Disusun Oleh :
Clara Verlina Suhardi
406147043
Pembimbing :
dr. Rosalia Septiana, Sp. M
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. N
Umur
: 50 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
silau saat melihat cahaya.Keluhan mata merah (-), gatal (-),lengket (-),nyeri
(-).
PEMERIKSAAN FISIK
A. VITAL SIGN
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Gizi
:
:
:
:
:
:
:
110/80 mmHg
84x/ menit
Afebris
20x / menit
Baik
Compos mentis
Cukup
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar:
OD
OS
2
Keterangan:
1
OD
1.
2.
3.
4.
OS
Afakia
Bekas Jahitan
Iridodenesis
Pupil anisokor, hitam, iregular , 4mm
OCULI DEXTRA(OD)
1/60
Gerak bola mata normal,
PEMERIKSAAN
Visus
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
Pseudoafakia
Bekas Jahitan
OCULI SINISTRA(OS)
6/120
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
Bulbus okuli
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),
tekan(-),
Palpebra
ektropion (-),
entropion (-)
Edema (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-)
ektropion (-),
Konjungtiva
entropion (-)
Edema (-),
infiltrat (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-),pertumbuhan
hiperemis (-),pertumbuhan
fibrovaskuler konjungtiva
fibrovaskuler konjungtiva
Putih
Sklera
Putih
Bulat, edema (-),
Kornea
keratik presipitat(-),
arah jam 12
arah jam 12
hipopion (-),
(COA)
hipopion (-),
hifema (-),
Kripta(N), warna coklat,(-),
hifema (-),
Iris
letak sentral,
(-)
Lensa
Jernih
Vitreus
Jernih
Papil NII bulat, batas tegas,
Retina
CD ratio (N)
CD ratio (N)
(+)cemerlang
Fundus Refleks
(+)cemerlang
Normal
TIO digital
Normal
Sistem Lakrimasi
IV. RESUME
Subjektif:
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD Kudus pada tanggal 24
Oktober 2015 dengan keluhan pandangan mata kanan dan kiri buram. Keluhan
mata kanan kabur dirasakan kurang lebih 3 tahun SMRS, pasien mengatakan
pandangannya seperti tertutup kabut, awalnya hanya sebagian tapi lama
kelamaan semakin memburuk, kemudian pasien berobat ke dokter spesialis,
dan disarankan untuk melakukan operasi katarak, setelah operasi pasien
mengeluh pandangan mata kanan lebih buram dan disertai penglihatan pecah
dan silau saat melihat cahaya. Keluhan mata merah (-), gatal (-), lengket (-),
nyeri (-) , berair (-).
Pasien juga mengeluhkan hal yang sama pada mata kiri sejak 2 tahun
SMRS, kemudian pasien disarankan untuk melakukan operasi katarak dan
setelah operasi pasien mengatakan penglihatan masih kabur, tetapi lebih baik.,
selain itu pasien merasakan mata cepat lelah terutama saat menonton tv, dan
silau saat melihat cahaya. Keluhan mata merah (-), gatal (-), lengket (-), nyeri
(-) , berair (-).
Objektif:
OCULI DEXTRA(OD)
PEMERIKSAAN
OCULI SINISTRA(OS)
1/60
Visus
6/120
Edema (-),
Konjungtiva
Edema (-),
infiltrat (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-),pertumbuhan
hiperemis (-),pertumbuhan
fibrovaskuler konjungtiva
lebih dari 2 mm
Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-),
keratik presipitat(-),
Camera Oculi
hipopion (-),
Anterior (COA)
hipopion (-),
hifema (-)
Kripta(N), warna coklat,(-),
hifema (-)
Iris
Pupil
5mm
letak sentral,
Lensa
V. DIAGNOSIS BANDING
OD
OS
ODS
o Pterygium ditegakkan, karena terdapat jaringan fibrovaskuler, di
nasal, bentuk segitiga, puncak ke arah limbus, warna lebih merah
dibanding jaringan sekitarnya. Riwayat terpapar sinar matahari terus
menerus dan sering kelilipan debu saat bekerja (+)
o Pseudopterygium disingkirkan, karena letaknya tidak harus pada
celah kelopak atau fissura palpebra, pada anamnesis ditemukan ada
riwayat
kelainan
kornea
sebelumnya
(ulkus
kornea).
Pada
VIII. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD)
Quo Ad Visam:
Quo Ad Sanam
:
Quo Ad Kosmetikam :
Quo Ad Vitam
:
OKULI SINISTRA(OS)
Malam
Dubia ad bonam
Malam
Bonam
Bonam
Dubia ad bonam
Bonam
Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
AFAKIA
1. Afakia
Definisi
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga
mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan pemakaian
lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:1
a) Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal
b) Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung
c) Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena jack
in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral, sedang
penglihatan tepi kabur.
Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia dengan afakia
diberikan kacamata sebagai berikut:1
berat.
Melihat benda lebih besar sebesar 25%
Melihat seperti boneka dalam kotak (Jack in the box)
Epidemiologi
Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua
ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang tidak
direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps vitreous.2
Penyebab Afakia
1. Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.
2. Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab paling umum
afakia.
3. Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dipalorkan setelah trauma
pada anak.
4. Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia
5. Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia optikal.
Gejala
Afakia menyebabkan tajam penglihatan menurun dekat dan jauh.
Tanda
Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia yang sangat
Tatalaksana
Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi.
Kaca mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral, jika hanya
satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua mata
(aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka
dipertimbangkan penanaman lensa intraokuler(pseudofakia). Dan diperlukan
tatalaksana untuk komplikasi.
Pada afakia bilateral, koreksi dapat dikoreksi dengan kacamata. Sedangkan
pada afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak dapat ditoleransi karena
anisometrop. Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia. Namun, pasien biasanya
tidak nyaman menggunakan lensa kontak karena kesusahan memasang lensa, tidak
nyaman, dapat terjadi komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.
Tabel perbedaan mata normal(1), koreksi katarak dengan lensa intraokuler bilik mata
belakang(2), lensa kontak(3), dan kacamata katarak(4)
Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.
Prognosis
Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi seperti edema
kornea, glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema). Namun, pada afakia
terjadi peningkatan resiko ablasio retina, khususnya pada miopi tinggi dan jika kapsul
posterior tidak intak.
TINJAUAN PUSTAKA
PSEUDOAFAKIA
Pseudoafakia adalah sebuah kondisi dimana mata aphakia telah dilengkapi
dengan lensa intraocular untuk mengganti lensa kristal. Lensa intraocular adalah lensa
buatan yang terbuat dari semacam plastic (polimetilmetakrilat) yang stabil, transparan
dan ditoleransi oleh tubuh dengan baik. Lensa ini sangat kecil, lunak dengan diameter
antara 5-7 mm dan tebal 1-2 mm sehingga dapat menggantikan posisi lensa mata
manusia yang telah keruh/katarak. Karena dapat ditoleransi tubuh dengan baik maka
lensa tanam ini dipasang untuk seumur hidup.
Karena lensa tanam ini menggantikan posis lensa yang telah katarak maka
tidak akan terjadi pembesaran benda yang dilihat, pandangan samping tetap jelas,
tidak perlu buka pasang dan penglihatan terasa lebih nyaman.
Status refraksi pseudofakia tergantung pada kekuatan IOL yang ditanamkan
sebagai berikut:
1. Emmetropia terjadi ketika kekuatan IOL ditanamkan adalah tepat. Ini adalah
situasi yang paling ideal. Beberapa pasien hanya membutuhkan kacamata
plus untuk penglihatan dekat.
2. Consecutive myopia terjadi ketika IOL implan terlalu berlebihan dalam
pembiasan mata. Beberapa pasien memerlukan kacamata untuk mengoreksi
miopia
untuk
jarak jauh dan mungkin memerlukan kacamata untuk jarak dekat, tergantung
pada derajat miopia.
3.
Lensa tanam ini juga dapat menjadi infeksi yang disebut infeksi intraokuler,
dimana sebagian besar berasal dari :
TINJAUAN PUSTAKA
PTERYGIUM
I.
DEFENISI
Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah
kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterygium akan berwarna merah. (1)
Pterygium berasal dari bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya wing
atau sayap. Menurut Hamurwono pterygium merupakan Konjungtiva bulbi
patologik yang menunjukkan penebalan berupa lipatan berbentuk segitiga yang
tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea. (2)
Gambar 1. Pterygium
II.
EPIDEMIOLOGI
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah
<370 lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22 % di
daerah dekat ekuator dan <2 % pada daerah di atas lintang 400.(3)
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada
lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang
dari 2% untuk daerah di atas 40o lintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis
lintang 28-36o. Sebuah hubungan terdapat antara peningkatan prevalensi dan
daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang.
Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan
peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.Pasien di bawah umur 15
tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur,
terutama dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49
tahun. Pterygium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan
umur tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan
dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar
rumah.(3,4)
III. ANATOMI KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea dilimbus.(5)
Sesuai dengan namanya, konjungtiva menghubungkan antara bola mata
dan kelopak mata. Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva terlipat ke bola
mata baik dibagian atas maupun bawah. Refleksi atau lipatan ini disebut dengan
forniks superior dan inferior. Forniks superior terletak 8-10 mm dari limbus
sedangkan forniks inferior terletak 8 mm dari limbus. Lipatan tersebut
membentuk ruang potensial yang disebut dengan sakkus konjungtiva, yang
bermuara melalui fissura palpebra antara kelopak mata superior dan inferior.
Pada bagian medial konjungtiva, tidak ditemukan forniks, tetapi dapat
ditemukan karunkula dan plika semilunaris yang penting dalam sistem lakrimal.
Pada bagian lateral, forniks bersifat lebih dalam hingga 14 mm dari limbus.(6)
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:
1. Konjungtiva Palpebra
Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior
kelopak mata yaitu daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi
konjungtiva. Dari titik ini, konjungtiva melapisi erat permukaan dalam
kelopak mata. Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona
Gambar 2. Konjugtiva
Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringjaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun didalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan
pembuluh lemfe palpebra membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus
oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.(6)
Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epitel
konjungtiva terdir atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan
basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel
skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat dan
oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet
ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata.
(6)
PATOFISIOLOGI
Terjadinya pterigium berhubungan erat dengan paparan sinar ultraviolet,
kekeringan, inflamasi dan paparan angin dan debu atau factor iritan lainnya.
UV-B yang bersifat mutagen terhadap gen P53 yang berfungsi sebagai tumor
suppressor gene pada stem sel di basal limbus. (8)
Pelepasan yang berlebih dari sitokin seperti transforming growth factor
beta (TGF-) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperanan
penting dalam peningkatan regulasi kolagen, migrasi sel angiogenesis. (8)
Selanjutnya terjadi perubahan patologi yang terdiri dari degenerasi
kolagen elastoid dan adanya jaringan fibrovaskular supepithelial. Pada kornea
nampak kerusakan pada membrane bowman oleh karena bertumbuhnya jaringan
fibrovaskuler, yang sering kali disertai dengan adanya inflamasi ringan. Epitel
bisa normal, tebal atu tipis dan kadang-kadang terjadi dysplasia. (8)
VI.
KLASIFIKASI PTERYGIUM
Pterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,
stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah
episklera , yaitu:
1. Berdasarkan tipenya pterigium dibagi atas 3 :
- Tipe I : Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari
kornea. Stockers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel
kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun
sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
- Tipe II : di sebut juga pterigium tipe primer advanced atau
ptrerigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh
pterigium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi
menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah
-
Pterigium Duplex adalah lesi yang biasanya dijumpai pada sisi nasal dan
temporal pada satu mata pasien.
VII. GAMBARAN KLINIK
Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti mata
sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat timbul
astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3 dan 4 dapat
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun. (10)
Pterigium memiliki tiga bagian :
i.
Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu
pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini
menginvasi dan menghancurkan lapisan Bowman pada kornea.
Garis zat besi (iron line/Stockers line) dapat dilihat pada bagian
ii.
anterior kepala. Area ini juga merupakan area kornea yang kering.
Bagain whitish. Terletak langsung setelah cap, merupakan sebuah
lapisan vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya
iii.
kepala.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat
bergerak), lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva
bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda
khas
yang
paling
penting
untuk
dilakukannya
koreksi
pembedahan. (11)
VIII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa mata sering berair dan
tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma yang memberikan
keluhan berupa gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat didapatkan
adanya diplopia, biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang
tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik,
keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, dan ada yang mengganjal. (2)
Pemeriksaan fisis
Pada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada
permukaan konjuntiva. Pterigium dapat memberikan gambaran yang vaskular
dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan flat.(10)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah
topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme
ireguler yang disebabkan oleh pterigium.(4)
IX. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann
konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun
paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti UV dan
pemberian air mata buatan/topical lubricating drops.(7)
2. Tindakan operatif
3.
diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil. (7,3)
Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas
4.
5.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium.
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orangtua, terutama yang matanya sering mendapatkan rangsangan sinar
matahari, debu, dan angin panas. Yang membedakan pterigium dengan
pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan
elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang. (7)
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak
Gambar 8. Pinguekula
Gambar 9. Pseudopterigium
XI.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada pterygium, adalah :
-
XII. PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan
pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan
pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transplantasi membran amnion. (4)
DAFTAR PUSTAKA