Anda di halaman 1dari 11

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


3. 1. Konsentrasi larutan berdasarkan hasil absorbansi
Tabel III.1.1. Hasil Perhitungan Konsentrasi dengan kurva standar (200 ppm)
2cm
konsentrasi
t (menit)
5
10
15
20
25
30
35
40

3 cm
konsentrasi

absorbansi (mg/L)
absorbansi
(mg/L)
0.671
81.875
0.639
77.875
0.631
76.875
0.608
74
0.581
70.625
0.567
68.875
0.547
66.375
0.561
68.125
0.502
60.75
0.53
64.25
0.247
28.875
0.499
60.375
0.172
19.5
0.478
57.75
0.157
17.625
0.396
47.5

Tabel III.1.2. Hasil Perhitungan Konsentrasi dengan kurva standar (200 ppm)
2 cm
absorbans konsentras
T

i
5
10
15
20
25
30
35
40

0.96
0.919
0.85
0.804
0.686
0.587
0.372
0.258

3 cm
absorbans konsentrasi(mg/

i (mg/L)
i
118
112.875
104.25
98.5
83.75
71.375
44.5
30.25

L)
0.965
0.956
0.903
0.838
0.828
0.718
0.49
0.384

118.625
117.5
110.875
102.75
101.5
87.75
59.25
46

3. 2. Grafik konsentrasi dengan waktu


Grafik III.1.1 Hubungan konsentrasi larutan terhadap waktu ( 200 ppm, d=2cm)

III-1

200 ppm; d=2 cm


90
80
70
60
50
kosentrasi (mg/L) 40
30
20
10
0
0

10

15

20

25

30

35

40

45

waktu (menit)

Grafik III.1.2. Hubungan konsentrasi larutan terhadap waktu ( 200 ppm, d=3cm)

200 ppm; d=3cm


90
80
70
60
50
kosentrasi (mg/L) 40
30
20
10
0

10 15 20 25 30 35 40 45
waktu (menit)

Grafik III.1.3 Hubungan konsentrasi larutan terhadap waktu ( 300 ppm, d=2cm)

III-2

300 ppm; d= 2 cm
140
120
100
80

konsentrasi (mg/L)

60
40
20
0
0

10 15 20 25 30 35 40 45

waktu (menit)

grafik III.1.4. Hubungan konsentrasi larutan terhadap waktu ( 300 ppm, d=3cm)

300 ppm; d= 3 cm
140
120
100
80
konsentrasi (mg/L)

60
40
20
0
0

10 15 20 25 30 35 40 45

waktu (menit)

Grafik hubungan konsentrasi dengan waktu diatas menjelaskan bahwa laju


konsentrasi akan selalu menurun terhadap laju waktu. Namun setiap
perubahannya tidak sama. Semua grafik III.1 menunjukkan penurunan
konsentrasi. Hal ini menunjukkan percobaan elektrokoagulasi sebanding dengan
prinsipnya yang dapat mengikat koloid yang terlarut

III-3

3.3. Grafik Absorbansi vs konsentrasi


Grafik III.2.1. Hubungan konsentrasi larutan dengan absorbansi pada (d) = 2 cm
dan 200 ppm

200 ppm; d=2 cm


0.8
0.6

f(x) = 0.01x + 0.02

absorbansi 0.4
0.2
0
10

20

30

40

50

60

70

80

90

konsentrasi

Grafik III.2.2. Hubungan konsentrasi larutan dengan absorbansi pada (d) = 3 cm


dan 200 ppm

200 ppm; d=3cm


0.8
0.6

f(x) = 0.01x + 0.02

Absorbansi 0.4
0.2
0
20

30

40

50

60

70

80

90

Konsentrasi (mg/L)

III-4

Grafik III.2.3. Hubungan konsentrasi larutan dengan absorbansi pada (d) = 2 cm


dan 300 ppm

300 ppm; d= 2 cm
1.2
1
0.8

f(x) = 0.01x + 0.02

konsentrasi (mg/L) 0.6


0.4
0.2
0
20

40

60

80

100

120

140

absorbansi

Grafik III.2.4. Hubungan konsentrasi larutan dengan absorbansi pada (d) = 2 cm


dan 300 ppm

300 ppm; d= 3 cm
1.2
1
0.8

f(x) = 0.01x + 0.02

konsentrasi (mg/L) 0.6


0.4
0.2
0
40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

absorbansi

Perhitungan konsentrasi dilakukan dengan menggunakan persamaan kurva


standar

y = 0,008x+0,016 . Dimana x adalah absorbansi dan y adalah

konsentrasi warna dalam mg/L. Cara ini digunakan untuk menghitung semua
konsentrasi pewarna dengan variasi konsentrasi 200 ppm, 300 ppm dan jarak antar
elektroda 2 dan 3 cm. Pada konsentrasi 200 ppm presentase penurunan warna
III-5

untuk jarak elektroda 2cm dan 3 cm sebesar 78% dan 39 %.Sedang untuk
konsentrasi 300 ppm sebesar 74% untuk jarak elektroda 2 cm dan 61% untuk
jarak elektroda 3 cm.
3.4. Grafik pH vs waktu
Grafik III.3.1.

.Pengaruh pH larutan terhadap waktu (d = 2 cm 200 ppm)

waktu vs pH , d= 2 cm 200 ppm


8
6

pH 4
2
0

10

15

20

25

30

35

40

45

waktu (menit)

Saat percobaan pH yang pertama ini mengalami penurunan sedangkan


pada teorinya seharusnya pH mengalami kenaikan akibat proses redoks, namun
pada percobaan ini tidak, hal ini disebabkan lempengan aluminium masih dalam
kondisi belum teraliri listrik sehingga reaksi yang pertama yang terjadi yaitu
redoks, namun karena prosesnya untuk destabilisasi koloid lebih lama
dibandingkan dengan yang sudah teraliri listrik sebelum maka Al yang tereduksi
berperan sebagai koagulan sehingga ion hidroksida yang terbentuk bertemu
kembali dengan ion H+ sehingga terbentuk air dan larutan terencerkan akibatnya
pH mulai ada penurunan
Grafik III.3.2.

.Pengaruh pH larutan terhadap waktu (d = 2 cm 300 ppm)

III-6

waktu vs pH , d= 2 cm 300 ppm


8
6

pH 4
2
0

10

15

20

25

30

35

40

45

Waktu(menit)

Grafik III.3.3.

.Pengaruh pH larutan terhadap waktu (d = 3 cm 200 ppm)

Waktu vs pH , d= 3 cm 200 ppm

pH

8
7
6
5
4
3
2
1
0

10

15

20

25

30

35

40

45

waktu (menit)

Grafik III.3.4.

.Pengaruh pH larutan terhadap waktu (d = 3 cm 300 ppm)

III-7

waktu vs pH , d= 3 cm 300 ppm


8
7
6
5

pH 4
3
2
1
0

10

15

20

25

30

35

40

45

waktu(menit)

Bila dibandingkan semua grafik III.3 hampir semua percobaan


menunjukkan kenaikan pH sehingga larutan menjadi basa. Hal ini disebabkan
oleh reduksi katoda sehingga terbentuk ion Hidroksida yang mempengaruhi pH
larutan. Pegaruh waktu terhadap kenaikan pH dipengaruhi oleh faktor jarak antar
elektroda, konsentrasi dari larutan selain it juga dipengaruhi kecepetan
pengadukan.
Apabila yang dibandingkan jarak elektoda 2 dan 3 centimeter dengan
konsentrasi yang sama yaitu 300ppm maka kita dapat mengetahui penurunan nilai
absorbansinya tidak sama dengan saat konsentrasi 200 ppm dengan jarak
elektroda 2 dan 3 cm. Perbandingan dengan jarak yang sama yaitu 2cm dan
dengan konsentrasi 200 dan 300 ppm. Pada awal percobaan yang 200 ppm itu
mempunyai absorbansi yang lebih kecil dibanding dengan konsentrasi 300 ppm.
Biasanya pada pH larutannya lebih cepat naik adalah jarak elektrodanya
tiga centimeter, karena jarak yang jauh menyebabkan ion hidroksida tidak
berikatan sehingga jumlahnya dalam larutan semakin banyak dan menaikkan nilai
pH suatu larutan.
Tabel III.2.1. Hasil Perhitungan Analisa TSS (200 ppm)
Jarak antar Elektroda TSS
(cm)

(mg/L)
2

Pewarna Torquish Blue 200 ppm


Awal Larutan TSS Akhir
(mg/L)
240

% Penurunan TSS
92%
III-8

3020

2620

13%

Tabel III.2.1. Hasil Perhitungan Analisa TSS (300 ppm)


Jarak antar Elektroda TSS
(cm)

Pewarna Torquish Blue 300 ppm


Awal Larutan TSS Akhir

(mg/L)
2
3

240

(mg/L)
3340
3260

% Penurunan TSS
129%
125%

Analisa TSS dilakukan menggunakan metode berat kering , wadah yang


dipakai berupa mangkuk aluminium yang dioven terlebih dahulu agar
menghilangkan kandungan air yang menyebabkan kelembaban. Setelah itu sampel
ditimbang lalu dioven juga untuk menguapkan air yang telah bereaksi dan
meninggalkan TSS yang terkandung kemudian dimasukan dalam desikator.
Tujuan dari penggunaan desikator adalah menstabilkan hasil
sampel yang telah dioven agar uapnya dapat diserap. Di dasar
desikator

terdapat batuan zeolite yang biasanya terbuat dari

silica. Zeolit inilah yang berfungsi untuk menyerap kelembaban.


Pada tabel di atas ditunjukan data hasil pengamatan penurunan
jumlah TSS dalam larutan pewarna turqoise blue. Pada awal
percobaan larutan berwarna biru pekat dan pewarna yang telah larut dalam air
masih banyak.Pengukuran jumlah TSS dilakukan dengan pengambilan sampel
pada awal saat treatment belum dilakukan untuk masing masing konsentrasi 200
dan 300 ppm.Dan didapatkan konsentrasi nya sebesar 3020 mg/L dan 240
mg/L.Sampel selalu di ambil pada bagian tengah dari bak larutan yang
dielektrokoagulasi. Hal ini bertujuan untuk menyamakan letak pengambilan
sampel agar data yang didapat valid.Jika larutan di ambil pada bagian atas bak
maka kemungkinannya partikel yang terflotasi akan ikut terambil.Endapan yang
diukur dalam sampel merupakan koagulan (Al(OH)3) yang sudah meng-adsorbsi
partikel pewarna. Dan setelah dilakukan treatment selama 40 menit. ,kepekatan
larutan mulai berkurang dan menjadi berwana biru jernih. Hal ini menunjukan
terjadinya penurunan TSS pewarna turqoise blue dalam larutan. Dimana untuk
konsentrasi 200 ppm,TSS akhir larutan setelah treatment mengalami penurunan

III-9

sebanyak 92 % untuk jarak elektroda 2 cm dan 13% untuk jarak elektroda 3


cm.Sedang untuk konsentrasi 300 ppm terjadi anomali dimana jumlah TSS
mengalami kenaikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh masih adanya air yang
belum menguap mengakibatkan penentuan TSS akhir menjadi lebih besar. Namun
dapat disimpulkan dari data pengamtan bahwa jarak elektroda yang semakin kecil
dan konsentrasi yang lebih besar akan meningkatakan persentase penurunan TSS.
Pada nilai konsentrasi 300 ppm memiliki nilai yang aneh dikarenakan data yang
didapatkan ini salah seharusnya setelah pemanasan lansung didesikator dan
dihitung, namun proses peletakan didesikator tidak dikerjakan sehingga ada
kesalahan.

PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan proses elektrokoagulasi menggunakan pewarna
Blue Turquiose dengan konsentrasi 200 ppm dan 300 ppm. Pelarut yang
digunakan sebanyak 1,6 liter . Elektroda yang digunakan keduanya merupakan
logam alumunium. Karena logam aluminium merupakan logam bervalensi tinggi
yang mampu mengikat koloid pewarna.
Pada awal percobaan larutan berwarna biru pekat dan pewarna yang telah
larut dalam air memiliki gerak brown yaitu gerak acak / gerakan yang dimiliki
suatu partikel agar dapat bergerak bebas .Pada saat arus listrik mulai dialirkan,
terjadi proses reduksi oksidasi pada masing masing elektroda. Pada anoda
terjadi oksidasi logam Aluminium sehingga membentuk Al3+. Pada katoda,
terjadi reduksi air menjadi gas hidrogen dan ion hidroksida.Alumunium yang
teroksidasi menjadi Al3+ kemudian bereaksi dengan ion hidroksi hasil reduksi
logam

aluminium

membentuk

aluminium

hidroksi.

Aluminium

Hidroksi[Al(OH)3] mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi


(sebagai koagulan) sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah.
Saat pengamatan percobaan bagian katoda terdapat banyak gelembung biru
berukuran kecil yang menempel pada lapisan permukaannya. Sedangkan pada
anoda terdapat seperti partikel biru yang menempel pada lapisan permukaannya.
Pada semua prosesnya terjadi pembentukan flok yang bergerak akibat adanya

III-10

putaran yang secara continous. Kegunaan dari pengadukan menggunakan


magnetic stirrer agar hasil Al3+ dapat bertemu dengan partikel koloid yang
belum berikatan dan prosesnya lebih merata.
Pada semua proses elektrokoagulasi prosedur pengerjaan adalah sama ,
perbedaan hanya pada pengaturan jarak antar elektrodadan konsentrasi larutan .
Saat 25 menit elektrokoagulasi mulai ada perubahan seperti warna larutan menjadi
lebih sedikit terang lalu ada kotoran yang menyebar ditengah berupa partikel biru.
Partikel biru merupakan flok yang tidak diinginkan yang merupakan hasil dari
koagulasi, setelah itu banyak dari koloidal itu mengalami proses flokulasi menjadi
koloid yang lebih besar sehingga flok berikatan dengan flok lain menjadi flok
yang berukuran besar. Reaksi ini berjalan secara berkelanjutan sehingga katoda
terus memproduksi gas hidrogen sehingga flok yang berukuran kecil ataupun
berukuran besar yang bebas bergerak akan terangkat keatas dengan kondisi stabil
dan menggapung sampai suatu waktu dimana flok itu berhenti terflotasikan dan
berat yang terlalu besar menyebabkan flok tersebut mengendap ke bawah. Untuk
analisa warna diperlukan adanya sentrifuge hal ini dilakukan agar sampel yang
telah diambil dari elektrokoagulasi dapat dipisahkan dengan pengotor yang tidak
diinginkan. Perhitungan yang didapat dari analisa warna yaitu konsentrasi
penurunan TSS dari data Absorbansinya.. Dari analisa TSS, nilai yang didapat
yaitu berat TSS

III-11

Anda mungkin juga menyukai