Ayam hutan atau ayam alas yang baru saja di jinakkan harus tetap diberi makan.
Pakan ayam hutan harus disesuaikan dengan saat habitat aslinya, jangan dahulu
diberikan makanan buatan seperti voer ayam. Tapi berilah dahulu makanan ayam
hutan yang biasa mereka temukan dihutan.
Pakan ayam hutan bisa berupa biji-bijian yang sudah biasa ayam hutan kosumsi
dihabitat aslinya. Biji bijian yang dijadikan makanan ayam hutan bisa berupa biji
padi, jagung, biji gandum dan berbagai macam kacang-kacangan.
Biasanya makanan ayam hutan untuk ayam hutan yang baru jinak harus ditebarkan
ke tanah dikandang, sebab ayam hutan belum terbiasa menggunakan tempat
makan. Jika sudah terbiasa, barulah makanan ayam hutan disimpan didalam tempat
makan. Biasanya biji padi disukai ayam alas ini hingga dijadikan biji utama,
vareasikan juga dengan biji-bijian lainnya.
Selain biji-bijian, ayam hutan sangat baik diberikan pakan hewani seperti serangga,
jangkrik, cacing, belalang, ulat maupun cacahan daging sebagai makanan
tambahan. Selain itu, dapat juga kita berikan pakan tambahan lain yang kaya serat
dan protein nabati seperti seperti potongan buah-buahan, rumput-rumputan, dan
sayuran.
Makanan buatan seperti voer ayam baru bisa diberikan saat ayam hutan sudah bisa
beradaptasi, voer ayam dan dedak bisa dijadikan makanan tambahan. Tapi ada
yang paling penting yang harus diperhatikan, yakni air minum ayam. Air minum
harus tersedia selalu dalam kondisi bersih dan layak minum serta cukup. Jangan
sampai air minum kering, sebab ayam hutan sangat rentan dengan kematian bila
kekurangan air.
Makanan ayam hutan diberikan dalam skala besar, atau siap sedia dalam kandang
sepanjang waktu terutama untuk pakan biji-bijian. Sedangkan untuk pakan sauran
dan buah-buahan bisa diberikan 2x seminggu atau seminggu sekali, tujuannya guna
mencukupi kebutuhan gizi ayam hutan. Begitu juga dengan makanan hewani,
berikan secukupnya saja. Atau jika kita ingin ayam hutan kita jinak pada kita, bisa
kita berikan lewat tangan kita langsung sedikit-sedikit. Supaya mereka mengenali
kita dan tidak takut lagi pad pemiliknya. Ayam hutan sendiri secara garis besar
dibagi 2 jenis, yakni ayam hutan merah dan ayam hutan hijau. Lihat di Cara
Menjinakkan Ayam Hutan
Ayam hutan merah hidup berkelompok membentuk suatu kumpulan yang paling
besar di antara kerabatnya. Pejantan yang kuat dapat menguasai tiga sampai lima
ekor betina. Pejantan muda hidup menyendiri atau membentuk kelompok sendiri
sampai tiga ekor.
Ayam hutan merah dapat hidup sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut,
baik di daerah kering atau hutan lebat yang lembab. Sarang ayam hutan merah
terletak di pohon-pohon. Jumlah telur setiap pembiakan paling banyak enam butir.
Ayam hutan merah mulai berganti bulu pada bulan Juni sampai September, dan
mulai tumbuh kira-kira pada awal tahun. Makanannya berupa makanan segar yang
tidak mengandung lemak. Ayam hutan yang dipelihara dapat menerima makanan
berupa pelet, biji-bijian, hijauan, grit dan makanan tambahan lainnya (WALUYO dan
SUGARDJITO, 1984; MUFARID, 1991).
PERSILANGAN DENGAN AYAM KAMPUNG
Ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) sering
dikawinsilangkan dengan ayam kampung, hasil persilangannya biasa disebut ayam
Bekisar.
Hal ini didukung oleh penelitian polymorphisme protein darah oleh HASHIGUCHI et
al. (1993) yang mendapatkan hasil bahwa kemiripan genetik ayam domestik
dengan ayam hutan merah lebih dekat dibandingkan dengan ayam hutan hijau,
sehingga kemungkinan hal ini yang mempengaruhi aktivitas perkawinan di
antaranya. Ayam jantan hasil persilangan dengan ketiga spesies ayam hutan yang
lain umumnya mempunyai kemampuan reproduksi lebih baik dibandingkan yang
betina.
Bekikuk. Ayam hutan jantan juga dapat dikawinkan dengan ayam kate betina, akan
tetapi ayam Bekisar yang dihasilkan suaranya tidak sebaik ayam Bekisar hasil
persilangan antara ayam hutan jantan dengan ayam kampung biasa (TARIGAN dan
HERMANTO, 1991).
Pemilihan calon induk (ayam hutan jantan dan betina ayam kampung) dipandang
sebagai tahap awal yang penting sebelum melakukan persilangan, agar dapat
menghasilkan ayam Bekisar yang bermutu. Oleh karena tujuan persilangan adalah
untuk memperoleh ayam Bekisar dengan suara yang merdu, berpenampilan baik
dan warna bulu yang indah, maka seleksi calon induk biasanya didasarkan kepada
beberapa kriteria tersebut. Ayam hutan jantan yang dipilih sangat lebih baik jika
telah jinak sehingga memudahkan dalam penanganan. Telah dewasa (berumur satu
sampai tiga tahun) dan pemberani. Hendaknya ayam ini memiliki suara yang bagus
(kokok yang keras, bersih dan melengking panjang), rajin berkokok, bertubuh besar
dan sehat, jengger tebal, lebar dan tegak, bergerigi dan berwarna merah.
Induk betina ayam kampung juga menentukan mutu Bekisar yang akan dihasilkan.
Seleksi pada ayam betina kampung dapat dilakukan dengan memperhatikan bentuk
fisik (besarnya tidak melebihi ayam hutan jantan), berbulu tebal, koteknya keras
dan panjang (diharapkan perpaduan dengan kokok ayam hutan jantan akan
menghasilkan Bekisar bersuara bagus pula).
Untuk sifat kualitatif karena pada umumnya diatur oleh beberapa gen maka lebih
mudah untuk dipilih sehingga dapat menghasilkan sifat tertentu yang diinginkan itu
muncul pada Bekisar. Sifat kualitatif yang dapat dipilih untuk lebih meningkatkan
penampilan Bekisar antara lain bentuk jengger, warna bulu, warna kulit, shank
berbulu.
Perilaku pewarisan sifat-sifat tersebut telah diketahui (NOOR, 1996). Bentuk jengger
ros dan pea dominan terhadap jengger tunggal sehingga bila ingin membentuk
Bekisar dengan jengger tunggal dipilih induk dengan jengger tunggal karena ayam
hutan jantan sudah memiliki sifat jengger tunggal. Sifat warna bulu putih dominan
terhadap bulu berwarna sedangkan bulu berwarna dominan terhadap putih resesif
dan bulu hitam dominan terhadap bulu merah. Sifat shank berbulu dominan
terhadap shank tidak berbulu.
Penjinakkan ayam hutan dari sumber penangkapan di alam akan banyak menemui
kendala karena sifat ayam hutan yang sangat liar. Penjinakkan diperlukan agar
penanganan terhadap pelaksanaan perkawinan labih mudah dan ayam hutan jantan
berani dan mau mengawini ayam kampung betina. Akan tetapi proses penjinakkan
ini sangat sukar karena ayam hutan jantan hasil tangkapan pada umumnya
mengalami stress berat yang berkepanjangan dan tidak jarang mengalami
kematian. TARIGAN dan HERMANTO (1991) mengemukakan bahwa kematian pada
umumnya terjadi karena ayam hutan sering kelabakan di dalam kandang hingga
mengakibatkan luka-luka di kepala dan terjadi infeksi hingga mati atau karena
stress berat sehingga tidak mau makan dan akhirnya mati. Pada prinsipnya
penjinakkan ayam hutan baik jantan maupun betina memerlukan proses yang lama
dan memerlukan kesabaran dan ketekunan. Upaya mengindari luka saat kelabakan
dapat dilakukan dengan membuat kadang yang terbuat dari anyaman daun kelapa
yang diperkuat dengan jepitan bambu atau dengan merentangkan kain atau goni
bekas di bagian atas dalam kandang agar saat kelabakan tidak mengenai kurungan.
Kemudian kandang ditutup dengan kain dan secara bertahap dibuka sedikit demi
sedikit. Kandang sebaiknya ditempatkan pada tempat yang sering dilalui orang agar
terbiasa dengan keadaan yang ramai. Untuk mengurangi stress ayam harus
dimandikan dua minggu sekali dengan menggunakan semprotan air terutama di
musim kemarau.
Penangkaran ayam hutan adalah cara terbaik untuk tetap dapat mempertahankan
populasi ayam hutan dan untuk keperluan pembentukan ayam Bekisar.
Penangkaran akan lebih mudah dilakukan dengan jalan penetasan dan pembesaran
bersama ayam kampung. Apabila diperoleh beberapa ekor anak jantan dan betina
hasil penetasan dan pembesaran, ini dapat dijadikan sebagai stok awal dalam
memperbanyak populasi ayam hutan yang ada tersebut.
NURDIANI (1996) selama 90 hari terhadap lima pasang ayam hutan menunjukkan
bahwa ayam hutan yang dipelihara di dalam kandang tidak pernah melakukan
perkawinan walaupun telah disekandangkan bersama setelah enam bulan. Hal ini
terjadi diduga karena ayam hutan tersebut masih mengalami cekaman/stress
karena pengandangannya sehingga menurunkan fungsi sistem reproduksinya.
Di Indonesia, masalah pelestarian alam difokuskan kepada tiga aspek utama yaitu
perlindungan proses ekologi sebagai pendukung kehidupan, pengawetan
keragaman genetika dan pemanfaatan secara l
KESIMPULAN DAN SARAN
berpotensi menyebabkan punahnya ayam hutan, oleh karena itu upaya pelestarian
perlu untuk dilakukan.
Motivasi para peternak pembentuk ayam Bekisar perlu juga diarahkan untuk
melakukan penangkaran ayam hutan agar pemanfaatannya dapat tetap terus
lestari. Peran serta dan partisipasi berbagai pihak dalam pelestarian in situ dan ex
situ ayam hutan perlu terus didorong agar upaya pelestarian dapat berjalan dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMUS. 1991. Mencetak Aneka Bekisar. Bonus Trubus September XXII (262).
ARIFINSJAH, D. 1987. Studi Perilaku Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) SHAW and
NODDER, 1798 dan Kemungkinan Pengelolaannya di Taman Nasional Baluran, Jawa
Timur. (Skripsi Sarjana. Fakultas Kehutanan. Institut IPB Pertanian Bogor. Bogor.
DELACOUR, J. 1977. The Pheasant of the World. 2nd ed. Spur Publ. and the World
Pheasant Assoc.
Surrey.
HUTT, F. B. 1949. Genetics of The Fowl. Mc Graw- Hill Book Co, Inc., New York,
Toronto, London.
Ecological and morphological studies on the Red Jungle Fowl and the Green Jungle
Fowl in Indonesia. Report of The Research Group of Overseas Scientific Survey.
NURDIANI, N. 1996. Studi Perilaku Seksual dan Hubungan Pola Hormonal dengan
Beberapa