Anda di halaman 1dari 22

Teori Tektonik Lempeng : Pangea

SEJARAH
Teori yang mengatakan bahwa kerak bumitidak bersifat permanen, tetapi bergerak secara
mengapung, mulai diperkenalkan pada awal abad 20. Setelah melalui berbagai perdebatan
yang sengit selama beberapa tahun, ide atau teori ini ditolak oleh sebagian besar ahli ilmu
bumi. Tetapi, selama periode tahun 1950-an sampai 1960-an banyak bukti-bukti yang
ditemukan oleh para peneliti yang mendukung teori tersebut, sehingga teori yang sudah
pernah ditinggalkan ini menjadi pembicaraan lagi atau mulai diperhatikan lagi. Pada tahun
1968 teori tentang kontinen mengapung ini telah diterima secara luas, dan selanjutnya
disebut Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonics).
Pengapungan

Kontinen

Sebuah

Ide

Tentang

Masa

Lalu

Pada tahun 1912, Alferd Wegener, seorang ahli klimatologi dan geofisika, menerbitkan
bukunya yang berjudul The Origin of Continents and Oceans. Pada bukunya ini Wegener
mengemukakan empat teori dasar yang berhubungan dengan hipotesis radikalnya
tentang Pengapungan Kontinen. Salah satu dalilnya mengatakan bahwa dulunya ada sebuah
superkontinen yang kemudian disebut Pangea (berarti benua secara keseluruhan), berada
dalam satu kesatuan. Kemudian dia menghipotesis bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu
superkontinen ini mulai terpecah-pecah menjadi kontinen-kontinen yang lebih kecil, yang
kemudian berpindah secara mengapung dan meempati posisinya seperti sekarang ini.
Wegener dan kawan-kawanya yang sependapat dengan teori ini, kemudian mengumpulkan
sejumlah bukti untuk mendukung pendapatnya. Bukti-bukti tersebut adalah adanya
kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika, baik dari segi paleoklimatik, fosil, maupun
struktur batuan, yang kesemuanya menunjukkan bahwa kedua benua tersebut pernah menjadi
satu.
Bukti 1 : Kesesuaian Kontinen
Bukti yang paling kuat tentang adanya kesesuaian antara Amerika Selatan dan Afrika telah
dikemukakan oleh Sir Edward Bullard dan kawan-kawanya pada tahun 1960-an. Bukti

tersebut berupa peta yang digambar dengan menggunakan bantuan komputer, dimana datanya
diambil dari kedalaman 900 meter di bawah muka air laut.
Bukti 2 : Fosil
Fosil-fosil yang diajukan oleh Wegener untuk mendukung teorinya, adalah :

Fosil tumbuhan Glassopteria yang ditemukan menyebar secara luas di benua-benua


bagian Selatan, seperti Afrika, Australia dan Amerika Selatan. Fosil ini berumur
Mesozoikum. Fosil tersebut kemudian ditemukan juga di benua Antartika.

Fosil reptil Mesosaurus yang ditemukan di Amerika Selatan Bagian timur dan
Afrika bagian Barat.

Bukti 3 : Kesamaan Tipe dan Struktur Batuan


Contoh kesamaan batuan yang ditemukan adalah : Busur Pegunungan Appalachian yang
berarah timurlaut dan memanjang sampai ke bagian timur Amerika Serikat, yang tiba-tiba
menghilang di bagian pantai Newfoundland. Pegunungan yang mempunyai umur dan struktur
yang sama dengan pegunungan di atas, ditemukan di Greendland dan Eropa Utara. Jika kedua
benua tersebut (Amerika dan Eropa) disatukan kembali, maka pegunungan di atas juga akan
bersatu

menjadi

satu

rangkaian

pegunungan.

Bukti 4 : Paleoklimatik
Dari hasil penelitiannya, Wegener menemukan bahwa pada Akhir Paleozoikum, sebagian
besar daerah di belahan bumi bagian selatan telah ditutupi oleh lempengan-lempengan es
yang tebal. Daerah-daerah tersebut adalah Afrika bagian Selatan, Amerika Selatan, India dan
Australia.
Wegener juga menemukan bukti bahwa pada saat yang sama (Paleozoikum Akhir), daerahdaerah sekitar 30o di dekat khatulistiwa yang beriklim tropis dan subtropis juga ditutupi oleh
es.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, maka Wegener menyimpulkan bahwa dulunya


secara keseluruhan daerah di bagian selatan bumi telah ditutupi oleh lapisan es. Kemudian
secara perlahan-lahan sebagian massa benua di bagian tersebut bergerak ke arah utara, yaitu
ke arah khatulistiwa. Hal ini terbukti karena adanya lapisan es yang ditemukan di daerah
sekitar khatulstiwa tersebut. Wegener menyimpulkan hal ini, karena secara logis tidak

mungkin terbentuk lapisan es yang luas dan tebal di daerah khatulistiwa, yang diketahui
beriklim tropis dan subtropis.

Pertentangan Pendapat
Sejak tahun 1924 hingga tahun 1930 banyak kritikan yang diajukan oleh para ahli untuk
menentang teori yang dikemukakan oleh Wegener. Salah satu keberatan yang paling utama
tentang teori ini adalah tidak mampunya Wegener untuk menjelaskan atau menggambarkan
bagaimana mekanisme dari proses pengapungan kontinen ini. Untuk menjawab kritikan ini,
Wegener mengajukan dua usulan tentang kemungkinan sumber energi yang menjadi
penyebab terjadinya pengapungan. Salah satunya adalah proses pasang-surut, yang oleh
Wegener dianggap mampu untuk menyebabkan terjadinya pergerakan pada kontinen. Tetapi,
seorang ahli fisika yang bernama Harold Jeffreys dengan cepat menentang argumen tersebut,
dengan mengajukan alasan bahwa pergeseran pasang-surut yang besar yang diperlukan untuk
memindahkan tempatkan kontinen, tentu saja akan menyebabkan terhentinya proses rotasi
bumi hanya dalam beberapa tahun saja.
Kemudian Wegener juga mengajukan usulan kedua, yaitu bahwa sebuah kontinen yang besar
dan luas akan mampu untuk memecahkan lempeng samudera menjadi pecahan-pecahan yang
lebih kecil, seperti es yang terpotong-potong. Tetapi, tidak ada bukti yang memuaskan yang
mampu untuk menjelaskan apakah kerak atau lantai samudera cukup lemah untuk mampu
dipecah oleh kontinen, tanpa menyebabkan terjadinya deformasi pada kontinen maupun
lempeng samudera itu sendiri. Sampai tahun 1929, kritikan-kritikan yang diterima oleh
Wegener sudah sangat gencar dan datang dari berbagai ahli di berbagai tempat. Untuk
menjawab serangan kritikan ini, Wegener menyelesaikan edisi keempat sekaligus edisi
terakhir dari bukunya, yang secara khusus memuat dasar-dasar hipotesisnya yang ditambah
dengan berbagai bukti untuk mendukung hipotesis tersebut.
TEKTONIK LEMPENG (PLATE TECTONIC)
Beberapa tahun setelah Wegener mengajukan teorinya, mengenai perkembangan teknologi
yang pesat menyebabkan mampunya dilakukan pemetaan pada lantai samudera, serta
ditemukannya data-data yang banyak tentang aktivitas seismik dan medan magnit bumi.
Sampai tahun 1968, perkembangan teknologi ini sedemikian pesatnya, hingga pada saat itu
dikemukakan sebuah teori yang lebih memuaskan daripada teori pengapungan kontinen.
Teori

ini

kemudian

dinamakan

Teori

Tektonik

Lempeng.

Teori ini menyatakan bahwa bagian luar dari bumi, yaitu pada bagian litosfer, terdapat sekitar

20 segmen yang padat yang dinamakan lempeng. Dari semua itu, yang terbesar adalah
lempeng Pasifik, yang menempati sebagian besar lautan, kecuali pada sebagian kecil dari
Amerika Utara yang meliputi Kalifornia bagian Baratdaya dan Semenanjung Baja. Semua
lempeng besar lainnya dapat berupa kerak-kerak kontinen maupun kerak samudera. Sedang
lempeng-lempeng yang lebih kecil umumnya hanya sebagai kerak samudera, contohnya
lempeng

Nazca

yang

terdapat

di

lepas

pantai

Barat

Amerika

Selatan.

Litosfer terletak di atas zona atau material yang lebih lemah dan lebih panas, yang disebut
astenosfer. Dengan demikian, lempeng-lempeng litosfer yang sifatnya padat dilapisbawahi
oleh material yang lebih plastis. Nampaknya ada hubungan antara ketebalan dari lempenglempeng litosfer dengan sifat dari material kerak yang menutupinya. Lempeng-lempeng
samudera sifatnya lebih tipis, dengan variasi ketebalan antara 80 sampai 100 km atau
lempeng atau blok kontinen mempunyai ketebalan 100 km atau lebih, bahkan pada beberapa
daerah dapat mencapai 400 km.
Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng bergerakgerak sebagai satu unit terhadap unit lempeng lainnya. Jika sebuah lempeng bergerak, maka
jarak antara dua kota yang berada dalam satu lempeng, seperti New York dan Denver, akan
tetap sama, sedangkan jarak antara New York dan London yang berada pada dua lempeng
yang berbeda, akan berubah. Karena setiap lempeng bergerak sebagai satu unit, maka banyak
interaksi yang dapat terjadi antara satu lempeng dengan lempeng lainnya di sepanjang batasbatas dari lempeng-lempeng tersebut. Berdasarkan hal inilah, maka sebagian besar aktivitas
seismik, volkanisma dan pembentukan pegunungan terjadi di sepanjang batas-batas yang
dinamis

tersebut.

Batas-Batas Lempeng
Ada tiga tipe batas-batas lempeng, yang masing-masing dibedakan dari jenis pergerakannya,
yaitu :
1. Batas-batas divergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, yang
menyebabkan naiknya material dari mantel bumi dan membentuk lantai samudera
yang luas.
2. Batas-batas konvergen, dimana lempeng-lempeng bergerak saling mendekati, yang
menyebabkan salah satu dari lempeng tersebut masuk ke mantel bumi dan berada di
bawah lempeng lainnya.

3. Batas-batas patahan transform, dimana lempeng-lempeng bergerak saling bergesekan


tanpa menyebabkan terjadinya penghancuran pada litisfer.
1. Batas-batas Divergen
Batas-batas divergen bisa ditemukan di daerah punggungan samudera. Di daerah ini,
pada saat lempeng bergerak saling menjauh dari sumbu punggungan, maka celah yang
timbul akan diisi dengan cepat oleh magma yang naik dari astenosfer. Material ini
akan menjadi dingin secara perlahan-lahan dan membentuk lantai samudera yang
baru. Mekanisme ini, yang menyebabkan terbentuknya lantai atau dasar dari Lautan
Atlantik sekitar 165 juta tahun yang lalu, disebut Pemekaran lantai samudera. Tingkat
pemekaran di daerah punggungan samudera ini diestimasikan sekitar 2 sampai 10 cm
pertahun, dan rata-rata 6 cm (2 ichi) pertahun. Karena batuan yang baru terbentuk
jumlahnya sama di keuda sisi dari lempeng yang saling menjauh, maka tingkat
pertumbuhan dari lantai samudera adalah dua kali dari nilai tingkat pemekaran.
Jika pusat pemekaran terdapat atau terjadi di lempeng kontinen, maka kontinen akan
terpecah-pecah menjadi segmen-segmen yang lebih kecil. Fragmentasi dari kontinen
ini disebabkan oleh adanya pergerakan ke arah atas dari batuan yang panas (magma)
yang berada di bawah. Akibat dari aktivitas ini adalah melengkungnya kerak kontinen
ke arah atas di bagian yang diintrusi tersebut. Hal ini disertai dengan timbulnya
retakan-retakan di bagian tersebut. Kemudian bagian litosfer yang terpecah-pecah
tersebut akan tertarik secara leteral ke arah yang berlawanan. Selanjutnya bagian yang
pecah-pecah tersebut akan jatuh dengan gerakan menggelincir. Lembah patahan turun
yang bersekala besar yang disebabkan oleh proses di atas, selanjutnya disebut Celah
atau lembah celah.
2. Batas-batas Konvergen
Telah diketahui bahwa pada proses pemekaran akan terbentuk litosfer yang baru,
sedangkan luas total permukaan bumi haruslah tetap konstan, dengan demikian pada
bagian lai dari bumi pastikah ada litosfer yang rusak atau hilang. Bagian tersebut
adalah bagian konvergen atau daerah pertemuan lempeng. Jika dua lempeng saling
bertabrakan/bertumbukan, maka bagian ujung dari salah satu lempeng tersebut akan
bergerak ke arah bawah dari lempeng lainnya. Bagian lempeng yang di bawah ini
akan masuk ke daerah astenosfer, akibatnya bagian tersebut akan menjadi panas dan
hilang rigiditasnya. Bergantung pada besarnya sudut kemiringan bagian yang
lengkung ke bawah tersebut, maka kedalaman penyusupannya bisa mencapai 700 km,
sebelum bagian ini betul-betul terasimilasi dengan material mantel atas (astenosfer).

Tumbukan bisa terjadi antara dua lempeng samudera, satu lempeng samudera dan satu
lempeng kontinen, atau dua lempeng kontinen. Jika terjadi tumbukan antara lempeng
kontinen dan lempeng samudera, maka lempeng kontinen yang kecil densitasnya akan
berada di bagian atas, sedangkan lempeng samudera yang lebih besar densitasnya
akan menyusup ke bawah bagian astenosfer. Daerah dimana proses ini terjadi disebut
zona subdaksi. Karena lempeng samudera menyusup ke arah bawah, maka lempeng
ini akan melengkung dan selanjutnya membentuk palung laut dalam (trench) yang
berbatasan dengan zona subdaksi tersebut. Palung-palung yang terbentuk di daerah ini
bisa mencapai panjang ribuan kilometer, sedang dalamnya antara 8 sampai 11 km.
2.1. Tumbukan Kontinen-Samudera
Sudut kemiringan lempeng samudera yang menyusup ke dalam astenosfer umumnya
sebesar 45o atau lebih. Lempeng samudera ini, bersama-sama dengan material
sedimen serta cairan-cairan yang dikandungnya, akan larut dan bersatu dengan cairan
astenosfer yang panas. Magma baru yang terbentuk dari proses ini densitasnya lebih
kecil daripada densitas material disekitarnya, yaitu densitas penyusun mantel bumi,
konsekuensinya, jika jumlah magma baru ini sudah jenu, maka magma tersebut akan
naik secara perlahan. Sebagian besar magma yang naik ini akan sampai ke bagian atas
dari kerak kontinen, dimana dia akan menjadi dingin dan terkristalisasi pada
kedalaman beberapa kilometer. Sedangkan sebagian sisanya akan termigrasi ke
permukaan dan kadang-kadang membentuk erupsi volkanik yang eksplosif.
Pegunungan volkanik Andes merupakan pegunungan yang terbentuk dari proses ini,
dimana Lempeng Nazca mengalami peleburan pada saat menunjam di bawah
Lempeng Kontinen Amerika Selatan. Tingginya frekuensi gempa bumi di daerah
Andes, merupakan bukti dari proses tersebut. Pegunungan seperti Andes yang
terbentuk akibat asosiasi aktifitas volkanik dengan proses subdaksi, disebut busur
volkanik.
2.2. Tumbukan Samudera-Samudera
Pada saat dua buah lempeng samudera saling bertumbukan, maka salah satunya akan
menunjam di bawah yang lain, yang juga akan diikuti oleh terjadinya aktivitas volkanik,
seperti pada tumbukan kontinen-samudera. Tetapi, dalam kasus ini volkanisma akan terjadi di
lantai samudera, bukan di daerah kontinen. Jika aktivitas volkanik ini terjadi terus menerus,
maka sebuah benua baru akan muncul dari laut dalam. Pada tahap awal dari proses ini, benua
baru yang terbentuk tersebut akan terdiri atas jajaran kepulauan volkanik yang kecil, yang

disebut busur kepulauan. Busur kepulauan ini umumnya berlokasi sekitar beberapa ratus
kilometer dari palung laut dalam, dimana aktivitas subdaksi sedang terjadi.
2.3. Tumbukan Kontinen-Kontinen
Tumbukan antara lempeng kontinen dengan kontinen dapat diambil contoh tumbukan antara
Lempeng India yang membentur Asia, dan membentuk Pegunungan Himalaya, yang
merupakan pegunungan yang terbesar dan terluas di dunia. Pada saat terjadi tumbukan seperti
ini, maka lempeng kontinen akan tertekuk, terpecah-pecah dan umumnya menjadi lebih
pendek.
3. Patahan Transform
Tipe ketiga dari batas-batas lempeng adalah patahan transform, dimana lempeng-lempeng
saling bergesekan satu dengan yang lain tanpa menyebabkan terbentuknya lempeng/kerak
yang baru, seperti yang terjadi pada pemekaran punggungan samudera, serta juga tidak
mengakibatkan rusaknya lempeng, seperti yang terjadi pada zona subdaksi.
Istilah patahan transform ini pertama kali diusulkan oleh J. Tuzo Wilson dari University of
Toronto, pada tahun 1965. Wilson mengatakan bahwa patahan normal ini, bersama-sama
dengan proses konvergen dan divergen, merupakan suatu rangkaian proses kontinyu yang
membagi-bagi selubung luar bumi menjadi beberapa lempeng padat yang terpisah-pisah.
Wilson memberikan istilah yang khusus pada patahan ini, yaitu patahan transform, karena
pergerakan relatif dari lempeng-lempeng tersebut dapat berubah atau tertransformasi satu
sama lainnya. Seperti telah diperhatikan atau dijelaskan pada contoh terdahulu, bahwa proses
divergen yang terjadi pada pusat pemekaran dapat berubah/tertransformasi menjadi proses
konvergen di zona subdaksi. Sebagian besar patahan transform terjadi di kerak samudera,
tetapi ada juga sedikit yang terjadi di kerak kontinen, seperti di Patahan San Andreas di
Kalifornia.
PANGEA
Robert Dietz dan John Holden telah mencoba untuk merekonstruksi bagaimana keadaan
sebenarnya dari migrasi besar-besaran yang pernah dialami oleh individu-individu kontinen,
selama lebih dari 500 juta tahun. Dengan mengekstrapolasikan kembali pergeraekn lempeng,
yang dihubungkan dengan perjalanan waktu, dan dibantuk oleh data-data seperti orientasi
struktur volkanik, distrubusi dan pergerakan transform, serta paleomagnetisme, Dietz dan
Holden telah mampu untuk merekonstruksi Pangea. Dengan menggunakan data penanggalan
radiometri, kedua ahli ini juga dapat menentukan kapan Pangea ini mulai terbentuk dan

kapan mulai terpecah. Kemudian berdasarkan data-data posisi relatif dari hot spot, maka juga
dapat menentukan lokasi yang tepat dari setiap kontinen.
Terpecah-pecahnya Pangea
Pangea mulai terpecah sekitar 200 juta tahun yang lalu, dimana terjadi fragmentasi yang
diikuti oleh jalur-jalur pergerakan dari setiap kontinen dan terdapt dua buah celah besar yang
terjadi akibat fragmentasi ini. Celah antara Amerika Utara dan Afrika menyebabkan
munculnya batuan basal yang berumur Trias secara besar-besaran disepanjang Pantai Timur
Amerika Serikat. Penanggalan radiometri pada basal ini menunjukkan bahwa celah tersebut
antara 200 sampai 165 juta tahun yang lalu. Waktu ini sekaligus bisa digunakan sebagai
waktu terbentuknya Atlantik Utara. Celah yang terbentuk di bagian selatan Gondwana
berbentuk hurup Y, yang menyebabkan termigrasinya Lempeng India ke bagian Utara dan
sekaligus memisahkan Amerika Selatan Afrika dari Australia Antartika.
Sekitar 135 juta tahun yang lalu, posisi kontinen Afrika dan Amerika Selatan mulai memisah
dari Atlantik Selatan. Pada saat ini India sudah berada separuh jalan menuju ke Asia, dan
bagian selatan dari Atlantik Utara telah mulai melebar. Pada Kapur Akhir, sekitar 65 juta
tahun yang lalu, Madagaskar telah terpisah dari Afrika, dan Atlantik Selatan berubah menjadi
laut terbuka.
Sekitar 45 juta tahun yang lalu, India telah bersatu dengan Asia, yang kemudian
menyebabkan terbentuknya pegunungan tertinggi di dunia, yaitu Himalaya, yang tersebar di
sepanjang Dataran Tinggi Tibet. Kemudian terjadi pemisahan Greendland dari Eurasia, yang
bersamaan juga terjadi pembentukan Semenanjung Baja dan Teluk Kalifornia. Peristiwa
tersebut ditaksi terjadi kurang dari 10 juta tahun yang lalu.
Sebelum Pangea
Sebelum Pangea terbentuk, massa-massa benua mungkin telah mengalami berbagai episode
fragmentasi yang sama dengan yang telah kita ketahui sekarang. Kontinen-kontinen purba
tersebut dulu telah bergerak saling menjauh satu dengan yang lainnya. Selama periode antara
500 sampai 225 juta tahun yang lalu, fragmen-fragmen yang sebelumnya telah menyebar,
mulai bersatu membentuk Pangea. Bukti dari adanya tumbukan awal ini meliputi Pegunungan
Ural

di

Uni

Soviet

dan

Pegunungan

Appalacian

di

Amerika

Utara.

Pandangan ke Masa Depan


Setelah membuat rekonstruksi keadaan dunia sekitar 500 juta tahun yang lalu, Dietz dan
Holden kemudian mencoba untuk memprediksi keadaan bumi di masa depan. Pada 50 juta

tahun yang akan datang, perubahan penting terjadi pada Lempeng Afrika, dimana sebuah
lautan yang baru akan terbentuk akibat Afrika bagian timur terpisah dari benua utama. Di
Amerika Utara terlihat bahwa Semenanjung Baja dan bagian selatan Kalifornia yang terletak
di sebelah barat Sesar San Andreas, telah tergeser melewati Lempeng Amerika Utara tersebut.
Jika pergerakan ke arah utara ini, betul-betul terjadi sesuai yang diprediksi, maka Los
Angeles

dan

San

Francisco

akan

saling

melewati

satu

sama

lain.

Mekanisme Pergerakan
Distribusi panas yang tidak merata yang terdapat di dalam bumi, telah disepakati oleh para
ahli, sebagai penyebab utama terjadinya pergerakan lempeng. Distribusi panas tidak merata
inilah yang menyebabkan terjadinya arus konveksi yang besar dalam mantel bumi. Material
yang panas dan lebih kecil densitasnya, yang berasal dari mantel bagian bawah, secara
perlahan-lahan akan bergerak naik ke daerah pegunungan samudera. Pada saat material ini
mnyebar secara lateral, suhunya akan turun dan densitasnya bertambah, setelah itu material
tersebut akan masuk kembali ke dalam mantel dan suhunya naik kembali. Dalam hal ini,
batuan yang ada tidak perlu untuk mencair dulu agar dapat terbawa aliran. Analogi peristiwa
ini bisa dilihat pada logam padat yang dimasukkan ke dalam cairan yang panas, dimana
logam-logam tersebut berada pada berbagai bentuk yang berbeda-beda. Demikian juga
halnya pada batuan yang berada dalam cairan panas. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
di daerah punggungan samudera tingkat aliran panasnya lebih tinggi dibandingkan daerah
daerah lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa arus konveksi tidak hanya satu macam. Tetapi,
jenis-jenisnya tersebut belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa banyakkah sebenarnya
tipe arus konveksi ini ? Pada kedalaman berapakah sebenarnya arus tersebut berada ?
Bagaimanakah struktur yang sebenarnya ?.
Telah diketahui lempeng samudera yang dingin mempunyai densitas yang lebih besar
daripada astenosfer yang berada di bawahnya. Dengan demikian, pada saat lempeng
samudera tersebut, tertunjam ke bawah, karena sifatnya yang berat, maka bagian belakang
dari litosfer tersebut akan tertarik. Hipotesis ini sama dengan model yang beranggapan bahwa
karena tingginya tempat/posisi dari punggungan samudera yang dapat menyebabkan litosfer
tergelincir ke bawah akibat pengaruh gravitasi. Model tekan-tarik inilah yang dengan
sendirinya merupakan tipe dari arus konveksi. Pada sisi lain, material astenosfer akan
bergerak

naik

dan

mengisi

celah

yang

terbuka

akibat

proses

divergen.

Versi lain dari model arus konveksi ini, menjelaskan bahwa arus tersebut berhubungan erat
dengan bintik panas (hot spot) yang terjadi di daerah mantel. Bintik panas ini diperkirakan

berasal dari daerah perbatasan antara mantel dan inti bumi. setelah bintik panas ini bergerak
naik dan mencapai litosfer, maka bintik-bintik tersebut akab tersebar secara lateral dan
membawa serta lempeng-lempeng menjauh dari pusat tempat dia naik.
Asal Mula Teori Tektonik Lempeng
Email

Pegunungan Himalaya sering disebut-sebut sebagai roof of the world (atap bumi), karena
memiliki puncak-puncak tinggi di bumi, salah satunya adalah Everest 8.850 meter di atas
permukaan laut. Puncak gunung ini ditempati oleh batugamping, tipe batuan yang terbentuk
di perairan hangat laut dangkal dan pada umumnya tersusun dari sisa-sisa organisme laut,
seperti;
plankton,
terumbu
dan
ikan.
Bertahun-tahun ahli geologi mencoba mencari tahu, bagaimana bisa organisme laut berada
di puncak pegunungan?
Di tahun 1900-an, banyak ilmuan percaya bahwa setelah bumi terbentuk, permukaan bumi
mengalami pengerutan. Teori pengerutan ini secara bebas diusulkan oleh dua ilmuan
terdahulu di akhir 1800-an dan awal 1900-an, mengimplikasikan bahwa deretan pegunungan
seperti Himalaya terbentuk dari proses tersebut. Teori ini mengasumsikan; semua bentuk
permukaan bumi dihasilkan oleh satu proses pendingan magma dan kemudian mengerut
selama lebih dari 1 juta tahun.

Wegener Continental Drift

Pergerakan Benua dari waktu ke waktu.


(Wegener, 1924)
Alfred Wegener, seorang ahli geofisika dan meteorologi dari Jerman, tidak puas dengan
penjelasan teori pengerutan itu. Ia mengeluarkan ide bahwa benua Afrika dan Amerika
Selatan saling bercocokan satu sama lain seperti potongan puzzle. Berdasarkan pengukuran
data paleoklimatik dari sisi-sisi benua yang mengelilingi Samudera Atlantik, ia menemukan
lapisan batubara yang terbentuk di daerah tropis, membentang dari Amerika Utara Eropa
dan Asia, ketiga benua tersebut jauh di bagian utara dari daerah-daerah tropis moderen. Ia
juga menemukan bukti bahwa lapisan es pernah berkembang di Afrika Selatan dan India.
Suatu fenomena yang tidak mungkin dijelaskan berdasarkan tatanan benua-benua saat ini.
Wegener mengajukan teori pergeseran benua dalam bukunya yang berjudul The Origins of
the Continents and the Oceans, diterbitkan di Jerman pada tahu 1915 dan di Inggris pada
tahun 1924. Teorinya menyatakan bahwa pada periode Kapur (sekitar 300-360 juta tahun
lalu), semua benua dulunya menyatu dalam satu superbenua yang di sebut Pangea. (lihat
animasinya)
Apa yang menyebabkan benua bergerak?
Ketika buku Wegener diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, dan Rusia
pada tahun 1924, banyak orang yang mencemooh teori tersebut. Salah satu masalah utama
adalah ia tidak mencantumkan mekanisme dorongan dalam teori pergerakan benua.
Gaya apa yang menggerakkan benua? Dari mana asalnya? Berapa besar gaya yang
dibutuhkan untuk memindahkan sebuah benua?
Barulah pada 1960-an, mekanisme dorongan yang merupakan kunci penting untuk teori
pergerakan bunua, mulai terjawabkan. Wegener telah membuat peryataan berdasarkan datadata yang diambil dari benua, saat itu ia tidak menyadari bahwa ada daerah yang luas
tersembunyi berkilo-kilometer di bawah lautan yang menutupi hampir 70% permukaan bumi.
Perang Dunia I dan II membawa perkembangan teknis dan ilmiah yang memungkinkan
ilmuan untuk memetakan dasar samudera dan mengukur kemagnetan batuannya secara detil.
Kedua data tersebut mulai dikembangkan untuk memperkuat teori pergerakan benua.

Memetakan lantai samudera


Sebelum 1920-an, bentuk dasar samudera dianggap datar dan tidak memiliki ciri khusus.
Namun, Selama Perang Dunia I, kapal-kapal yang dilengkapi sonar mulai menghasilkan data
tentang topografi dasar samudera. Berdasarkan peta sonar ini para ilmuan mulai menyadari
bahwa dasar samudera ternyata bukan hanya datar tapi juga memiliki lembah dan
pegunungan.
Yang paling mengejutkan para ilmuan adalah penemuan deretan punggungan di sepanjang
pertengahan samudera Atlantik, punggungan ini memiliki tinggi 1 2 km dari dasar laut di
sekitarnya dan parallel dengan pantai di kedua sisinya. Punggungan serupa, yang di
sebut mid-ocean ridges (pematang tengah samudera) oleh penemu mereka, juga ditemukan
di bagian timur Samudera Pasifik dan bagian barat Samudera Hindia.
Berdasarkan fakta bahwa punggungan ini parallel dengan tepian benua di kedua sisinya,
para ilmuan mengaitkannya dengan teori pergerakan benua, tapi apa?
Harry Hess Geologist di Princeton University, melalui makalahnya yang diterbitkan tahun
1962 berjudul History of Ocean Basins, mengusulkan bahwa punggungan dasar samudera
itu menandakan daerah dimana magma naik ke permukaan. Ekstrusi magma tersebut
mendorong dasar samudera menjauh dari punggungan seperti conveyor belt. Sementara,
palung-palung yang ditemukan di lepas pantai Amerika Selatan dan Jepang, merupakan
wilayah dimana dasar samudera didorong masuk ke bawah benua yang tebal, Hess
menyebutnya sebagai zona subduksi. Teori seafloor spreading yang diusulkan Hess
menyimpulkan mekanisme dorongan untuk memperkuat teori Wegener, akan tetapi masih
membutuhkan banyak bukti.

Pematang tengah samudera dan zona subduksi. (internet)


Kemagnetan batuan dasar samudera
Pada tahun yang sama saat Hess mengajukan teorinya, Angkatan Laut Amerika Serikat
menerbitkan sebuah laporan yang berisi tentang temuan mengenai kemagnetan batuan dasar
lsamudera. Selama Perang Dunia II, kapal-kapal menggunakan magnetometer untuk mecari

kapal selam. Magnetometer digunakan setiap kali saat kapal melakukan perjalanan bolakbalik melintasi Atlantik dan Pasifik, dan mereka menemukan lebih dari sekedar kapal selam.
Ketika para ilmuan Angkatan Laut memeriksa data, mereka menemukan grafik yang
menunjukan anomali pergantian kemagnetan kuat dan lemah pada batuan dasar samudera.
Data kemagnetan dihasilkan dari kehadiran mineral-mineral magnetik pada batuan,
contohnya; mineral magnetit, yang umum terdapat pada batuan basalt sebagai penyusun
batuan dasar samudera. Ketika magma mulai membeku, mineral magnetit akan searah dengan
medan
magnet
bumi
seperti
yang
terjadi
pada
jarum
kompas.

Contoh gambar yang menunjukan anomali kemagnetan yang simetris


pada pematang tengah samudera. (homepage.smc.edu) - gambar lain
Kehadiran medan magnet bumi sudah diketahi sejak dahulu kala, tapi baru setelah Perang
Dunia II para ilmuan menyadari bahwa polaritas medan bumi tidak selalu tetap. Saat ini kita
berada pada polaritas normal, dimana jarum kompas akan mengarah ke utara. Tetapi pada
suatu waktu tertentu di periode sebelumnya, polaritas pernah terbalik, yang berarti jarum
kompas akan mengarah ke selatan. Fenomena pembalikan medan magnet sebelumnya sudah
pernah ditemukan pada batuan kontinen, kasusnya sama dengan yang ditemukan pada batuan
lantai samudera. Pembalikan paleomagnetik bumi yang terekam pada basalt, merupakan bukti
bahwa medan magnet bumi pernah beberapa kali mengalami pembalikan sepanjang sejarah
geologi.
Bukti pemekaran lantai samudera
Pada 1963, Fred Vine dan Drummond Matthews, ahli geologi Inggris, bergabung dalam
kegiatan pemetaan topografi pematang tengah samudera Atlantik, mereka menemukan pola
simetrik pada grafik pengukuran kemagnetan batuan dasar samudera. Ketika kapal Angkatan
Laut Amerika merekam kemagnetan yang kuat, batuan menunjukan polaritas normal; dan
ketikan kapal merekam kemagnetan yang lemah, batuan menunjukan polaritas terbalik.
Grafik yang dihasilkan tidak hanya paralel dengan pematang tengah samudera, namun juga
berpola simetris.
Pola simetris tersebut menyimpulkan bahwa magma telah naik ke permukaan dan membeku
mengunci medan magnet pada saat itu, kemudian didorong menjauh dari punggungan ke arah
yang berlawanan. Catatan pembalikan paleomagnetik ini terekam sepanjang regenerasi kerak
baru dari waktu ke waktu, sekaligus memberikan bukti yang diperlukan untuk teori
pemekaran lantai samudera yang diusulkan oleh Hess.

Karya Hess, Vine, dan Matthews menghasilkan peta bumi yang baru, dengan adanya
penambahan fitur dasar laut, diantaranya adalah pemekaran lantai samudera dan zona
subduksi.

Garis merah menunjukan pematang tengah samudera. Garis kuning menunjukan zona
subduksi.
Sedangkan garis biru bukan termasuk keduanya. (USGS)
Keberlanjutan bukti teori Tektonik Lempeng
Saat ini, banyak bukti-bukti tentang tektonik lempeng yang diakuisisi dengan teknologi
satelit. Melalui penggunaan Global Positioning System (GPS) dan teknik pengumpulan data
berbasis satelit lainnya, para ilmuwan dapat langsung mengukur velocity (kecepatan dan arah
gerakan) dari lempeng di permukaan bumi.
Himalaya, ternyata, mulai terbentuk sekitar 50 juta tahun yang lalu ketika Lempeng India
bertabrakan dengan Lempeng Eurasia, mengangkat dan melipat batuan yang terbentuk di
bawah permukaan laut ke puncak gunung. Karena Lempeng India sampai sekarang masih
bergerak ke utara, maka Himalaya masih terus terangkat dengan laju sekitar 1 cm per tahun.
Kita tidak perlu lagi menggunakan teori pengerutan bumi untuk menjelaskan keberadaan
fosil laut di puncak Himalaya; yang ternyata itu merupakan proses tektonik lempeng.
Bumi sangat dinamis rantai pegunungan terbentuk dan kemudian tererosi, sebuah gunung
berapi erupsi dan kemudian punah, muka air laut naik dan kemudian surut, perubahanperubahan ini semua adalah hasil dari proses tektonik lempeng. Teori pergerakan benua yang
diusulkan oleh Wegener merupakan langkah awal dalam pengembangan teori tektonik
lempeng, yang kemudian menjadi fondasi dalam pengembangan konsep-konsep geologi
moderen.

Teori Pergerakan Lempeng

Permukaan bumi tidak rata

Mulanya kita semua beranggapan bahwa muka bumi ini datar. Tapi ternyata seiring
berjalannya waktu kita sadar bahwa permukaan bumi ini lengkung, berbentuk bola. Lalu
pertanyaan kembali muncul, Di permukaan bumi sendiri, ada bagian tinggi (gunung, bukit
dll), ada pula bagian rendah (danau, laut dll) ? Kenapa ya ?
Ternyata para ilmuwan punya jawaban yang beragam tentang hal ini, di antaranya :
1. Teori kontraksi (Contraction theory
Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Descrates (1596-1650). Ia menyatakan bahwa bumi
semakin lama semakin susut dan mengkerut yang disebabkan oleh terjadinya proses
pendinginan, sehingga di bagian permukaannya terbentuk relief berupa gunung, lembah,
dan dataran. Teori kontraksi didukung pula oleh James Dana (1847) dan Elie de Baumant
(1852). Mereka berpendapat bahwa bumi mengalami pengerutan karena terjadi proses
pendinginan di bagian dalam bumi yang mengakibatkan bagian permukaan bumi mengerut
membentuk pegunungan dan lembah-lembah.

2. Teori dua benua (Laurasia-Gondwana theory)

Sumber Gambar : http://cdn.zmescience.com/wp-content/uploads/2013/09/laurasia-gondwana.jpg

Teori ini menyatakan bahwa pada awalnya bumi terdiri atas dua benua yang sangat besar,
yaitu Laurasia di sekitar kutub utara dan Gondwana di sekitar kutub selatan bumi. Kedua
benua tersebut kemudian bergerak perlahan ke arah equator bumi, sehingga akhirnya
terpecah-pecah menjadi benua benua yang lebih kecil. Laurasia terpecah menjadi Asia,
Eropa dan Amerika Utara, sedangkan Gondwana terpecah menjadi Afrika, Australia dan
Amerika Selatan. Teori Laurasia-Gondwana kali pertama dikemukakan oleh Edward Zuess
pada 1884.
3. Teori pengapungan benua (Continental drift theory)
Teori pengapungan benua dikemukakan oleh Alfred Wegener pada 1912. Ia menyatakan
bahwa pada awalnya di bumi hanya ada satu benua maha besar yang disebut Pangea.
Menurutnya benua tersebut kemudian terpecah-pecah dan terus bergerak melalui dasar
laut. Gerakan rotasi bumi yang sentripugal, mengakibatkan pecahan benua tersebut
bergerak ke arah barat menuju equator. Teori ini didukung oleh bukti-bukti berupa kesamaan
garis pantai Afrika bagian barat dengan Amerika Selatan bagian timur, serta adanya
kesamaan batuan dan fosil pada kedua daerah tersebut.
Teori ini, dikembangkan lagi dalam buku The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun
1915. Alfred, mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu

bentang muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti
bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di
atas lautan basal yang lebih padat.

4. Teori konveksi (Convection theory)


Menurut teori konveksi yang dikemukakan oleh Arthur Holmes dan Harry H. Hess dan
dikembangkan lebih lanjut oleh Robert Diesz, menyatakan bahwa di dalam bumi yang masih
dalam keadaan panas dan berpijar terjadi arus konveksi ke arah lapisan kulit bumi yang
berada di atasnya, sehingga ketika arus konveksi yang membawa materi berupa lava sampai
ke permukaan bumi di mid oceanic ridge (punggung tengah samudera), lava tersebut akan
membeku membentuk lapisan kulit bumi yang baru menggeser dan menggantikan kulit bumi
yang lebih tua. Bukti kebenaran teori konveksi adalah terdapatnya tanggul dasar samudera
(Mid Oceanic Ridge), seperti Mid Atlantic Ridge dan Pasific-Atlantic Ridge. Bukti lainnya
didasarkan pada penelitian umur dasar laut yang membuktikan bahwa semakin jauh dari
punggung tengah samudera, umur batuan semakin tua. Artinya terdapat gerakan yang
berasal dari Mid Oceanic Ridge ke arah berlawanan yang disebabkan oleh adanya arus
konveksi dari lapisan di bawah kulit bumi.

5. Teori lempeng tektonik (Plate Tectonic theory)


liat video ini : http://www.youtube.com/watch?v=ryrXAGY1dmE&feature=endscreen&NR=1
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa planet bumi terdiri atas sejumlah lapisan. Lapisan
bagian atas bumi merupakan bagian yang tegar dan kaku. Sedangkan lapisan dibawahnya
yaitu astenosfer, merupakan lapisan yang plastik atau cair. Hal ini mengakibatkan lapisan
permukaaan bumi bagian atas menjadi tidak stabil dan selalu bergerak sesuai dengan
gerakan yang berada di bawahnya. Keadaan inilah yang melatarbelakangi lahirnya teori
Lempeng Tektonik.

Struktur Lapisan Di Dalam Bumi

Sumber Gambar : http://belajargeodenganhendri.files.wordpress.com/2011/04/76.jpg

Lahirnya teori lempeng tektonik (Tectonic Plate Theory) merupakan kenyataan mutakhir
dalam geologi yang menunjukkan terjadinya evolusi bentuk permukaan bumi. Teori lempeng
tektonik

dikemukakan

oleh Tozo

Wilso, pada

tahun

1968.

Berdasarkan teori ini, kulit bumi atau litosfer terdiri atas beberapa lempeng tektonik yang
berada di atas lapisan astenosfer, Lempeng-lempeng tektonik pembentuk kulit bumi selalu
bergerak karena pengaruh arus konveksi yang terjadi pada lapisan astenosfer yang berada
di bawah lempeng tektonik kulit bumi.

Arus Konveksi di Astenosfer

Sumber Gambar : http://syaifulmangantjo.files.wordpress.com/2011/11/arus-konveksi.jpg

Prinsip teori tektonik lempeng adalah kulit bumi terdiri atas lempeng-lempeng yang kaku
dengan bentuk tidak beraturan. Dinamakan lempeng karena bagian litosfer mempunyai
ukuran yang besar di kedua dimensi horizontal (panjang dan lebar), tetapi berukuran kecil
pada arah vertikal (ketebalan). Bandingkan dengan daun meja, daun pintu, atau lantai di
kelas kalian! Lempeng ini terdiri atas lempeng benua (tebal sekitar 40 km) dan lempeng
samudera (tebal sekitar 10 km). Kedua lempeng tersebut berada di atas lapisan astenosfer
dengan kecepatan rata-rata 10 cm/tahun atau 100 km/10 juta tahun. Astenosfer merupakan
suatu lapisan yang cair (kental) dan sangat panas. Panasnya cairan astenosfer senantiasa
memberikan kekuatan besar dari dalam bumi untuk menggerakkan lempeng-lempeng
secara tidak beraturan. Kekuatan ini dinamakan tenaga endogen yang telah menghasilkan
berbagai bentuk di permukaan bumi. Di bumi ini litosfer terpecah-pecah menjadi sekitar 12
lempeng. Teori lempeng tektonik banyak didukung oleh fakta ilmiah, terutama dari data
penelitian

geologi,

geologi

kelautan,

kemagnetan

purba,

kegempaan,

pendugaan

paleontologi, dan pemboran laut dalam. Lahirnya teori lempeng tektonik sebenarnya
merupakan jalinan dari berbagai konsep dan teori lama seperti Teori Apungan Benua, Teori
Arus Konveksi, Teori Pemekaran Lantai samudera, dan Teori Sesar Mendatar, sebagaimana
telah dijelaskan pada teori-teori di atas. Berdasarkan kajian para ahli, lempeng tektonik yang
tersebar di permukaan bumi. Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak dan mendesak
satu sama lain.

BUKTI PERGERAKAN LEMPENG :


Keserupaan garis pantai benua-benua yang dipisahkan Samudra Atlantik

Keserupaan garis pantai barat Afrika dan timur Amerika Selatan

Bukti Paleoiklim

Bukti bahwa beberapa bagian lempeng pernah memiliki iklim yang sama

Bukti Paleontologi

Bukti bahwa beberapa bagian lempeng memiliki fauna yang sama

JENIS - JENIS PERTEMUAN LEMPENG

Konvergen : Gerakan antar lempeng di mana keduanya saling bertumbukan, dibedakan


menjadi :

Tumbukan antara lempeng India dan Eurasia

Zona Kolisi

Gerakan antara lempeng benua dan lempeng benua yang saling bertumbukan. contohnya :
Tumbukan antara lempeng Eurasia dan lempeng Hindia di India, membentuk Pegunungan
Himalaya.

Tumbukan antara lempeng Eurasia dan Pasifik

Zona Susduksi
Gerakan antara lempeng benua dan lempeng samudra yang saling berhubungan. contohnya
: Tumbukan antara lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia di Jepang, membuat negara ini
penuh dengan aktivitas vulkanik dan aktivitas gempabumi.

Divergen : Gerakan antar lempeng di mana keduanya saling menjauh, dibedakan menjadi :

Gerakan menjauh antara lempeng benua dan lempeng benua, contoh di bagian
Timur benua Afrika.

Gerakan menjauh antara lempeng samudra dan lempeng samudra, contoh di tengah
Samudra Pasifik yang membentuk Punggungan Tengah Samudra (Mid Oceanic
Ridge).

Anda mungkin juga menyukai