Anda di halaman 1dari 44

ORIENTASI

Merekayasa merupakan terjemahan dari to engineer yang dapat diartikan sebagai suatu
aktifitas memberi intervensi pada suatu proses secara cerdas, agar response dari sytem
tersebut dapat menghasilkan sesuai dengan yang kita inginkan. Agar intervensi ini efektif
maka kita harus mengenal proses yang terjadi dalam sistem harus kita kenali. Proses
dalam rekayasa sipil biasanya dinyatakan dalam proses satuan matematika.
1.2. PENGETAHUAN DASAR MATEMATIKA DAN FISIKA DASAR YANG TERKAIT
1.2.1. Interpretasi Fisik Diferensial.
Bila suatu variabel p merupakan fungsi dari variabel x sehingga p=f(x), maka bentuk
diferensial atau turunannya secara matematis didefinisikan sebagai

dp
p( x x) p( x)
lim

0
dx
x
Dengan mensubstitusikan p p( x x) p( x) , maka definisi ini juga akan dituliskan
secara lebih singkat sebagai

dp
p
lim

0
dx
x
Bila p dipandang sebagai sisi tegak dari segi tiga ABC (Gambar 1-1) dan x sebagai
sisi mendatarnya, maka bentuk p / x adalah juga tangen sudut ABC. Jadi, interpretasi
geometris dari dp/dx adalah besarnya harga diferensial atau turunan di suatu titik
merepresentasikan besarnya kemiringan kurva di titik tersebut.
Perlu ditekankan bahwa, penulisan dp/dx secara implisit menyatakan bahwa p=f(x) yang
artinya; bila x dirubah maka p akan turut berubah, dan perubahan p tidak dipengaruhi
variabel apapun selain variabel x. Apabila p bukan hanya merupakan fungsi x saja, tetapi
juga fungsi variabel y misalnya sehingga p=f(x,y), maka penulisan dp/dx tidak memiliki
arti apapun. Untuk kasus ini bentuk turunan hanya dapat dituliskan sebagai

p
p
dx dy
x
y
p ( x x, y ) p ( x, y )
lim

x 0
x
p ( x, y y ) p ( x, y )
lim
y 0
y

dp
dimana
dan

p
x
p
y

[1-1]

Disini terlihat bahwa turunan parsial (parsial dalam pengertian only a part of it) p/x
adalah kemiringan bidang f(x,y) pada arah sumbu x dan p/y pada arah sumbu y.
Interpretasi geometris dari persamaan [1-1] dapat dilihat pada Gambar 1-2. Disini terlihat
bahwa dp adalah beda p di titik (x+x, y+y) dengan p di (x,y) atau
dp= p(x+x, y+y) - p(x,y).

Comment [her1]: mana gambarnya

yang dapat dipecah menjadi

dp p( x x, y y ) p( x, y y )
p( x, y y) p( x, y)

[1-2]

Sementara

p
dx p( x x, y y) p( x, y y)
x
p
dy p( x, y y) p( x, y)
y

dan

[1-3a]
[1-3b]

sehingga jelas bahwa (p/x)dx adalah laju perubahan p pada arah x sepanjang dx yang
tentunya juga adalah beda p di titik (x+x, y+y) dengan p di (x, y+y). Untuk
(p/y)dy interpretasinya analog.
Contoh pemakaian notasi ini adalah sebagai berikut. Bila tekanan p berubah-ubah
menurut ruang dan waktu sehingga p(x, y, z, t), dan tekanan dititik A pada saat t adalah
pA, maka tekanan di titik A setelah selang waktu sebesar dt umumnya dituliskan sebagai

pA

p
dt .
t

Seiring dengan pengertian ini, bila tekanan di A adalah pA, maka pada saat yang sama,
tekanan di titik B yang letaknya sejauh dx dari A (sedangkan koordinat y dan z -nya
sama) dapat dituliskan secara umum sebagai

pB pA

p
dx .
x

1.2.2. Interpretasi Fisik Integral.


Secara definisi, bila p=f(x), integral dituliskan sebagai;

p dx x 0
lim

p( xi ) x

yang secara geometrisnya integral ini diinterpretasikaan sebagai total luas dari luas
keping-keping p(xi) x. Penting diperhatikan disini bahwa bila dituliskan p dx , maka p
paling tidak adalah fungsi x.
Penulisan

p( x) d atau p( x) d itu,

Sys

dimana notasi Sys melambangkan seluruh

CV

volume sistem dan CV melambangkan seluruh ruang yang ditetapkan sebagai control
volume serta dengan anggapan bila volume d dx dy dz , artinya akan sama dengan

p( x, y, z ) d p( x, y, z )

CV

Demikian juga bila luas dA dx dy , maka

dx dy dz

p( x) dA p( x) dx dy
ASCV

1.2.3. Vektor dan Operasi vektor.


Variable yang melambangkan suatu besaran vektor akan dicetak tebal, sedangkan
variable skalar dicetak miring, sehingga vektor a dituliskan sebagai:

a a1 i a 2 j a 3 k
dimana a1, a2, a3 adalah besar (magnitude) unit vektor a pada sumbu x, y, dan z.
Sedangkan panjang vektor akan dituliskan sebagai a dimana:

a a12 a 22 a 32
Properti aljabar dari besaran vektor adalah aturan matematis yang berkaitan dengan
operasi penambahan serta pengalian besaran-besaran vektor, baik operasi yang
mempengaruhi besar (value) maupun arah dari vektor yang dihasilkan. Materi aljabar
vektor dapat dibaca pada pelajaran Aljabar Linier untuk tingkat Sekolah Menengah
maupun semester awal Strata 1 dan tidak akan diulang kembali.
Beberapa kaidah dasar aljabar vektor yang penting adalah sebagai berikut:
1. Penjumlahan
a b a1 b1 i a 2 b2 j a3 b3 k

a b ba
a b c a c b
a0a
a ( a ) 0
2. Perkalian
a. Perkalian antara skalar dengan vektor
ca c a1i c a 2 j c a 3 k

c d a ca da
cd a c( d )a d ( c )a

1a a
0a 0

b. Perkalian skalar (inner product atau dot product) antar vektor


a b a1b1 a 2 b2 a 2 b2

a b a b cos
a a a
a b ba
2

a b c a b c
a (b c ) a b a c
0a 0
c. Perkalian vektor (vector product atau cross product) antar vektor
i
j
a b a1 a 2
b1 b2

a b b a

k
a
a3 2
b2
b3

a3
a a3
a a2
i 1
j 1
k
b3
b1 b3
b1 b2

ca b ca b a cb

a b c a c b c
c a b c a c b
a b c a b c
a b a b sin
a b a b a b
2

1.2.4. Konsep Continuum Mechanic.


Rumusan besaran-besaran fisika pada tingkat pengenalan di sekolah menengah umumnya
disajikan dalam bentuk yang telah disederhanakan. Meskipun hal ini akan mengurangi
akurasi tetapi dianggap perlu dilakukan untuk memudahkan penjelasan dalam penyajian
materi. Sebagai contoh massa jenis (specific density) dirumuskan dalam bentuk
besarnya masa (m) per satu unit volume () sehingga:

Disini tidak dipermasalahkan besarnya yang boleh dipakai. Padahal apabila benda yang
dipermasalahkan tidak murni homogen, maka pengambilan yang berbeda akan
menghasilkan yang berbeda pula. Dengan demikian perumusan yang lebih akurat
adalah

lim m
0
dm

atau

Meskipun bentuk perumusan ini lebih akurat, tetapi bila diterapkan pada tingkat kajian
makroskopis (dan bukan pada tingkat mikroskopis) sebagaimana layaknya ilmu-ilmu
praktis lainnya, masih akan mengandung kontradiksi. Bila diambil sekecil mungkin
untuk memenuhi syarat limit, maka volume yang kecil ini mungkin hanya akan
mencakup satu atom dari benda tersebut atau hanya melulu terdiri dari rongga pori.
Selanjutnya besarnya massa m dari (1) atom ini, (2) udara dalam rongga pori, dan (3)
benda yang bersangkutan tentunya akan berbeda-beda. Dengan demikian bila sangat
kecil maka fungsi hubungan m=f() tidak lagi kontinyu (kurvanya akan banyak
mengandung discontinuity, lihat Gambar 1-2). Sementara pada titik dimana terjadi
discontinuity, harga turunan tidak akan terdefinisi.
Berangkat dari kenyataan ini, konsep continuum mechanic melakukan pembatasan
sedemikian rupa sehingga limit dibatasi pada rentang dimana fungsi-fungsi kurva besaran
fisika tidak mengandung discontinuity.
1.2.5. Gerak Translasi.
Bila s adalah vektor yang titik tangkapnya terletak pada origin O(0,0) dan mata panahnya
menunjukkan letak materi pada waktu t, maka kecepatan v didefinisikan sebagai
perubahan s menurut t, sehingga;
v( t )

lim s( t t ) s( t )
ds( t )

t 0
dt
t

Hubungan ini umumnya disajikan dalam bentuk integralnya


ds(t ) v(t ) dt s(t ) v(t ) dt

Dalam rumusan ini telah disubstitusikan kenyataan bahwa s=0 pada t=0. Percepatan a
didefinisikan sebagai
a( t )

lim v( t t ) v( t )
dv( t )

t 0
dt
t

Persamaan inipun umumnya disajikan dalam bentuk integralnya dengan mengasumsikan


a sebagai besaran vektor yang tidak berubah menurut waktu, sehingga

dv( t ) a dt
v( t ) t 0 a dt
t

v( t ) v 0 a t t 0
v( t ) v 0 a t
Bila persamaan terakhir disubstitusikan kedalam persamaan s akan didapatkan

s( t ) v 0 a t dt
v 0 dt a t dt
v 0 t 12 a t 2

Kenyataan akan terjadinya penjumlahan vektor dan perkalian skalar pada rumusan ini
dapat diteliti pada contoh beikut ini.
Contoh 1: Sebuah bola dilontarkan dengan kecepatan 30 m/dt kearah z, 20 m/dt kearah
x. Angin berhembus pada arah y dengan kecepatan 1 m/dt. Bila bola
mengalami percepatan oleh angin sebesar 2 m/dt2 dan oleh gravitasi sebesar
10 m/dt2, dimana letak bola pada t=4 dt ?.
Jawab: Kecepatan awal yang dialami bola adalah v0= 20i + 1j + 30k, sedangkan
percepatannya adalah a= 0i + 2j - 10k, dengan demikian;
s = 4 (20i + 1j + 30k) + 0.5 (0i + 2j - 10k) 42
= (80i + 4j + 120k) + (80i + 16j - 80k)
= (160i + 20j + 40k)
Bila posisi ini dituliskan menurut koordinat kartesian, letak bola adalah di
titik (160, 20, 40)
Apabila a adalah vektor yang berubah menurut waktu maka rumusan diatas tidak berlaku.
Apabila v(x,y,z,t) maka

dv

v
v
v
v
dx dy dz dt
x
y
z
t

sehingga percepatan

dv(t )
dt
v dx v dy v dz v dt

x dt y dt z dt t dt
v
v
v
v

vx
vy
vz
x
y
z
t
bila a dinyatakan dalam a = ax i + ay j az k, maka
a(t )

v x
v
v
v
vx x v y x vz x
x
y
z
t
v y
v y
v y
v y
ay
vx
vy
vz
x
y
z
t
v
v
v
v
az z v x z v y z vz z
x
y
z
t
ax

1.2.5. Gaya dan Momentum.


Momentum M adalah besaran fisika yang terjadi bila suatu benda dengan massa m
bergerak dengan kecepatan v yang didefinisikan sebagai:
M ( t ) m v( t )

Perhatikan bahwa, M adalah hasil kali antara besaran skalar m dengan besaran vektor v,
dengan demikian M adalah besaran vektor. Meskipun m umumnya dianggap konstan
terhadap waktu, tetapi karena v tergantung dari t, akibatnya M juga tergantung dari t.

Comment [her2]: ... terhadap waktu......


kata 'terhadap' saya yang nambahin , tadinya
engga ada, apa jadinya sekarang agak make
sense?

Gaya F (force) didefinisikan sebagai perubahan momentum menurut waktu, yang


dinyatakan secara matematis sebagai;
F( t )

lim M( t t ) M( t )
dM( t )

t 0
dt
t

Dari definisi ini terlihat bahwa, karena F adalah perkalian besaran vektor M dengan
besaran skalar (inverse dari t) maka jelas bahwa F adalah besaran vektor. Dari definisi ini
pula dapat diturunkan hukum Newton II;

dM ( t )
dt
d m V ( t )

dt
dV ( t )
m
dt
m a

F( t )

Contoh 1: Berapa besar gaya yang dialami suatu benda dengan m=100 N bila
mengalami percepatan sebesar 30 m/dt2 kearah z, 20 m/dt2 kearah x didalam
medan gravitasi bumi ?.
Jawab: percepatan yang dialami benda tersebut adalah a= 20i + 30j - 10k, dengan
demikian;
F = 100 (20i + 30j - 10k)
= 2000i + 3000j - 1000k) N
yang bila dituliskan dalam bentuk komponennya menjadi Fx=2000 N,
Fy=3000 N, dan Fz=-1000 N. Besarnya (magnitude) dari resultan gaya ini
adalah F 2000 2 3000 2 ( 1000) 2

1.2.6. Kerja, Energi Kinetis dan Potensial.


Besarnya kerja W adalah total perkalian antara gaya F dengan jarak tempuh ds, sehingga

W F ds
Meskipun baik F maupun s adalah besaran vektor, tetapi W adalah besaran skalar. Bila F
konstan sepanjang ds, maka integral dari perkalian skalar diatas dapat ditulis sebagai
W F s cos

Didalam keseharian, perumusan terakhir kerja W ini dikemukakan sebagai hasil kali s
dengan komponen F yang sejajar s.
Kenyataan bahwa kerja adalah bentuk lain dari energi dapat dilihat dari ilustrasi berikut
ini. Untuk tidak menambah kerumitan, tinjauan akan dilakukan untuk situasi dimana F
sejajar s. Karena F ma dan s vt 12 at 2 , maka

Comment [her3]: rumus ini tandanya minus


apa plus?

W F ds

m a v t 12 a t 2

m v a t ma t

1
2

m v v 12 mv

12 mv2
Disini terlihat bahwa kerja dapat dikonversikan menjadi energi kinetis ( 12 mv 2 ).
Selanjutnya, bila gaya yang memindahkan suatu benda kearah vertikal sejauh h adalah
gaya akibat percepatan gravitasi, maka kerja yang ditimbukan adalah:

W F ds
mgh
Jadi kerja yang dihasilkan akan sama dengan besarnya energi potensial yang dilepaskan.
1.2.7. Tekanan.
Secara umum tekanan didefinisikan sebagai besarnya gaya persatuan luas sehingga secara
matematik dituliskan sebagai:

lim F
A 0 A

Tekanan dalam pengertian istilah stress () adalah tekanan yang diakibatkan oleh
komponen gaya F pada arah normal, sedangakn shear () adalah yang diakibatkan oleh
komponen tangensialnya. Dengan demikian;

lim F n

A 0 A

lim F s

A 0 A

Dimana n dan s masing-masing adalah unit vektor pada arah normal dan tangensial
terhadap permukaan benda dimana gaya F bekerja.
Untuk kasus tekanan benda gas, gaya F adalah gaya yang ditimbulkan oleh benturan
molekul-molekul gas tersebut pada permukaan dimana tekanan tersebut diukur. Tekanan
gas akan naik dan turun selaras dengan bertambah atau berkurangnya jumlah molekul gas
yang terdapat di dalam ruang termaksud.
Contoh Pemakaian dalam formulasi advance engineering:

A general equation is derived to predict the pressure variation of fluids at rest or


fluids undergoing an acceleration while the relative position of fluid elements to
one another remains the same (this eliminates shear stress).

If we assume that a pressure p exists at the center of this element, the pressures at
each of the sides of an infinitesimal box of control volume can be expressed by
using the chain rule from calculus with p(x, y, z):

To determine the pressure variation in such fluids, consider the infinitesimal


element displayed in Fig. 2.3, where the z-axis is in the vertical direction. The
pressure variation from one point to another will be determined by applying
Newtons second law; that is, the sum of the forces acting on the fluid element is
equal to the mass times the acceleration of the element.

Gambar: Forces acting on an infinitesimal element that is at rest in the xyz-reference


frame. The reference frame may be accelerating or rotating.

If we move from the center to a face a distance (dx/2) away, we see that the
pressure is

The pressures at all faces are expressed in this manner, as shown in Gambar
above.

Newtons second law is written in vector form for a constant-mass system as

Contoh formulasi mekanika teknik lain dalam bentuk persamaan diferensial


Struktur
1. Lendutan dan putaran sudut pada balok:

d d 2 w
M

2
dx dx
EI
d 2 d 2 w d dw
EI 2 N
q
dx 2
dx dx dx

2. Lendutan pada pelat


4w
4w
4w q

x 4
x 2 y 2 x 4

dimana
= putaran sudut
w = lendutan

M
N
q
x, y
E
EI

= momen
= gaya axial
= beban latral terbagi rata
= sumbu-sumbu horisontal
= modulus elastisitas
= kekakuan

= ketebalan plat
= Poisson's ratio

Eh 3
12 1 2

Saluran terbuka
1. Kekalan massa pada
y

V
y y
V

0
x
x t

2. Kekalan momentum
y V V 1 V

So Sf
x g x g t

Aliran air tanah



h
h
h
S
Kx
Ky
x
x y
y
t

Contaminant Transport
2C 2C 2C
C
C
C
C
u
v
w
D 2 2 2
t
x
y
z
y
z
x

SOLUSI ANALITIS ODE


A. Bentuk separable equation M ( x ) dx N ( y ) dy 0
Solusi:

M ( x) dx N ( y) dy C 0
Contoh
1. Cari solusi dari 9 yy'4 x 0
Soal ini dapat dituliskan menjadi
dy
4x 0
dx
9 y dy 4 x dx 0
9y

9 y dy 4 x dx 0
9
2

y 2 2x 2 C 0

2. Cari solusi umum dari ODE derajad satu yang linear dan homogenous y ' M ( x ) y 0
ini.
Soal ini dapat dituliskan menjadi
1
dy M ( x ) dx 0
y

sehingga
1

y dy M ( x) dx 0

ln( y ) M ( x ) dx c
ye

M ( x ) dx c

e c e M ( x ) dx

ec

e M ( x ) dx
C
M ( x ) dx
e

B. Bentuk reducible to separable equations M

dx dy 0
y
x

Solusi:
Definisikan u sebagai u=y/x, maka y=ux dan y' = u + xu'. Bila ini disubstitusikan kedalam
M xy dx dy 0 , yang dapat dituliskan sebagai y ' M xy , akan menghasilkan
M (u ) u xu' atau ditulis ulang sehingga jelas berbentuk separable sebagai berikut:

1
1
dx
du 0
x
u M (u )

Contoh:
Carilah solusi dari 2 xyy' y 2 x 2 0
Bila persamaan yang dipersoalkan dibagi dengan x2 akan menghasilkan
2

y dy y
2 1 0
x dx x

atau
y 2

1
x

y dx dy 0
2
x

u2 1
dan solusi bisa didapatkan melalui
2u

Dengan memakai u=y/x, maka M (u )


1
dx
x

1
du 0
u2 1

u
2u

yang dapat disederhanakan menjadi


1
2u
dx 2
du 0
x
u 1

dan selanjutnya
1

2u
du 0
1
ln( x ) ln( u 2 1) C 0

x dx u

ln( u 2 1) ln( x ) C
c
u2 1
x
2
y
c
1
x2 x
y cx x 2

M N

y
x

C. Bentuk exact M x, y dx N ( x, y ) dy 0 dimana

Keterangan:
Apabila M x, y dx N ( x, y ) dy 0 adalah exact maka ada suatu fungsi u(x,y) sedemikian
rupa sehingga du M x, y dx N ( x, y ) dy . Selanjutnya, karena du

u
u
dx dy , maka
x
y

u
x
u
N ( x, y )
y

M ( x, y )

[C.1a]
[C.1b]

Disini terlihat bahwa

M ( x, y ) 2u

y
x y
N ( x, y ) 2u

x
x y
sehingga
M N

y
x

[C.2]

Persamaan [C.2] ini dapat dipakai untuk menyelidiki apakah ODE


M x, y dx N ( x, y ) dy 0 adalah exact atau tidak.
Solusi:
Persamaan [C.1a] dapat dituliskan sebagai u M ( x, y ) x , sehingga u M ( x, y ) x
dan

u M ( x, y ) x C ( y )

[C.3]

Perhatikan bahwa integrasi dx ini dilakukan dengan menganggap y konstan. Dengan


demikian, bilangan "konstan" hasil integrasi ini mungkin saja masih mengandung y.
Untuk mengakomodasi situasi ini bilangan "konstan" tersebut dituliskan dengan notasi
C(y). Suku C(y) ini dapat dicari dengan mensubsitusikan turunan u terhadap y yang
didapat dari persamaan [C.3] ini kedalam persamaan [C.1b]. sehingga
N ( x, y )

C ( y )
M ( x, y ) x
y
y

atau
C ( y )

N ( x, y )
M ( x, y ) x
y
y

dan

C ( y ) N ( x, y )
M ( x, y ) x y c

[C.4]

Hasil integrasi dC ini menghasilkan bilangan konstan c yang tidak mungkin mengandung
variabel x maupun y. Kali ini bilangan konstan ini Bila persamaan terakhir ini
disubstitusikan kembali ke [C.3] akan didapatkan:

u M ( x, y ) x N ( x, y )
M ( x, y ) x y c
[C.5]
y

Mengingat bahwa M x, y dx N ( x, y ) dy 0 , sementara du M x, y dx N ( x, y ) dy ,

maka dapat disimpulkan bahwa du = 0 yang implikasinya adalah


u=konstan.
Dengan menggabungkan kenyataan ini dengan [C.5] akan didapatkan

[C.6]

M ( x, y ) x N ( x, y ) y M ( x, y ) x y c konstan
M ( x, y ) x N ( x, y ) y M ( x, y ) x y konstan - c
sehingga

M ( x, y ) x N ( x, y ) y M ( x, y ) x y C

[C.7]

Persamaan [C.7] ini merupakan solusi dari M x, y dx N ( x, y ) dy 0 apabila ODE ini


exact.

Contoh:
1. Apakah sin y dx ( x cos y 2 y ) dy 0 exact ?
Dari soal diatas didapat M ( x, y ) sin y dan N ( x, y ) ( x cos y 2 y ) sehingga
M
N
cos y . Jadi persamaan yang dipersoalkan terbukti memenuhi
cos y dan
x
y

[C.2] sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan tersebut adalah exact


2. Cari solusi sin y dx ( x cos y 2 y ) dx 0 ini.
Karena persamaan ini exact, maka menurut [C.3]

sin y dx

u M dx

x sin y C ( y )

Selanjutnya menurut [C.4]


u
N ( x, y )
y

x sin y C ( y ) x cos y 2 y
y
C ( y )
x cos y
x cos y 2 y
y
C ( y )
2 y
y

atau C ( y ) y 2 c . Sehingga u x sin y y 2 c


Dan karena u=konstan (pers C.6) maka
x sin y y 2 c konstan
x sin y y 2 konstan c
x sin y y 2 C

D. Integrating Factor untuk mengubah agar M x, y dx N ( x, y ) dy 0 menjadi exact


Keterangan:
Apabila M x, y dx N ( x, y ) dy 0 tidak exact, maka dapat dibuktikan bahwa ODE ini
dapat dijadikan exact dengan mengalikannya dengan integrating factor F(x,y) sehingga
[D.1]
F ( x, y ) M x, y dx F ( x, y ) N ( x, y ) dy 0
Karena persamaan ini exact, maka
( FM )
( FN )

y
x

atau
M

F
M
F
N
F
N
F
y
y
x
x

[D.2]

Bila integrating factor dipilih agar hanya merupakan fungsi x saja sehingga integrating
factor adalah F(x), maka [D.2] menjadi
F

M
F
N
N
F
y
x
x

atau
M N

F
y
x
F

x
N

dan lebih jauh lagi dapat dituliskan sebagai


M N

1
y
x
F
x

F
N

M N

1
y
x

F
x

F
N

M N

y
x

ln F
x

sehingga bila dipakai notasi N x


F ( x) e

N
M
dan M y
maka
x
y

M y N x

dx
N

Perlu dicatat bahwa suku

M y Nx
N

[D.3]
haruslah hanya merupakan fungsi x agar integrating

factor F yang dihasilkan benar-benar F(x). Bila hal ini tidak terpenuhi dicari jalan lain
yaitu dengan mencari integrating factor yang F(y) saja. Dengan penurunan yang analog
akan didapatkan
F ( y) e

M y Nx

dy
M

[D.4]

Solusi:
Apabila M x, y dx N ( x, y ) dy 0 tidak exact, maka berdasarkan [D.1] dan [D.3],
persamaan
e

N x M x
dx

M x, y dx e

N x M x
dx

N ( x, y ) dy 0

[D.5]

atau
e

M y Nx

dy
M

M x, y dx e

M y Nx

dy
M

N ( x, y ) dy 0

[D.6]

adalah exact.

Contoh:
1. Apakah dx 3x e 2 y dy 0 exact ?

Dari soal diatas didapat M ( x, y ) 1 dan N ( x, y ) 3x e 2 y sehingga M y 0 dan


N x 3 . Jadi persamaan yang dipersoalkan terbukti tidak exact.

2. Carilah F yang dapat mengubah dx 3x e 2 y dy 0 menjadi exact.


Dicoba integrating factor yang merupakan fungsi x saja dengan menerapkan [D.3].
Ternyata

M y Nx
N

03
mengandung x dan y sehingga tidak mungkin
3x e 2 y

menghasilkan F(x).
Alternativenya dicari integrating factor yang merupakan fungsi y saja F(y).
M y Nx
M

03
3 yang tidak mengandung x, maka penerapan [D.4] menghasilkan
1
( 3) dy
F ( y) e
e3y

sehingga ODE yang dipersoalkan dirubah menjadi

e 3 y dx 3xe 3 y e y dy 0

yang memenuhi syarat exact dimana

M y N x 3e 3 y

E. Bentuk linear non-homogenous derajad satu (pers bernoulli)

dy
N ( x ) y q( x )
dx

Solusi:
dy
N ( x ) y q( x ) dapat dituliskan menjadi N ( x ) y q( x ) dx dy 0 sehingga
dx
M y N x / N dx
e N ( x ) sehingga ODE yang
M N ( x ) y q( x ) dam N=1. Selanjutnya F ( x ) e

Bentuk

dipersoalkan menjadi

e N ( x ) N ( x ) y q( x ) dx e N ( x ) dy 0

Intro to Numerik
Numerical Differentiation
DEFINITION

f ( x )

df (x )
lim f ( x h) f (x )
h0
dx
h

Analytical solution employing this definition is demonstrated as follows


Example : What is y ( x ) at x=a given that f(x ) x 3 ?
Solution : Following the above definition;
lim y ( x h ) y ( x )
y ( x ) h 0
h
3
3
lim (a h ) a
h0
h
3
2
2
3
3
lim a 3a h 3ah h a
h0
h
2
2
3
lim 3a h 3ah h
h0
h
lim
2
h 0 3a 3ah h 2

3a 2
Numerical solution of this problem is basically based on simplification on the limit term
in such that value of h h rather than h 0 . It is logical, therefore, the smaller one
choose the value for h the closer the result to the true value (i.e. obtained by analytical
solution). Accordingly, one way to express numerical solution is as follows;

f ( x )

df ( x ) f ( x h ) f ( x )

dx
h
h x

or

f ( x )

df ( x ) f ( x x ) f ( x )

dx
x

TAYLOR SERIES
More flexible way to formulate derivative term numerically is based on Taylor series
expansion. Taylors theorem states that:

f ( x 0 x )

x 0
x1 d1f ( x 0 ) x 2 d 2 f ( x 0 ) x 3 d 3f ( x 0 )
f (x0 )

0!
1! dx1
2! dx 2
3! dx 3

x 4 d 4 f ( x 0 )

.....
4! dx 4

[1a]

or

f ( x 0 x )

x 0
x1 d1f ( x 0 ) x 2 d 2 f ( x 0 ) x 3 d 3f ( x 0 )
f (x0 )

0!
1! dx1
2! dx 2
3! dx 3

x 4 d 4 f ( x 0 )

.....
4! dx 4

[1b]

The above two series provide a mean to predict value of function f(x) at x0+x when

f(x0)

f(x0+x)

x0

x0+
x

values of f(x0), x0, and x are given.


For partial derivative:

f ( x 0 x, y 0 y ) f ( x 0 , y 0 )

x1 1f ( x 0 , y 0 ) y1 1f ( x 0 , y 0 )

1!
1!
x1
y1

x 2 2 f ( x 0 , y 0 ) y 2 2 f ( x 0 , y 0 )

2!
2!
x 2
y 2

x 3 3f ( x 0 , y 0 ) y 3 3f ( x 0 , y 0 ) x 4 4 f ( x 0 , y 0 )

.....
3!
3!
4!
x 3
y 3
x 4

[2]

Example : What is the error in y of equation y 2x 3 x at x=1.1 if it is predicted using


Taylors series ?
Solution : By Taylors series expansion

y(11
. ) y(1 01
.)
y( x ) 01
. y ( x )

01
.2
01
.3
y ( x )
y ( x )
2
6

01.2 12x 01.6 (12)


2 13 1 01
. 6 12 1 0.005 (12 1) 0.000167 (12)
2x 3 x 01
. 6x 2 1

3 0.7 0.06 0.002004


3.762004
. 3 11
. 3.762
Analytical solution of y at x=1.1 is y 2 11

DERIVATIVE NUMERICAL FORMULATION BASED ON TAYLOR SERIES


A. First derivative
Forward difference

f ( x0 x ) f ( x0 ) x

df ( x0 )
truncation
dx

so that

df ( x0 ) f ( x0 x ) f ( x0 )
=
truncation
dx
x
or

df ( x0 ) f ( x0 x ) f ( x0 )

dx
x
Backward difference

f ( x0 x ) f (x0 ) x

df ( x0 )
truncation
dx

df ( x0 ) f ( x0 ) f ( x0 x )

dx
x
Central difference

df ( x0 )
truncation
dx
df ( x0 )
f ( x0 x ) f (x0 ) x
truncation
dx
df ( x0 )
f ( x0 x) f ( x0 x) 2x
dx
f ( x0 x ) f ( x0 ) x

so that

df ( x0 ) f ( x0 x) f ( x0 x)

dx
2x

B. Second derivative
Central difference
df ( x 0 ) x 2 d 2 f ( x 0 )

truncation
dx
2
dx
df ( x 0 ) x 2 d 2 f ( x 0 )
f ( x 0 x ) f ( x 0 ) x

truncation +
dx
2
dx 2
f ( x 0 x ) f ( x 0 ) x

f ( x0 x) f ( x0 x) 2f ( x0 ) x 2

d 2f ( x0 )
dx 2

so that

d 2f ( x0 ) f ( x0 x) 2f ( x0 ) + f ( x0 x)

dx 2
x 2

C. High accuracy first derivative


f ( x 0 x ) f ( x 0 ) x

df ( x 0 ) x 2 d 2 f ( x 0 )

truncation
dx
2
dx

or
df ( x0 ) f ( x0 x ) f ( x0 ) x d 2 f ( x0 )
=

truncation
dx
x
2
dx

Substituting the second derivative term the result obtained in (B) above:
df ( x 0 ) f ( x 0 x ) f ( x 0 ) x f ( x 0 x ) 2f ( x 0 ) f ( x 0 x )
=

truncation

dx
x
x 2
f ( x 0 x ) f ( x 0 ) f ( x 0 x ) 2f ( x 0 ) f ( x 0 x )


truncation

x
2x

- f ( x 0 x ) 4f ( x 0 ) 3f ( x 0 x )
truncation
2x

or

df (x0 ) - f (x0 x ) 4f ( x0 ) 3f ( x0 x )

dx
2x

Numerical Integration
DEFINITION

lim
f ( x ) dx x 0 f (ui ) x
i 1

f(x)

f(xi)
f(ui)

x0=a

xi

xn=b

ui(xi,x)
Point ui is a point in x-axis choosen in such that the product of f(ui).x representing the
shaded area and this area should be regarded as the ith area which can be related to point
x i.
Alternative procedure to obtain solution of integral are:
1. Analitical approach;
a) Employing definition of integral
b) Deriving general form of an equation based on definition of integral to obtain
Integration Rule or Formula. For example based on derivation of antiderivative
of polinomial, it can be shown that;
a
ax b dx b 1 x b1
2. Numerical approach : most often the procedure is based on Interpolatory Numerical
Integration method

PREVIEW ON ANALITICAL APPROACH


Example:
b

Find

dx using definition of integral and verify the result using antiderivative

formula at a=2 and b=3


Solution:
By definition:

lim
f ( x ) dx x 0 f (ui ) x
i 1

When x 0 then f (ui ) f ( xi ) , so

lim

f ( x) dx x 0 f ( x ) x
i

i 1

So that

f(x)

x0=a

xi

xn=b

lim
2
x
dx

( xi ) 2 x

x 0

i 1
The figure above shows that xi = a + i.x in which i=1,2,3,...n in such that x0=a, xn=b
and x= (a-b)/n. Subtituting these, one will get;

lim
2
2
x
dx

x 0 i 1 (a i x ) x
n

lim
x 0 (a 2 x 2 a i x 2 i 2 x 3 )
i 1

n
b a
b a
lim
2 b a
x 0 a 2
2 a i
i

n
n
n
i 1
2

Note that the term x has been eliminated from the equation so that thr term of x 0
becomes meaningless. On the otherhand, when the length of x decreases, the value of n
will increase. This means that n will be infinity as x becomes infinitesimal. Based on
this fact the above expression can be written as the following:
2
3
n

b a
lim 2 b a
2
2 b a

x
dx

n i 1
n
n
n

2
3
n
n
n

b a
b a
lim
lim
lim b a
2
n a 2

n
i
n
n i 1
i 1

n i 1

Now, the first term becomes;


n
lim
2 b a
2

n i 1 a n a b a n ,
And since i = (n(n+1))/2 and i2 = (n(n+1)(2n+1))/6, the second and the third terms
become;
2
2
n
b a
b a n (n 1)
lim
lim
2

n
n i 1 n
n

2

a b2
2 a b2
a3
lim
n a b2
2 a b2
a3
n
n
n

a b2 2 a b2 a 3
and
3 n
3

lim b a
lim b a n ( n 1) ( 2n 1)
2

n n
n n

i 1

3
b3
b3
3a b 2 a b 2
3a 2 a 2 b a 3 a 3 a 3
lim b
2

n
2 a b2

2n
2n
3 2n 6n 2
2n 2
2n 2
3 2n 6n

1 3
1
b a b2 a 2 b a 3
3
3
Putting all the terms back together will result in the following:

x
a

1
1
dx a 2 (b a ) (a b 2 2a 2 b a 3 ) b 3 a b 2 a 2 b a 3
3
3

1
b a a 2 a b b 2
3

Given those a=2 and b=3;


b
1
2
2
2
a x dx 3 b a a a b b

1
3 2 2 2 2 3 32
3
6.3333

Alternativelly, using power antiderivative formula, one may get;


3
b
1 3
2
x

dx

3 2
a
1
1
(3) 2 (2) 2
3
3
6.3333

NUMERICAL APPROACH

f ( x ) dx g( x ) dx
Where g(x) is a continues function that:
1. Satisfy f(x) at xi, in which i=1, 2, ..., n.
2. Relativelly easy to integrate.
Polynomials form is commonly used as g(x). Procedure:
1. Construct polynomials that pass through the given points. For example; use Lagrange
interpolating polynomials.
2. Integrate the obtained polynomials

LAGRANGE INTERPOLATING POLYNOMIALS

n x x

g( x ) f ( x i )

j
j0 i
i0

ji
So that, for example, if n=2 then :
x x1 x x2 f (x ) x x0 x x2 f (x ) x x0 x x1 f (x )
g(x )
x0 x1 x0 x2 o x1 x0 x1 x2 1 x2 x0 x2 x1 2
n

And to construct g(x) that pass through points f(1)=0, f(2)=3, f(3)=16 then;
x 2 x 3
x 1 x 3 x 1 x 2
g(x )
0
3
16
1 2 1 3
2 1 2 3
3 1 3 2
5x 2 12x 7

NUMERICAL INTEGRATION EMPLOYING LAGRANGE POLYNOMIALS WITH n=2


b

f ( x ) dx
a

x x1 x x 2

x x0 x x2
x x0 x x1
x0 x1 x0 x2 f (xo ) x1 x0 x1 x2 f (x1 ) x2 x0 x2 x1 f (x2 ) dx

x2

x0

f (x0 )

f ( x1 )

f (x2 )

x2

x 2 x x1 x x2 x1 x2 dx

2h 2 x
0

x2

x 2 x x0 x x2 x0 x2 dx

h2 x
0

x2

x 2 x x0 x x1 x0 x1 dx

2h 2 x
0

h
f (x0 ) 4 f (x1 ) f (x2 )
3

NUMERICAL INTEGRATION EMPLOYING LAGRANGE POLYNOMIALS WITH n=1


b

f (x ) dx
a

x x1

x x0
x0 x1 f (xo ) x1 x0 f (x1 ) dx

x1

x0

f (xo )
h

x1

x x1 dx

x0

f ( x1 )
h

x1

x x0 dx

x0

x
x
f (xo ) 1 2
f ( x1 ) 1 2
1
1
x x x1
x x x0
x
x
h 2
h 2
0

f ( x o ) 1 2
1
f ( x1 ) 1 2
1

x1 x12 x 0 2 x 0 x1
x1 x 0 x1 x 0 2 x 0 2
2

h 2
h
2
f (xo ) 1 2
1
1
f ( x1 ) 1 2

x x 0 x1 x 0 2
x x 0 x1 x12

h 2 1
2
h 2 0
2
f (xo ) 1
f ( x1 ) 1

( x1 x 0 ) 2
( x1 x 0 ) 2
h
2
h
2
h
f ( x o ) f ( x o )
2

n
1

Points
2

Rules Name
Trapezoidal

Simpsons 1/3

Simpsons 3/8

Booles

Formula
f ( x0 ) f ( x1 )
(b a )
2
f ( x0 ) 4 f ( x1 ) f ( x2 )
(b a )
6
f ( x0 ) 3 f ( x1 ) 3 f ( x2 ) f ( x3 )
(b a )
8
7 f ( x0 ) 32 f ( x1 ) 12 f ( x2 ) 32 f ( x3 ) 7 f (x4 )
(b a )
90
19 f ( x0 ) 75 f ( x1 ) 50 f ( x2 ) 50 f ( x3 ) 75 f ( x4 ) 19 f ( x5 )
(b a )
288

OTHER APPROACH
1. Minimizing Trapezoidal rule error Ricradson Extrapolation, Romberg Integration
I j, k

4 k 1 I j 1, k 1 I j , k 1

4 k 1 1
2. Area Substitution Gauss Quadrature
1
1
Two-points I f f .
3
3
Three Points see pp 517-519

Ordinary differential Equation


GENERAL FORM OF ODE
Speed (v) change of falling parachute with respect to time:
dv
c
g v
dt
m
In which g, m, c are gravity acceleration, mass, and drag constant respectivelly. If these
three variables are regarded as constant parameter, this equation can be express
mathematically as:
dv
v f (v )
dt
Note that the above equation state that: first derivative of v is function of v itself. This
patern is the basic form of ODE..
NUMERICAL FORMULATION OF ODE BASED ON GEOMETRIC INTERPRETATION.
Euler Method

y
y(xi yi)=f(x,y)

y(xi yi)=f(x,y)

y(xi+x)

y(xi)
y=f(x)

Figure 1

y=f(x)
xi

Figure 2

xi

xi+x

Keep in mind that y=f(x, y) is an ODE but y=f(x) is not. Graphicaly, y=f(x, y) can be
plotted as shown in figure 1. Recall that numerical formulation for first derivative using
forward differnce is:
y ( xi x ) y ( xi )
y ( xi )
x
y ( xi x ) y ( xi ) y ( xi , yi ) x
Since, according to definition of ODE, y ( xi , yi ) f ( xi , yi ) then:
y( xi x) y( xi ) f ( xi , yi ) x

Plot of the last form is sown in figure 2.

Example on Euler Method


Example: If y is function of x, plot numerically the first derivative of x2.y+x.y3=x+y given
that y(2)=3. Use x=0.1.
NOTE: - at least one initial condition should be known. In this case y(2)=3.
- in practical field implementation value of x is up to the modeler
Solution:
x2 y x y3 x y
First derivative of this function is:
2x y x2 y y3 x 3 y2 y 1 y

After solving for y we get


1 2 x y y3
y 2
x 3 y2 x 1
or written in complete notation:
1 2 x y( x) y( x) 3
y ( x , y ) 2
x 3 y( x) 2 x 1
First derivative numerical solution by Euler method:
y ( xi x ) y ( xi ) y ( xi , yi ) x

1 2 x y ( xi ) y ( xi ) 3
y ( xi ) 2 i
x
xi 3 y ( xi ) 2 xi 1
Therefore

y ( 2) 3
1 2 2 y ( 2) y ( 2) 3
y (2.1) y (2) 2
.
01
2 3 y ( 2) 2 2 1
1 2 2 3 33
3 2
.
01
2 3 32 2 1
2.933
1 2 2.1 y (2.1) y (2.1) 3
y (2.2) y (2.1)
.
01
2.12 3 y (2.1) 2 2.1 1
1 2 2.1 2.933 2.9333
2.933
.
01
2.12 3 2.9332 2.1 1
2.870
y (2.3) 2.809

IMPROVEMENT ON EULER METHOD (PERDICTOR-CORRECTOR METHOD)

A. Heuns Method
Lets denote y( xi ) yi and y( xi x ) yi x , then formulation of:
Predictor:

y i0 x y i f ( x i , y i ) x

Corrector:

1
yi+Dx
= yi +

0
f (xi , yi ) + f (xi + Dx, yi+Dx
)
Dx
2

B. Modified Euler Method


y0

Predictor:

i 12 x

yi f ( xi , yi )

x
2

Corrector:

y1i x y i f ( x i 12 x, y 0 1 ) x
i 2 x

Note:
xi + x
yi+x
yi + x.k

means the value of xi added by a length as much as x


means the value of y at x = xi + x aproximated by the formula
means the value of y at x = xi added by a length as much as the product of
x and k.

General form is yi+x = yi + .x where = average slope. Therefore, the three methods
presented so far are only different in the way they predict the average slope.
y=f(xi,yi)

x. f(xi,yi)

(xi,yi)

(xi,yi)

Euler

y=f(xix,yi+x)

y=f(xi,yi)

Heuns

y=f(xi,yi)

x. f(xi,yi)
x

(xi,yi)

y=f(xix,yi+x)

x. f(xi,yi)
x

Modified Euler

C. Runge-Kutta Method
General form of numerical ODE solution
yi x yi ( xi , yi , x ) x

Where
(x i ,y i ,x)=a1k1 a 2 k 2 a n k n

k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i p1x, y i q11x k1 )
k3 f ( x i p2 x, y i q21x k1 q22 x k 2 )
k 4 f ( x i p3x, y i q31x k1 q32 x k 2 q33x k3 )

k n f ( x i pn 1x, y i qn 1,1x k1 qn 1, 2 x k 2 qn 1, n 1x k n 1 )
or
n 1

k n f x i pn 1x, y i x qn 1, j k j

j 1

For example, derivation of the second order RK (n=2), in which:


y i x y i ( a1k1 a 2 k 2 ) x
k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i p1x , y i q11k1x )
Substituting the k1 and k2 it will become
y i x y i ( a1k1 a 2 k 2 ) x
y i a1k1x a 2 k 2 x
y i a1x f ( x i , y i ) a 2 x f ( x i p1x , y i q11k1x )
Taylor series expansion for a function with two dependent varibles:
g( x, y )
( x, y )
g ( x r , y s) g ( x , y ) r
s
x
y
Employing this expansion for the form of f(xi+p1x, yi+q11k1x) in eqn. [1]:
f ( xi p1x, yi q11k1x )
f ( xi , yi )
f ( xi , yi )
f ( xi , yi ) p1x
q11k1x
x
x

[1]

[2]

substituting back [2] into [1]:


y i x y i a1x f ( x i , y i ) a 2 x f ( x i p1x , y i q11k1x )

f ( x i , y i )
f ( x i , y i )
y i a1x f ( x i , y i ) a 2 x f ( x i , y i ) p1x
q11k1x

x
y
f ( x i , y i )
f ( x i , y i )
a 2 q11k1x 2
x
y
Since k1=f(xi, yi) and after algebra manipulation one will get:
y i x y i ( a1 a 2 )x f ( x i , y i )
y i ( a1 a 2 )x f ( x i , y i ) a 2 p1x 2

f ( x i , y i )
x
f ( x i , y i )
a 2 q11x 2 f ( x i , y i )
y
a 2 p1x 2

[3]

Recall that based on Taylor series expansion:

yi x y( x x ) yi x

dy x 2 d 2 y

........
dx
2 dx 2

Since dy/dx=f(x,y), then

x 2 df ( x, y )
y i x y i x f ( x, y )
........
2
dx
y i x f ( x, y )
Or

x 2 f ( x, y ) f ( x, y ) dy( x )

........
2 x
y
dx

y i x y i 1 x f ( x, y )
1
f ( x, y )
x 2
2
x
1
f ( x, y )
x 2 f ( x, y )
2
y

[4]

Comparing [3] and [4] we conclude that


a1 a2 1

a2 p1 12

[5]

a2 q11 12
Solving system of equation [5] and choosing a2 to be then a1= and p1= q11=1, then
1
1
y i x y i k1 k 2 x
2
2

1. Secod Oder:
1
1
y i x y i k1 k 2 x
2
2
Where:
k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i x, y i x k1 )

2. Third Order
1

y i x y i k1 4k 2 k3 x
6

Where:
k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i 12 x , y i 12 x k1 )
k3 f ( x i x , y i x k1 2x k 2 )

3. Fourth Order

y i x y i k1 2k 2 2k3 k 4 x
6

Where:
k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i 12 x , y i 12 x k1 )
k3 f ( x i 12 x , y i 12 x k 2 )
k 4 f ( x i x , y i x k3 )
4. Fifth Order

y i x y i 7k1 32k3 12k 4 32k5 7k 6 x


90

Where:
k1 f ( x i , y i )
k 2 f ( x i 14 x, y i 14 x k1 )
k3 f ( x i 14 x, y i 18 x k1 18 x k 2 )
k 4 f ( x i 12 x, y i 12 x k 2 x k3 )
3
9
k5 f ( x i 34 x, y i 16
x k1 16
x k 4 )

k 6 f ( x i x, y i 37 x k1 27 x k 2 12
x k3 12
x k 4 87 x k5 )
7
7

PDE
Prosedur mencari Akar Sistim Persamaan

AKAR PERSAMAAN
I.

Akar dari persamaan dengan satu bilangan anu:


1. Bracketing Method:
Disajikan terutama untuk mendemonstrasikan ide iterasi dalam mencari akar
persamaan
Perlu dua titik tebakan awal
a. Bisection
Mulai

Yes

xatas= ?
xbawah= ?

|f(xtengah)|<err

No

Yes

Selesai

f(xatas).f(xbawah)>0
f(xtengah).f(xatas)>0

Yes

No
No

xtengah=(xatas+xbawah)/2

xbawah=xtengah

xatas=xtengah

f( x)

sin ( x)

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

b. Regula falsi (false position): enhancment dari bisection


Mulai

xatas= ?
xbawah= ?

Yes

Yes

|f(xtengah)|<err
No

Selesai

f(xatas).f(xbawah)>0

f(xtengah).f(xatas)>0

No

No

Iter=0

xbawah=xtengah

Yes

xatas=xtengah

No

Yes

xtengah=xbawah+f(xatas)(xa
-x
))/[f(xatas)tas bawah
f(xbawah)]

Iter=Iter+1

Iter>Itermax

No

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

2. Newton Iteration: dasar dari metoda Newton-Raphson family


Mulai

xcoba= ?

Iter=0
No

|f(x coba)|<err

No

No

xcoba=xcoba-{f(xcoba)/
f'(xcoba)}

Iter=Iter+1

Iter>Itermax

Yes

Selesai

Yes

Te
xt

Y-Axis

f(x)

f'(x)=f(x)/dx

X-Axis

f( x) ( x 2) ( x 0.5) ( x 1)
df ( x)
5

dx

InitGuess 0.63

d
f( x)
dx

i0
xi 0.63

10

xi

f xi 3.9

1.838

15

20
4

InitGuess 0.63
5

i2
xi 3.64

10

xi

f xi 18.882

2.948

15

20
4

InitGuess 0.63

i3
xi 2.948 f xi 4.169

10

xi

2.683

15

20
4

3. One point iteration: dasar dari metoda Gauss Seidle family


Theory:
Persoalan f ( x) 0 diubah menjadi x g (x) . Dengan demikian iterasi dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
1). Tetapkan tebakan awal harga x0.
2). Chek apakah x0 ini adalah akar persamaan sehingga f(x0)=0.
3). Bila tidak, karena x=g(x), maka perbaiki tebakan harga x0 dengan menghitung
x0=g(x0).
4). Lakukan kembali langkah 2.
Dengan membentuk x g (x) , sebenarnya kita juga menyatakan bahwa akar persamaan x
adalah titik perpotongan antara garis y1=g(x) dengan garis y2=x. Dengan demikian,
prosedur iterasi ini dapat digambarkan secara grafis seperti telihat pada gambar berikut.

II.

Akar dari system persamaan dengan lebih dari satu bilangan anu:

1) Sistem persamaan biasa: dimana jumlah persamaan sama dengan jumlah bilangan anu
a) Linear System
i) Matrix representation of linear sytem of equation
ii) Metoda Eliminasi Gauss
iii) Metoda Gauss Siedle
iv) Metoda Dekomposis LU
v) Metoda Newton raphson
b) Nonlinear system
i) Linearization through Newton-Raphson method
2) Regresi: sistem persamaan dimana jumlah persamaan lebih banyak dari jumlah
bilangan anu
a) Simple linear Regression
b) Multivariate Linear regression
c) Linear transformation
3) Eigen Value problem: Sistem persamaan dimana jumlah bilangan anu sama dengan
jumlah persamaan ditambah satu.

Prosedur Beda Hingga (Finite difference)


Prosedur Elemen Hingga (Finite Element and Finite Volume)
Latar belakang vector calculus
Prosedur SPH

Anda mungkin juga menyukai