alam, seharusnya dapat dapat mewujudkan kedaulatan pangan.
Indonesia masih bergantung pada impor, petani masih miskin dan banyak
usia produktif meninggalkan pertanian. Permasalahan yang terjadi dibagi tiga
yaitu pertama aspek geografi, Indonesia berpotensi terkena dampak bencana
alam. Kedua aspek kebijakan pemerintah, dimana kebijakan pemerintah
kurang pro-petani dan ketiga, aspek program pemerintah seperti subsidi baik
benih, pupuk dan bunga kredit pertanian yang kurang tepat sasaran, dan
target RPJMN yang tidak pernah tercapai. Kedaulatan pangan ini mampu
tercapai apabila terdapat arah kebijakan yang tegas dan implementasi
kebijakan yang tepat dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Melalui Peningkatan produktivitas pertanian dari sektor hilir, hulu dan
jasa penunjangnya, Indonesia bisa mewujudkan kedaulatan pangan, yang
merupakan hak setiap warga negara. (JP)