Anda di halaman 1dari 24

Nov

10

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA


KEPALA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat
suatu rumah sakit. No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial as
to be lightly ignored, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu
dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita
abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien
meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian
ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa
diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan
kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh,
Zarei, 2009).
Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas, 2006). Angka kematian trauma
kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu sebanyak 26,9
per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun ke atas, kematian akibat
trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mangalami
trauma kepala akibat terjatuh (CDC, 2005). Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya
ditemukan bahwa anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua cenderung
mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.
Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan terjatuh
(Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Pejalan kaki yang mengalami tabrakan kendaraan

bermotor merupakan penyebab trauma kepala terhadap pasien anak-anak bila dibandingkan
dengan pasien dewasa (Adeolu, Malomo, Shokunbi, Komolafe dan Abio, 2005). Estimasi
sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang menerima perawatan kecederaan yang tidak fatal
akibat kekerasan (Rosenberg, Fenley, 1991).
Menurut Akbar (2000), insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998 terdiri dari tiga
tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan sebanyak 60,3% (2463 kasus),
trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (1114 kasus) dan trauma kepala berat sebanyak 12,4%
(505 kasus). Kematian akibat trauma kepala mencatatkan sebanyak 11% berjumlah 448 .Bila
dilihat prevalensi penderita trauma kepala cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun, hal
ini menjadi perhatian khusus bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat . Supaya lebih
meningkatkan pengetahuan tentang trauma kepala , sehingga bisa memberikan pelayanan
yang lebih baik dan maksimal dibidangnya.
1.2 Rumusan Masalah

Apa pengertian dari trauma kepala?

Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?

Apa saja etiologi dari trauma kepala?

Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala?

Apa saja manifestasi klinis dari trauma kepala?

Komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?

Pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala?

Penatalaksanaan apa yang dilakuka n pada pasien trauma kepala?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan memahami asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami Trauma Kepala dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan
1.3.2. Tujuan Instruksional Khusus

Diharapkan pada akhir penulisan ini mahasiswa mengetahui gambaran penderita yang
mengalami trauma kepala dengan rumusan seperti berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Anatomi dan fisiologi kepala


Pengertian trauma kepala
Etiologi trauma kepala
Klasifikasi trauma kepala
Patofisiologi trauma kepala
Manifestasi klinik trauma kepala
Penatalaksanaan trauma kepala
Pembuatan dan penerapan asuhan keperawaratan trauma kepala

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue
atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau
jaringan penunjang longgar dan pericranium
B. Tulang tengkorak
Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus
frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
dan serebelum .
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak

antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat .
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media) .
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang . Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari
pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala .
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri . Pia mater adarah membrana vaskular
yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang
masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater .
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg).
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,
medula oblongata dan serebellum .
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi,
fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik
dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan .
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan
CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari..
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa
kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
G. Perdarahan Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak
tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai
katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis..

Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan
parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan
tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg . Kenaikan TIK dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk
terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap .
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep
sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume
intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie .Otak
memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output,
untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam
otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak,
ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam
pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam
2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai
beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAPTIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO .
2.2. Definisi
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang
kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson
dalam artikelnya cedera kepala didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan
fungsi fisik yang disebabkan oleh suatu benturan keras pada kepala.
2.3. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi .
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat menyebabkan
otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans tulang
tengkorak .
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;

1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak . Fraktur
dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk
fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang
secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan
perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak .
2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural,
kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan .
Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkan menjadi :
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan Glasgow
Coma Scale (GCS). Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5)
dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala
dikelompokkam menjadi :
1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat.
2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,
3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.
Gambar Acute Subdural Hematoma
2.4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup
dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang mengalami
percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan
dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan .;
1. Rear end Impact

keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke
belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat
dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga
membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung
udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah
menjadi tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya
gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi
penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat
terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2
1.

Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini umumnya menimbulkan lesi
permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel
yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal
2.Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan
fenomena metabolik. Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera kepala skunder
dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita.Penyebab cedera kepala skunder
antara lain; penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan
hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema,
pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi)
Aspek patologis
Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural (perdarahan yang
terjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan subdural (perdarahan yang terjadi
antara dura mater dan arakhnoidea), higroma subdural (penimbunan cairan antara dura mater
dan arakhnoidea), perdarahan subarakhnoidal cederatik (perdarahan yangterjadi di dalam
ruangan antara arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang
mendesak jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak (tertimbunnya
cairan secara berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak (pembengkakan otak yang
tampak terutama berupa sulsi dan ventrikel yang menyempit), cedera otak fokal (kontusio,
laserasio, hemoragia dan hematoma serebri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder
pada cedera otak .
Cidera Kepala
Cidera otak primer

Kontosio
Laserasi

Cidera otak sekunder

Kerusakan sel otak


Respon biologik
Sembuh
Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
#Metabolisme anaerobik
#Hipoximia
Respon biologik
Trauma Kepala

Gangguan auto regulasi


TIK meningkat

Aliran darah otak menurun

Edema otak

Gangguan etabolisme

O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asamlaktatmeningkat
Metabolik anaerobik

2.5. Mekanisme Klinis


Gejala :
Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
Muntah proyektil.
Papil edema.
Kesadaran makin menurun.
Perubahan tipe kesadaran.
Tekanan darah menurun, bradikardia.
An isokor.
Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Tipe / macam Trauma kepala antara lain :
1. Trauma kepala terbuka.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
2. Trauma kepala tertutup
a) Komosio
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b) Kontosio.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Ada memar otak.


Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
Gangguan kesadaran lebih lama.
Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
Gejala TIK meningkat.
Amnesia retrograd lebih nyata.
c) Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam)
---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala
hebat, reflek patologik positip.
d) Hematom subdural.
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
Gejala 24 - 48 jam.
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
PTIK meningkat.
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala
TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

e) Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

Pengaruh Trauma Kepala :


Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.

Meningkatkan rangsang simpatis

Edema paru

Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah

Meningkatkan tek, hidrostatik


Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel :
Disritmia.
Fibrilasi.
Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.

Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
Normal kembali setelah 1 - 2 hari.

Pada keadaan lain :


Fraktur Tengkorak

Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus

Penurunan ADH

Diabetes Mellitus

Ginjal
Ekskresi air

Dehidrasi Hilang nitrogen meningkat--- respon metabolik terhadap trauma.

Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress

Perdarahan lambung

Katekolamin meningkat.
2.6. Komplikasi
Koma. Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita
pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau
menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang
sembuh .
Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy
Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain .

Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus
facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .
1. Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi
dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran .
2. Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan
terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera
2.7. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologi, pemeriksaan tanda-tanda vital
juga dilakukan yaitu kesadaran, nadi, tekanan darah, frekuensi dan jenis pernafasan serta suhu
badan Pengukuran tingkat keparahan pada pasien cedera kepala harus dilakukan yaitu dengan
Glasgow Coma Scale (GCS) yang pertama kali dikenalkan oleh Teasdale dan Jennett pada
tahun 1974 yang digunakan sebagai standar internasional

Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale


Glasgow Coma Scale

Nilai

Responmembukamata (E)
Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4
3
2
1

Respon verbal (V)


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

5
4
3
2
1

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

6
5
4
3
2
1

Nilai GCS = ( E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

Pada pemerikasaan neurologis respon pupil, pergerakan mata, pergerakan wajah, respon
sensorik dan pemeriksaan terhadap nervus cranial perlu dilakukan. Pupil pada penderita cedera
kepala didak berdilatasi pada keadaan akut, jadi jika terjadi perubahan dari pupil dapat dijadikan
sebagai tanda awal terjadinya herniasi. Kekuatan dan simetris dari letak anggota gerak
ekstrimitas dapat dijadikan dasar untuk mencari tanda gangguan otak dan medula spinalis.
Respon sensorik dapat dijadikan dasar menentukan tingkat kesadaran dengan memberikan
rangsangan pada kulit penderita CT scan merupakan study diagnosis pilihan dalam evaluasi
penderita cedera kepala CT scan idealnya dilakukan pada semua cedera otak dengan
kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS<15>. CT scan
dapat memperlihatkan tanda terjadinya fraktur, perdarahan pada otak (hemoragi), gumpalan
darah (hematom), luka memar pada jaringan otak (kontusio), dan udem pada jaringan otak
.Selain itu juga dapat digunakan foto rongen sinar X, MRI, angiografi dan sken tomografik
terkomputerisasi. Pada pasien cedera kepala berat, penundaan transportasi penderita karena
menunggu CT scan sangat berbahaya karena diagnosis serta terapi yang cepat sangat
penting..
2.8. Data statistik
Pengukuran keluaran penderita cedera kepala
Berdasarkan pengukuran GCS di Amerika mayoritas (75-80%) penderita cedera kepala adalah
cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan berat yang masing-masingnya antara 10%
dan 20% . Sebagian besar penderita dengan cedera otak ringan pulih sempurna, tapi terkadang
ada gejala sisa yang sangat ringan. Perburukan yang tidak terduga pada penderita cedera
kepala ringan lebih kurang 3% yang mengakibatkan disfungsi neurologis yang berat kecuali bila
perubahan kesadaran dapat dideteksi lebih awal. Sekitar 10-20% dari penderita cedera kepala
sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Pada penderita dengan cedera kepala
berat sering diperburuk dengan cedera skunder. Hipoksia yang disertai dengan hipotensi pada
penderita cedera kepala berat akan menyebabkan mortalitas mencapai 75% .
Kecacatan akibat cedera kepala tergantung dari tingkat beratnya cedera, lokasi cedera, umur
dan kesehatan penderita. Beberapa kejadian kecacatan tersering yaitu masalah kesadaran
(fikiran, ingatan dan akal sehat), proses sensorik (melihat, mendengar, meraba, mengecap dan
menghidu), berkomunikasi (ekspresi dan pemahaman) dan tingkah laku atau kesehatan mental
(depresi, gelisah/cemas, perubahan kepribadian, agresif/menyerang, dan keadaan sosial yang
tidak normal) .
Menentukan keluaran dan prognosis dari cedera kepala sangat sulit . Terlambatnya
penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang tidak adekuat, dikirim ke rumah sakit
yang tidak adekuat, terlambatnya dilakukan tindakan bedah dan adanya cedera multiple yang
lain merupakan faktor-faktor yang memperburuk prognosis penderita cedera kepala . Untuk
keluaran penderita, pengukuran standar yang biasa digunakan adalah Glasgow Outcome Scale
(GOS) yang dikemukakan oleh Jennett dan Bond (1975)..
2.9. Penatalaksanaan
2.9.1. Tindakan dan terapi
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit .
Untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala, Adveanced Cedera Life Support (2004) telah
menepatkan standar yang disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang
dan berat .

Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain : A (airway), B (breathing),
C (circulation), D (disability), dan E (exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei
primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga homeostasis
otak .
Kelancaran jalan napas (airway) merupakan hal pertama yang harus diperhatikan.Jika
penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat.
Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha
untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervicalspinecontrol),
yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal
ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang
keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan
pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan
napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat
diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika
penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila
memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut
nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan
eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi
perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif
normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya
dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut
nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri
radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis
yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi
hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada
perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka
Setelah survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu resusitasi. Cairan resusitasi yang
dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan duajalur intra vena. Pemberian
cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap
cedera otak dibandingkan keadaan udem otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi
tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari
leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan
intracranial
Pada penderita cedera kepala berat cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran
penderita. Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang
berupa pemeriksaan keseluruhan fisik penderita. Pemeriksaan neurologis pada penderita
cedera kepala meliputi respos buka mata, respon motorik, respon verbal, refleks cahaya pupil,
gerakan bola mata (doll's eye phonomenome, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu
dingin (refleks okulo vestibuler) dan refleks kornea
Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di rumah sakit. Indikasi perawatan di rumah
sakit antara lain; fasilitas CT scan tidak ada, hasil CT scan abnormal, semua cedera tembus,
riwayat hilangnya kesadaran, kesadaran menurun, sakit kepala sedang-berat, intoksikasi
alkohol/obat-obatan, kebocoran liquor (rhinorea-otorea), cedera penyerta yang bermakna,
GCS<15>..

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana
yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa
pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan
antikonvulsan .
Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala bila hematom intrakranial >30 ml, midline
shift >5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm
2.9.2. Rencana pemulangan

1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.


2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,
perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.

4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.

5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di


rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan
ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.

6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.


7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah
simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan
maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama
yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Datadata ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang,
tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku
kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema
otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan


berat ringanya trauma.

Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,
hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari)
tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan
melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure
nitrogennya.
Pembedahan.

5. Pemeriksaan Penujang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial

3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan


kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
Komplikasi tidak terjadi
Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:


Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan odem otak
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6 Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
1.
2.
3.
4.

3.3. INTERVENSI

1.Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
~Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
~Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia
tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
~Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.

1.
2.
3.
4.

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
~Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
~Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
~Rencana tindakan :
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan
lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan
memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan Odem otak


~Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
~Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
~Rencana tindakan :
A. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi
keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang
otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
1) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap
adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tandatanda keadaan syok akibat perdarahan.
3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis ,
menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari
konstipasi yang berkepanjangan. Dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan intracranial
5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.

B. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.


Dapat menurunkan hipoksia otak.
C. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk
menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason)
untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan
kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan
intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen
otak.

1)
2)

3)

4)

5)

1.
2.
3.
4.

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )


~Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
~Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
~Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut,
telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori,
dan waktu.
Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu
agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
5.Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
~Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
~Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
~Rencana tindakan :
Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan
ketabahan dalam menghadapi krisis.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

6.Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak


adekuatnya sirkulasi perifer.
~Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
~Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan
terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan
terjadinya kerusakan kulit.
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan
H2O2.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisistas untuk membatasi
trauma kepala bila terbentur benda tumpul
2. Adanya fenomena yang meningkat setiap tahunnya untuk angka kejadian trauma kepala.
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera
kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh
mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan
(deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24
jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk
pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.
4.2. Saran
1. Untuk mahasiswa diharapkan supaya lebih bekerja sama dalam pembuatan makalah
asuhan keperawatan Trauma Kapitis.
2. Mahasiswa diharapkan supaya lebih aktip meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan Trauma Kapitis.
3. Untuk dosen supaya lebih banyak lagi memberikan pengetahuan tentang Gawat
Darurat .
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. Komisi
trauma IKABI, 2004; 168-193.
2. Bedong MA. Cedera Jaringan Otak : Pengenalan dan Kemungkinan
Penetalaksanaannya. Mei 2001 [31 Agustus 2007];. Diunduh dari:
http://www.tempo.ci.id/medica/arsip/052001/sek-1.htm

3.Coskey,Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC St-Louis . sumber :


4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier Saunders, 2006;
685-97.

5..Hartanto, Hurawati.2009. Kamus Saku Mosby. Jakarta. EGC


6. Mc Khann GM, Copass MK, Winn HR. Prehospital Care of the Head-Injuried Patient.
Dalam : Textbooks of Neurotrauma. Mc Graw Hill. 103-112
7. Rappaport WA, Brannan S. Head injury. Dalam: Surgery. Mosby Elsevier, 2005; 216-18.

8. Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 [20 September 2007]; Topic 929: [11
screens]. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm
9.Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati
E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006; 740-59.
10. Stein SC. Classification of the Head Injury. Dalam: Textbook of Neurotrauma. Mc. GrawHill. 31-38.

11.Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima


Medikal.
12.Rahariyani, Loetfia Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Trauma
kepala,Jakarta: EGC
13. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed.
Elsevier Churchill Livingstone, 2007; 551-61.
14.Wijanarka A, Dwiphrahasto. Implementasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator
Klinik Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat. Desember 2005 [4 September 2007];
volume 8; [8 screens]. Diunduh dari: http://jmpk-online.net/files/05agus.pdf

Diposkan 10th November 2011 oleh myjxt


0

Tambahkan komentar

myjxt

Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

Nov
10

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat
suatu rumah sakit. No head injury is so serious that it should be despaired of, nor so trivial
as to be lightly ignored, menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera kepala yang perlu
dikhawatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan tidak ada juga keluhan yang dapat kita
abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000
pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab
kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010).
Oct
29

kebutuhan nutrisi dan cairan pada bayi dan anak sehat


PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DAN CAIRAN UNTUK ANAK
PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian yang menyangkut tentang nutrisi :
Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nancy Nuwer
Konstantinides).
Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya (Cristian
dan Gregar 1985).
Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh
menggunakannya.

Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai