Anda di halaman 1dari 18

A.

Tinjauan Teoritis
1. Definisi.
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan
atau mengalihkan (siphon). Melitus berasal dari bahasa latin
yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus
dapat diartikan aliran volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia
atau hipoglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute
insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes
melitus
adalah
keadaan
hyperglikemia
atau
hypoglikemia yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan
keturunan secara bersama-sama, tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol (WHO, 2010).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin.
2. Jenis Diabetes
a. Diabetes Juvenil
b. Diabetes dewasa (DM Tipe I dan Tipe II)
c. Diabetes Gestasional
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi

Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang


gaster di dalam ruang retroperitoneal atau terletak pada kuadran
bagian kiri atas di antara kurvatura duodenum dan limpa dengan
panjang 15 cm. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio-dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas
dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu
bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,
arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas
bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu:

a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.


b. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung ke dalam darah.

Pankreas dibagi menurut bentuknya:


a. Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga
abdomen, masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis
melingkarinya.
b. Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang
lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor (kauda) adalah bagian runcing disebelah kiri sampai
menyentuh pada limpa (lien).
Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau langerhans,
setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh
darah kapiler.
Pulau langerhans
mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.
Sel beta yang mencakup kira-kira 60% dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin.
Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer zink. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus di dalam granula
yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel yang

mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.


Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran
darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25% dari seluruh sel
mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari
seluruh sel mensekresikan somatostatin.
2. Fisiologi
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar
eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang
dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan
endokrin

menghasilkan

hormon

insulin

dan

glukagon

yang

memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat.


Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam
tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-sel
dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan
sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu
insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu
glukagon.
Pada pankreas paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal
yang disekresikan oleh pulau-pulau (islets) langerhans. Dua dari hormon-hormon
tersebut insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga somatostatin
berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida
pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Pulau langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
a. Sel-sel (alpha), jumlahnya sekitar 20%: memproduksi
glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik.
b. Sel-sel (beta), jumlahnya sekitar 70%, membuat insulin.
c. Sel-sel

(delta),

jumlahnya

sekitar

10%,

membuat

somatostatin.
Insulin bersifat anabolik meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan
asam-asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam

lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Ke dua
hormon ini bersifat berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian
besar keadaan disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan
menyebabkan hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma.
Defisiensi insulin baik absolut maupun relatif menyebabkan diabetes melitus, suatu
penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon
dapat menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes
memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan
hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
C. Etiologi.
a. Dibetes Melitus Tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
I.

Faktor Genetik atau Faktor Keturunan


Penderita DM tidak mewarisi DM tipe I sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi ke arah terjadinya diabetas tipe
I yaitu dengan ditemukannya tipe antigen HLA (Human
Leucolyte Antoge) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan
proses imun lainnya. Diabetes melitus tidak bisa menular
melainkan diturunkan oleh orang tua kepada anak, anggota
keluarga

yang

kemungkinan

menderita

lebih

besar

diabetes
terserang

melitus
diabetes

memiliki
melitus

dibandingkan dengan keluarga yang tidak pernah terserang


diabetes melitus.
II.

Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun
sehingga antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans
yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah sebagai
jeringan abnormal, yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin endogen.
III.

Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human


coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam
sel beta. Virus ini menyebabkan kerusakan sel beta
pankreas.
IV.

Faktor Lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
ekternal yang dapat memicu
hasil

destruksi sel beta, contoh

penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau

toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.


b. Diabetas Melitus Tipe II
I.
Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan
II.

tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.


Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan
fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul
setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat
badannya

berlebihan

terhadap insulin.

sehingga

tubuhnya

tidak

peka

III.

Gaya Hidup Stres


Stres kronis cenderung
makanan

yang

membuat

manis-manis,

seseorang

cepat

saji

makan-

yang

kaya

pengawet untuk meningkatkan kadar lemak seretonin


otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara
untuk

meredakan

stresnya.

Tetapi

gula

dan

lemak

berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit


DM tipe II. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas.

Stres

juga

akan

meningkatkan

kerja

metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber


energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
IV.

berdampak pada penurunan insulin.


Pola Makan Yang Salah
Pada penderita DM tipe II terjadi

obesitas

(gemuk

berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja


insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan
yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan
jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan
gula

darah

yang

disimpan

di

dalam

tubuh

sangat

berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka


yang tergolong gemuk. Obesitas mengakibatkan sel-sel
beta

pankreas

berpengaruh

mengalami

terhadap

hipertropi

penurunan

yang

produksi

akan
insulin.

Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban


metabolisme

obesitas

untuk

mencukupi energi sel yang terlalu banyak.


D. Patofisiologi
a. Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan

untuk

menghasilkan

glukosa

insulin

pada

karena

penderita

sel-sel

beta

pankreas

telah

dihancurkan oleh proses autoimun yang disebabkan karena


adanya peradangan pada sel beta (insulitis).
b. Diabetes tipe II.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan

dengan

insulin

yaitu

resistensi

insulin

dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan


reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan

demikian

menstimulasi

insulin

pengambilan

menjadi
glukosa

tidak
oleh

efektif

untuk

jaringan.

Untuk

mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes
yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya
sangat tinggi) (Corwin, EJ. 2009).
E. Manifestasi Klinik
a. Poliuria (Banyak Kencing)
Kekurangan insulin untuk mengangkut

glukosa

melalui

membrane dalam sel menyebabkan hipeglikemia sehingga


serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan
cairan

intrasel

berdifusi

ke

dalam

sirkulasi

atau

cairan

intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat


dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria).
b. Polidipsi (Banyak Minum)

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vaskuler


menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya
adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi
kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang
haus terus dan ingin selalu minum.
c. Polipagi (Banyak Makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien
akan terus makan.
d. Penurunan Berat Badan
Karena glukosa tidak dapat di transport ke dalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,
akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan
terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.
e. Lemas, Lekas Lelah, Tenaga Kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari
bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun
banyak makan akan tetap kurus. Kelemahan tubuh terjadi akibat
penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel
melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
f. Mata Kabur
Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan

pada

lensa

oleh

hiperglikemia,

mungkin

juga

disebabkan kelainan pada korpus vitreum.


g. Infeksi Kulit
Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan
fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita
diabetes kronik.
h. Pruritus pada Ekstremitas

Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di daerah


ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara.
Biasanya akibat tumbuhnya jamur
i. Glukosuria (adanya kadar glukosa dalam urin).
j. Penurunan kesadaran.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa Darah Puasa (Fasting Blood Glucose)
Pemeriksaan gula darah terhadap seseorang yang

telah

dipuasakan semalaman. Biasanya orang tersebut disuruh makan


malam terakhir pada pukul 22.00, dan keesokan paginya
sebelum ia makan apa-apa dilakukan pemeriksaan darah. Nilai
normal untuk dewasa adalah 70-110 mg/dL.
b. Glukosa Darah Sewaktu atau Glukosa Darah 2 Jam Postprandial
(2 Jam Setelah Makan)
Pemeriksaan gula darah

terhadap

seseorang

yang

tidak

dipuasakan terlebih dahulu. Perbedaannya adalah untuk skrining


atau pemeriksaan penyaring, biasanya diperiksa glukosa darah
sewaktu. Tanpa ditanya apa-apa atau disuruh apa-apa, glukosa
darah

langsung

diagnostik,

diperiksa.

dilakukan

Sedangkan

pemeriksaan

untuk

glukosa

keperluan

darah

jam

postprandial segera setelah glukosa darah puasa diperiksa.


Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa
darah

sewaktunya

lebih

dari

200

mg/dL.

Di

antaranya

dinyatakan mengalami gangguan toleransi glukosa.


c. Glycosylated Hemoglobin (HgbA1c)
Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus yang ditujukan untuk
menilai kontrol glikemik seorang pasien. HbA1c adalah salah
satu fraksi hemoglobin (bagian sel darah merah) yang berikatan
dengan glukosa secara enzimatik. HgbA1c ini menunjukkan kadar
glukosa dalam 3 bulan terakhir, karena sesuai dengan umur
eritrosit (sel darah merah) yaitu 90-120 hari. Nilai HgbA 1c yang
baik adalah 4-6%. Nilai 6-8% menunjukkan kontrol glikemik
sedang, dan lebih dari 8%-10% menunjukkan kontrol yang buruk.
Pemeriksaan ini penting untuk menilai kepatuhan seorang pasien
diabetes

dalam

berobat.

Selain

itu,

HgbA1c

juga

dapat

meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien berpeluang


besar mengalami komplikasi atau tidak, berdasarkan kadar
kontrol glikemiknya.
G. Penatalaksanaan Medis
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
I.
Memperbaiki kesehatan umum penderita.
II.
Mengarahkan pada berat badan normal.
III.
Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
IV.
Mempertahankan kadar gula darah normal.
V.
Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati
VI.

diabetic.
Memberikan

VII.

penderita.
Menarik dan mudah diberikan.

modifikasi

diit

sesuai

dengan

keadaan

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan


kandungan kalorinya.

Diit DM I
: 1100 kalori.
Diit DM II
: 1300 kalori
Diit DM III
: 1500 kalori
Diit DM IV
: 1700 kalori
Diit DM V
: 1900 kalori
Diit DM VI
: 2100 kalori
Diit DM VII
: 2300 kalori
Diit DM VII
: 2500 kalori
Diit I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
Diit IV s/d V diberikan kepada penderita dengan berat badan

normal.
Diit VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus. Diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah.
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita
DM, adalah:

Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila


dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi

insulin

resisten

pada

penderita

dengan

kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan


meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan
sore.
Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen.
Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)

Merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada


penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya
d. Obat
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
- Menurunkan ambang sekresi insulin.
- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan
insufisiensi renal dan orang tua karena resiko hipoglikema
yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon
juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau
ginjal.
Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai
obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (IMT 30) untuk
pasien

yang

berat

lebih

(IMT

27-30)

dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea.

dapat

juga

Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah:
- Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk ke
-

dalam ketoasidosis.
DM dengan kehamilan atau DM gestasional yang tidak

terkendali dengan diet (perencanaan makanan).


DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosis maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai
dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan - lahan sesuai
dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan

kombinasi sulfonylurea dan insulin.


H. Komplikasi
Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula darah yang rendah. Gejala
hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl
atau 40 mg/dl.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
- Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa
40% dan biasanya kembali sadar pada pasien dengan
-

tipe 1.
Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W
dalam waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan
dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat

hipoglikemia
Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian longacting

insulin

dan

pemberian

diabetik

diperlukan infus yang berkelanjutan.


Hipoglikemi
yang
disebabkan

oleh

oral

maka

kegagalan

glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati, ginjal,


dan

jantung

maka

harus

diatasi

faktor

penyebab

kegagalan ke tiga organ ini.


b. Ketoasidosis Diabetic (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Disebabkan karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya


-

jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh:


Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang

dikurangi.
Keadaan sakit atau infeksi.
Manifestasi pertama pada

penyakit

diabetes

yang

tidak

terdiagnosis dan tidak diobati.


Komplikasi Kronik
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah
untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf

sensorik-motorik

dan

autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan


ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran
kemih.
e. Ulkus atau gangrene atau kaki diabetik.

I. Asuhan Keperawatan
Ny. R usia 78 tahun, islam, diagnose medis ulkus DM dirawat tanggal 8 maret 2016,
pengkajian tanggal 9 maret 2016. Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan
kesadaran, terdapat luka didaerah punggung belakang serta bokong, luka disebabkan
terlalu lama klien berbaring ditempat tidur, klien mempunyai riwayat DM, klien
terpasang NGT, dengen diit cair 1500 kalori, terpasang kateter dengan urin 2000cc,
mandi dilap 1 x sehari, O2 diberikan 2liter/menit, TD : 160/90 mmHg, RR:
22x/menit, N : 96x/menit, Hb: 9,4g/dl, leukosit 30750 u/l, GCS : 9, E:2 M:4 V:3, GDS
: 46mg/dl.
Terdapat luka pada punggung sepanjang 8cm, lebar 3 cm, basah, terdapat pus,
bengkak, warna kemerahan. Pada bokong terdapat luka 4 cm, lebar 0,5 cm, terdapat
pus, warna kehitaman, tangan dan kaki kanan tidak dapat digerakkan, albumin :
2,3g/dl, Na : 123, kalium : 2,2, klorida : 85.
Terapi : ondansentron 1x1gr, metronidazole 2x500mg, cefoperazone 2x1gr,
amlodipine 1x5mg, captopril 25mgx1, infuse Nacl 3% : 500cc/24jam, NaCl 0,9% :
500cc + KCl 25 meq/12 jam.

ANALISA DATA
Nama Klien
Ruang

: Ny. R
: Apel

DATA
DS
1. Keluarga mengatakan
terdapat luka didaerah
punggung belakang dan
bokong

DO
1. Luka pada punggung (P :
8cm, l : 3cm), basah, ada
pus, bengkak, warna
kemerahan
2. Luka pada bokong (P: 4cm,
l:0,5cm), ada pus, warna
kehitaman.
3. Leukosit : 30750 u/l
4. Terpasang infus
DS

PENYEBAB
Kekebalan tubuh
menurun

Diuresis osmotic

MASALAH
Infeksi

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit

DO
1. Natrium : 123 mmol/L
2. Kalium : 2,2 mmol/L
3. klorida : 85 mmol/L
4. Terpasang kateter dengan
urine 2000cc
5. TD : 160/90 mmHg, RR:
22x/menit, N : 96x/menit
6. Hb: 9,4g/dl
DS
1. Keluarga mengatakan
terdapat luka didaerah
punggung belakang dan
bokong
DO
1. Luka pada punggung (P :
8cm, l : 3cm), basah, ada
pus, bengkak, warna
kemerahan
2. Luka pada bokong (P: 4cm,
l:0,5cm), ada pus, warna
kehitaman.
DS

DO
1. Natrium : 123 mmol/L
2. Kalium : 2,2 mmol/L
3. klorida : 85 mmol/L
DS
1. keluarga klien mengatakan
klien mengalami penurunan
kesadaran.
2. Tangan dan kaki kanan tidak
dapat digerakkan

Nekrosis

kerusakan integritas
jaringan

Kehilangan elektrolit
dalam sel

Risko syok

Penurunan kesadaran

Imobilitas

DO
1. GCS : 9, E:2 M:4 V:3

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.

Infeksi berhubungan dengan kekebalan tubuh menurun


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotik
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis
Risiko syok berhubungan dengan kehilangan elektrolit dalam sel

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

CATATAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN
NAMA RUANG
TANGGAL
WAKTU
3010-16

: Ny. R
: Apel

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Infeksi b/d penurunan
kekebalan tubuh

08:45

PELAKSANAAN

mencuci tangan sebelum dan sesudah


kontak dengan klien.
mencatat karakteristik luka
Hasil :
Luka pada punggung P : 8cm, l : 3cm,
basah, ada pus, bengkak, warna
kemerahan
Luka pada bokong P: 4cm, l:0,5cm, ada
pus, warna kehitaman.
Ganti balutan dengan mempertahankan
teknik steril dalam perawatn luka.
Hasil : luka dan perban bersih tidak basah

31-10-16
14:00

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit b/d
osmotic diuretic

Pantau TTV
Hasil :
TD : 160/90 mmHg, N : 95x/menit, RR :
21X/menit, S : 36,70C
Kaji nadi perifer, capillary refill, turgor
kulit, dan membrane mukosa.
Hasil :
Capillary refill : 5 detik, turgor kulit
buruk, membrane mukosa sianosis.

PARAF

CATATAN PERKEMBANGAN
NAMA KLIEN
: Ny. R
NO. KAMAR/RUANG : 207 (2) / Apel
TANGGAL
WAKTU
30-10-16
13:00

DAGNOSA
KEPERAWATAN
Infeksi b/d penurunan
kekebalan tubuh

EVALUASI
S : keluarga klien mengatakan masih ada
luka di punggung dan bokong
O : luka basah, pus (+), luka dipunggung
berwarna kemerahan, luka dibokong
berwarna kehitaman.
A : masalah belum teratasi
Tujuan belum tercapai

31-10-16
20:00

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit b/d
diuresis osmotik

P : lanjutkan perawatan luka dengan


prinsip steril
S:O : Natrium : 123 mmol/L ()
Kalium : 2,2 mmol/L ()
klorida : 85 mmol/L ()
Hb: 9,4g/dl ()
TD : 160/90 mmHg, N : 95x/menit,
RR : 21X/menit, S : 36,70C
A : masalah belum teratasi
Tujuan belum tercapai
P : lanjutkan intervensi

PARAF

Anda mungkin juga menyukai