Anda di halaman 1dari 10

GAGAL GINJAL KRONIK

(CHRONIC RENAL FAILURE)

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu enurunan laju
filtrasi glumerulus yang digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat
(Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan leseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).
B. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4,
dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-75 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
C. Etiologi
1. Gout menyebabkan nefropati gout.
2. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
3. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
4. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
5. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
6. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit
ginjal genetik).

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari
nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi
glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.Retensi Cairan dan Ureum.
2. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan

diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk


status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai

akibat

dari

produksi

eritropoetin

yang

tidak

adekuat,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan
perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif
vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
E. Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Infeksi traktus urinarius.
3. Obstruksi traktus urinarius.
4. Gangguan elektrolit.
5. Gangguan perfusi ke ginjal.

F. WOC

Jumlah neufron
fungsional menurun

Neufron yang
terserang hancur

Neufron yang masih utuh


adaptasi

90% nefron
hancur

75% nefron
hancur

Tidak dapat
mengkompensasi
(keseimbangan
cairan elektrolit)

75% nefron hancur

GFR menurun 10%


dari normal, BUN
dan kreatinin
meningkat
Urine isosmotis
Kegagalan
proses filtrasi
oliguri

GFR menurun (BUN


dan kreatinin
meningkat
Adaptasi

Fungsi ginjal
rendah

Ketidaseimbanga
n dalam
glumerulus dan
tubulus
Poliuri, nokturi,
azotemia

Penumpukan
kristal urea di
kulit

Insufisiensi ginjal

Gangguan
integritas
kulit

Kecepatan
filtrasi, beban
solut,
reabsorbsi

Kecepatan filtrasi
dan beban solut

Uremia
meningkat

Pruritus

Nefron
hipertropi

angiotensin
Gagal ginjal
Eritropetin di
ginjal menurun
SDM menurun

Retensi Na+

Kelebihan
volume cairan

Pucat, fatigue,
malaise, anemia
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Intoleransi
aktivitas

G. Manifestasi Klinis
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan
lekosit.
2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas
garukan karena gatal.
5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual,
libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme
vitamin D.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2. Foto polos abdomen
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra vena Pielografi)
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan serta sisa fungsi
ginjal.
6. Pemeriksaan laboratorium
BUN, Serum Creatinin, kreatinin klirens.
I. Penatalaksanaan
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.
J. Pengkajian
1. Biodata
GGK terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada
semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada
kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, prostatektomi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH.
c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Pola aktivitas sehari-hari

a. Nutrisi: Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang.
b. Aktivitas: Merasa cepat dan selalu lelah.
c. Istirahat tidur: Gelisah, cemas.
d. Eliminasi urine: Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
e. Eliminasi defekasi: Diare.

5. Pemeriksan fisik
a. Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
b. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
c. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
d. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
e. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
f. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
g. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas
cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
6. Pemeriksaan penunjang
Peningkatan kadar serum creatinin dalam darah, BUN meningkat, Kreatinin
klirens menurun.
K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Resiko terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, penumpukan urea toksin.
Tujuan: Tidak terjadi penurunan curah jantung, dengan kriteria: tekanan darah
dalam batas normal, nadi dalam batas normal, nadi perifer yang kuat, capilary
refill time yang baik.
Rencana:
a. Auskultasi suara jantung dan paru.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea manunjukan
adanya renal failure.

b. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat
perubahan posisi.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin
angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi
akibat dari defisit intravaskular fluid.
c. Kaji adanya keluhan nyeri dada, lokasi dan skala keparahan.
R/ Hipertensi dan Chronic renal failure dapat menyebabkan terjadinya
myocardial infarct.
d. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.
e. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan.
2. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
turgor kulit, akumulasi areum pada kulit.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria: kulit tidak
lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk mencegah terjadinya
kerusakan integritas kulit.
Rencana:
a. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
b. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang
perfusinya kurang baik untuk mengurangi eskemia jaringan.
c. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat.
R/ mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
d. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.

R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah
terjadinya dikubitus.
e. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada satu tempat sehingga dapat
mengurangi iskemik jaringan.
3. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin
Tujuan: Terjadi peningkatan kadar Hb, dengan kriteria: Kadar Hb dalam batas
normal, perfusi jaringan baik, akral hangat, merah dan kering.
Rencana:
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sesnsitivitas kulit dengan merangsang ujung
saraf.
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu ruangan
yang sejuk dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang terlalu
tebal.
R/ penghangatan yang berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui vaso
dilatasi.
c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.
d. Kolaborasi dalam:
Pemberian transfusi
Pemeriksaan laboratorium Hb.
e. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan terhadap
tindakan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall; 1999; Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi 2; Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall; 1999; Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi 6; Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylin E.; 1989; Nursing Care Plans; USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
Junadi, Purnawan; 1982; Kapita Selekta Kedokteran; Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ngastiyah; 1997; Perawatan Anak Sakit; Editor: Setiawan; Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson; 1985; Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit;
Jakarta: EGC.
Smith, Cindy Grennberg; 1988; Nursing Care Planning Guides for Children;
Baltimore; Williams & Wilkins
Suparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: FKUI.
SMF UPF Anak; 1994; Pedoman Diagnosis dan Terapi; Surabaya: RSUD Dr.
Soetomo.

Anda mungkin juga menyukai