GANGGUAN LIMFADENOPATI
OLEH :
KELOMPOK 1
1. Fitria Tuahuns
2. Livin Sari Hasyim
3. Siti R Lussy
4. Sitna Kaisupy
5. Gesti Lilipory
6. Thelma Wenno
I.
A. Nonvenereal Origin
Staphylococcus aureus
Group A streptococci
Group B streptococci (in infants)
Bartonella henselae (cat-scratch disease)
Yersinia pestis (plague)
Francisella tularensis (glandular tularemia)
Mycobacterium tuberculosis
Atypical mycobacteria
Sporothrix schenckii (sporotrichosis)
Epstein-Barr virus
Toxoplasmosis gondii
B. Sexually Transmitted Infections (Primarily Inguinal Lymphadenopathy)
Neisseria gonorrhoeae (gonorrhea)
Treponema pallidum (syphilis)
Herpes simplex virus
Haemophilus ducreyi (chancroid)
Chlamydia trachomatis serovars L1-3 (lymphogranuloma venereum)
C. Lymphocutaneous Syndromes
Bacillus anthracis (anthrax)
F. tularensis (ulceroglandular tularemia)
B. henselae (cat-scratch disease)
Pasteurella multocida (dog or cat bite)
Spirillum minus (spirillary rat-bite fever)
Y. pestis (plague)
Nocardia (nocardiosis)
Cutaneous diphtheria (Corynebacterium diphtheria)
Cutaneous coccidioidomycosis (Coccidioides immitis)
Cutaneous histoplasmosis (Histoplasmosis capsulatum)
Cutaneous sporotrichosis (S. schenckii)
2. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif
suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu
diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum
halus masih merupakan kontroversi.
3. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan
limfadenopati
generalisata.
4. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di
daerah leher, seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
terjadinya
abses.
Bila
limfadenopati
disebabkan
6. Lokasi
Penentuan
lokasi
pembesaran
KGB
sangat
berguna
dalam
ditemukan
dalam
praktek
sehari-hari
dibandingkan
Lymphatic drainage
Causes
Tongue,
submaxillary Infection
of
head,
conjunctivae
scalp, pharynx
Lowr lip, floor of mouth, Mononucleosis
tip of tongue, skin of cheek
syndromes,
virus,
cytomeglovirus,
toxoplasmosiss
pinna, Pharyngitis
organisms,
Jugular
Tongue,
Posterior cervical
parotid
rubella
Scalp and neck, skin of arm Tuberculosis, lymphoma,
and
tonsil,
Epstein-Barr
pectorals,
Suboccipital
Postauricular
Preauricular
pinna, scalp
Eyelids and conjunctivae, Extrernal auditory canal
temporal region, pinna
Right
supraclavicular Mediastinum,
node
Left
esophagus
supraclavicular Thorax,
abdomen
node
thoracic duct
Axillary
retroperitoneal
cancer,
bacterial
fungal
or
infection
Infection,
cat-scratch
Epitrochlear
and hand
Inguinal
Penis,
sarcoidosis,
tularemia,
secondary syphilis
scrotum,vulva, Infections of the leg or
infection,
syphilis,
chancroid,
granuloma
inguinale,
lymphogranuloma
venereum),
pelvic
lymphoma,
malignancy,
bubonic plague
a. Limfadenopati pada Kepala dan Leher
Dalam sebuah studi KGB di servikal biasanya teraba hampir
60 % pada pemeriksaan fisik, meskipun kejadiannya menurun
dengan
bertambahnya
usia.
Penyebab
paling
umum
dari
Gambar 3. KGB pada kepala dan leher dan area yang di drainase
b. Limfadenopati pada Aksila
Limfadenopati persisten jarang ditemukan di KGB daerah
aksilaris daripada di daerah inguinal. Adenokarsinoma mammae
sering metastase awalnya ke KGB aksilaris anterior dan medial,
yang mungkin teraba sebelum penemuan tumor primer. Limfoma
Hodgkin dan non-Hodgkin jarang memanifestasikan semata-mata
atau awalnya di KGB aksilaris, meskipun hal ini dapat menjadi
daerah pertama kali ditemukan oleh pasien. Limfadenopati
antecubital atau epitrochlear dapat menunjukkan adanya limfoma,
atau melanoma dari ekstremitas, yang pertama bermetastasis ke
daerah KGB ipsilateral.
Gangguan
inguinal,Pembesaran
tidak seperti limfomatermoregulasi
non hodgkin. KarsinomaHipertermi
sel
kelenjar getah
Resiko
Resiko dan
terjadinya
skuama pada
penis dan vulva, limfoma,
melanoma juga terjadinya
dapat
bening
infeksi
terjadi dengan limfadenopati di daerah ini. Karsinoma testis infeksi
dapat
Mendesak pembuluh
Mendesak
sel yang
kulit
diatasnya. Hal ini juga dijumpai pada 58 persen
pasien
darah
saraf
Sistem
pernapasan
Pa O2 menurun
PCO2
meningkat
Sesak napas
Peningkatan
produksi sekret
Penurunan
imunitas
Jalan nafas
tidak efektif
Paralisis
faringeal
Efek
hiperventilasi
Kesulitan
menelan
Produksi asam
lambung
meningkat
Penurunan
nafsu
makan
Gambar
5.
KGB
Peristaltik
pada
inguinal
menurun
Respons
psikososial
Sesak napas
dan
F. PATHWAY
Penurunan
suplai oksigen
kejaringan
Peningkatan
metabolisme
struktur drainase
anaerob
Tindakan
invasif
Koping tidak
efektif
Ansietas
Mual, nyeri
lambung
konstipasi
Peningkatan
produksi asam
laktat
Pola napas
tidak efektif
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Kelemahan fisik
umum,odem
Intoleransi
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan darah dapat diperlukan pada anak dengan limfadenopati.
Adanya leukostosis dengan dominasi netrofil mungkin menunjukkan adanya
infeksi bakteri akut. Leukositosis yang didominasi limfositik dapat dikaitkan
dengan infeksi virus Ebstein-Barr. Leukositosis dengan adanya blast pada
hapusan darah tepi diindikasi terjadinya leukemia. Leukopenia dengan
depresi hemoglobin dan trombosit juga mungkin indikasi adanya keganasan
yang melibatkan sumsum tulang. Limfopenia diindikasikan adanya infeksi
HIV atau adanya gangguan immunodefisiensi bawaan. Laju endap darah
(LED) dan kadar C-reaktif protein dapat digunakan sebagai petanda adanya
peradangan dan infeksi dan juga mungkin membantu dalam mengevaluasi
pengobatan yang dilakukan. Kadar enzim hati yang tinggi dapat menunjukkan
keterlibatan hati yang disebabkan infeksi sistemik atau proses infiltratif.
Aspirasi dan kultur KGB membantu dalam mengisolasi organisme
penyebab infeksi dan keputusan antibiotik yang sesuai sebagai penyebab
limfadenopati. Aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration / FNAB)
4. KGB harus dikirim ke ahli patologi dalam media kultur jaringan yang
cukup untuk mencegah jaringan menjadi kering. Jaringan jangan
dikenakan cahaya yang berlebihan dan jangan juga dibungkus dalam
kain kasa kering. Sampel yang segar dan beku harus disisihkan untuk
studi tambahan.
Tuberkulosis skin test (TST) dapat diindikasikan untuk menyingkirkan
infeksi M. Tuberkulosis. TST dapat menunjukkan indikasi reaktif pada anak
dengan mikobakterium nontuberculosis tapi tidak sensitif.
Foto toraks merupakan suatu pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam
evaluasi limfadenopati kronis lokal atau generalisata dan dapat melihat
adanya pelebaran mediastinum karena limfadenopati dari limfoma dan
sarcoid. Dua pertiga dari pasien yang memiliki Hodgkin limfoma mungkin
menunjukkan pelebaran mediastinum pada foto dada. Pada penelitian
Swingler, et al didapatkan dari 46 anak (rata-rata usia 21.5 bulan) dengan
limfadenopati mediastinum yang dicurigai kearah TB paru melalui
pemeriksaan CT scan dengan kontras, pada pemeriksaan foto thorax hanya
mampu mendiagnosis adanya limfadenopati mediastinum sebesar 47,1%.
Secara keseluruhan sensitivitas dari foto thorak mencapai 67% dan
spesifitasnya 59%. Deteksi dari mediastinum Limfadenopati melalui thorak
foto untuk mendiagnosa TB paru pada anak-anak harus ditafsirkan dengan
hati-hati. Akurasi diagnostik mungkin ditingkatkan dengan menyempurnakan
kriteria radiologis limfadenopati dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
klinis lainnya.
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk
mendiagnosis limfadenopati servikal. Penggunaan USG untuk mengetahui
ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal
dan ada tidaknya klasifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi
jarum halus untuk mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih
memuaskan, dengan nilai sensitivitas 98 % dan spesivisitas 95%.
CT scan dapat mendeteksi limfadenopati servikalis dengan diameter 5
mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita inonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan limfadenopati
KGB
leher
didasarkan
kepada
biasa
disebabkan
oleh
Staphyilococcus.
aureus
dan
II. KONSEP
DASAR
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN
seperti
karet
mengarahkan
kepada
limfoma;
lunak
kolagen umumnya
dikaitkan
degnan pembesaran
KGB
generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak
dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya
nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan
dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya
mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya
abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan
tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat
dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak,
KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah
dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit
yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan
lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.
Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi
Epstein Barr Virus (EBV).
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan
kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah
yang tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas
penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada
leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam,
kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue,
perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan
dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada
penyakit Kawasaki.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Ansietas berhubungan dengan infeksi
4. Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi
sekunder terhadap inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
6. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis
7. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
1.
Diagnosa
Keperawatan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
9. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
10. Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan
nutrisi
yang
dibutuhkan
Nutrition
Management
1. Monitor
BB
pasien
dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor
tipe
dan
jumlah
aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor
interaksi anak
atau orang tua
selama makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama
jam
makan
7. Monitor
kulit
kering
dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
2.
Risiko infeksi
NOC
1. Immune Status
2. Knowledge
:
Infection Control
3. Risk Control
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsikan
proses
penularan
penyakit,
faktor
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan
mudah
patah
10. Monitor mual,
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori
dan
intake
nutrisi
15. Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papilla
lidah
dan cavitas oral
Infection Control
1. Bersihkan
lingkungan
setelah dipakai
pasien lain
2. Pertahankan
teknik isolasi
3. Batasi
pengunjung bila
perlu
4. Instruksikan
pada pengunjung
untuk mencuci
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya
3. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
4. Jumlah
leukosit
dalam batas normal
5. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
tangan
saat
berkunjung dan
setelah
berkunjung
5. Gunakan sabun
antimikroba
untuk mencuci
tangan
6. Cuci
tangan
setiap sebelum
dan
sesudah
tindakan
keperawatan
7. Gunakan baju,
sarung
tangan
sebagai
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
9. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
10. Berikan
terapi
antibiotik
bila
perlu Infection
Protection
11. Monitor
tanda
dan
gejala
infeksi sistemik
dan lokal
12. Monitor hitung
granulosit, WBC
13. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
14. Pertahankan
teknik
asepsis
pada
pasien
3.
Ansietas
NOC
1. Anxiety
Selfcontrol
2. Anxiety Level
3. Coping
Kriteria Hasil :
1. Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas.
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan,
dan menunjukkan
teknik
untuk
mengontrol cemas.
3. Vital sign dalam
batas normal.
4. Postur
tubuh,
ekspresi
wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
berisiko
15. Instruksikan
pasien
untuk
minum antibiotik
sesuai resep
16. Ajarkan pasien
dan
keluarga
tanda dan gejala
infeksi
17. Ajarkan
cara
menghindari
infeksi
Anxiety
Reduction
(penurunan
kecemasan)
1. Gunakan
pendekatan yang
menenangkan.
2. Pahami
perspektif pasien
terhadap situasi
stres.
3. Temani
pasien
untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi
takut.
4. Identifikasi
tingkat
kecemasan.
5. Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi.
6. Instruksikan
psien
menggunakan
teknik relaksasi.
7. Berikan
obat
4.
Hipertermi
NOC
Thermoregulation
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal
3. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing
untuk
mengurangi
kecemasan.
Fever Treatment
1. Monitor suhu
sesering
mungkin
2. Monitor IWL
3. Monitor warna
dan suhu kulit
4. Monitor tekanan
darah, nadi dan
RR
5. Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
6. Monitor WBC,
Hb, dan Hct
7. Monitor intake
dan output
8. Berikan
anti
piretik
9. Berikan
pengobatan
untuk mengatasi
penyebab
demam
10. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena
11. Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila
12. Tingkatkan
sirkulasi udara
13. Berikan
pengobatan
untuk mencegah
menggigil
Temperature
regulation
1. Monitor suhu
minimal tiap 2
jam
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinu
3. Monitor
TD,
nadi dan RR
4. Monitor warna
dan suhu kulit
5. Monitor tandatanda hipertermi
dan hipotermi
6. Tingkatkan
intake
cairan
dan nutrisi
7. Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan
kemungkinan
efek
negative
dari kedinginan
8. Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan
dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
9. Berikan
anti
piretik
jika
perlu
Vital sign Monitoring
1. Monitor
TD,
suhu, dan RR
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
5.
Intoleransi aktivitas
NOC
1. Energy Conservation
2. Activity Tolerance
3. Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi
dan RR
3. Monitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas
4. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
5. Monitor suara
paru
6. Monitor
pola
pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu,
warna
dan
kelembaban
kulit
8. Monitor
sianosis perifer
9. Monitor adanya
cushing
triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
10. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
Activity Therapy:
1. Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitas Medik
dalam
merencanakan
program
terapi
yang tepat
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktifitas
yang
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
(ADLs)
secara
mandiri
3. Tanda-tanda
vital
normal
4. Energy psikomotor
5. Level kelemahan
6. Mampu berpindah :
dengan atau tanpa
bantuan alat
7. Status
kardiopulmunari
adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status
respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6.
Nyeri akut
NOC
1. Pain Level
2. Pain Control
3. Comfort Level
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
mampu dilakukan
3. Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber
yang
diperlukan untuk
aktivitas
yang
diinginkan
4. Bantu
untuk
mendapat
alat
bantu
aktivitas
seperti kursi roda,
krek
5. Bantu
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
6. Bantu
pasien
untuk
mengembankan
motivasi diri dan
penguatan
7. Monitor
respon
fisik, emosi, sosial
dan spiritual
Pain Management
1. Lakukan
pengkajian nyeri
secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakterisitik,
durasi, frekuensi,
kualitas dari faktor
presipitasi
2. Kaji kultur yang
mempengaruhi
respon nyeri
3. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
4. Evaluasi bersama
pasien dan tim
3. Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
kesehatan
lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
5. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
6. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
7. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi,
dan interpersonal)
8. Kaji
tipe
dan
sumber
nyeri
untuk menentukan
intervensi
9. Ajarkan
tentang
teknik
nonfarmakologi
10. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
11. Tingkatkan
istirahat
12. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan
nyeri
tidak berhasil
13. Monitor
penerimaan pasien
tentang
manajemen nyeri
Analagesic
Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum pemberian
obat.
2. Cek
instruksi
dokter
tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi.
3. Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika pemberian
lebih dari satu
4. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik
pilihan,
rute
pemberian,
dan
dosis optimal.
6. Pilih
rute
pemberian secara
IV,
IM
untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
7. Monitor vital sign
sebelum
dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali.
8. Berikan analgesik
tepat
waktu
terutama saat nyeri
hebat
9. Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda
dan gejala.
7.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
NOC
Airway suction
1. Respiratory Status :
1. Pastikan
Ventilation
kebutuhan oral/
2. Respiratory Status :
tracheal
Airway Patency
suctioning
2. Auskultasi suara
Kriteria Hasil :
nafas sebelum dan
1. Mendemonstrasikan
sesudah
batuk efektif dan
suctioning
suara napas yang
3. Informasikan pada
bersih, tidak ada
klien dan keluarga
sianosis dan dyspneu
tentang suctioning
(mampu
4. Minta klien nafas
mengeluarkan
dalam
sebelum
sputum,
mampu
suction dilakukan
bernapas
dengan
5. Berikan
O2
mudah, tidak ada
dengan
pursed lips)
menggunakan
2. Menunjukkan jalan
nasal
untuk
napas yang paten
memfasilitasi
(klien tidak merasa
suction
tercekik,
irama
nasotrakeal
napas,
frekuensi
6. Gunakan
alat
pernapasan
dalam
yang steril setiap
rentang
normal,
melakukan
tidak ada suara napas
tindakan
abnormal)
7. Anjurkan pasien
3. Mampu
untuk istirahat dan
mengidentifikasi dan
napas
dalam
mencegah
faktor
setelah
kateter
yang
dapat
dikeluarkan dari
menghambat jalan
nasotrakeal
nafas
8. Monitor
status
oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga
bagaimana
cara
melakukan
suction
10. Hentikan suction
dan
berikan
oksigen
apabila
pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2, dll.
8.
Ketidakefektifan
pola napas
Airway Management
1. Buka jalan napas,
gunakan
teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan napas buatan
4. Lakukan
fisioterapi
dada
jika perlu
5. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
6. Auskultasi suara
napas,
catat
adanya
suara
tambahan
7. Berikan
bronkodilator bila
perlu
8. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
9. Monitor respirasi
dan status O2
NOC
NIC
1. Respiratory Status : Airway Management
Ventilation
1. Buka
jalan
2. Respiratory Status :
napas, gunakan
Airway Patency
teknik chin lift
oksigenasi
13. Monitor aliran
oksigen
14. Observasi
adanya tandatanda
hipoventilasi
15. Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
Vital Sign Monitoring
1. Monitor
TD,
nadi, suhu, dan
RR
2. Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
3. Auskultasi TD
pada
kedua
lengan
dan
bandingkan
4. Monitor
TD,
nadi,
RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas
5. Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
6. Monitor suara
paru
7. Monitor
pola
pernapasan
abnormal
8. Monitor suhu,
warna
dan
kelembaban
kulit
9. Monitor
sianosis perifer
10. Monitor adanya
cushing
triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
11. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
III. REFERENSI
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 20122014. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1
& 2. Yogyakarta : MediAction
Faraghta, Alifia. 2013. Limfadenopati. Available (online) :
https://www.scribd.com/doc/238513523/limfadenopati
Diakses tanggal 4 November 2015 pukul 18.55 WITA
Arifiyanti, David. 2008. Askep Limfadenopaty. Available (Online) :
https://www.scribd.com/doc/91496001/Askep-Limfadenopaty
Diakses tanggal 4 November 2015 pukul 19.05 WITA
Andreyani, Luthfi. 2013. LP Limfadenopati Colli Fix. Available (Online) :
https://www.scribd.com/doc/181155176/LP-Limfadenopati-Colli-Fix
Diakses tanggal 4 November 2015 pukul 19.13 WITA
Suradhipa, Wayan. TP Limfadenopati Pada Anak. Available (online) :
https://www.academia.edu/5481630/TP_limfadenopati_pada_anak
Diakses tanggal 4 November 2015 pukul 19.25 WITA