Laporan Pendahuluan TB Paru
Laporan Pendahuluan TB Paru
TB PARU
A. Konsep Medis
1. Definisi
Menurut Christantie effendy ( 2003 ), tuberkulosis adalah infeksi penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan
asam yang ditularkan melalui udara. Sebagian kasus, infeksi tuberculosis didapat
melalui inhalasi partikel kuman yang sangat kecil (sekitar 1-5 mm).
TBC Paru adalah
Penyakit infeksi yang terutama mengenai jaringan paru
dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain yaitu : otak, ginjal, tulang. Penyebab infeksi
adalah kuman mycobacterium tuberculosa (Brunner & Suddarth 2000)
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Dinkes, 2006 ).
Jadi dapat disimpulkan TBC (tuberculosis) merupakan suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh microbacterium tuberculosis yang ditularkan melalui udara dan
jika tidak ada pengobatan yang efektif dapat mengakibatkan perjalanan penyakit
yang kronis dan bias menimbulkan kematian.
2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman tahan asam yaitu Mycobacterium
Tuberculosa. Setelah terinfeksi kuman tersebut kira-kira 50% kuman akan
berkembang menjadi TBC aktif dalam satu tahun, sisanya kuman ini akan
menyebabkan infeksi laten.
Adapun faktor yang mungkin terjadi antara lain :
a. Kontak langsung dengan penderita TBC aktif.
b. Menurunnya kekebalan tubuh
c. Kurang nutrisi yang adekuat.
d. Lingkungan dengan prevalensi TB yang tinggi
e. Pengobatan paru yang tidak tuntas.
3. Patofisiologi
Awalnya klien terinfeksi oleh tuberculosis yang disebut dengan infeksi
perimer. Infeksi primer biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat lobus bawah.
Infeksi primer berukuran mikroskopis sehingga tidak tampak pada foto rontgen.
Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi nekrotik tetapi bisa saja
tidak,yang menyebabkan pembentukan rongga yang terisi oleh massa basil tuberkell
seperti keju,sel-sel darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik. Pada
waktunya,material ini mencair dan dapat mengalir ke dalam percabangan
trakheobronkhial dan dibatukkan. Rongga yang terisi udara tetap ada dan mungkin
terdeteksi ketika dilakukan rontgen dada.
Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan
membentuk jaringan parut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang disebut
sebagai Tuberkel Ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif
kembali,meski telah bertahun-tahun dan menyebabkan infeksi sekunder.
Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil
tuberkel dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitifitas
sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi positif pada tes tuberkulin. Perkembangan
sensitivitas tuberkulin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh 2 sampai 6 minggu setelah
infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama basil hidup berada dalam tubuh.
Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan basil lebih lanjut dan
terjadinya infeksi aktif.
Faktor yang mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi penyakit
aktif termasuk usia lanjut,imunosupresif,infeksi HIV, malnutrisi, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat,adanya keadaan penyakit lain dan predisposisi genetik.
Selain infeksi primer yang progesif, infeksi ulang juga mengarah pada bentuk
klinis TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB dapat tetap laten
selama tahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika daya tahan klien
menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secar periodek klien yang telah
mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif.
4. Pathway TB Paru
a.
6. Pemeriksaan Penunjang
Deteksi dan diagnosa TB dicapai dengan tes objektif dan pengkajian subjektif.
Infeksi TB primer sering tidak dikenali karena biasanya infeksi ini asimptomatis.
Lesi pengapuran dan tes kulit positif sering menjadi satu-satunya indikasi infeksi TB
telah terjadi. Pemerikasaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
a. Kultur sputum. Positif untuk M. tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pewarnaan tahan asam). Positif untuk basil tahan asam
c. Tes kulit Mantoux. Reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya
menunjukkan infeksi yang disebabkan oleh microbacterium yang berbeda.
d. Rontgen dada. Menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas
paru,deposit kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh atau cairan dari
suatu efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi,area
fibrosa.
e. Biopsi jarum jaringan paru. Positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
f. AGD (analisa gas darah). Dikatakan abnormal bergantung pada letak
,keparahan,dan kerusakan paru residual.
g. Pemeriksaan fungsi pulmonal. Penurunan kapasitas vital,peningkatan ruang
rugi,peningkatan rasio udara residual terhadap kapasitas paru total dan penurunan
saturasi oksigen sekunder akibat infiltrasi/fibrosa parenkim.
7. Komplikasi
a. Hemoptisis
berat
(pendarahan
dari
saluran
pernapasan)
yang
dapat
organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis dari beberapa obat cukup besar
karena basil sulit untuk dibunuh. Pengobatan berlanjut cukup lama untuk
menyingkirkan atau mengurangi secara subtansial jumlah basil dorman atau
semidorman. Medikasi yang digunakan untuk TB dibagi menjadi preparat primer dan
preparat baris kedua. Preparat primer selalu diresepkan pertama kali sampai laporan
hasil kultur dan laboratorium memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat
terapi TB yang tidak selesai mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten
dan preparat sekunder harus digunakan. Lamanya pengobatan mempunyai
pendekatan 2 fase :
a. Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat,ditujukan untuk
menghancurkan sejumlah besar organisme yang berkembang biak dengan cepat
b. Fase rumatan,biasanya denagan dua obat diarahkan pada pemusnaan sebagian
besar basil yang masih tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang
sebelumnya belum diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin dan pirazinamid
selama 2 bulan. Kultur sputum digunakan untuk mengevaluasi kesakilan terapi. Jika
kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi masalah,maka diperlukan protokol TB
yang memberikan medikasi 2 atau 3 kali seminggu. Program ini diberikan di klinik
untuk memastikan klien menerima obat yang diharuskan. Jika medikasi yang
digunakan tidak aktif,program harus dievaluasi kembali dan kepatuhan klien harus
dikaji. Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek samping
yang serius,bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat,efek obat
dan toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti usia,dosis obat,waktu sejak
obat terakhir digunakan,formula kimia dari obat,fungsi ginjal dan usus serta
kepatuhan klien. Klien penderita TB yang tidak membaik atau yang tidak mampu
menoleransi medikassi membutuhkan pengkajian dan pengobatan pada fasilitas
medis yang mengkhususkan dalam pengobatan TB paru berkomplikasi.
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mnecegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Aksi
Potensi
Isoniazid (H)
Bakterisidal
Tinggi
Rifampisin (R)
Bakterisidal
Tinggi
10
10
10
Pirasinamid (Z)
Bakterisidal
Rendah 25
35
50
Streptomisin (S)
Bakterisidal
Rendah 15
15
15
Etambutol (E)
Bakteriostatik Rendah 15
30
45
Obat
Anti
TB
Esensial
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam masuk RS, No.
Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan
menurun
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Pada umumnya Px TBC vering mengalami panas lebih dari 2 minggu sering
terjadi bentuk berulang-ulang, anorexia, lemah, berkeringat banyak pada
malam hari dan hemaptoe
2) Riwayat kesehatan lalu
Px mempunyai riwayat tertentu seperti, Diare kronik, investasi cacing,
malaria kronik, campak dan infeksi HIV
d. Riwayat kesehtan keluarga.
Px keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau mempunyai penyakit
menular
e. Riwayat psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis Px dengan timbul
gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya,
meliputi :
1) Perumahan yang padat
2) Lingkungan yang kumuh dan kotor
3) Keluarga yang belum mengerti tentang kesehatan
f. Pola Fungsi Kesehatan
g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Mulut
- Telinga
- Leher
mukosa bibir.
: Bentuk, kebersihan, daya pendengaran.
: Ada pembesaran kelenjar tynoid atau tidak ada
pembengkakan atau tidak.
3) Thorax
Bentuk Thorax Px TB paru biasanya tidak normal (Barrel chest)
4) Paru
Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya whezing atau
ronkhi, ada suara nafas Bronchial
5) Jantung
Didapatkan suara 1 dan suara 2 tunggal
6) Abdomen
Biasanya Px TB terdapat pembesaran limpha dan hati
7) Inguinal-Genetalia-Anus
Ada kemerahan atau tidak, ada leat atau tidak
8) Tulang belakang.
Ada kelainan atau tidak, ada edema atau tidak.
9) Kulit
Tidak didapatkan kelainan pada tekstur kulit, warna kulit, turgor kulit
menurun atau tidak
10) Ekstrimititas
Akral hangat dan dingin, ada edema dikaki atau tidak, nyeri waktu berjalan
s. Pemeriksaan penunjang
1) LED meningkat.
2) Leukosit meningkat.
3) Hb menurun.
4) X-foto
Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal atau hiler dengan atau
desiminasi
infeksi
melalui
perlunya
pasien
menyadari/menerima
mematuhi
program
untuk
dan
penyakit
potensial
penyebaran
infeksi
mencegah
pengobatan
disebarkan
kemungkinan
bersin,
pasien/orang
meludah,
bicara,
tertawa,
menyanyi.
dan
transmisi
terdekat
untuk
kesadaran
membantu
mengambil
pengaktifan
anggota
rumah,
sahabat
karib/teman.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan
mengeluarkan
menghindari
pada
tisu
meludah.
terapi
obat
untuk
mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
3. Prilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran infeksi.
dan
Kaji
pasien
dan
membuang
stigma
social
pengaktifan
berulang
gunakan
obat
penekan
anoreksia
dan/atau
malnutrisi
infeksi
penyembuhan.
dan
Makan
mengganggu
kecil
dapat
makanaan kecil pada jumlah makanan 1. Kombinasi agen anti infeksi digunakan,
besar yang tepat.
KOLABORASI
1. Berikan agen anti
sesuai
indikasi, contoh:
Obat utama: isoniazid (INH) etambutal
(PZA/aldinamide);
amino
(PAS),
salisik
para-
sikloserin
4. AST/ALT
5. Lapotkan ke departemen kesehatan
lokal
program
obat,
dan
asimtomatik
akan
diklasifikasikan tak-menyebar.
4. Efek merugikan terapi obat termasuk hepatitis
5. Membantu mengidentifikasi lembaga yang
dapat dihubungi untuk penurunan penyebaran
infeksi
Diagnosa 2 :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Penurunan permukaan efektif paru,
atelektasis, Kerusakan membran alveolar-kapiler, Sekret kental, tebal, Edema bronkial.
Kriteria hasil :
10. Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
11. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal (70 125 mg/dL)
12. Bebas dari gejala distres pernapasan
Intervensi :
Rasional :
1.
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan
1. Kecepatan kebiasaan meningkat. Dispne dan terjadi
pernapasan dan ekpansi dada. Catat upaya peningkatan kerja napas. Pada awal atau hanya
pernafasan,
termasuk
penggunaan
otot tanda
EP
sub
akut)
kedalaman
pernafasan
bantu / penggunaan otot bantu / pelebaran bervaariasi tergantung derajat sesak nafas. Ekspansi
nasal
2.
2.
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya
bunyi napas adventisius
3.
3.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah
posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur
dan ambulasi sesegera mungkin
iritasi.
5. Dapat meningkatkan / banyak sputum dimana
5. Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam
gangguan ventilai dan ditambah ketidaknyamanan
dan latihan batuk
berlebihan
Diagnosa 3
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
Kriteria hasil :
13. Mempertahankan jalan napas pasien
14. Pasien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
15. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas
16. Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat kemampuan/situasi
17. Mengidentivikasi potensi komplikasi dan melakukan tindakan tepat
Intervensi :
Rasional :
- Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas,Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan
kecepatan,
irama
dan
kedalaman
dan akumulasi
sekret
ketidakmampuan
untuk
otot
aksesori
pernafasan
dan
menurunkan
maksimal
upaya
membuka
pernafasan. Ventilasi
area
atelektasis
dan
sekret.
Pertahankan masukan cairan sedikitnyaPemasukan
tinggi
cairan
membantu
untuk
mengencerkan
sekret,
membuatnya
mudah
dikeluarkan.
Mencegah pengeringan membran mukosa :
lumen
- Keatikosteroid
hidup.
Bersihkan untuk atau membantu intubasiInkubasi
darurat.
diperlukan
bronkogenetik
TB
pada
dengan
kasus
edema
jarang
laring
kulit,
berat
badan
dan
kemampuan
ketidakmampuan
khusus,
pertimbangkan
keinginan
dukungan cairan.
Dapat
mempengaruhi
pilihan
pemecahan
diet
masalah
dan
untuk
atau
obat
untuk
pengobatan
respirasi
yang
di
rumah
sakit
dan
sepenuhnya
pasien.
-
sehubungan
kehilangan
kontrol
diri
dan
mungkin
dapat
rileks
dan
istirahat
dengan
mudah
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines
for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. EGC. Jakarta.
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC.
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa. Edisi 8.
Jakarta