Diajukan Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J510 1650 32
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
CASE REPORT
TINEA CORPORIS ET CRURIS
Yang diajukan oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J 510 1650 32
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal September 2016
Pembimbing
dr. Sunaryo, Sp.KK
(.............................................)
(.............................................)
BAB I
PENDAHULUAN
kuku,
korneum
daerah perineum. Tinea kruris lebih sering pada rentang usia 51-60 tahun dan tiga
kali lebih sering terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita. Orang
dewasa lebih sering menderita tinea kruris bila dibandingkan dengan anak-anak
(Adiguna, 2011).
Jamur bisa hidup dan tumbuh dimana saja, baik di udara, tanah, air,
pakaian, bahkan di tubuh manusia. Etiologi dermatofita meliputi Microsporum,
Trichophyton, dan Epidermophyton. Spesies
jamur
ini
mempunyai sifat
mencerna keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masingmasing 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies
Trichophyton (Paramata et al, 2009).
Menurut Barnez (2003) untuk dapat melakukan terapi yang tepat pada
tinea corporis et cruris harus dapat ditegakkan berdasarkan diagnosis dari gejala
klinis yang ada spesifik ke arah tinea corporis et cruris dan mencari penyebab
pasti infeksi jamur tersebut dengan mengambil contoh kerokan kulit untuk
dilakukan pemeriksaan kultur dan mikroskopik dengan menggunakan potassium
hidroksida. Apabila pemeriksaan penunjang belum bisa menegakan diagnosis,
dapat dipilih evaluasi terapi sebagai diagnosis
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Bp. SA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
: 65 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Alamat
: Manggeh, Karanganyar
Suku
: Jawa
Tanggal masuk : 17 September 2016
Tanggal periksa : 19 September 2016
No RM
: 3808XX
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kakinya,
tangan kiri, lipatan paha, pantat, dan punggung
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kakinya,
tangan kiri, lipatan paha, pantat, dan punggung. Keluhan dirasakan sejak
4 bulan yang lalu. Awalnya gatal hanya di kaki, kemudian bertambah
pantat, lipatan paha, punggung dan tangan kiri. Pasien merasa berkurang
gatalnya dengan menggaruk. Sebelumnya sudah diobatin dengan salep,
kemudian rasa gatal mulai hilang tetapi setelah berhenti dioleskan
beberapa hari gatal muncul lagi. Awalnya gatal muncul setelah pasien
tidur di lantai rumahnya. Keluhan kulit lain pasien merasa pedih dan
panas pada luka garukan. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada
tulang belakang dan pandangannya terganggu. Demam disangkal, BAB
(+), BAK (+)
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat hipertensi
- Riwayat diabetes
- Riwayat sakit kulit lain
- Riwayat sakit kelamin
- Riwayat asma
- Riwayat alergi
: diakui
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: diakui (telur)
: diakui ( anaknya)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
anaknya dirumahnya, pasien
mengakui sering tidur di lantai tanpa beralaskan kasur dan tikar. Lantai
rumahnya terbuat dari cor semen sehingga sering lembab. Pasien tidak
bertukar pakaian maupun handuk dengan anggota keluarganya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan pada hari Senin, 19 September 2016
1. Status Umum
a. Keadaan umum
: Cukup
b. Kesadaran
: Compos Mentis (E4V5E6)
c. Vital sign
:
Tekanan Darah
: 160/100 mmHg
Nadi
: 80 kali per menit
Respiratory Rate
: 20 kali per menit
Suhu
: 36,4 C
2. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal, Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik
(-/-), Pupil isokhor (3mm/3mm), Sianosis (-), muka udema (+)
b. Leher
: Leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea(-),
massa (-), JVP (-), Pembesaran Kelenjar Limfe (-)
c. Thorax :
Paru-paru
Inspeksi
: Kelainan bentuk dada (-), gerak dada kanan dan kiri
simetris, pelebaran vena superficial (-), benjolan/massa(-), sikatriks(-).
Palpasi
: Tidak terdapat ketinggalan gerak antara pulmo dextra
dan sinistra.
Perkusi
: Suara paru sonor/sonor, paru dalam batas normal
Auskultasi : Suara dasar bronchial (+), suara dasar vesicular (+), tidak
ada suara tambahan.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Suara jantung redup, batas jantung dalam batas normal.
punggung
Bentuk
Susunan
Batas
Ukuran
Efloresensi
: Teratur
: Sirsinar
: Tegas
: Plakat
:Tampak patch hiperpigmentasi dengan tepi aktif
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Ptriasis rosea
2. Neurodermatitis sirkumskripta
3. Eritrasma
F. DIAGNOSIS KERJA
Tinea corporis et capitis
G. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
a. Menghindari garukan
b. Mengedukasi pasien agar memelihara kebersihan jasmani
c. Mengedukasi pasien agar tidak menggunakan handuk dan pakaian
secara bergantian dengan anggota keluarga yang lain
d. Menyarankan agar tidur beralaskan kasur dan menjaga kelembaban
ruang tidur di rumah
2. Medikamentosa
Griseofulvin 1X 500 mg
Itrakonazole 2X 100 mg
Cetirizine 1X100
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
19-09-2016
20-09-2016
21-09-2016
Status dermatologikus :
Punggung: Tampak
patch
hiperpigmentasi
dengan tepi aktif
Status dermatologikus :
Punggung: Tampak
patch
hiperpigmentasi
dengan tepi aktif dan
Status dermatologikus :
Punggung: Tampak
patch
hiperpigmentasi
dengan tepi aktif dan
dan penyembuhan
penyembuhan
ditengah. Dengan
ditengah. Dengan
permukaan sebagian
permukaan sebagian
terdapat skuama.
terdapat skuama.
Beberapa tepi lesi
Beberapa tepi lesi
tampak adanya
tampak adanya krusta
krusta
Pantat dan sela paha :
Pantat dan sela
Tampak patch
paha : Punggung:
hiperpigmentasi
Tampak patch
dengan tepi aktif dan
hiperpigmentasi
penyembuhan
dengan tepi aktif
ditengah. Dengan
dan penyembuhan
permukaan sebagian
ditengah. Dengan
terdapat skuama.
permukaan sebagian
Beberapa tepi lesi
terdapat skuama.
tampak adanya krusta
Beberapa tepi lesi
Tangan kiri dan
tampak adanya
Kedua kaki : Tampak
krusta
patch
Tangan kiri dan
hiperpigmentasi
Kedua
kaki
:
dengan tepi aktif dan
Tampak
patch
penyembuhan
hiperpigmentasi
ditengah. Dengan
dengan tepi aktif
permukaan sebagian
dan penyembuhan
terdapat skuama.
ditengah.
Dengan
Beberapa tepi lesi
permukaan sebagian
tampak adanya pustul
terdapat
skuama.
Beberapa tepi lesi
tampak
adanya
krusta
penyembuhan
ditengah. Dengan
permukaan sebagian
terdapat skuama.
Beberapa tepi lesi
tampak adanya krusta
Pantat dan sela paha :
Tampak patch
hiperpigmentasi
dengan tepi aktif dan
penyembuhan
ditengah. Dengan
permukaan sebagian
terdapat skuama.
Beberapa tepi lesi
tampak adanya krusta
Tangan kiri dan
kedua kaki : Tampak
patch
hiperpigmentasi
dengan tepi aktif dan
penyembuhan
ditengah. Dengan
permukaan sebagian
terdapat skuama.
Beberapa tepi lesi
tampak adanya pustul
Inf. RL 20 tpm
Griseofulvin 1x500
Itrakonazole 2x 100
Cetirizine 1X100
Inf. RL 20 tpm
Griseofulvin 1x500
Itrakonazole 2x 100
Cetirizine 1X100
Inf. RL 20 tpm
Griseofulvin 1x500
Itrakonazole 2x 100
Cetirizine 1X100
Hari ke
2
Hari ke
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
transmisi fomite diketahui terjadi, dan infeksi dari tanah adalah yang sering
terjadi dalam beberapa kejadian. Invasi kulit pada tempat infeksi diikuti oleh
penyebaran sentrifugal melalui lapisan epidermis yang bertanduk. Setelah
periode pembentukan (inkubasi) ini, yang biasanya berlangsung 1-3 minggu,
respon jaringan terhadap infeksi menjadi semakin jelas (Abdelal et al, 2013).
Munculnya ciri khas dari infeksi iaitu banyak lesi yang berbentuk annular,
hasil dari eliminasi jamur dari pusat lesi, dan resolusi berikutnya adanya
respon host inflamasi di lokasi tersebut. Daerah ini biasanya menjadi resisten
terhadap terjadinya infeksi ulang, meskipun gelombang kedua penyebaran
sentrifugal dari situs asli mungkin terjadi dengan pembentukan cincin
inflamasi eritem yang konsentris. Namun, banyak lesi kurang memiliki
kecenderungan untuk pembersihan pada bagian sentral dari lesi sebelumnya.
Riwayat alamiah dari infeksi ini sangat bervariasi. Beberapa kasus radang
infeksi hewan dapat mengalami resolusi secara spontan dalam beberapa bulan,
sementara kasus khas seperti Trichophyton rubrum yang menyebabkan tinea
korporis dapat bertahan selama bertahun-tahun lamanya (Abdelal et al, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Papulovesikel batas tegas dan tepi meninggi. Terdapat central healing
yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi, dengan tepi yang
meninggi dan memerah sering ditemukan. Pruritus sering ditemukan, seperti
halnya nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun infeksi sekunder. Tinea
kruris yang disebabkan oleh E. floccosum paling sering menunjukkan
gambaran central healing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural
dan bagian pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum sering
memberikan gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis,
perianal, pantat, dan bagian abdomen bawah. Tidak terdapat keterlibatan pada
daerah genitalia (Adiguna, 2011).
6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi pada daerah
kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum untuk
Tinea kruris. Selanjutnya di identifikasi juga ujud kelainan kulit yang
mengarah pada Tinea corporis pada kulit di badan, tangan dan kaki (Abdelal
et al, 2013)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan KOH
Teknik pemeriksaan sederhana dengan menggunakan mikroskop
biasa. Solutio KOH yang alkalis dapat menyebabkan penghancuran sel-sel
corneocyte. Dengan pembersihan/penghancuran tersebut memungkinkan
untuk identifikasi/melihat di bawah mikroskop bahan-bahan exogenous non
protein misalnya hifa, spora dan serabut fiberglass. Pemeriksaan
mikroskopik tidak dapat membedakan spesies namun umumnya semua
spesies dermatofit. Pemeriksaan mikroskopik sediaan langsung KOH
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah serta hasil negatif
palsu sekitar l5%- 30%, namun teknik ini memiliki kelebihan tidak
membutuhkan peralatan yang spesifik, lebih murah dan jauh lebih cepat bila
dibandingkan dingan kultur (Paramata et al, 2009).
1) Nilai diagnostik
Dermatomycosis superficialis, Candidiasis, Tinea versicolor
2) Bahan dan alat yang dibutuhkan
a)
b)
c)
Reagen KOH
d)
Lampu Busen
e)
Aceton
f)
Kasa
3) Prosedur
a) Di daerah kulit yang telah dipilih di bersihkan dengan aceton (alkohol
kurang baik hasilnya), untuk menhilangkan bahan salep. Setelah itu
dilanjutkan dengan pengambilan bahan kerokan dari daerah tersebut.
b) Kerokan kulit pada daerah tepi yang aktif dan hindari daerah yang
terdapat krusta. Lalu ditampung langsung keatas gelas obyek dan
dikumpulkan di bagian tengah tipis-tipis.
c) Teteskan KOH keatasnya kerokan yang telah dipersiapkan, tunggu 3-5
menit
d)
gejala klinis yang ada spesifik ke arah tinea corporis et cruris dan mencari
penyebab pasti infeksi jamur tersebut dengan mengambil contoh kerokan kulit
untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan mikroskopik dengan menggunakan
potassium hidroksida. Apabila pemeriksaan penunjang belum bisa menegakan
diagnosis, dapat dipilih evaluasi terapi sebagai diagnosis
9. Diagnosis banding
Diagnosis banding pada tinea corporis et kruris, yaitu:
a.
Ptriasis rosea
Gambaran makula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada
b.
c.
d.
e.
diberikan dengan dosis 0,5 1 untuk orang dewasa dan 0,25 0,5 g
untuk anak- anak sehari atau 10 25 mg per kg berat badan. Lama
pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan
keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2
minggu agar tidak residif.
2)
Butenafine adalah salah
satu
antijamur
topikal
terbaru
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dapat didiagnosis bahwa pasien Bp. SA usia 65 tahun
menderita penyakit tinea corporis dan cruris. Diagnosis dapat ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan evaluasi
terapi. Pasien diperiksa pada hari Senin tanggal 19 September 2016. Berdasarkan
anamnesa terhadap pasien, keluhan utama yaitu gatal-gatal pada sela-sela paha,
bokong, kaki, tangan kiri dan gatal serta nyeri pada punggung. Pada bagian tangan
dan paha timbul bintil bintil berisi nanah. Karena terasa gatal, pasien kemudian
menggaruknya dan muncul lesi garukan di beberapa tempat. Awalnya lesi hanya
terbatas pada kaki, kemudian terasa ke bokong serta punggung.
Pada pemeriksaan fisik kulit, ditemukan adanya patch eritem berukuran
plakat dengam skuama diatasnya. Tampak pustul diatas daerah hiperpigmentasi
dengan tepi aktif dan terdapat central healing. Tetapi beberapa tepi terdapat
krusta.
Pada
pemeriksaan
penunjang
mikroskopis
pada
kerokan
KOH.
Lesi pada psoriasis akan tampak lebih merah dengan skuama yang
lebih banyak, tebal dan berlapis-lapis. Ditemukannya lesi pada tempat lain
misalnya siku, lutut, punggung, lipatan kuku, atau kulit kepala akan
mengarahkan diagnosis kearah psoriasis (Haber, 2007)
Penatalaksanaan tinea kruris pada formulasi topikal dapat membasmi area
yang lebih kecil dari infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah infeksi
yang lebih luas yang terlibat atau di mana infeksi kronis atau berulang (Nalado,
2007). Griseovulfin: pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat
diatasi dengan pemberian griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum
griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 untuk
orang dewasa dan 0,25 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 25 mg per kg
berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab
penyakit dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2
minggu agar tidak residif.
Pasien juga diberikan Itraconazole capsul yang mempunya bahan aktif
itraconazole 100 mg. Berdasarkan kepustakaan itraconazol merupakan obat anti
jamur yang digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur yang memiliki lesi
lebih luas. Itraconazol 100mg digunakan pada orang dewasa dan anak-anak.
Tetapi tidak dianjurkan penggunaannya pada bayi dibawah umur 2 bulan, wanita
yang sedang hamil, wanita dalam masa subur yang tidak menggunakan
kontrasepsi. Itraconazol diberikan dua kali sehari selama satu minggu, bila belum
sembuh maka diulangi setelah seminggu.
Selanjutnya tatalaksana tidak hanya diselesaikan secara medikamentosa,
namun dapat juga dilakukan secara nonmedikamentosa dan pencegahan dari
kekambuhan penyakit sangat penting dilakukan, seperti mengurangi faktor
predisposisi, yaitu menggunakan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan
tubuh setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan pakaian yang
terkontaminasi
Pasien juga mengeluhkan gatal terutama pada malam hari, untuk
mengurangi rasa gatal pasien diberikan obat cetirizine. Cetirizine merupakan
antagonis reseptor H1, yang merupakan metabolit aktif asam karboksilat dari
antagonis reseptor H1 generasi pertama yaitu hidroksizin. Cetirizin mempunyai
efek sedasi yang rendah pada dosis aktif, obat ini biasanya digunakan sebagai anti
alergi, mengatasi gatal yang disebabkan oleh parasit, serta mempunyai efek
sebagai antiinflamasi. Sediaan cetirizine dalam bentuk tablet yaitu 10 mg, untuk
dosis dewasa diberikan 5-10 mg/ hari. Pada pasien diberikan cetirizine tablet dan
dikonsumsi 1 kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelal EB, Shalaby MAS, Abdo HM, Alzafarany MA, Abubakr AA. Detection
of dermatophytes in clinically normal extracrural sites in patients with
tinea cruris. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology. 2013;
(20)1: 31-9.
Adiguna MS. Update treatment in inguinal intertrigo and its differential.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2011.
Djuanda A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Gawkrodger D. 2003. Dermatology An Illustrated Color Text, 3 rd ed. London:
Churchill Livingstone; p.50-51
Haber M. Dermatological fungal infections. Canadian Journal of Diagnosis
University of Calgarys. 2007.
Havlickova B, Czaika VA, Fried M. 2008. Epidemiological trends in skin
mycoses worldwide. Mycoses. Vol 5(14).2-15
Hidayati NA, Suyoso S, Hinda D, Sandra E. Mikosis superfisialis di divisi
mikologi unit rawat jalan penyakit kulit dan kelamin rsud dr. Soetomo
surabaya tahun 20032005. Surabaya: Department Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2009; 21(1)1-8.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews Disease of the Skin: Clinical
Dermatology, 9th ed. Canada: Saunders Elsevier; p.378-92
Nadalo D, Montoya C. What is the best way to treat tinea kruris?. The journal of
Family Practice. 2006; 55(3): 256-7.
Paramata NR, Maidin A, Massi N. 2009. The Comparison of Sensitivity Test of
Itraconazole Agent The Causes of Dermatophytosis in Glabrous Skin In