Anda di halaman 1dari 13

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Sayuran Daun Basil adalah tanaman asli India yang dianggap sebagai ramuan
dan tanaman suci di sana. Daun Basil banyak memiliki manfaat untuk kesehatan
terutama dikarenakan senyawa fitonutrien yang terkandung di dalamnya. Sebagai
Sayuran Daun Basil bisa dikonsumsi dengan berbagai campuran bersama jenis
sayuran lainnya, terutama pada makanan jenis pizza (Sastrapradja,dkk, 2001).
Daun Basil dan Oregano adalah dua jenis herba yang mendominasi rasa dari
makanan italia termasuk juga makanan mediterania. Oregano dan Basil adalah dua
komponen herba(rempah) yang membuat cita rasa roti dengan beragam topping yg
kita kenal sebagai pizza ini begitu istimewa. Dalam pembuatan Pizza, kedua herba ini
wajib adanya, jika tidak pizza yg tersohor itu takkan berasa apa selain rasa keju yg
lengket dan sama sekali bukan cita rasa italia (Prapti,2008).
Basil adalah tanaman kecil yang daunnya biasa dimakan sebagai lalap. Aroma
daunnya khas, kuat namun lembut dengan sentuhan aroma limau. Basil merupakan
salah satu bumbu bagi pepes. Sebagai lalapan, basil biasanya dimakan bersama-sama
daun kubis, irisan ketimun, dan sambal untuk menemani ayam atau ikan goreng. Di
Thailand ia dikenal sebagai manglak dan juga sering dijumpai dalam menu masakan
setempat. basil adalah hibrida antarspesies antara dua spesies selasih, Ocimum
basilicum dan O. americanum. Ia dikenal juga sebagai O. basilicum var. anisatum
Benth. Aroma khasnya berasal dari kandungan sitral yang tinggi pada daun dan
bunganya (Sastrapradja,dkk, 2001).

Keseluruhan daun basil digunakan termasuk pucuknya yang sering diambil


dalam proses pemanenan. Musim panen yang cukup bagus adalah ketika basil belum
berbunga. Daun Basil baiknya digunakan dalam keadaan segar, karena basil akan
kehilangan rasa khasnya apabila sudah mongering selama seminggu. Meskipun
begitu, dalam makanan khas Georgia Khmeli-suneli, basil kering digunakan. Biji
basil dalam beberapa masakan Thailand juga digunakan, tapi aromanya berbeda
dengan daun basil ( Djuwita,2008).
Sayuran Daun basil segar punya aroma yang sangat kuat, tidak dapat
dibandingkan dengan herba lain meskipun ada semacam kecendrungan mirip dengan
aroma cengkeh. Supplier sayuran dan buah buahan segar Jakarta menjual sayuran
daun Basil untuk memasok usaha anda, hubungi kontak info untuk keterangan
lengkap (Prapti,2008).
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah supaya dapat mengetahui cara
budidaya dan multiplikasi tunas tanaman basil (Ocimum basilicum L.) secara in-vitro
terhadap pemberian zat pengatur tumbuh.
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
dapat mengikuti praktikum di laboratorium teknologi budidaya tanaman hortikultura,
program studi agroekoteknologi, fakultas pertanian, universitas sumatera utara.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Tanaman basil memiliki klasifikasi sebagai barikut: Kingdom: Plantae,
Divisio: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Bangsa:
Amaranthaceae, Suku: Lamiaciae (Labiatae) Marga: Ocimum Jenis : Ocimum
basilicumL.
Batang tanaman basil bias mencapai 1 meter. Batang tanaman basil
membentuk grandular atau segi empat dengan tebal sekitar 6 mm. cabangnya banyak,
halus dan berbulu ketika umur tanaman masih muda dan berwarna hijau muda hingga
ungu tua (Sastrapradja,dkk, 2001).
Daun tanaman basil bercitarasa kuat, manis dan pedas tajam. Warna daunnya
hijau muda hingga hijau keunguan dan halus hingga sedikit berbulu. Bentuk daun
basil adalah bulat telur hingga berbentuk elips dan meruncing di bagian ujung yang
panjangnya bisa mencapai 5 cm (Prapti,2008).
Bunga tanaman basil merupakan bunga majemuk. Mahkotanya tubular 2 lapis
dengan panjang sekitar 5-8 mm dan biasanya berbulu di bagian luar.warna bunga
basil adalah putih sampai dengan kuning krem (Sastrapradja,dkk, 2001).
Buah basil terdiri atas 4 nutlet buah kecil yang memiliki cangkang tersendiri
dan satu buah biji yang berbeda tertutup dalam tabung di kelopak. Nutlet tersebut
berbentuk bulat telur dengan ukuran 1-2mm x 1mm. warna buah basil adalah hitam
hingga cokelat tua (Prapti,2008).

Biji pada tanaman basil berada di nutlet buah kecil yang ada dalam cangkang
tersebut. Warna dari biji tanaman basil ini adalah berwarna kehitaman
(Sastrapradja,dkk, 2001).
Syarat Tumbuh
Iklim
Secara ekologis sebaran tumbuh tanaman basil di Indonesia, dapat dijumpai di
berbagai wilayah hutan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan
Nusa Tenggara, pada daerah ketinggian antara 0-2400 mdpl, tipe iklim A atau B
dengan parameter suhu udara antara 280 340 C, berkelembaban anatara 80 90 %
serta tumbuh pada daerah bercurah hujan antara 1.000 2.000 mm/tahun
(Prapti,2008).
Tanaman basil tidak menuntut syarat tumbuh yangrumit, sehingga dapat
ditanam di berbagai daerah, khususnya yang bertanah asam. Didaerah tropis dan
subtropis, basil dapat tumbuhpadasuhuantara 5-30C dan optimum kira-kira pada
20C ( Djuwita,2008).
Pertumbuhan tanaman basil sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
basil yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji
yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah (Prapti,2008).
Tanah
Tanaman basil menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase yang
baik, pHtanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami basil antara lain
andosol, latosol dengan syarat pH-nya harus memadai untuk tanaman tersebut
(Prapti,2008).

Pada tanah-tanah yang bertekstur berat, jika akan ditanami basil maka perlu
dilakukan pengolahan tanah yang baik. Namun, apabila kondisi tanahnya gembur,
dalam budidaya basil tanah tidak perlu diolah (sistem TOT) ( Djuwita,2008).
Tanaman basil ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai
didaerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 mdpl. Sedangkan
daerah yang optimum untuk pertumbuhan basil adalah antara 0-600 mdpl
(Prapti,2008).

MULTIPLIKASI

TUNAS TANAMAN

BASIL ( Ocimum basilicum L. )

SECARA IN-VITRO TERHADAP PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH


Pengetian Multiplikasi Tunas
Kultur Jaringan, sering disebut juga tissue culture Kultur adalah budidaya, dan
jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama.
Kultur Jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel,
sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman yang lengkap. Kultur Jaringan merupakan membudidayakan jaringan
tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya.
(Hartman, H.T. dkk, 1997)
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari
adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung
reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat
yang steril dengan suhu kamar (Suryowinoto, 2001).
Dalam budidaya tanaman secara in-vitro, atau sering disebut juga kultur
jaringan tanaman, cloning tanaman dapat dilakukan dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ tanaman yang kemudian
ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Budidaya
secara in vitro juga dilakukan pada biji yang bermasalah, seperti biji anggrek, yang

tidak mempunyai endosperm. Biji anggrek tidak dapat tumbuh pada media tanam
tanah, tetapi dapat tumbuh bila disebarkan pada media tanam bernutrisi, dan
dipelihara secara aseptic Daisy (Daisy dan Ari Wijayani, 2004).
Pengertian Zat Pengatur Tumbuh
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman.
Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi
yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini
terutama tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman.
Proses-proses lain seperti pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara
dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga dikenal
dengan fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan (Intan, 2008).
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam
konsentrasi rendah (< 1M) mendorong, menghambat, atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Fitohormon atau hormon

tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (<
1M) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditanslokasikan kebagian
lain tanam an dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara
biokimia, fisiologis dan morfologis Inhibitor adalah senyawa organik yang
menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang konsentrasi yang dapat
mendorong pertumbuhan (Lutviana, dkk, 2012).
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasikan 5 tipe utama golongan ZPT
yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok

menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi


pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT yang mempengaruhi
perkembangan tumbuhan dalam hal differesiasi sel. ZPT tersebut yaitu auksin,
giberelin, sitokinin, dan asam absisat (Rahmi, dkk, 2010).
Fungsi Zat Pengatur Tumbuh
Horman tumbuhan (Fithohormon) adalah sekumpulan senyawa organic baik
yang terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Zat pengatur tumbuh (ZPT)
dalam kadar yang sangat sedikit mampu memberikan efek atau reaksi secara
biokimia,

fisiologis

dan morfologis. ZPT berfungsi

untuk

mempengaruhi

pertumbuhan, perkembangan maupun pergerakan taksis tanaman dengan cara


memacu, menghambat, atau mengubahnya. ZPT bukan termasuk hara ataupun nutrisi,
perbedaannya terletak pada fungsi, bentuk maupun pada senyawa penyusunnya
(Shiddiqi, dkk, 2013).
Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin yaitu kineatin, zeatin,
ribosil dan bensil aminopurin (BAP), 2-iP, Thidiazuron.Beberapa macam sitokinin
merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya sitokinin
sintetik yaitu BAP(6-benzilaminopurin) dan 2-iP (Intan, 2008).
Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol
dominansi apikal. Hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada dominansi
apikal, yaitu penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa sitokinin dan auksin
bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilar. Sitokinin
masuk melalui akar kedalam sistem tajuk tanaman, akan melawan kerja auksin,
dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Jadi rasio sitokinin dan

auksin merupakan faktor kritis dalam mengontrol pertumbuhan tunas aksilar


(Santoso, B, B. 2013).
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Pada metode kultur jaringan, penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak
digunakan. menyatakan bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin
maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar dibandingkan
auksin maka tunas akan tumbuh (Intan2008).
invitro buah Makasar, pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan berbagai
taraf konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan
eksplan biji tanaman basil. Semakin tinggi konsentrasi BAP maupun 2,4 D maka
semakin tinggi pula prosentase pembentukan kalus. BAP 1,5 mg/l merupakan
konsentrasi yang optimum dalam pertumbuhan biji tanamn basil secara invitro untuk
tujuan perbanyakan (Santoso, B, B. 2013).
Kultur in vitro merupakan alternative perbanyakan untuk mendapatkan
multiplikasi tunas tanaman tanaman basil, perbanyakan ini dibutuhkan adanya zat
pengatur tumbuh. Penggunaan modifikasi zat pengatur tumbuh yang dapat menjadi
faktor penentu keberhasilan kultur in vitro (Intan, 2008).
Multiplikasi

Tunas

Tanaman

Basil

( Ocimum basilicum L. ) Secara In-

Vitro Terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh


Perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan alternatif yang tepat karena
kultur in vitro merupakan penanaman bagian kecil dari tanaman dalam media buatan
dan lingkungan terkendali sehingga menjadi tanaman utuh. Teknik in vitro digunakan

10

untuk mengkonservasi tanaman tanaman basil dalam rangka memenuhi kebutuhan


bahan baku tanaman obat tanaman basil tanpa mengancam kelestariannya di alam
(Endang, 2011).
Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh
keseimbangan dan interaksi dari zat pengatur tumbuh (ZPT) yang ada di dalam
tanaman. ZPT yang sering digunakan dalam kultur in-vitro adalah dari golongan
auksin dan sitokinin. pemberian ZPT sebanyak 0,3 ppm pada medium MS
menghasilkan multiplikasi tunas basil yang lebih besar, baik multiplikasi tunas pada
eksplan yang berasal dari lapang maupun eksplan in vitro. perlakuan NAA 1 mg/l
pada tanaman Azadirachta(Jack) M. Jacobs menghasilkan rata-rata jumlah akar dan
panjang akar terbesar masing-masing 2,3 akar dan 12,78 mm (Shiddiqi, dkk, 2013).
Hasil penelitian kultur in vitro tentang tanaman basil, menunjukkan eksplan
terbaik yang dapat digunakan adalah daun. Akar berhasil ditumbuhkan dari eksplan
daun yang ditumbuhkan pada medium VW.Namun demikian, tunas dan planlet
tanaman basil belum diperoleh. Oleh karena itu penggunaan zat pengatur tumbuh
diuji untuk menginduksi multiplikasi tunas biji tanaman basil dengan menggunakan
medium Vacin and Went (VW) (Rinaldi,2011).
Kultur jaringan stevia dilakukan melalui multiplikasi tunas, organogenesis dan
embriogenesis

somatik.

Prosedur

multiplikasi

tunas

lebih

sederhana

dan

kemungkinan terjadinya keragaman somaklonal lebih rendah dibandingkan dengan


organogenesis dan embriogenesis somatic karena digunakan eksplan yang telah
terdiferensiasi. Media MS (Murashige & Skoog, 1962) pada umumnya digunakan
sebagai medium baku untuk kultur invitro tanaman basil. Sebagai bahan eksplan bagi

11

multiplikasi tunas adalah tunas pucuk dan tunas samping (Rahmi, dkk, 2010).

12

KESIMPULAN
1. Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media.
2. Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam
konsentrasi rendah (< 1M) mendorong, menghambat, atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. ZPT berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan maupun
pergerakan taksis tanaman dengan cara memacu, menghambat, atau mengubahnya.
4. Pada metode kultur jaringan, penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak
digunakan.
5. Perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan alternatif yang tepat karena kultur
in vitro merupakan penanaman bagian kecil dari tanaman dalam media buatan dan
lingkungan terkendali sehingga menjadi tanaman utuh.

DAFTAR PUSTAKA

13

Daisy P. Sri yanti Hendaryono dan Ari Wijayani, 2004, Teknik Kultur Jaringan ,
Penerbit Kanisius.
Djuwita, E (2008). Mengenal Lebih Dekat Selasih:Tanaman Keramat Multimanfaat.
Tangerang: AgroMedia Pustaka.
Endang, G. L. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Jurnal
AgroBiogen 7(1):63-6
Hartman, H.T. dkk, 1997, Plant Propagation, principles & practices.
Intan, R, D, A. 2008. Peranan dan Fungsi fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.
Makalah. Fakultas Pertanian. Universitas Pajajaran. 43hal.
Lutviana, A, Y Sri Wulan M, dan Edy S, W, U. 2012. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh
dan NaCl terhadap Pertumbuhan Kalus Kotiledon Tanaman Bunga
Matahari (Helianthus annus L.).
Pierik, R. L.M., 2007, In Vitro Culture of Higher Plants
Prapti (2008). Buku Pintar Tanaman Obat:431 Tanaman Penggempur Aneka
Penyakit. Tangerang: AgroMedia Pustaka.
Rahmi, I, Irfan, S, Tamsil B. 2010. Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi BAP
dan NAA Terhadap Multiplikasi Tunas Pucuk Jeruk Kanci (Citrus sp.)
Secara In Vitro. Jerami Volume 3 No. 3, September-Desember.Hal 210-219
Rinaldi, S.2011. Pembiakan In Vitro. Bahan Ajar Program Studi Agroteknologi
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS.
Santoso, B, B. 2013. Zat Pengatur Tumbuh Dalam Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman. Universitas Sam Ratulangi.
Sastrapradja, Setijati; Lubis, Siti Harti Aminah; Djajasukma, Eddy; Soetarno, Hadi;
Lubis, Ischak (2001). Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya
Ekonomi:Sayur-Sayuran6. Jakarta.AgroMedia Pustaka.
Shiddiqi, U, A, Murniati, Sukemi, I, S. 2013. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Stum Mata Tidur Tanaman. Fakultas
Pertanian Universitas Riau.
Suryowinoto, 2001, Budidaya jaringan Terobosan Bermanfaat Dalam Bioteknologi ,
Fakultas Biologi UGM

Anda mungkin juga menyukai