Anda di halaman 1dari 16

1.

Obat Gagal Jantung


1.1. Penghambat ACE

A. Mekanisme Kerja
Penghambat ACE menghambat konversi angiotensin I
(Ang I) menjadi angiotensin II (Ang II). Kebanyakan efek
biologik Ang II diperantarai oleh reseptor angiotensin tipe 1
(AT1).Stimulasi

reseptor

AT1menyebabkan

vasokontriksi,

stimulasi dan pelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas


simpatis, dan hipertrofi miokard.Penghambat ACE dengan
mengurangi pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas
Ang

II

di

reseptor

pengurangan

AT1

hipertrofi

maupun

miokard

AT2,

dan

sehingga

penurunan

terjadi
preload

jantung yang akan menhambat progresi remodelling jantung.


Di Samping itu, penurunan aktivitas neurohormonal endogen
(Ang II, aldosteron, norepinefrin) akan mengurangi efek
langsugnya dalam menstimulasi remodelling jantung. Enzim
ACE juga merupakan kininase II, maka penghambat ACE akan
menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin
yang terbentuk lokal di endotel vaskuler akan meningkat.
Bradikinin bekerja lokal pada reseptor BK 2 di sel endotel dan
menghasilkan

nitric

oxide

(NO)

dan

prostasiklin

(PGI 2),

keduanya merupakan vasodilator, antiagregasi trombosit dan


antiproliferasi.
B. Kontraindikasi
Penghambat ACE tidak dianjurkan untuk diberikan kepada
wanita hamil dan menyusui, pasien dengan stenosis arteri
ginjal

bilateral,

atau

angioedema

pada

terapi

dengan

penghambat ACE sebelumnya.


C. Dosis
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis
rendah dan dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah
dosis

pemeliharaan

yang

telah

terbukti

efektif

untuk

mengurangi mortalitas/hospitalisasi dalam uji klinik yang


besar.
Obat

Dosis awal

Dosis pemeliharaan

Kaptopril

6,25 mg tid

25-50 mg tid

Enalapril

2,5 mg od

10-20 mg bid

Lisinopril

2,5 mg od

5-20 mg od

Ramipril

1,25 mg od/bid

2,5-5 mg bid

1 mg od

4 mg od

Kuinapril

2,5 mg od

5-10 mg bid

Fosinopril

5-10 mg od

20-40 mg od

Perindopril

2 mg od

4 mg od

Trandolapril

od = sekali sehari ; bid = 2 x sehari ; tid = 3x sehari


D. Efek Samping
Batuk, hipotensi,

gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia,

dan angioedema.

1.2. Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker)


A. Mekanisme Kerja
Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas
Ang II hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka
disebut juga AT1-Bloker.Tidak adanya hambatan kininase II
menyebabkan

bradikinin

dipecah

menjadi

kinin

inaktif,

sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Dalam hal


ini

diduga

mekanismenya

juga

sama,

yakni

akumulasi

bradikinin karena terjadi reaksi saling antara penghambat


ACE dan AT1-Bloker.
B. Dosis
Obat
Kandesartan
Losartan
Valsartan
C. Efek Samping

Dosis Awal
4 8 mg od
25 50 mg od
20 40 mg od

Dosis Maksimal
32 mg od
50 100 mg od
160
bid

Pusing dan batuk kering.

1.3. Diuretik
A. Mekanisme Kerja
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens
bagian epitel tebal; tempat kedanya di permukaan sel epitel
bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada
pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran
darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus.
Perubahan

hemodinamik

menurunnya

reabsorpsi

ginjal

cairan

ini

dan

mengakibatkan

elektrolit

di

tubuh

proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan


aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar.
Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka
aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya

reabsorpsi

cairan

dan elektrolit

di

tubuh

proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu


mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut
yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan
demikian akan mengurangi diuresis.
Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja
di tubuh proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai
days hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya
merupakan

derivat

asetazolamid,

tetapi

sulfonamid,

seperti

aktivitasnya

juga

terlalu

tiazid

lemah

dan
untuk

menyebabkan diuresis di tubuh proksimal. Asametakrinat


tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek diuretik
kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle
asendens epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari
besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja juga di
segmen tubuh lain.

Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi


K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan
besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca ++ dan Mg++ juga
ditingkatkan

sebanding

dengan

peningkatan

ekskresi

Na+.Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan


re-absorpsi
kalsiuria

Ca++

ini,

di

tubuh

golongan

distal.Berdasarkan

diuretik

kuat

atas

digunakan

efek
untuk

pengobatan simptomatik hiperkalsemia.


Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat
dititrasi (fitrable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga
terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah
sate faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik.
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis
metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat
penyusutan

volume

cairan

ekstrasel.Sebaliknya

pada

penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis


ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+.Alkalosis
ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi masingmasing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.

b. Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema,
dengan

derajat

yang

agak

berbeda-beda.Bioavailabilitas

furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%.Obat

golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif,


sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali
disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuh
proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairar tubuh
dan mungkin sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal
lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan
interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat
sekresi tubuh, dan tidak pada tempat kerja diuretik.Torsemid
memiliki mass kerja seclikit lebih panjang dad furosemid.
Kira-kira 2/3 clad asam etakrinat yang diberikan secara IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam
konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan Nasetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian
besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya
Sebagian kecil dalam bentuk

glukoronid. Kira-kira

50%

bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai


metabolit.
B. Kontraindikasi
Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi
cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan
memacu progresi gagal jantung, maka diuretik tidak boleh
diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang
tidak ada overload cairan, maka itu diuretic harus selalu
diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE.
C. Dosis

D. Efek Samping
a. Gangguan cairan dan elektrolit
b. Ototoksisitas
c. Hipotensi
d. Efek metabolik
e. Reaksi alergi
f. Nefritis interstisialis alergik
E. Interaksi
Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian
diuretik kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien
yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia.
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan
risiko nefrotoksisitas.
Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus
sehingga efek diuresisnya berkurang.
Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan
klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein.Pada
penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan
klirens litium.Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin.Anti-inflamasi non-

steroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan


kerja furosemid.

1.4. Antagonis Aldosteron


A. Mekanisme Kerja
Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron
meningkat

(akibat

aldosteron),

bisa

aktivasi

sampai

20x

sistem
kadar

reninangiotensinnormal.

Aldosteron

menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg.


Retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan
preload

jantung.

Aldosteron

memacu

remodelling

dan

disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek


langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi
fibroblas (lihat Gambar 19-1 dan 19-2). Karena itu antagonisasi
efek

aldosteron

akan

mengurangi

progresi

remodelling

jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas


akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron,
yakni spironolakton dan eplerenon.
B. Dosis
Sebelum pemberian obat, periksa dulu kadar K serum
(harus 5,0 mmol/L) dan kreatinin (harus 2,0-2,5 mg/dL)
atau klirens kreatinin > 30 mL/menit. Obat diberikan dengan
dosis awal yang rendah : spironolakton 12,5 mg, eplerenon 25
mg

sehari,

kemudian

dosis

dapat

ditingkatkan

menjadi

spironolakton 25 mg, eplerenon 50 mg, jika diperlukan. Risiko


hiperkalemia meningkat dengan dosis penghambat ACE yang
lebih tinggi (kaptopril 75 mg/hari, enalapril atau lisinopril
10 mg/hari). Penggunaan obat AINS dan coxib harus dihindari.
Kadar K dan fungsi ginjal harus dimonitor dengan ketat:
periksa dalam 3 had dan pada 1 minggu setelah awal terapi
dan sedikitnya sebulan sekali selama 3 bulan pertama. Jika
kadar K 5,0-5,5 mmol/L, kurangi dosis obat dengan 50%,
hentikan obat jika kadar K > 5,5 mmol/L. Setelah 1 bulan, jika

gejala-gejala gagal

jantung belum membaik dan kadar K

normal, dosis obat dinaikkan. Periksa lagi kadar K dan


kreatinin setelah 1 minggu. Jika terjadi diare atau penyebab
dehidrasi lainnya, harus segera ditangani.
C. Interaksi
Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan
pada :
a. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung
lanjut (NYHA kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik
(fraksi ejeksi 35%) untuk mengurangi mortalias dan
morbiditas (terbukti untuk spironolakton).
b. Penghambat ACE dan -bloker pada gagal bantuan
setelah infark miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel
kid (fraksi ejeksi 40%) dan tanda-tanda gagal jantung
atau

diabetes

untuk

mengurangi

morbiditas (terbukti untuk eplerenon).

1.5. Blocker
A. Mekanisme Kerja

mortalitas

dan

Pada Gambar 19-3 terlihat bahwa aktivasi simpatis akan


mengaktifkan sistem renin-angiotensinaldosteron (RAA). Renin
disekresi oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi
reseptor adrenergik Pl. Selanjutnya aktivitas sistem simpatis
maupun sistem RAA akan mengakibatkan hipertrofi miokard
melalui efek vasokonstriksi perifer (arteri dan vena) dan
retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi
koroner

akan

mengurangi

pasokan

darah

pada

Binding

ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia miokard.


Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard juga
akan

menyebabkan

peningkatan

iskemia

kebutuhan

O2

miokard
miokard

relatif

karena

disertai

dengan

berkurangnya pasokan O2 miokard. Iskernia miokard akan


menyebabkan
memicu

perlambatan

terjadinya

meningkatkan

konduksi

aritmia

automatisitas

jantung.
sel-sel

jantung,

yang

akan

Norepinefrin

juga

automatik

jantung

sehingga

terbentuk

fokus-fokus

ektopik

yang

akan

menimbulkan aritmia jantung. Angiotensin II juga bekerja


langsung pada jantung untuk menstimulasi pertumbuhan
sehingga terjadi hipertrofi miokard. Selanjutnya, hipertrofi
miokard yang terjadi akibat styes hemodinamik maupun yang
terjadi secara langsung akan memicu apoptosis dan fibrosis
miokard

sehingga

terjadi

remodelling

miokard,

yang

berlangsung secara progresif, dan dengan demikian terjadi


progresi gagal jantung.
Pemberian -bloker pada gagal jantung sistolik (lihat
Gambar 19-3) akan mengurangi kejadian iskemia miokard,
mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya
aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi risiko
terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular). bloker

juga

menghambat

penglepasan

renin

sehingga

menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan


hipertrofi

miokard,

apoptosis

&

fibrosis

miokard,

dan

remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan


terhambat, dan dengan demikian memburuknya kondisi klinik
juga akan terhambat.
B. Dosis
Peningkatan

Dosis

Bloker

awal

Bisoprol

1,25 mg

(mg/hari)
2,5; 3,75; 5;

ol
Metoprol

od

7.5; 10
25; 50; 100;

200 mg

suksinat

12,5/25
mg od

200

od

CR
Karvedil

3,125 mg

6,25; 12,5;

25 mg od

ol

dosis

Dosis

Periode

target

titrasi

10 mg od

Minggu bulan

Idem

Idem

ol

dib

25; 50

C. Efek Samping
Pada awal terapi dengan -bloker dapat terjadi :
a. Retensi

cairan

dan

memburuknya

gejala-gejala,

maka tingkatkan dosis diuretik.


b. Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE
atau -bloker.
c. Bradikardia, maka kurangi dosis -bloker.
d. Rasa lelah, maka kurangi dosis -bloker.

1.6. Vasodilatasor Lain


A. Hidralazin-Isosorbid Dinitrat
Kombinasi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung
sistolik yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE dan
antagonis All, untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
dan

memperbaiki

kualitas

hidup.

Hidralazin

merupakan

vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload, sedangkan


isosorbid

dinitrat

merupakan

menurunkan preload jantung.


B. NA Nitroprusid I.V.
Merupakan prodrug dari

venodilator

nitric

oxide

sehingga

(NO),

suatu

vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga


menurunkan after-load maupun preload jantung.Mule kerjanya
cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme membentuk, NO
yang aktif.Mesa kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat
dititrasi dengan cepat untuk mencapai efek hemodinamik yang
diinginkan.Karena itu obat ini biasa dipakai untuk mengatasi
gagal jantung akut di IGD.
C. Nitrogliserin I.V.
Obat ini juga prodrug dari NO.Pada kecepatan infus yang
rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian
hanya

menurunkan

preload

jantung.

Pada

pasien

gagal

jantung, obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung


kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung kiri non-

iskemik yang memerlukan penurunan preload dengan cepat,


dan pada pasien dengan overload cairan yang simtomatik dan
belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus
yang lebih tinggi, obat ini juga mendilatasi arteri sehingga
menurunkan afterload jantung.Jika terjadi toleransi, dapat
diatasi dengan meningkatkan dosisnya.
Efeksamping :sakit kepala.
D. Nesiritid I.V.
Merupakan rekombinan dari peptide natriuretik otak
(BNP) manusia, dan diindikasikan untuk gagal jantung akut
dengan sesak napas saat istirahat atau dengan aktivitas
minimal. Pada pasien ini, nesiritid yang diberikan sebagai infus
selama 24-48 jam menurunkan tekanan kapiler pare (PCWP)
dan mengurangi sesak napas. Mekanisme kerjanya melalui
peningkatan siklik GMP menyebabkan dilatasi vena dan
arteri.Pada pasien gagal jantung, nesiritid mengantagonisasi
efek

angiotensin

dan

norepinefrin

dengan

menimbulkan

vasodilatasi, natriuresis dan diuresis.

1.7. Digoksin
Beberapa efek digoksin pada pengobatan gagal jantung, yaitu :
a. Inotropik positif
b. Kronotropik negatif
c. Mengurangi aktivasi saraf simpatis
A. Mekanisme Kerja
a. Inotropik positif
Digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada
membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar
Na+

intrasel,

dan

ini

menyebabkan

berkurangnya

pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi


otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel, kadar Ca2+
intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum
sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca 2+
yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol

untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel


otot jantung meningkat.
b. Kronotropik negatif & mengurangi aktivasi saraf simpatis
Pada kadar terapi (1-2 mg/mL),
digoksin
meningkatkan tones vagal dan mengurangi aktivitas
simpatis

di

nodus

SA

maupun

AV,

sehingga

dapat

menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung


dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya
blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari
penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium.
B. Indikasi
a. Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, karena
digoksin

dapat

memperlambat

kecepatan

ventrikel

(akibat hambatan pada nodus AV).


b. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih
simtomatik, terutama yang disertai takikardia meskipun
telah mendapat terapi maksimal dengan penghambat
ACE dan -bloker, karena digoksin tidak mengurangi
mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini
pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan
mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena
memburuknya gagal jantung. Sebaiknya kadar digoksin
dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih
tinggi, risiko kematian meningkat.
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia,
blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma WolffParkinson-White,

kardiomiopati

obstruktif

hipertrofik,

hipokalemia.
D. Dosis
Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi
ginjal normal (pada lansia 0,06250-125 mg, kadang-kadang
0,25 mg). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg.
E. Efek Samping

Efek toksik digoksin berupa :


a. Efek proaritmik, yakni :
i. Penurunan potensial istirahat (akibat hambatan
pompa Na), menyebabkan after potential yang
mencapai

ambang

rangsang,

dan

penurunan

konduksi AV.
ii.
Peningkatan automatisitas.
b. Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah,
nyeri lambung.
c. Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning.
d. Lain-lain : delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi
buruk
F. Interaksi
a. Kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat Pglikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus
ginjal,

sehingga

terjadi

peningkatan

absorpsi

dan

penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma


digoksin meningkat 70-100%.
b. Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein di
usus sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoksin.
c. Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan
gangguan fungsi ginjal, sehingga ekskresi digoksin
melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan
kadar plasma digoksin.
d. Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengadsorpsi
digoksin, sehingga absorpsi digoksin menurun.
e. Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia
sehingga meningkatkan toksisitas digoksin.
f. -bloker, verapamil, diltiazem: aditif dengan digoksin
dalam memperlambat konduksi AV; dan mengurangi efek
inotropik digoksin.

1.8. Obat Inotropik Lain


A. Dopamin dan Dobutamin I.V.
Merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan
untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal

jantung yang parch. Kerjanya melalui stimulasi reseptor


dopamin D, dan reseptor adrenergik di sel otot jantung.
Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada
pengobatan pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik.
Dobutamin merupakan agonis yang terpilih untuk pasien
gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Dobutamin merupakan
campuran rasemik yang menstimulasi reseptor P1 dan P2. Di
samping itu enansiomer (-) adalah suatu a agonis.Dobutamin
tidak menstimulasi reseptor dopamin. Dobutamin diberikan
sebagai infus sampai beberapa hari, dengan dosis awal 2-3
mg/kg/menit, dan ditingkatkan sampai efek hemodinamik yang
diinginkan. Efek samping utama adalah takikardia berlebihan
dan aritmia, yang memerlukan penurunan dosis. Pada pasien
yang mendapat -bloker, respons awal terhadap dobutamin
mungkin lebih kecil. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan

toleransi,

sehingga

memerlukan

substitusi

dengan obat alternatif, misalnya penghambat fosfodiesterase


kelas III.
B. Penghambat Fosfodiesterase
Inamrinon
(dulu
disebut

amrinon)

dan

milrinon

merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang


digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada
gagal jantung yang parch. Mekanisme kerjanya dapat dilihat
pada Gambar 19-4.Akan tetapi, pada penggunaan jangka
panjang obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat
kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk penggunaan
jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejalagejala yang refrakter terhadap obat-obat lain.

1.9. Antitrombotik
Warfarin

(antikoagulan

oral)

diindikasikan

pada

gagal

jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik


sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel kiri, untuk
mencegah stroke atau tromboembolisme.
Setelah infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan
sebagai profilaksis sekunder.

1.10.Antiaritmia
Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah bloker dan amiodaron.-bloker mengurangi kematian mendadak
pada gagal jantung. Penggunaan -bloker pada gagal jantung
dapat dilihat pada butir 2.5.
Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai
dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus.Amiodaron
adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai dengan
efek inotropik negatif.

Anda mungkin juga menyukai