Anda di halaman 1dari 21

ASPEK PERPAJAKAN ATAS RESTRUKTURISASI

PERUSAHAAN
Diajukan sebagai tugas dalam mata kuliah kapita selekta pajak

Disusun oleh:
Kelompok 3
Astrid Felisia Syiami

161522039

Dila Restu Nurani

161522041

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2015

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Persaingan usaha mendorong perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang

mengambil langkah-langkah yang dapat mengamankan posisinya antara lain melalui


efisiensi, peningkatan daya saing dan produktivitas. Peningkatan efisiensi dan produktivitas
suatu perusahaan dapat dilakukan melalui penggabungan usaha yang dikenal sebagai merger,
konsolidasi dan akuisisi.
Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja
perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan supaya segera lepas dari krisis melalui
berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut berbagai aspek perusahaan, mulai
dari perbaikan portofolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan manajemen,
perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya manusia. Dengan
demikian, restrukturisasi perusahaan merupakan kepentingan semua pihak. Bukan saja pihak
manajemen, namun juga merupakan kepentingan komisaris yang mewakili kepentingan
pemegang saham. Restrukturisasi juga merupakan kepentingan karyawan secara keseluruhan
karena tindakan restrukturisasi akan berdampak pada semua karyawan.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia terutama sejak pertengahan tahun 1997 tidak
dapat dipungkiri telah mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara ini
mengalami kesulitan keuangan yang luar biasa. Telah menjadi kesepakatan umum di antara
Pemerintah, para ekonomi dan pelaku bisnis, bahwa restrukturisasi perusahaan merupakan
solusi terbaik untuk membantu perusahaan-perusahaan keluar dari kesulitan ini. Terdapat
beberapa alternatif program restrukturisasi yang dapat dilakukan, yang mana masing-masing
mempunyai konsekuensi perpajakan yang berbeda. Oleh karena itu informasi mengenai
peraturan dan ketentuan perpajakan Indonesia yang berlaku dan berkaitan dengan
restrukturisasi perusahaan sangat diperlukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud
melaksanakan program restrukturisasi.
Merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk dari restrukturisasi. Tujuan dari
restrukturisasi ini adalah untuk mencapai optimalisasi tujuan perusahaan, sehingga dapat
memberikan wealth lebih baik kepada shareholders.
Pengertian merger dan akuisisi menurut PSAK No. 22 tahun 2009 dikelompokkan
dalam penggabungan usaha (business combination) dan akuisisi (acquisition).
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

Salah satu transaksi akuisisi pertama di pasar modal Indonesia adalah akuisisi yang
dilakukan oleh PT Jakarta Internasional Hotel Development melalui pembelian 100% saham
PT Danayasa Arthatama pada tahun 1990. Dengan dikeluarkannya Surat oleh Ketua Bapepam
kepada seluruh emiten dengan nomor S-456/PM/1991 yang berisikan persyaratan yang harus
dipenuhi dalam pembelian saham atau penyertaan pada perusahaan lain, maka kegiatan
akuisisi menjadi semakin sering dilakukan.
Hal yang menjadi perhatian pada saat itu adalah bahwa peraturan yang diterapkan
belum cukup untuk melindungi kepentingan publik terutama untuk transaksi akuisisi yang
mengandung benturan kepentingan, seperti transaksi akuisisi internal. Yang terjadi pada saat
itu adalah pada akuisisi internal, pengambil keputusan mulai dari rencana sampai dengan
pelaksanaan transaksi berada pada pihak yang sama sehingga menyebabkan adanya benturan
kepentingan. Sebagai contoh adalah akuisisi yang dilakukan oleh PT Indo Cement terhadap
PT Bogasari, Indofood dan Wisma Indocement pada tahun 1992. Peraturan yang berlaku pada
saat itu adalah bahwa keputusan boleh tidaknya suatu transaksi dilakukan ditentukan oleh
suara terbanyak pada RUPS, sedangkan suara terbanyak dimiliki oleh pemegang saham
utama yang memang berkepentingan dengan transaksi-transaksi tersebut.
Peraturan Bapepam No IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, yang
berisikan bahwa setiap transaksi yang mengandung benturan kepentingan harus mendapat
persetujuan pemegang saham independen. Dapat diartikan bahwa walaupun pemegang saham
utama setuju dengan suatu transaksi, tapi transaksi tersebut tidak disetujui pemegang saham
independen maka transaksi tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pemegang saham independen
adalah mereka yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan suatu transaksi tertentu
dan atau bukan merupakan pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham
utama yang mempunyai benturan kepentingan atas transaksi tertentu. Perlindungan yang
diberikan oleh aturan Bapepam tersebut misalnya adalah kewajaran nilai transaksi,
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap merger dan akuisisi,
keterbukaan informasi, dan sebagainya. Pada akhirnya merger dan akuisisi dapat dilakukan
apabila telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di pasar modal.
Ada beberapa tujuan perusahaan untuk melakukan merger diantaranya :
1. Lebih murah mendapatkan fasilitas yang sudah ada dari pada membangun. (Cost
Advantage).
2. Lebih

kecil

risikonya

membeli

pabrik

dan

pasar

yang

ada

dari

pada

mengembangkannya sendiri. (Lower Risk).


Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

3. Jika fasilitas didapatkan dengan membeli maka kegiatan perusahaan bisa langsung
beroperasi dari pada melalui pembangunan sendiri yang perlu waktu untuk perijinan,
konstruksi, uji coba. (Fewer Operating Delays).
4. Dengan melakukan penggabungan usaha, perusahaan menjadi semakin besar dan kuat
sehingga dapat terhindar dari pengambil alihan oleh perusahaan lain. (Avoidance Of
Takeovers).
5. Melalui penggabungan usaha dapat diperoleh patents, mineral rights, hasil penelitian,
goodwill (databse pelanggan, nama baik perusahaan, manajemen yang baik, lokasi
yang baik). (Aquisition of intangible assets).
6. Untuk menghindari kewajiban perpajakan (Tax Avoidance).

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

BAB II
LANDASAN HUKUM DAN LANDASAN TEORI
2.1

Penggabungan Usaha dalam Undang-Undang Perpajakan


Penggabungan usaha dalam Undang-Undang perpajakan sering diasosiasikan dengan

reorganisasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut:


1. Merger : PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, salah satunya dilikuidasi
dan salah satunya bertahan
2. Konsolidasi: PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, kedunya dilikuidasi
dan muncul perusahaan baru misalnya PT C
3. Akuisisi: PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, tidak ada yang
dilikuidasi
4. Divisi (Berkembang): satu perusahaan membagi asset menjadi dua atau lebih
(contoh: split off, split out, spin off)
Konsuekensi perpajakan reorganisasi ini adalah antara lain perpindahan aktiva yang
terkait dengan transfer tax (PPN, BPHTB) dan keuntungan dari perpindahan aktiva tersebut
yang terkait dengan pajak penghasilan.
2.2

Penggabungan Usaha Menurut PSAK No.22


Penggabungan usaha menurut PSAK No. 22, dibedakan menjadi dua:
1. Akuisisi (Acquisiton) adalah suatu penggabungan usaha di mana salah satu
perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan
operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu,
mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
2. Penyatuan Kepemilikan (Uniting of interest/Pooling of Interest) adalah suatu
penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung
bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva
neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul
bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga
tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi (acquirer).
Dalam metode penyatuan kepemilikan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaanperusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap tidak berubah
pada entitas akuntansi yang baru. Karena tidak ada salah satupun dari perusahaanperusahaan yang bergabung telah dianggap memperoleh perusahaan-perusahaan yang
bergabung lainnya, tidak ada pembelian, tidak ada harga pembelian, sehingga
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

karenanya tidak ada dasar pertanggungjawaban yang baru. Pada metode ini aktiva
bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value), tidak terdapat goodwill dan kenaikan
nilai aktiva dan selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan nilai buku (book
value) aktiva perusahaan.
Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa dikenal dengan
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan restrukturisasi yang paling
sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya. Beams dan Jusuf (1998:2-3)
mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang muncul sehingga beberapa perusahaan
mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha yaitu :
a. Manfaat biaya (Cost Advantange)
Lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas yang dibutuhkan
melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan, terutama pada
keadaan inflasi.
b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk).
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya lebih besar risikonya
dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya. Penggabungan
usaha kurang berisiko terutama ketika tujuannya adalah diversifikasi.
c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays).
Fasilitas- fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan usaha dapat
diharapkan untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas
perusahaan yang baru akan menimbulkan masalah yang baru juga misalnya
perlunya izin pemerintah.
d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance Of Takeovers).
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengambilalihan diantara
mereka.
e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible Assets).
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak berwujud
maupun berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database pelanggan,
atau keahlian manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu
penggabungan usaha.
f. Alasan-alasan lain.
Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih penggabungan
usaha untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun pada dasarnya
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

strategi penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan


memberikan banyak manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus ditanggung oleh
perusahaan yang melakukan penggabungan tersebut yaitu risiko sumber daya
manusia, dalam hal ini dampak dari penggabungan usaha tersebut, biasanya
menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan (Beams, 1998:2).
Menurut PSAK no. 22, terdapat dua metode pencatatan akuntansi dalam transaksi
penggabungan usaha:
1. Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan usaha melalui
akuisisi.

Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan (cost of
investment) yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan
untuk membeli perusahaan.

Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair value) dan menjadi dasar pengenaan
depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan setelah akuisisi.

Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan harga
pasar (fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan diamortisasi
oleh perusahaan setelah akuisisi.

2. Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk penggabungan usaha


melalui akuisisi penyatuan kepemilikan.

Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value), tidak
terdapat goodwill dan kenaikan nilai aktiva.

selisih biaya perolehan (cost of investment) dengan nilai buku (book value) aktiva
perusahaan.

Accounting Principle Board dalam opinion 16 mengatakan penerapan metode pooling


of interest harus memenuhi 12 kriteria sebagai berikut:
o Atribut perusahaan yang bergabung.
1. Masing-masing perusahaan yang bergabung merupakan perusahaan yang
otonom dan bukan merupakan anak perusahaan atau divisi suatu perusahaan
paling tidak 2 tahun sebelum rencana penggabungan usaha dilakukan
2. Masing-masing perusahaan yang bergabung adalah independen antar mereka
o Karakteristik Penggabungan.

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

3. Penggabungan efektif dalam satu transaksi atau dapat diselesaikan sesuai


rencana dalam waktu paling lama satu tahun sejak rencana penggabungan
usaha dilakukan
4.

Saham yang ditawarkan adalah jenis saham yang memiliki hak suara dan
identik dengan jenis saham yang dimiliki oleh mayoritas pemegang saham
yang sekarang

5.

Tidak satupun dari perusahaan yang bergabung mengubah entitas sahamnya


untuk mengantisipasi penggabungan usaha paling tidak dua tahun sebelum
rencana penggabungan dilakukan atau antara rencana penggabungan dengan
waktu efektif penggabungan

6. Masing-masing perusahaan yang bergabung hanya dapat memperoleh kembali


sahamnya karena diamanatkan oleh perjanjian penggabungan dan tidak
satupun perusahaan yang bergabung memperoleh/menarik sahamnya lebih dari
jumlah normal antara waktu rencana dan waktu efektif penggabungan
7. Rasio antar pemegang saham dalam suatu perusahaan yang digabungkan tidak
mengalami perubahan setelah perusahaan tersebut digabungkan
8.

Hak suara pemegang saham tetap terjaga dalam perusahaan gabungan. Hak
tersebut tidak boleh dikurangi atau dibatasi penggunaanya untuk suatu periode

9.

Penggabungan benar-benar dapat direalisasikan secara efektif pada tanggal


yang telah ditentukan, tidak ada masalah-masalah yang berhubungan dengan
sekuritas atau hal-hal lain yang ditunda atau belum dapat diselesaikan.

o Ketiadaan transaksi yang direncanakan.


10. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak setuju baik langsung atau
tidak langsung untuk menghentikan peredaran sebagian atau seluruh saham
yang diterimanya sebagai efek penggabungan
11. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak melakukan perjanjian
financial yang menguntungkan mantan pemegang saham perusahaan yang
digabungkan, seperti garansi untuk utang yang dijamin oleh saham yang
diterbitkan dalam penggabungan
12. Perusahaan yang menerima penggabungan tidak bermaksud merencanakan
untuk menghentikan atau menjual penggunaan mantan asset penting yang
dimiliki oleh perusahaan yang digabungkan, kecuali asset yang secara wajar
tidak diperlukan lagi karena kelebihan kapasitas dan duplikasi fasilitas.
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

Pemenuhan kriteria tersebut di atas harus dilakukan jika kita melakukan


penggabungan usaha dengan metode pooling of interest. Jika salah satu tidak terpenuhi maka
metode ini harus dibatalkan.
2.3

Merger dan Akuisisi Menurut Undang-Undang Pajak


Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang PPh Pasal 10 ayat (3) mengatur

nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan pada harga pasar (arm length transaction).
Kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Dalam hal ini , selisih antara harga pasar
dan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak atau
dengan perkataan lain menggunakan purchase method.
Sesuai dengan Surat Edaran No SE-23/PJ.42/1999 yang ditetapkan tanggal 27 Mei
1999 tentang Buku Panduan Tentang Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan,
diatur mengenai definisi Merger, bentuk-bentuk Merger, Peleburan Usaha (Consolidation),
Pemekaran

Usaha

(Expansion), Restrukturisasi

dengan menggunakan

nilai

buku.

Penggabungan/Peleburan dan Pemekaran yang memenuhi syarat, dan lain-lain.


2.3.1

Peraturan pajak yang terkait dengan Penggabungan Usaha di Indonesia


1. Peraturan Menteri Keuangan 91/PMK.03/2006 (pengurangan 50% BPHTM bagi
Wajib Pajak yang menggunakan nilai buku)
2. Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2002 (PPN terutang setelah hasil RUPS sesuai
yang tertuang dalam perjanjian merger) terutangnya PPN atas penyerahan Barang
Kena Pajak dalam rangka penggabungan usaha terjadi pada saat yang disepakati
atau ditetapkan sesuai hasil Rapat Umum Pemegang saham yang tertuang dalam
perjanjian penggabungan tersebut.
3. Peraturan Menteri Keuangan 79/PMK.03/2008 (PPh final 10% atas revaluasi
aktiva utk merger dgn nilai pasar)
4. Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK/.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai
Dasar Penggunaan Pajak mengatur bahwa nilai lain untuk aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjual belikan sepanjang PPN atas pemerolehan
aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar
wajar. PPN yang dikenakan atas pengalihan aktiva tersebut merupakan PPN
Keluaran bagi transferor company yang dapat dikreditkan sebagai PPN Masukan
oleh acquiring company.
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

5. Peraturan Pemerintah no. 14 tahun 1997 mengatur bahwa pemilik saham pendiri
dikenakan tambahan pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari harga saham pada saat
penawaran umum perdana.
6. Selanjutnya Keputusan Menteri Keuangan No. 282/KM.04/1997 menjelaskan
tentang saham pendiri
7. Peraturan Menteri Keuangan 43/PMK.03/2008 (tidak boleh kompensasi
kerugian untuk merger dengan nilai buku)
-

Wajib Pajak yang boleh menggunakan nilai buku adalah mengajukan


permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan
tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha adalah untuk melunasi
seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan memenuhi
persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).

Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak
boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang
menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur.

2.4

Masalah-masalah perpajakan seputar merger di Indonesia

Potensi Penghindaran Pajak Yang Tinggi


Banyak yang menggunakan merger untuk menggabungkan kerugian dan
kompensasi kerugian dari perusahaan lain untuk meminimalkan beban pajak. Pada
saat PMK No 469 tahun 1998 masih berlaku, terdapat peraturan tidak boleh
mengalihkan kerugian kecuali terdapat revaluasi aktiva dari surviving company
(perusahaan yang tidak dilikuidasi saat merger) dan surviving company tersebut
harus tetap aktif 2 tahun. Hal ini dimanfaatkan oleh para penghindar pajak dengan
cara membuat PT yang rugi besar-besaran sebagai surviving company.

Beban Pajak yang berlebihan membuat Disinsentif untuk Merger


PPN dan BPHTB sangat memberatkan terutama bila nilai aset dari perusahaan
cukup signifikan. Hal ini lebih memberatkan lagi perusahaan yang memakai
metode nilai pasar karena terkena lagi serta PPh final 10% atas kenaikan nilai
aktiva.

Peraturan Perpajakan yang Overprotektif menimbulkan Ketidakadilan


Akibat banyaknya kasus penghindaran pajak di masa lalu, peraturan pajak dibuat
sangat overprotektif terhadap merger. Larangan kompensasi kerugian untuk
merger dengan nilai buku membuat banyak bank-bank dengan nilai CAR (capital
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

adequacy ratio) tidak dapat merger. Padahal bank-bank tersebut rugi besar dan
terancam dilikuidasi namun tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya padahal
perusahaan dalam situasi normal saja dapat mengkompensasikan kerugian. Hal ini
menimbulkan ketidakadilan antara sesama Wajib Pajak.
Untuk menyeimbangkan antara insentif ekonomi, asas keadilan dan usaha pencegahan
penghindaran pajak, beberapa negara menyatakan hal yang sama seperti PSAK no. 22, yaitu
persyaratan khusus untuk merger dengan nilai buku (bebas pajak) dan nilai pasar (tidak bebas
pajak).
2.4.1

PPh Final Dan BPHTB


Dalam Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

dikatakan Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Artinya Dikenakan PPh final sebesar 5% dari mana yang lebih tinggi antara Nilai yang tertera
di akta pengalihan dan NJOP PBB.
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu a. jual beli
adalah harga transaksi peleburan usaha adalah nilai pasar dikalikan 5%. (NPOP Kena Pajak =
NPOP NPOPTKP).
2.4.2

Pengenaan PPN
PPN yang dikenakan atas pengalihan aktiva tersebut merupakan PPN Keluaran bagi

transferor company yang dapat dikreditkan sebagai PPN Masukan oleh acquiring company.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pemilik saham pendiri dikenakan tambahan pajak
Penghasilan sebesar 0,5% dari harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Pengertian Saham pendiri sendiri adalah :
a. Saham yang diperoleh pendiri berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah
penawaran umum perdana
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri
Adapun yang dimaksud pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam
Daftar Pemegang Saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas sebelum Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Bapepam dalam rangka
penawaran umum perdana. Termasuk dalam pengertian pendiri adalan orang pribadi atau

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

10

badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri (sebagaimana didefinisikan


sebelumnya), karena :

Warisan

Hibah

Cara lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut
Ketika pertama kali diperkenalkan PPN dengan UU Nomor 8 Tahun 1983, pengalihan

BKP dalam restrukturisasi usaha sebenarnya tidak termasuk penyerahan kena pajak. Hal ini
diatur dalam Pasal 1 huruf d UU tersebut di mana dinyatakan bahwa pemindahtanganan
sebagian atau seluruh perusahaan tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajak.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 1994 (perubahan pertama UU PPN), masalah ini
dipertegas lagi dengan menyatakan bahwa tidak termasuk dalam penyerahan Barang Kena
Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha atau
penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan
perubahan pihak yang berhak atas persediaan Barang Kena Pajak.
Namun demikian, mulai 1 Januari 2001, pengalihan BKP dalam rangka restrukturisasi usaha
ini dikenakan PPN di mana dalam Pasal baru yaitu Pasal 1A UU Nomor 18 Tahun 2000,
penyerahan BKP dalam rangka restrukturisasi usaha ini tidak lagi dimasukkan dalam daftar
bukan penyerahan BKP.
Bagaimana dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 yang berlaku 1 April 2010? Ternyata,
perlakuan PPN atas penyerahan BKP dalam rangka restrukturisasi usaha ini kembali seperti
semula yaitu tidak dikenakan PPN. Namun demikian, kondisi ini berlaku jika yang
mengalihkan dan yang menerima pengalihan statusnya adalah Pengusaha Kena Pajak. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 1A ayat (2) huruf d :
Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,


pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak

Dengan demikian, apabila salah satu bukan Pengusaha Kena Pajak, maka atas pengalihan ini
tetap dikenakan PPN.
Dalam Pasal 9 ayat (14) UU nomor 42 Tahun 2009 diatur bahwa dalam hal terjadi
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka restrukturisasi usaha, Pajak Masukan atas
Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

11

mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan,
sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan
tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.
Ketentuan ini pada hakikatnya adalah menghidupkan kembali rumusan yang hampir serupa
dalam Pasal 9 ayat (14) UU Nomor 11 Tahun 1994 yang sempat dihapuskan oleh UU Nomor
18 Tahun 2000.
2.5

Strategi Perencanaan Pajak


Beberapa strategi Perencanaan Pajak dalam melakukan merger dan akuisisi yang tepat

dilakukan pasca pelaksanaan merger sebagai berikut :


1. Menggunakan nilai buku untuk penggabungan usaha, sehingga meminimalkan
penghasilan objek pajak.
2. Meminta persetujuan Dirjen Pajak cq Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

sehingga mendapat fasilitas merger pengurangan BPHTB.


Menimbang keuntungan terbaik dalam menggunakan nilai buku dalam melakukan
merger karena sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008, pihak yang
menerima pengalihan harta tidak diperbolehkan mengkompensasikan kerugian dari wajib
pajak yang menggabungkan diri. Artinya, kompensasi kerugian selama 5 tahun ke tahun
berikutnya (tax loss carry over) tidak berlaku sepenuhnya apabila menggunakan nilai buku
sebagai acuan dasar transaksi.

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

12

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1

Kasus dan Pembahasan


PT. Kalbe Farma Tbk (Kalbe), PT Dankos Laboratories Tbk (Dankos) dan PT

Enseval (Enseval dan secara bersama-sama dengan Kalbe dan Dankos disebut peserta
penggabungan) bermaksud untuk melakukan penggabungan di mana Dankos dan Enseval
(secara bersama-sama akan selanjutnya disebut perusahaan yang bergabung) akan
bergabung ke dalam Kalbe (penggabungan). Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam
rancangan penggabungan ini merupakan transaksi benturan kepentingan, yaitu terjadinya
benturan kepentingan transaksi tertentu yaitu danya hubungan kepemilikan dan hubungan
kepengurusan. Informasi Keuangan dari perusahaan yang bergabung adalah sebagai berikut:
A. PT. Kalbe
PT Kalbe melakukan kegiatan usaha dibidang farmasi, makanan kesehatan dan
kemasan. Bentuk kegiatan mulai dari pembuatan produk sampai dengan
pemasarannya. Laporan keuangan PT Kalbe per 31 Mei 2005 adalah sebagai berikut:
NERACA KONSOLIDASI
31 Mei 2005 (Rp)
Aktiva
Aktiva Lancar
Aktiva Tidak Lancar
Jumlah Aktiva
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar
Kewajiban Tidak Lancar
Hak Minoritas Aktiva Bersih
Ekuitas
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas
LAPORAN LABA RUGI
Penjualan Bersih
Laba Kotor
Beban Usaha
Laba Usaha
Beban Lain-Lain
Laba Sebelum Pajak Penghasilan
Beban Pajak Penghasilan
Laba Sebelum Hak Minoritas Atas Laba Bersih
Hak Minoritas Laba Bersih Anak Perusahaan
Laba Bersih
B. PT Dankos

2.787.686.026.258
713.083.516.043
3.500.769.542.301
872.235.808.501
749.667.696.825
392.607.939.716
1.486.258.087.259
3.500.769.542.301
1.807.287.021.113
1.006.490.925.318
523.539.968.754
482.950.956.564
(29.765.423.342)
453.185.533.222
137.681.925.366
315.503.607.856
(45.060.776.918)
270.442.830.938

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

13

Ruang lingkup kegiatan usaha Dankos adalah berusaha dalam bidang industry
farmasi dan kosmetik, perdagangan serta perwakilan/agen untuk menjalankan kegiatan
tersebut. Hasil produksi Dankos terdiri dari obat bebas dan obat resep dokter. Laporan
keuangan PT Dankos per 31 Mei 2005 adalah sebagai berikut:
NERACA KONSOLIDASI
31 Mei 2005 (Rp)
Aktiva
Aktiva Lancar
Aktiva Tidak Lancar
Jumlah Aktiva
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar
Kewajiban Tidak Lancar
Hak Minoritas Aktiva Bersih
Ekuitas
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas
LAPORAN LABA RUGI
Penjualan Bersih
Laba Kotor
Beban Usaha
Laba Usaha
Beban Lain-Lain
Laba Sebelum Pajak Penghasilan
Beban Pajak Penghasilan
Laba Sebelum Hak Minoritas Atas Laba Bersih
Hak Minoritas Laba Bersih Anak Perusahaan
Laba Bersih

953.985.205.035
253.343.191.759
1.207.328.396.794
472.305.493.612
21.700.350.652
6.621.620.662
706.700.931.868
1.207.328.396.794
679.258.534.087
372.820.131.307
189.493.702.700
183.326.428.607
(1.499.501.557)
181.826.927.050
52.263.338.500
129.563.588.550
(43.804.285)
129.607.392.835

C. PT ENSEVAL
Ruang lingkup usaha Enseval adalah berusaha dalam bidang perdagangan besar
(distributor utama) untuk barang-barang dagangan antara lain obat-obatan, alat
kesehatan, makanan dan minuman. Laporan keuangan PT Enseval per 31 Mei 2005
adalah sebagai berikut:

NERACA KONSOLIDASI
31 Mei 2005 (Rp)
Aktiva
Aktiva Lancar

3.947.008.852.619
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

14

Aktiva Tidak Lancar


Jumlah Aktiva
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar
Kewajiban Tidak Lancar
Goodwill Negatif
Hak Minoritas Aktiva Bersih
Ekuitas
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas
LAPORAN LABA RUGI
Penjualan Bersih
Laba Kotor
Beban Usaha
Laba Usaha
Beban Lain-Lain
Laba Sebelum Pajak Penghasilan
Beban Pajak Penghasilan
Laba Sebelum Hak Minoritas Atas Laba Bersih
Hak Minoritas Laba Bersih Anak Perusahaan
Laba Bersih

879.822.023.900
4.826.830.876.519
1.229.645.394.928
938.931.474.085
465.152.851
1.388.173.872.041
1.269.614.982.614
4.826.830.876.519
2.365.784.101.635
1.262.642.122.801
665.455.311.900
597.186.810.901
(49.035.527.575)
548.151.283.326
169.931.863.181
378.219.420..145
210.225.717.373
167.993.702.772

Penggabungan usaha PT Kalbe, PT Dankos dan PT Enseval menjadi PT Kalbe Farma


Tbk, dilakukan dengan menggunakan metode pooling of interest.
Peningkatan modal yang dihasilkan setelah penggabungan usaha yang diusulkan Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Kalbe Group adalah sebagai berikut:
Keterangan

Sebelum Penggabungan

Setelah Penggabungan

Jumlah Saham
17.000.000.000
Nilai Nominal @Rp 50
Rp 850.000.000.000
Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh:
Jumlah Saham
8.121.600.000
Nilai Nominal @Rp 50
Rp 406.080.000.000
Saham Dalam Portepel:
Jumlah Saham
8.878.400.000
Nilai Nominal @Rp 50
Rp 443.920.000.000

17.000.000.000
Rp 850.000.000.000

Dari

segi

akuntansi

PT Enseval

dikategorikan

10.156.014.422
Rp 507.800.721.100
6.843.985.578
Rp 342.199.978.900
sebagai

perusahaan

yang

mengendalikan, PT Kalbe dan PT Dankos sebagai perusahaan yang dikendalikan.Sesuai


dengan PSAK No 38, transaksi restrukturisasi antara entitas sipengendali tidak
mengakibatkan perubahan substansi ekonomi kepemilikan atas aktiva saham, kewajiban atau
instrumen kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aktiva maupun kewajiban yang
kepemilikannya dialihkan (dalam bentuk hukumnya) harus dicatat sesuai dengan nilai
bukunya seperti penggabungan usaha berdasarkan metode penyatuan kepentingan (pooling of
interest). Disamping itu penggabungan dilaksanakan dengan memperhatikan anggaran dasar
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

15

yang berlaku pada masing-masing perusahaan, ketentuan pembatasan sehubungan dengan


perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan peserta penggabungan dengan
para kreditur perusahaan peserta penggabungan dan ketentuan pembatasan sehubungan
dengan perjanjian-perjanjian penting lainnya yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan
peserta penggabungan dengan pihak lain.
Berikut disampaikan perbandingan performa laporan keuangan perusahaan PT Kalbe sebelum
dan sesudah penggabungan :
Proforma PT Kalbe
Penggabungan

Sebelum Penggabungan
(Rp)

Neraca Konsolidasi per 31Mei2005


Aktiva
Aktiva Lancar
Aktiva Tidak Lancar
Jumlah Aktiva
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar
Hutang Jangka Panjang
Ekuitas
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas
LAPORAN LABA RUGI
Jumlah Pendapatan
Beban Usaha
Laba Usaha
Laba Sebelum Pajak
Laba Bersih
Laba Usaha per Saham
Laba Bersih per Saham

Setelah
(Rp)

2.787.686.026.258
713.083.516.043
3.500.769.542.301

3.893.819.965.143
919.180.579.913
4.813.000.545.056

872.235.808.501
749.667.696.825
1.486.258.097.259
3.500.769.542.301

1.413.413.490.736
1.224.883.433.869
2.174.703.620.451
4.813.000.545.056

1.807.287.021.113
523.539.968.754
482.950.956.564
453.185.533.222
270.442.830.938
59.47
33.30

2.365.784.101.635
665.455.311.900
597.186.810.901
548.151.283.326
333.944.452.414
58.80
32.88

Jika dilihat dari substansi yang telah dilakukan oleh ke tiga perusahaan di atas dengan
menggunakan metode penggabungan usaha pooling of interest ada yang kurang tepat. Di
samping itu penentuan konversi untuk jumlah saham hasil penggabungan usaha, perlu
dijelaskan dasar perhitungannya. Penggabungan usaha menggunakan pooling of interest
harus berpatokan pada nilai buku perusahaan yang bergabung, tidak ada penambahan aset
atau penilaian kembali aktiva tetap yang akan menambah nilai aset.
Walaupun pada penggabungan ini ada beberapa persyaratan yang dilaksanakan
diantaranya tidak ada pengeluaran kas, tetapi dengan adanya perubahan aset dan ekuitas
setelah penggabungan maka gugurlah penggabungan usaha dengan metode pooling of
interest, karena menurut Accounting Principle Board (APB) no 16, jika satu syarat saja tidak
terpenuhi (1 dari 12) maka penggabungan usaha harus dicatat dengan menggunakan metode
purchases. Dampaknya pada penggabungan usaha ini perusahaan hasil gabungan yang telah
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

16

meningkatkan asetnya harus mengeluarkan pajak dari goodwill atau selisih lebih aset
berdasarkan pasal 19 Undang-undang PPh sebesar 10% dan bersifat final. Kecuali ada
informasi lain yang belum disampaikan kepada publik, tetapi sudah disampaikan kepada
pihak pemerintah dalam hal ini departemen keuangan dan perpajakan serta mendapatkan
kebijakan untuk menggunakan metode pooling of interest. Berita acara kebijakan dari yang
berwenang tersebut harus dimasukkan ke dalam bagian dari laporan keuangan hasil
penggabungan usaha.
Sebagai ilustrasi hasil penggabungan usaha berdasarkan pooling of interest ke tiga
perusahaan tersebut secara normal tanpa ada peningkatan aset.

Akan berbeda pula hasilnya jika metode penggabungan usaha yang digunakan adalah
purchases. Dari hasil pelaksanaan penggabungan usaha ketiga perusahaan tersebut dengan
metode purchases, dengan pemisalan ada kenaikan aset dan dengan biaya penggabungan
sebesar Rp 350.000.000 dan biaya penerbitan saham sebesar Rp 300.000.000 adalah sebagai
berikut:
Perusahaan Kalbe Group akan melakukan penjurnalan:
Saham 10.156.014.422 lbr X Rp 50

= Rp 507.800.721.100

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

17

Biaya Penggabungan
=
350.000.000
Harga Perolehan
Rp 508.150.721.100
Nilai Wajar Aktiva Perusahaan
= Rp 4.813.000.545.056
Total Nilai Wajar Utang
= Rp 4.656.200.000.000
Total Nilai Wajar Aktiva Netto
Rp 156.800.545.056
Goodwill
Rp 351.350.176.044
Aset Lancar
Rp 3.893.819.965.143
Tanah
Rp 250.000.000.000
Bangunan
Rp 650.000.000.000
Peralatan
Rp
19.180.579.913
Goodwill
Rp 351.350.176.044
Utang Lancar
Rp 4.656.200.000.000
Modal Saham
Rp 507.800.721.100
Dasar pengenaan pajak penghasilan atas transaksi di atas didasarkan pada kelebihan
penilaian aset yang mempengaruhi modal perusahaan sebelum penggabungan. Tarifnya
adalah sebesar 10% final dari goodwill perusahaan hasil penggabungan.

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

18

BAB IV
KESIMPULAN
4.1

Kesimpulan
Merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk dari restrukturisasi. Tujuan dari
restrukturisasi ini adalah untuk mencapai optimalisasi tujuan perusahaan, sehingga
dapat memberikan wealth lebih baik kepada shareholders.
Terdapat 2 metode penggabungan usaha yaitu by purchase dan pooling of interest.
Metode by purchase berdampak pengenaan pajak atas goodwill akibat kenaikan nilai
aset atas penggabungan usaha, sedangkan pooling of interest tidak ada dampak atas
akuntansi perpajakannya.
Pajak yang seharusnya diperhatikan disini adalah
1. PPN atas pengalihan aktiva
2. PPh Pasal 4 Ayat 2
3. BPHTB
4. SPT Tahunan Perusahaan
5. SPT Tahunan Orang Pribadi
Pada studi kasus penggabungan PT Kalbe, pengenaan akuntansi penggabungan usaha
yang tepat adalah dengan by purchase bukan dengan pooling of interest karena adanya
kenaikan nilai aset dan modal sehingga penggabungan tersebut pantas untuk dikenakan
pajak atas goodwill yang muncul dari penggabungan usaha tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

19

Beams, F & Yusuf, AA. (1998). Akuntansi keuangan lanjutan di Indonesia, Buku Satu.
Jakarta: Salemba Empat.
Hendrian, Muktiyanto Ali. Jurnal Akuntansi Perpajakan Dalam Penggabungan Usaha,
Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka.
Blog Pajak Indonesia
www.pajak.go.id
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0CDwQFjAF
ahUKEwjjk62lp-XHAhXEmZQKHas0ArI&url=http%3A%2F%2Fjurnal.ut.ac.id
%2FJOM%2Farticle%2Fdownload%2F208%2F210&usg=AFQjCNHKVUEMT9HaNV8I7HJek1FG75Olw&sig2=v_6E0OYVTQi87xfS7nN0fQ&bvm=bv.10202
2582,d.dGo

https://fordispajak.wordpress.com/2014/06/20/aspek-perpajakan-atas-mergerpenggabunganperusahaan/

Aspek Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan

20

Anda mungkin juga menyukai