Oleh :
Delvalina Tuanger
:151080270
Chatarina Novita L.
: 151080284
:151080265
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi adalah terminologi yang digunakan oleh para ahli ekonomi, media dan para
politisi untuk mendeskripsikan proses memperkuat ekonomi global yang juga dikenal sebagai
Pasar Bebas atau neo-liberalisme. Globalisasi dimotori oleh beberapa institusi-institusi
ekonomi global seperti World Trade Organization (WTO), World Bank (Bank Dunia) dan
International Monetary Fund (IMF).
Menurut para pengagum Pasar Bebas ini, kemakmuran seluruh publik akan terjadi apabila
pasar dibebaskan dari seluruh tekanan, sehingga para pelaku pasar akan semakin kompetitif
terhadap satu sama lain, yang mana pada akhirnya diharapkan kemakmuran yang didapat
oleh pelaku pasar akan menetes ke bawah (sesuatu yang dalam bahasa ekonomi dikenal
sebagai trickle-drop effect). Kompetisi ini hanya akan sempurna apabila pasar dibuka seluasluasnya tanpa ada batasan dan regulasi (termasuk batas negara dan aturan pemerintah yang
menghambat
terjadinya
proses
jual-beli
tingkat
internasional).
Setiap
produk
yang
diperjualbelikan akan diberi kesempatan untuk bersaing secara bebas di pasaran. Tapi
masalahnya, dalam prakteknya, korporasi-korporasi tersebut di seluruh belahan dunia harus
mencari tempat di mana sumber daya alam dan upah buruhnya adalah yang paling murah;
yang mana seringkali hal tersebut berarti juga relokasi industri-industrilokaldinegara-negara
Dunia Ketiga.
Dibentuk di tahun 1944, World Bank dan IMF memfasilitasi ekonomi global dengan
memberi pinjaman kepada negara-negara Dunia Ketiga sejumlah besar dana dalam mata
uang asing. Biasanya pinjaman tersebut membawa banyak kepentingan lain di belakangnya.
Kepentingan-kepentingan tersebut sangat menguntungkan korporasi-korporasi multinasional
dalam memapankan jalannya memasuki negara-negara Dunia Ketiga dan membuka proyekproyeknya
yang
biasanya
selalu
merusak
lingkungan
(seperti
industri
perhutanan,
biasanya Negara-negara Dunia Ketiga tersebut tak mampu membayarnya dan harus mencari
pinjaman lain untuk melunasi hutang yang telah ada tersebut. Lingkaran jerat hutang
tersebutlah yang sebenarnya menjauhkan negara-negara Dunia Ketiga dari kemapanan
karena demi membayar hutang-hutangnya tersebut, dana yang sebenarnya diperuntukan bagi
kepentingan penduduk harus dikurangi bahkan dihapuskan. Karena hal ini juga, maka negaranegara Dunia Ketiga terpaksa harus mengikuti syarat yang diberikan oleh negara-negara
donor untuk memperbolehkan korporasi-korporasi multinasional masuk ke negara tersebut dan
dengan bebas beroperasi di sana, termasuk untuk menentukan upah para pekerjanya dan
harga sumber daya alam yang hendak dibelinya.
Sementara WTO, yang semakin mapan, adalah badan institusi internasional yang berhak
untuk menentukan apa yang akan terjadi pada satu negara saat negara tersebut akan menjalin
hubungan dagang dengan negara lainnya. Inilah yang disebut dengan WTO Tribunal. Agenda
WTO adalah meningkatkan terjadinya perdagangan globalyang berarti juga mengurangi
hukum-hukum dagang tiap negara atau apapun yang dianggap menghalangi terjadinya
hubungan dagang. Hambatan dagang ini seperti yang dideskripsikan oleh tiga anggota
Tribunal, dapat diinterpretasikan antara lain hukum kesehatan makanan yang diproduksi,
hukum lingkungan yang melindungi spesies-spesies yang hampir punah, dan juga hukum yang
melindungi HAM. Semua hukum tersebut harus dihapuskan saat dianggap menghalangi
terjadinya proses dagang. Pendeknya, WTO memiliki otoritas sendiri yang lebh kuat dari
otoritas negara manapun dalam menentukan hukum dan undang-undang yang berlaku di
sebuah negara.
Secara esensialnya, WTO dan sistem Pasar Bebas, hanya akan berdampak sangat besar
pada penghancuran lingkungan hidup, pengeksploitasian tenaga kerja dan pelecehkan hakhak asasi manusia. Satu-satunya yang menjadi prioritas bagi Globalisasi hanyalah
kepentingan bisnis bagi mereka, korporasi multinasional yang memiliki profit terbesar yang
barang tentu korporasi yang paling kaya. Secara singkatnya, Globalisasi atau Pasar Bebas
adalah juga berarti kebebasan bagi ekonomi itu sendiriinilah imperialisme gaya baru, inilah
Neoliberalisme.
Salah satu organisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi untuk kesejateraan
masyarakat dunia adalah IMF (International Monetary Fund). IMF adalah salah satu organisasi
yang terdiri dari 187 negara, bekerja ubtuk membantu perkembangang kerjasama global
moneter,
menyelamatkan
stabilitas
financial,
memfasilitasi
perdaganan
internasional,
, diyakini bahwa struktur ekonomi kapitalis global yang baru akan membantu daerah-daerah
miskin dan membawa manfaat bagi seluruh dunia. Namun meskipun neliberalis menginginkan
lembaga-lembaga keuangan mereka ini memiliki manfaat bagi semua orang, namun
kenyataan berbicara sebaliknya. Fakta kesenjangan antara daerah kaya dan miskin
menunjukan bahwa lembaga neoliberalis ini hanya memiliki manfaat terutama negara-negara
kaya barat.
Krisis Venezuela adalah salah satu dampak dari kehadiran lembaga-lembaga keuangan ini.
Secara jelas kita dapat melihat fungsi maupun peran IMF dari pengertian di atas, maka kita
bias menarik kesimpulan bahwa IMF banyak menjalankan fungsinya terutama di negaranegara berkembang, dan negara-negara miskin dengan membantu pembangunan nasional set
melalui pinjaman yang diberikan, beserta memberi solusi untuk mengatasi krisis yang sedang
melanda suatu negara. Namun, kebanyakan negara berkembang yang tergabung dalam IMF
mereka mempunyai masalah yang sama, yaitu perekonomian yang semakin terpuruk karena
adanya ketergantungan terhadap lembaga moneter internasiona.l Venezuela adalah salah satu
negara yang perekonomian negaranya tergantung pada penghasilan sumber daya minyak,
meskipun ini berjalan Venezuela ada pada bagian penekanan ekonomi oleh negara-negara
maju sejak berada di bawah IMF. Venezuela yang saat itu ada di bawah pemerintahan Hugo
Chavez merasa bahwa dengan bernaung di bawah IMF membawa dampak negatif bagi
ekonomi negaranya, dengan keyakinan Hugo Chavez kemudian memutuskan hubungan
dengan IMF, dan tidak mengikuti arus liberalism, karena dianggapnya membawa ketimpangan
antara kaum borjuis dan rakyat jelata. Peran IMF yang pada awalnya membantu negaranegara dalam stabilitas fininsial ekonomi domestik beserta pengurangan angka kemiskinan
ikut bergeser.
1
www.imf.org/external/about.html/about imf
www.eurodad.org/whatnew/articles.aspx?id=2988
C. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh IMF di Venezuela sehingga mengakibatkan Venezuela keluar dari
IMF?
D. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan penulis untuk menggali permasalahan ini adalah
Teori Dependensia atau Teori Ketergantungan.
Teori Dependensia sesuai dengan namanya
berusaha
menjelaskan
tentang
ketergantungan. Dalam hubungan ketergantungan tersebut ada dua pihak yang terlibat
yaitu pihak dominan dan pihak bergantung (dependen).
Berkaitan dengan teori-teori Marx adalah teori dependensi yang berargumen bahwa negaranegara maju, dalam usaha mereka untuk mencapai kekuasaan, menembus negara-negara
berkembang lewat penasihat politik, misionaris, pakar, dan perusahaan multinasional untuk
mengintegrasikan
negara-negara
berkembang tersebut
ke dalam
sistem
kapitalis
PEMBAHASAN
neoliberalisme di
State Led Industrialization, dan ISI adalah perdagangan dan ekonomi kebijakan didasarkan pada premis bahwa negara harus
berusaha untuk mengurangi ketergantungan asing melalui produksi lokal produk industri. Istilah ini terutama mengacu pada abad ke-20
ekonomi pembangunan kebijakan, meskipun menganjurkan sejak abad ke-18
menjadi salah satu komoditas penting bagi kehidupan perdagangan Venezuela. Pendudukpenduduk kaya yang hanya sekitar 3 % mampu menguasai 76.5 persen lahan pertanian
dipedesaan karena kemampuan financial mereka. Sedangkan 42.9 persen penduduk
miskin hanya memiliki lahan seluas satu persen. Sungguh sebuah ironi dari cita-cita Perez
yang ingin mengurangi krisis dengan menjalin kerjasama bersama IMF.
Makin lama keadaan tersebut tidak mengalami perubahan berarti. Kesulitan hidup yang
menghimpit itu makin lama tak bisa lagi ditanggung terutama oleh kaum miskin Venezuela
yang selalu mendapat tekanan dari kebijakan-kebijakan kapitalis tersebut. Kesabaran
rakyat Venezuela pada akhirnya tak bisa lagi dibendung. Ini ditunjukkan dengan
pemberontakan rakyat pada Februari 1989 yang terkenal dengan nama Caracazo. Situasi
krisis ekonomi menjurus pada depresi berkepanjangan yang dialami rakyat, tingkat
kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi antara kaya dan miskin, yang kemudian,
akumulasi dari kedua hal tersebut memicu terjadinya konflik sosial politik dalam
masyarakat.
Ironi lain kemudian muncul dalam kehidupan ekonomi Venezuela. Venezuela adalah
negara pengekspor minyak nomor satu di kawasan Amerika Latin dan terbesar kelima di
dunia. Dari tahun 1958 sampai 1999, pendapatan Venezuela dari sektor minyak ini
mencapai US$250 miliar. Dengan pendatapan sebesar itu, tak heran jika 85 persen dari
seluruh penduduk Venezuela yakin bahwa negara mereka adalah salah satu negara
terkaya di dunia. Tetapi kenyataannya mereka semakin miskin. Kontradiksi ini
menyebabkan timbulnya frustasi, kebencian, dan sebagai jalan keluarnya adalah mencari
obat pemunahnya dalam waktu singkat. Berikut datanya :
Dalam sektor tenaga kerja dan perburuhan pun mengalami hal yang sama. Kebijakankebijakan kapitalis tersebut membuat banyak pabrik-pabrik yang ditutup dan tenaga
kerja hidup dengan melarat. Data mencatat, 50 persen jumlah tenaga kerja bekerja
dalam kondisi yang tidak stabil. Sewaktu-waktu mereka bisa terlempar ke dalam sektor
Tugas Amerika Latin | Dampak IMF di Venezuela
informal yang amat tidak stabil. Pada saat yang sama, 20 persen dari seluruh angkatan
kerja berada dalam situasi menganggur dan hanya 30 persen yang bekerja di sektor
formal. Itu pun pendapatan yang diterimanya tidak cukup untuk memenuhi setengah
dari kebutuhan untuk makan. Jumlah rata-rata tingkat pengangguran pada tahun 1994
sebesar 8.7 persen dan bertambah menjadi 11 persen pada 1998.4
Hidayatullah Muttaqin, IMF dan bahaya yang ditimbulkannya, diakses dari http://jurnal-ekonomi.org/2006/09/09/imf-danbahaya-yang-ditimbulkannya/, pada tanggal 29 oktober 2010 pukul 19.07.
10
meningkat, harga minyak semakin tinggi tetapi kemiskinan juga ikut bertambah. Dalam
situasi ini, Chvez yang telah menjelma sebagai tokoh nasional mencalonkan diri sebagai
presiden dalam pemilu Desember 1998. Kini ia menjadi tokoh sentral dimana kekuatan anti
oligarki yang kecil tyerserak-serak dan berpusat pada dirinya.
Berdasarkan pada kegagalan gerakan di masa lalu, Chvez memutuskan terlibat dalam
proses politik demokrasi elektoral untuk merebut kekuasaan politik. Dalam keadaan
dimana tak ada gerakan revolusioner yang kuat, sebuah gerakan politik bersenjata tak
lebih sebagai usaha bunuh diri. Dengan berbendera organisasi Movimento Quinta
Repblica (MVR) atau the Fifth Republic Movement, ia berkeliling ke seluruh negeri
dengan mengusung tema-tema kampanye yang tak bergeser dari gagasan awal ketika
melakukan kudeta pada tahun 1992: The Fifth Republic ini merupakan koalisi dari berbagai
kelompok, yang terutama adalah MAS, Patria Para Todos, and the Communist Party.
Kritisisme terhadap privatisasi besar-besaran dan menjadikan perang melawan korupsi,
baik pada level pemerintahan sipil maupun di dalam tubuh militer, sebagai slogan
utamanya. Selama masa kampanye itu pula, Chvez berulangkali mengatakan bahwa
Venezuela membutuhkan sebuah republik baru dan sebuah gerakan baru yang dibentuk
dengan tujuan melawan segala kebobrokan yang terjadi di masa lalu. Hasil akhir pemilu 6
Desember 1998 menempatkan Chvez sebagai pemenang dengan jumlah suara sebesar
56.2 persen (3,673,685 suara), sebuah kemenagan terbesar yang berhasil diraih seorang
kandidat
presiden
dalam
empat
dekade
terakhir.
Setelah
memenangkan
kursi
11
Saat menjabat sebagai presiden Hugo Chvez segera meluncurkan sejumlah kebijakan
politik untuk mengamankan kekuasaannya. Ada tiga hal yang dilakukannya: pertama,
membangun dukungan dari kelas menengah bawah (lower-middle class) dan organisasi
buruh; kedua, menciptakan dukungan yang bersifat komplementer dari pelaku bisnis yang
berorientasi domestik; dan ketiga, secara politik mengisolasi oligarki pedesaan, perusahaan
asing, dan elite industrial domestik skala besar. Ketiga hal itu dilakukannya mengingat ia
berhadapan dengan krisis ekonomi dan isolasi internasional yang membayang-bayangi
kebijakannya yang antineoliberal.
Ia juga meluncurkan rencana kesejahteraan sosial darurat, yang disebut Project Bolivar
2000, guna membantu sektor-sektor yang sangat miskin. Ia juga mengadopsi ukuran-ukuran
pendidikan yang baik bagi rakyat miskin, misalnya melalui perbaikan gratis pendidikan publik
dan mempromosikan pembangunan Bolivarian Schools (sekolah sehari penuh yang disiapkan
bagi siswa dengan dua kali makan setiap harinya). Namun, kebijakan Chvez ini dituduh
diskriminatif oleh kalangan bisnis monopolistis dan kelompok liberal. Chvez dituduh sebagai
rejim dictator dan antidemokrasi. Chvez dituduh telah membelah-belah masyarakat atas dua
bagian yakni, antara sekelompok kecil elite yang dihadapkan dengan massa. Apalagi Chvez
pernah mengatakan bahwa rakyat (the pueblo) merepresentasikan kebajikan (goodness),
Sementara kalangan atas yakni para elite politik dan bisnis monopolisitis, merepresentasikan
keburukan.
Berdasarkan penilaian-penilaian semacam itu, kalangan oligarki mulai merongrong
kekuasaan Chvez yang dikenal dengan sebutan rejim Bolivarian. Mereka memanfaatkan
seluruh sumberdaya yang dimilikinya antara lain penguasaan terhadap industri minyak milik
negara (Petrleos de Venezuela/PDVSA), penguasaan yang monopolistis atas media,
dukungan finansial yang tidak terbatas, dukungan serikat buruh kuning terutama yang
digalang oleh Confederatin de Trabajadores de Venezuela (CTV), sebagian faksi di dalam
tubuh angkatan bersenjata, dan juga dari pemerintah Amerika Serikat.
Namun, upaya oligarki untuk melakukan kudeta terhadap Chaves tidak terhenti sampai
disitu saja. Selama dua bulan dari tanggal 2 Desember 2002, pemerintahan Chvez kembali
diguncang oleh serangkaian pemogokan besar-besaran yang dikoordinir oleh kalangan bisnis,
yang dipimpin oleh pebisnis dari industri minyak. Tujuan utama dari pemogokan ini adalah
menghentikan produksi dan distribusi minyak. Akibatnya, Venezuela menghentikan ekspor
12
minyak harian sebanyak 2,800,000 barel (450,000 m) dan produk ikutannya seperti bensin
untuk konsumsi domestik.5
Dukungan rakyat terhadap Chaves tidak membuat pemogokan itu berjalan lancar.
Aktivitas negara Venezuela terbukti tak berhenti akibat pemogokan itu. Menurut Marta
Harnecker seorang sejarawan gerakan sosial Amerika Latin asal Kuba, ini merupakan
kegagalan besar kedua yang diderita oleh Oligarki. Selain itu, paska kegagalan kedua ini
industri minyak nasional kini sepenuhnya berada di bawah kontrol pemerintahan Chvez.
Oligarki kemudian berusaha dengan berbagai intrik untuk menggulingkan Chaves pada
pemilihan Presiden pada tahun 2002 namun sama sekali tidak membuahkan hasil karena
ternyata upaya kudeta itu gagal dengan hasil pemilu 59.25 persen sekaligus menempatkan
Hugo Chaves sebagai presiden.
Program-program Hugo Chavez
Keadaan Venezuela saat bergabung bersama IMF membawa Venezuela pada liberalisasi
tetapi perekonomian Venezuela semakin terpuruk, Hugo Chaves dengan kebijakan-kebijakan
ingin merestruktur ekonomi negara ini. Ada dua kebijakan yang bertitik berat pada sector
ekonomi Venezuela :
a. MemberdayakanKoperasiSebagaiSokoguruEkonomiRakyat
Pertama, defisit anggaran untuk merangsang permintaan domestik; kedua, meningkatkan
upah nominal plus kontrol harga untuk mempengaruhi redistribusi pendapatan. Di sini,
peningkatan upah didesain untuk menghasilkan dampak-dampak redistributif, sedangkan
kontrol harga diterapkan guna menjaga agar inflasi tetap bisa dikontrol; ketiga, kontrol
terhadap nilai tukar atau apresiasi untuk memotong inflasi dan meningkatkan upah dan
keuntungandalamsektor-sektorbarangnon-perdagangan. Dalam situasi dimana tingkat
kesenjangan ekonomi sangat tinggi, rezim Chvez mengajukan tiga elemen sebagai jalan
untuk mengatasinya: (1) reaktivasi ekonomi; (2) redistribusi pendapatan; dan (3)
restrukturisasiekonomi.
Chavez tetap pada prinsipnya semula digerakkan kembali adalah mungkin baginya untuk
mendorong tercapainya dua tujuan yang lain yakni, redistribusi pendapatan dan
5
Hendrajit, Venezuela bersama Hugo Chaves Internasionalisasi Sosialisme di Amerika Latin Tak Terbentuk, diunduh dari
http://www.theglobal-review.com/content_detail., pada tanggal 29 oktober 2010 pukul 19.30.
13
terhadap
tipe-tipe
ekonomi
baru,
dan
terhadap
ekonomi
sosial.
Jika kinerja perusahaan buruk maka berdampak pada pendapatan para anggotanya yang
ikut-ikutan memburuk, demikian sebaliknya. Keadaan ini mendorong tumbuhnya etos
solidaritas dalam ekonomi yang pada akhirnya melahirkan iklim yang stabil dalam
berusaha. Di sini kita lihat, paradigma ekonomi yang bertumpu pada profit hendak digeser
menjadi
paradigma
yang
bertumpu
pada
humanisme
dan
soilidaritas.
Dukungan terhadap pertumbuhan koperasi ini dijamin melalui pasal 24 dari Law of the
Intergovernmental Decentralization Fund (FIDES), yang menugaskan pemerintah untuk
mengalokasikan 20 persen sumberdayanya setiap tahun untuk negara dan kotamadya
agar membiayai proyek-proyek yang dilaksanakan oleh komunitas, asosiasi-asosiasi rukun
warga dan LSM. Pada tahun 2003, rejim Bolivarian mengalokasikan anggaran sebesar 15
miliar Bolivar dalam struktur anggaran federal untuk membiayai koperasi. Karena koperasikoperasi ini bertumbuh secara mandiri berdasarkan pada lokasi dan kebutuhan yang
Tugas Amerika Latin | Dampak IMF di Venezuela
14
berkelanjutan
sebagai
strategi
dasar
untuk
integrasi
pangan
harus
dicapai
melalui
pengembangan
dan
15
Hak
rakyat
pada
pengobatan
dan
untuk
kualitas
pangan
yang
baik
ALBA mengumandangkan perlawanan terhadap rejim paten. Hal milik intelektual harus
diletakkan dalam kerangka produk budaya, sebuah kerja bersama berkelanjutan dari
seluruh pengetahuan manusia. Oleh karena itu, karya intelektual tidak boleh dimonopoli
untuk kepentingan akumulasi kapital dari perusahaan transnasional. Sebagai alternatif,
ALBA memromosikan proteksi pasar nasional dari serbuan barang-barang impor, tetapi
menuntut akses sebesar-besarnya dan seluas-luasnya terhadap hak milik intelektual.
tidak
diukur
berdasarkan
harga,
tapi
oleh
kepentingan
sosial.
16
ALBA membentuk sebuah dana kemitraan yang dikenal dengan nama Compensatory
Funds of Structural Convergence. Tujuannya, untuk mengurangi kesenjangan dalam
level pembangunan negara-negara dan sektor-sektor produktif. Compensatory Funds
ini mirip dengan tugas yang diemban oleh Bank Dunia ketika pertama kali didirikan
pada masa perang dunia II. Yakni untuk mengelola dan mendistribusikan bantuan
keuangan kepada banyak negara yang ekonominya mudah diserang oleh krisis.
Dengan adanya Compensatory Funds ini, negara-negara yang miskin dibantu untuk
mengurangi resiko kerugian hingga ke tingkat yang tidak membahayakan performa
ekonomi nasionalnya. Dalam pengertian ini, Compensatory Funds bukanlah bantuan
berkedok
utang
seperti
yang
disalurkan
oleh
Bank
Dunia
dan
IMF.
17
dengan
meningkatnya
devisa
Negara
akibat
meningkatnya
harga
18
secara tidak langsung membuat Venezuela menjadi tergantung pada Amerika dan ini akan
membahayakan buat Venezuela itu sendiri.
KESIMPULAN
Venezuela merupakan salah satu Negara di Amerika latin yang kaya akan minyak. Setelah
perang dunia banyak pergolakan politik yang terjadi di Venezuela, mulai dari munculnya
pemerintah-pemerintah yang dictator, demokratis , neoliberal dan bahkan perkembangan terakhir
Venezuela dikatakan bergeser ke kiri. Pada tahun 1989 terjadi inflasi di Venezuela dengan adanya
penyesuain terhadap neoliberal. Sebagai salah satu Negara pengekspor minyak terbesar di dunia,
Venezuela harus menanggung resikonya. Krisis ekonomi yang melanda Negara-negara Amerika
latin saat itu menjadikan Negara-negara Amerika Latin termaksud Venezuela harus bergantung
pada lembaga donor internasional, atas saran para penasehat ekonomi dan politik mereka, mulai
pada saat itulah Venezuela bergabung dengan salah satu lembaga Donor Dunia yaitu IMF.
Setelah bergabung dengan IMF, segala kebijakan Venezuela pun disesuiakan dengan
kebijakanpun
disesuaikan
bahkan
Venezuela
dimasa
pemerintahan
Perez
melakukan
restrukturisasi ekonomi melalui jalan Neoliberal. Segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
Tugas Amerika Latin | Dampak IMF di Venezuela
19
pada masa itu dissuaikan dengan nasihat yang diberikan oleh IMF, seperti Privatisasi terhadapa
sebagian BUMN yang bergerak dibidang telekomunikasi, pelabuhan, minyak baja dan
penerbangan hal ini disebabkan karena untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di Venezuela,
Venezuela mendapatkan dana bantuan dari IMF. Namun seiring dengan berjalannya waktu
ternyata efek dari kebijakan tersebut mualai dirasakan oleh Venezuela. Kesulitan hidup pun makin
lama makin menghimpit kaum miskin Venezuela yang selalu mendapat tekanan dari kebijakankebijakan kapitalis tersebut.
Namun setelah masa pemerintahan Hugo Chaves, ia mulai meluncurkan segala macam
kebijakan politik untuk mengamankan kekuasaannya. Pada masa pemerintahannya ada tiga hal
yang dilakkukannya yaitu pertama membangun dukungan dari kelas menengah bawah dan
organisasi buruh; kedua menciptakan dukungan yang bersifat komplementer dari pelaku bisnis
yang berorintasi domestic; dan ketiga secara politik mengisolasi oligarki pedesaan, perusahaan
asing dan elite industrial domestic skala besar. Hal ini dilakukan oleh Chaves mengingat ia
berhadapan dengan krisis ekonomi dan isolasi internasional yang membayang-bayangi
kebijakannya yang antineoliberal.
Pada masa pemerintahannya, ada pihak-pihak yang berusaha menurunkan Chavez dari
jabatannya tapi semuanya itu tidak berhasil, bukti nya dia masih menjabat sampai sekarang. Dan
di masa pemerintahan chaves ekonomi Venezuela perlahan-lahan mulai membaik. Dalam masa
pemerintahannya chaves mendapat banyak dukungan dari masyarakatnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Woods, Alan. 2007. Nasionalisasi di Venezuela.http://www.marxist.com/nasonalisasi-divenezuela.htm, 27Oktober 2010
IMF, 2010. http://www.imf.org/about.html, 28 Oktober 2010
www.eurodad.org/whatnew/articles.aspx?id=2988, 27 Oktober 2010
Trash,
Meth.2005.
Perjuangan
Kelas
Melawan
Globalisasi
Kapital
http://id-
id.facebook.com/topic.php?uid=2213393227&topic=9278&post=39959. 29 Oktober
2010
Burchil, Scott. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Media Husada: Jakarta
21