Anda di halaman 1dari 17

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

Dampak Keluarnya Indonesia dari Keanggotaan OPEC terhadap


Perkembangan Kerjasama Perdagangan Migas Indonesia-Arab Saudi
Abstract
Indonesia-Saudi Arabia oil and gas trade cooperation has rooted from 2004 when
Indonesia was still the member of OPEC (Organization of the Petroleum Exporting
Countries). In 2004, Indonesia began to import oil from Saudi Arabia due to the lack
of Indonesias oil production which no longer enough to fulfill Indonesian people
daily need. Furthermore, in 2006, Indonesia and Saudi Arabia also planned a strategic
oil and gas trade cooperation between Pertamina and Aramco. Unfortunately, these
good cooperation was disrupted by Indonesian foreign trade policy to suspend
Indonesias membership in OPEC in September 2008 coincide with the 149th OPEC
Conference in Vienna, Austria. Therefore, this article examines causality between the
resignation of Indonesia from OPEC and the follow up of oil and gas trade
cooperation between Indonesia and Saudi Arabia.
Keywords: OPEC, international trade, foreign trade policy, cooperation, Indonesia,
Saudi Arabia

OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) berdiri di tahun 1960 sebagai
sebuah organisasi intergovernmental yang bertujuan untuk mengkoordinasikan dan menyatukan
kebijakan minyak antar-negara anggotanya guna menciptakan harga minyak yang adil dan stabil
bagi para produsennya, menjamin pasokan minyak secara efisien dan reguler kepada para
konsumennya, dan menjamin pengembalian modal investor di bidang minyak secara adil
(http://www.opec.org/opec_web/en/about_us/ 24.htm, 27 Desember 2010). Sejak awal didirikan
pada tahun 1960 oleh Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi dan Venezuela, keanggotaan OPEC terus
bertambah dengan hadirnya sejumlah negara anggota baru salah satunya adalah Indonesia yang
mulai bergabung dengan OPEC pada tahun 1962. Bergabungnya Indonesia dalam jajaran
keanggotaan OPEC tidak saja signifikan bagi perkembangan OPEC sebagai stabilisator harga dan
pasokan minyak dunia melainkan juga memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia di sisi
lain. Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota OPEC yang ada di Asia Timur sehingga
peran Indonesia sangat signifikan dalam berbagai kebijakan OPEC yang mayoritas anggotanya
adalah negara-negara Timur Tengah (Yuliarto 2008). Selain itu, perwakilan Indonesia juga pernah
menduduki sejumlah jabatan penting dalam struktur organisasi OPEC diantaranya M.Sadli yang
menjabat Presiden OPEC tahun 1976, Prof.Dr.Subroto sebagai Sekjen OPEC tahun 1980, I.B
|1

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

Sudjana sebagai Presiden OPEC tahun 1997, dan Dr.Purnomo Yusgiantoro, M.A, M.Sc. sebagai
Sekjen OPEC tahun 2004 (Suhardi 2010). Sejumlah posisi strategis Indonesia dalam keanggotaan
OPEC ini secara tidak langsung telah membuktikan signifikasi peran Indonesia bagi
perkembangan OPEC dan telah turut menaikkan reputasi dan posisi tawar Indonesia di mata
negara-negara anggota OPEC lainnya. Tidak hanya itu, hubungan kedekatan yang terjalin antara
Indonesia dengan negara anggota OPEC lainnya juga telah memberikan keuntungan tersendiri bagi
perkembangan dan peningkatan kerjasama di bidang migas antara Indonesia dengan negara-negara
anggota OPEC lainnya, salah satunya dengan Arab Saudi.
Arab Saudi merupakan salah satu mitra strategis Indonesia dalam hal kerjasama
perdagangan migas. Hubungan diplomatik antara keduanya (Republik Indonesia dan Kerajaan
Arab Saudi) sebenarnya secara resmi telah bermula sejak tanggal 1 Mei 1950 ketika Indonesia
mendirikan Kantor Kedutaan Besar untuk Arab Saudi, Iran dan Pakistan. Sementara, Arab Saudi
sendiri baru secara resmi mendirikan Kedutaan Besar di Jakarta pada tahun 1955. Sejak saat itu,
hubungan diplomatik antara Indonesia dan Arab Saudi semakin erat terlebih dengan diperkuat
oleh adanya hubungan agama, budaya, dan politik selama bertahun-tahun (http://www.deplu.go.id/
riyadh/Lists/EmbassiesNews/DispForm.aspx?ID=29&l=en,5 Januari 2011). Akan tetapi, sekalipun
hubungan diplomatik keduanya telah berlangsung sejak tahun 1950-an namun dalam kaitannya
dengan migas, hubungan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi baru
terjalin pertama kali di tahun 2004 dimana pada saat itu kedua belah pihak merupakan anggota
OPEC.
Kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi bermula ketika Indonesia
berencana untuk mengimpor minyak mentah (crude oil) khususnya Arabian Light Crude (ALC)
sebanyak 39,63 juta barel dari Saudi Aramco di tahun 2003 (Rakor Paripurna Bidang Polkam
2003). Namun, implementasi dari rencana tersebut baru terlaksana di tahun 2004 ketika
Indonesia

untuk pertama kalinya selama menjadi anggota OPEC sejak tahun 1960

mulai

mengimpor minyak dari Arab Saudi dan bahkan juga dari Iran, dan Kuwait (Yuliarto dalam
Republika 2008). Akan tetapi, hal ini bukanlah kali pertama Indonesia melakukan impor minyak
dari negara lain karena Indonesia sebenarnya telah menjadi net-importer minyak sejak tahun 2002
(http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1184716072&1, 10 Januari 2011). Indonesia
mengimpor minyak mentah karena produksi minyak dalam negeri kian merosot sejak tahun 1977.
Produksi minyak Indonesia pada tahun 1977 adalah sekitar 1.686,2 ribu barel per hari dan jumlah
ini terus

merosot

hingga menjadi

1.094,4 ribu barel

per hari pada tahun

2004

(http://www.energi.lipi.go.id/ utama.cgi?artikel& 1184716072&1, 5 Januari 2011). Dengan jumlah


|2

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

produksi sebesar itu, pemerintah Indonesia merasa perlu untuk mengimpor minyak dari negara lain
termasuk Arab Saudi yang dikenal memiliki cadangan minyak terbesar di dunia (CIA World
Factbook 2010). Dengan demikian, sejak tahun 2004 Indonesia secara resmi menjalin kerjasama
perdagangan migas dengan Arab Saudi untuk pertama kalinya yang diawali dari sebuah kerjasama
impor minyak mentah, khususnya Arabian Light Crude (ALC).
Di sisi lain, posisi Indonesia sebagai anggota OPEC dan jabatan yang dipegang oleh delegasi
Indonesia yakni Dr.Purnomo Yusgiantoro sebagai Sekjen OPEC untuk periode tahun 2004 hingga
2007 ketika itu cukup memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia terkait perkembangan
kerjasama di bidang migas yang telah terjalin antara Indonesia dengan Arab Saudi. Indonesia
diuntungkan karena pasalnya ALC sejak tahun 1980-an sudah tidak lagi diperdagangkan di pasar
spot dan adanya kedekatan yang terjalin antara Indonesia dengan Arab Saudi di OPEC
memungkinkan Indonesia mendapatkan minyak mentah dengan harga khusus (http://www.energi.
lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1102902305&8, 5 Januari 2011). Kerjasama strategis di bidang migas
yang terbangun sejak tahun 2004 ini pun terus berlanjut dari waktu ke waktu. Pemerintah
Indonesia, dalam kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Arab Saudi pada April 2006
lalu, bahkan sempat merencanakan kerjasama perdagangan migas baru antara Pertamina dengan
Aramco dalam hal pengolahan minyak mentah dari Arab Saudi yang kemudian diolah dan
dipasarkan di Indonesia maupun ke tempat-tempat lain di Asia (http://www.presidenri.go.id/
index.php/fokus/2006/04/26/459.html, 5 Januari 2011). Tidak hanya itu, dalam kurun waktu 2006
hingga 2008 saja telah terjadi peningkatan jenis migas yang diekspor oleh Arab Saudi ke Indonesia
yang mana tidak lagi terbatas pada ALC melainkan juga Liquified Petroleum Gas (LPG).
Sayangnya, di tengah pesatnya perkembangan kerjasama migas yang terjalin antara Indonesia
dengan Arab Saudi sebagaimana telah di jelaskan di atas, pemerintah Indonesia memutuskan untuk
menangguhkan keanggotaannya di OPEC pada September 2008 bersamaan dengan diadakannya
Konferensi OPEC ke-149 di Wina, Austria. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia ini
patut disayangkan karena pasalnya kesemua bentuk kerjasama perdagangan migas yang terjalin
antara Indonesia dengan Arab Saudi di atas terbangun justru karena kedekatan antara Indonesia
dan Arab Saudi yang terbangun dalam keanggotaan OPEC. Terlebih lagi, berkat keanggotannya di
OPEC, Indonesia dapat mengimpor minyak dari Arab Saudi dengan harga khusus yang lebih
murah.
Keputusan besar pemerintah Indonesia untuk menangguhkan keanggotaannya di OPEC tentu
bukanlah tanpa alasan yang jelas. Hal utama yang melatarbelakangi diambilnya kebijakan tersebut
adalah produksi minyak Indonesia yang terus menurun hingga angka 900 ribu barel per hari pada
tahun 2008 sementara konsumsi minyak dalam negeri jauh lebih besar daripada produksinya yakni
|3

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

sekitar 1,1 juta barel per hari (Yuliarto dalam Republika 2008). Kondisi ini menyulitkan posisi
keanggotaan Indonesia di OPEC. Sebagai negara importir minyak dan dengan jumlah produksi
yang terus menurun, Indonesia kurang diuntungkan dengan adanya pembatasan kuota produksi
minyak oleh OPEC (http://els. bappenas.go.id/upload/kliping/indonesia%20keluar%20dari.pdf, 5
Januari 2011). Indonesia sebenarnya berada pada posisi yang cukup dilematis dimana jika
Indonesia memutuskan untuk menangguhkan keanggotaannya di OPEC maka berarti Indonesia
harus siap dengan segala kemungkinan bahwa perdagangan migas yang selama ini terbangun
dengan Arab Saudi sebagai salah satu importir minyak yang cukup signifikan bagi Indonesia
dengan cadangan minyak terbesar di dunia (CIA World Factbook 2010) akan menjadi longgar dan
berarti pasokan minyak dari Arab Saudi ke Indonesia dengan harga khusus terancam berkurang
atau bahkan hilang; sementara di sisi lain, jika Indonesia memutuskan untuk tetap menjadi anggota
OPEC maka Indonesia akan dihadapkan pada kondisi defisit anggaran belanja negara yang dapat
berujung pada sebuah krisis ekonomi walaupun di sisi lain kerjasama perdagangan migas antara
Indonesia dengan Arab Saudi kemungkinan akan berjalan sebagaimana biasanya.
Dari keseluruhan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, pertanyaan yang kemudian
menjadi sentral dalam artikel ini adalah bagaimana pengaruh mundurnya Indonesia dari
keanggotaan OPEC terhadap perkembangan kerjasama perdagangan migas Indonesia dengan Arab
Saudi?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan beberapa konsep dan teori.
Yang pertama adalah konsep organisasi intergovernmental (IGO) yang dapat didefinisikan sebagai
sebuah entitas yang dibentuk berdasarkan traktat atau perjanjian, melibatkan dua atau lebih
bangsa, untuk bekerjasama berlandaskan kepercayaan, terhadap suatu isu atau permasalahan yang
menjadi kepentingan bersama (Harvard Law School 2011). Konsep ini selanjutnya berhubungan
dengan teori hubungan intergovernmental (intergovernmenal relationship) yang menyatakan
bahwa hubungan intergovernmental merupakan suatu aktivitas transaksional dan interaksi antar
unit-unit pemerintah dan dengan sektor non-pemerintah dalam semua tipe dan level yang mana
hubungan tersebut dipengaruhi oleh tiga dimensi yakni: (1) pertukaran (intensitas komunikasi dan
pertemuan); (2) pola interaksi (adanya pertemuan reguler); dan (3) struktur tertentu (ketentuan
pengambilan keputusan, hirarkis jabatan,dll.) (Bolleyer 2009, 18). Konsep dan teori ini
dioperasionalkan dalam artikel ini karena OPEC merupakan sebuah organisasi intergovernmental
permanen yang dibentuk berdasarkan keputusan dari Konferensi Perwakilan Pemerintah Iran, Irak,
Kuwait, Arab Saudi dan Venezuela pada September 1960 (Statuta OPEC 2008, pasal 1).
Hubungan intergovernmental dengan ketiga dimensinya di atas yang terjalin antar-negara anggota
OPEC inilah yang memungkinkan terciptanya kedekatan antara Indonesia dan Arab Saudi.
|4

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

Kedekatan ini kemudian menjadi fondasi dasar yang memupuk benih-benih kerjasama
perdagangan migas antara keduanya.
Kedua, penulis menggunakan teori jaringan (network theory) yang menjelaskan bahwa
jaringan berarti sebuah jalinan keterhubungan yang tercipta karena salah satu anggota jaringan
menyediakan satu fungsi yang melengkapi dan sinergis dengan kontribusi dari anggota-anggota
lain dalam jaringan. Lebih lanjut, adanya jaringan memungkinkan terciptanya kerangka bagi
aliansi individual dan juga hubungan antara dua pihak (dyadic relationship) yang merupakan
anggota jaringan. Adanya jaringan menjadi sangat penting mengingat seorang pemain (aktor)
secara sendiri akan jauh lebih beresiko tanpa adanya jaringan. Perkembangan jaringan sangat
dipengaruhi oleh faktor kekuatan (ekonomi, teknologi, keahlian, dll.) , faktor kepercayaan, dan
reputasi serta bagaimana awal jaringan dibentuk, pemeliharaannya, dan kekuatan hubungan yang
mengarah pada tujuan di masa mendatang (Child,et.al. 2005, 145-150). Jika teori jaringan
dioperasionalisasikan dalam kasus kerjasama perdagangan migas Indonesia-Arab Saudi, maka
OPEC sebagai sebuah organisasi intergovernmental secara tidak langsung telah membentuk
jaringan antar-negara anggotanya. Adanya jaringan inilah yang kemudian memungkinkan
terciptanya hubungan antara dua pihak (dyadic relationship) yakni Indonesia dengan Arab Saudi
khususnya dalam hal migas yang kemudian berujung pada terciptanya sebuah kerjasama
perdangangan migas antara keduanya. Di sisi lain, keputusan Indonesia untuk menangguhkan
keanggotaanya di OPEC seakan justru semakin menunjukkan lemahnya kapabilitas (ekonomi,
teknologi, keahlian, dll.) Indonesia dalam mengembalikan produktivitasnya sebagai negara
eksportir minyak seperti sediakala sebelum tahun 2004 saat Indonesia untuk pertama kalinya
menjadi importir minyak dan hal ini bisa jadi sesuatu yang akan mempengaruhi jalinan hubungan
antara dua pihak (dyadic relation) dalam hal perdagangan migas yang telah lama terjalin antara
Indonesia dengan Arab Saudi.
Yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah teori kepercayaan dalam strategi kooperatif.
Teori ini merupakan pengembangan dari konsep kepercayaan yang berarti sebuah kemauan dari
suatu pihak untuk berhubungan dengan pihak lain dengan keyakinan bahwa tindakan dari pihak
lain akan memberi lebih banyak keuntungan daripada kerugian bagi pihaknya (pihak pertama)
meskipun tidak ada jaminan terhadap hal ini (Gambetta 1988 dalam Child, et.al. 2005).
Kepercayaan dalam sebuah kerjasama dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yakni: (1)
kepercayaan berdasarkan kalkulasi, yaitu kepercayaan yang timbul karena masing-masing pihak
merasa butuh (mempunyai self-interest) dengan adanya kerjasama tersebut sehingga keduanya
mencoba saling percaya; (2) kepercayaan berdasarkan pengertian, yaitu kepercayaan yang muncul
ketika kedua belah pihak menyadari bahwa kerjasama akan memberikan keuntungan lebih bagi
|5

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

kedua belah pihak; (3) kepercayaan berdasarkan identifikasi personal, yaitu kepercayaan yang
muncul karena adanya hubungan kedekatan yang hangat yang berkembang dari waktu ke waktu
sehingga timbul kepercayaan pada mitra kerjasamanya (Child, et.al 2005, 149). Lebih lanjut, teori
kepercayaan dalam strategi kooperatif menekankan bahwa membangun kepercayaan bukanlah
hal yang mudah dalam suatu kerjasama karena salah satu pihak bisa jadi hanya ingin mengambil
keuntungan dari pihak yang lain. Untuk itu, reputasi mengenai perilaku mitra kerjasama
merupakan salah satu hal yang dapat dijadikan faktor yang cukup signifikan untuk memutuskan
apakah kerjasama yang terjalin akan dilanjutkan ataukah tidak (Child 2005, 50). Dalam konteks
kerjasama migas antara Indonesia dengan Arab Saudi, keputusan Indonesia untuk menangguhkan
keanggotaannya dalam OPEC seakan menegaskan ketidakmampuan ekonomi dan teknologi
Indonesia untuk mengembalikan reputasinya menjadi negara eksportir minyak yang tangguh sejak
menyandang status sebagai importir minyak di tahun 2004. Keputusan ini tentu mempengaruhi
reputasi Indonesia di mata dunia, termasuk di dalamnya Arab Saudi sebagai mitra perdagangan
strategis di bidang migas. Bahkan, keputasan Indonesia ini bisa jadi merupakan salah satu hal
yang akan mempengaruhi perkembangan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan
Arab Saudi di kemudian hari kecuali jika Arab Saudi memiliki kepercayaan yang cukup besar
terhadap Indonesia sebagaimana diasumsikan dalam teori Child (2005) di atas.
Berdasarkan konsep dan teori di atas, jawaban sementara yang bisa diambil untuk menjawab
pertanyaan mengenai bagaimana pengaruh mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC
terhadap perkembangan kerjasama migas Indonesia dengan Arab Saudi? adalah bahwa
mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC akan berpengaruh pada terjadinya penurunan angka
intensitas kerjasama migas antara Indonesia dengan Arab Saudi dikarenakan
OPEC sebagai sebuah organisasi intergovernmental (IGO) secara tidak langsung telah memberi
ruang bagi terciptanya sebuah hubungan intergovernmental yang memungkinkan terjalinnya
kedekatan khusus antar-negara anggotanya, dalam hal ini Indonesia dengan Arab Saudi, dan di sisi
lain OPEC melalui kegiatan-kegiatannya dengan atau tanpa disadari telah membentuk jaringan
antar-negara anggotanya yang kemudian memungkinkan terciptanya hubungan antara dua pihak
(dyadic relationship) yang lebih intens seiring dengan adanya pertemuan yang bersifat intensif dan
rutin antar-negara anggota OPEC. Dengan mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC bukan
tidak mungkin kedekatan dan jaringan kerjasama perdangangan migas yang selama ini terjalin
antara Indonesia dengan Arab Saudi menjadi renggang karena berkurangnya tingkat pertemuan
kedua belah pihak serta reputasi Indonesia yang sempat terguncang karena keputusannya untuk
mundur dari keanggotaan OPEC. Akan tetapi, di sisi lain pengaruh mundurnya Indonesia dari
keanggotaan OPEC terhadap perkembangan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia
|6

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

dengan Arab Saudi mungkin tidak akan terlalu signifikan apabila terdapat kepercayaan di antara
kedua belah pihak untuk tetap melanjutkan kerjasama yang telah terjalin.

OPEC sebagai Fondasi Awal Kerjasama Perdagangan Migas


Indonesia-Arab Saudi
OPEC dapat berperan sebagai fondasi awal bagi terselenggaranya kerjasama perdagangan
migas antara Indonesia dengan Arab Saudi karena OPEC sebagai sebuah organisasi
intergovernmental (Statuta OPEC,2008) secara tidak langsung telah memberikan ruang bagi
terciptanya hubungan intergovernmental (intergovernmental relationship) antar-negara anggota
OPEC. Hubungan ini memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan intensitas komunikasi
yang memadai antar negara anggota berkat adanya sejumlah pertemuan yang diadakan oleh OPEC
yang kemudian memunculkan kedekatan tersendiri antara negara-negara anggota OPEC, termasuk
salah satunya kedekatan antara Indonesia dengan Arab Saudi. Kedekatan antara Indonesia dengan
Arab Saudi sebenarnya telah terjalin semenjak adanya hubungan agama, budaya, dan politik yang
berlangsung selama bertahun-tahun pasca keduanya memiliki Kantor Perwakilan Negara
(Indonesia memiliki Konsulat Jenderal di Riyadh sejak tahun 1950, sementara Arab Saudi
memiliki Kantor Kedutaan Besar di Jakarta sejak tahun 1955). Akan tetapi khusus dalam
kaitannya dengan hal migas, OPEC lah yang paling berperan dalam menciptakan kedekatan antara
keduanya dalam hal migas yang kemudian menjadi fondasi bagi awal kerjasama perdagangan
migas antara Indonesia dengan Arab Saudi. OPEC berperan dalam memberikan ruang komunikasi
yang cukup bagi negara-negara anggotanya untuk saling bertukar pikiran dan informasi mengenai
persoalan migas melalui pengadaan pertemuan rutin sebanyak dua kali dalam setahun dan
pertemuan tidak rutin (extra-ordinary meeting) yang diadakan sewaktu-waktu atas permintaan
negara anggota dan atas persetujuan Sekertaris Jenderal OPEC (Statuta OPEC 2008, pasal 12).
Pertemuan semacam inilah yang kemudian menjadi sebuah media bagi Indonesia dan Arab Saudi
untuk semakin memperkokoh hubungan yang terjalin dan juga untuk saling berkomunikasi
tentang permasalahan migas.
Di sisi lain, posisi yang dipegang oleh sejumlah delegasi Indonesia dalam struktur organisasi
OPEC juga turut memainkan peranan yang signifikan dalam menciptakan kedekatan dan
membangun fondasi awal kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi.
Ketika delegasi Indonesia yakni Dr.Purnomo Yusgiantoro menjabat sebagai Sekertaris Jenderal
OPEC dari tahun 2004 hingga 2007 misalnya, Indonesia yang ketika itu tengah dilanda krisis
energi karena jumlah produksi minyak yang terus merosot hingga angka 1.094,4 ribu barel per
|7

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

hari di tahun 2004 (http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1184716072&1, 9 Januari


2011) memperoleh kemudahan untuk mengimpor minyak mentah dari negara-negara anggota
OPEC termasuk salah satunya Arab Saudi di tahun 2004. Hal ini kemudian menjadi pertanda
terwujudnya kerjasama perdangangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi untuk pertama
kalinya (Yuliarto dalam Republika 2008). Tidak hanya itu, kemudahan-kemudahan lain juga
diperoleh Indonesia berkat posisinya yang strategis dalam jajaran keanggotaan OPEC kala itu.
Kemudahan tersebut antara lain yakni Indonesia dapat mengimpor minyak dengan harga khusus
yang lebih murah (http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1102902305&8, 9 Januari 2011)
dibandingkan harga minyak yang dijual di pasaran. Indonesia bahkan di tahun yang sama juga
memperoleh kemudahan untuk mengimpor Arabian Light Crude (ALC) dari Arab Saudi yang
mana jenis sumber daya minyak mentah yang satu ini sudah tidak lagi diperdagangakan di pasar
spot1 sejak tahun 1980-an namun Arab Saudi bersedia menjualnya pada pihak Indonesia
(http://www.energi. lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1102902305&8, 9 Januari 2011). Sejak saat itu,
ALC atau Arabian Light Crude menjadi komoditi migas dengan jumlah terbesar yang diimpor
oleh Indonesia dari Arab Saudi dan Arab Saudi pun bahkan sempat menjadi investor asing terbesar
bagi Indonesia dengan nilai investasi sebesar US $ 3,018 milyar (sekitar 29,4% dari total investasi
asing di Indonesia) pada tahun 2004 (Tabloid Diplomasi Juli 2010). Demikianlah OPEC telah
menjadi fondasi bagi awal terbentuknya kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan
Arab Saudi di tahun 2004 karena peranannya dalam memberikan ruang bagi terciptanya sebuah
hubungan intergovernmental yang memungkinkan terjalinnya kedekatan khusus antar-negara
anggotanya, yang dalam hal ini adalah Indonesia dan Arab Saudi.
Lebih lanjut, selain perananya sebagai penyedia ruang bagi hubungan intergovernmental di
bidang migas, OPEC di sisi lain juga berperan dalam membentuk jaringan keterhubungan antarnegara anggotanya yang dilandasi adanya kesamaan kepentingan (mutual interest) dalam
kaitannya untuk memanajemen harga dan pasokan minyak di pasaran internasional. Adanya
jaringan, yang dalam hal ini berawal dari kesamaan kepentingan, dapat menjadi salah satu sarana
untuk memelihara kedekatan yang terjalin antar-anggota OPEC. Salah satu cara OPEC untuk
memelihara jalinan keterhubungan atau jaringan antar-anggotanya ini adalah dengan merilis
sejumlah bulletin setiap dua bulan sekali dan bulletin statistik tahunan yang berguna sebagai
sarana komunikasi antar-negara anggota OPEC sekaligus sebagai media untuk mempublikasikan
kinerja OPEC kepada khalayak ramai. Bulletin OPEC secara garis besar berisi tentang fokus
1

Pasar spot atau yang disebut juga actual market atau cash market adalah pasar komoditi atau valas, dimana
komoditi atau valas dijual secara tunai dengan penyerahan segera (http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?
page=1&submit.x =0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/eman/2002/jiunkpe-ns-s1-2002-31498020-2876valuta_asing-chapter2.pdf, 9 Januari 2011).
|8

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

permasalahan yang tengah hangat di kalangan negara anggota OPEC, pekembangan pengelolaan
minyak di negara-negara anggotanya, ringkasan hasil pertemuan rutin dan tidak rutin OPEC,
perkembangan cadangan minyak negara anggota dan bahkan juga kerjasama terkait migas yang
terjalin antar negara anggota OPEC. Keberadaan buletin ini tidak saja mampu mempererat
hubungan dan jalinan komunikasi antar negara anggota OPEC melainkan juga berpeluang untuk
mampu meningkatkan reputasi negara anggota di mata negara anggota lainnya dengan kehadiran
rubrik tertentu yang khusus mengupas profil perminyakan negara anggota. Sejumlah negara
anggota pernah diulas dalam buletin OPEC seperti misalnya Ekuador (buletin OPEC Desember
2010), Algeria (buletin OPEC Januari 2009), dan negara anggota lain termasuk juga Indonesia
yang pernah dimuat profil perminyakannya pada buletin OPEC edisi September 2004 ketika
terjadi pergantian Presiden Direktur di tubuh Pertamina dari yang awalnya dipegang oleh Ariffi
Nawawi kemudian digantikan oleh Widya Purnama. Dengan adanya publikasi terkait
perkembangan pengelolalaan migas di masing-masing negara anggota, maka negara anggota lain
dapat dengan mudah mengetahui perkembangan negara anggota lainnya. Keterbukaan semacam
ini tidak diragukan lagi akan mampu mempererat hubungan dan kepercayaan antar sesama
anggota OPEC sebagaimana digambarkan dalam teori jaringan bahwa suatu jaringan atau jalinan
keterhubungan akan semakin berkembang dipengaruhi oleh faktor reputasi, kepercayaan, dan serta
bagaimana awal jaringan dibentuk, pemeliharaannya, dan kekuatan hubungan yang mengarah
pada tujuan di masa mendatang (Child,et.al. 2005, 145-150). Dengan demikian adanya buletin
OPEC ini merupakan salah satu upaya pemeliharaan jaringan dan usaha untuk menumbuhkan
kepercayaan antar-negara anggota OPEC melalui adanya keterbukaan mengenai profil migas
negara anggota satu dengan lainnya. Lebih lanjut, bangunan jaringan yang kokoh nantinya akan
mampu mendorong terciptanya aliansi individual maupun hubungan antara dua pihak (dyadic
relationship) (Child 2005, 147). Inilah penjelasan mengapa kemudian dapat terjalin hubungan
kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi yang bermula sejak tahun 2004
dan bagaimana peran OPEC dalam menciptakan jaringan keterhubungan antar negara anggotanya
dalam hal migas. Lebih lanjut, adanya dyadic relationship dalam OPEC ini, sebagaimana yang
terjadi antara Indonesia dengan Arab Saudi, juga menjadi suatu hal yang legal dan sah-sah saja
dilakukan mengingat Statuta OPEC sendiri menyatakan bahwa masing-masing negara anggota
dapat saling berkoordinasi dalam menentukan cara yang terbaik untuk melindungi kepentingan
seluruh anggota baik yang sifatnya individual maupun kolektif (Statuta OPEC 2008 pasal 2).
Pasal 2 Statuta OPEC 2008 menyatakan:
The principal aim of the Organization shall be the coordination and unification of the
petroleum policies of Member Countries and the determination of the best means for
|9

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

safeguarding their interests, individually and collectively. Due regard shall be given at
all times to the interests of the producing nations and to the necessity of securing a
steady income to the producing countries; an efficient, economic and regular supply of
petroleum to consuming nations; and a fair return on their capital to those investing in
the petroleum industry.
Selain itu, Deklarasi para Kepala Negara OPEC tahun 1975 dan 2000 menekankan pentingnya
kerjasama yang lebih erat antar negara anggota OPEC bahkan tidak terbatas pada bidang
perminyakan saja (Warta Pertamina 2007, 26).

Kerjasama Perdagangan Migas Indonesia-Arab Saudi:


Sebelum dan Setelah Indonesia Mundur dari Keanggotaan OPEC
Dalam jajaran keanggotaan OPEC, Arab Saudi merupakan salah satu negara pendiri OPEC
dan telah bergabung dengan OPEC sejak tahun 1960 sementara Indonesia baru bergabung menjadi
anggota OPEC di tahun 1962. Kendati hubungan keduanya dalam keanggotaan OPEC telah
berlangsung cukup lama, namun kerjasama migas antara keduanya baru bermula pada sekitar
tahun 2004. Kerjasama migas antara keduanya diawali dengan adanya rencana dari pemerintah
Indonesia untuk mengimpor minyak mentah (crude oil) khususnya Arabian Light Crude (ALC)
sebanyak 39,63 juta barel dari Saudi Aramco di tahun 2003 (Rakor Paripurna Bidang Polkam,
2003). Akan tetapi, pengimplementasian dari rencana tersebut baru terwujud di tahun 2004 ketika
Indonesia

untuk pertama kalinya selama menjadi anggota OPEC sejak tahun 1960

mulai

mengimpor minyak dari Arab Saudi dan bahkan juga dari Iran, dan Kuwait (Yuliarto dalam
Republika, 2008) dilatarbelakangi karena produksi minyak Indonesia yang kian merosot sejak
tahun 1977. Produksi minyak Indonesia pada tahun 1977 adalah sekitar 1.686,2 ribu barel per hari
dan jumlah ini terus merosot hingga menjadi 1.094,4 ribu barel per hari pada tahun 2004
(http://www.energi.lipi.go.id/ utama.cgi?artikel& 1184716072&1, 5 Januari 2011). Kerjasama
strategis di bidang migas yang terbangun sejak tahun 2004 ini pun terus berlanjut dari waktu ke
waktu. Pemerintah Indonesia, dalam kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Arab
Saudi pada April 2006 lalu, bahkan sempat merencanakan kerjasama perdagangan migas baru
antara Pertamina dengan Aramco dalam hal pengolahan minyak mentah dari Arab Saudi yang
kemudian diolah dan dipasarkan di Indonesia maupun ke tempat-tempat lain di Asia
(http://www.presidenri.go.id/ index.php/fokus/2006/04/26/459.html, 5 Januari 2011). Tidak hanya
itu, dalam kurun waktu 2006 hingga 2008 saja telah terjadi peningkatan jenis migas yang diekspor
oleh Arab Saudi ke Indonesia tidak hanya terbatas pada ALC melainkan juga Liquified Petroleum
Gas (LPG), Ethylene Glycol, Polyprophylene dalam Butir, jenuh Prophene, dan Minyak Tanah
| 10

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

(http://www.deplu.go.id/riyadh/Lists/EmbassiesNews/DispForm.aspx?ID=29&l=en,

10

Januari

2011).
Sayangnya, di tengah pesatnya perkembangan kerjasama migas yang terjalin antara
Indonesia dengan Arab Saudi sebagaimana telah di jelaskan di atas, pemerintah Indonesia
memutuskan untuk menangguhkan keanggotaannya di OPEC pada September 2008 bersamaan
dengan diadakannya Konferensi OPEC ke-149 di Wina, Austria berdasarkan sejumlah
pertimbangan diantaranya: (1) produksi minyak Indonesia terus menurun hingga angka 900 ribu
barel per hari pada tahun 2008 sementara konsumsi minyak dalam negeri jauh lebih besar daripada
produksinya yakni sekitar 1,1 juta barel per hari (Yuliarto dalam Republika, 2008) dan dalam
kondisi ini Indonesia kurang diuntungkan dengan adanya pembatasan kuota produksi minyak oleh
OPEC; (2) dengan produksi minyak yang terus turun dan status sebagai pengimpor minyak,
Indonesia memiliki perbedaan kepentingan dengan OPEC yang mana Indonesia ingin
berkepentingan untuk meningkatnya produksi minyaknya tanpa batasan dari OPEC sementara
negara-negara OPEC cenderung membatasi produksi dan pasokan minyak di pasaran agar harga
minyak tetap tinggi (els.bappenas.go.id/upload/kliping/indonesia%20keluar%20dari.pdf, 3 Januari
2011); dan (3) mundurnya Indonesia dari kenggotaan OPEC dapat menghemat kas negara untuk
iuran OPEC sebesar 2 Juta Euro per tahun (Yuliarto 2008). Dengan adanya keputusan ini,
Indonesia secara resmi bukan lagi anggota OPEC terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Pasca keputusan Indonesia untuk mundur dari keanggotaan OPEC, banyak terjadi sejumlah
hal terkait perkembangan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi.
Rencana kerjasama dalam hal pembangunan kilang minyak di Indonesia antara Pertamina dengan
Aramco misalnya, belum benar-benar dapat diimplementasikan hingga tahun 2010 sejak
direncanakan pada tahun 2006 lalu saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Arab
Saudi. Dalam pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Raja Abdullah bin
Abdul Al Aziz pada 25-26 April 2010 tersebut, pemerintah Indonesia tengah mengupayakan
kemungkinan kerjasama konkrit antara Aramco dan Pertamina dalam hal pembangunan kilang
minyak di Indonesia untuk mengolah minyak mentah dari Arab Saudi dan kemudian diolah dan
dipasarkan di Indonesia maupun di tempat-tempat lain di Asia (http://www.presidenri.go.id/
index.php/fokus/2006/04/26/459.html, 5 Januari 2011]. Akan tetapi, hingga tahun 2010 kemarin,
rencana tersebut tetap menjadi sebatas wacana yang belum ada implementasinya. Pada Oktober
2010 lalu, Direktur Pengolahan Pertamina Edy Setyanto mengakui bahwa PT Pertamina (Persero)
dan PT Chandra Asri berencana akan menggandeng Saudi Aramco untuk membangun proyek
kilang berkapasitas 300.000 barel per hari di atas lahan kompleks petrokimia di Cilegon, Banten.
Lebih lanjut, untuk merealisasikan proyek tersebut kedua perusahaan sudah menawarkan kerja
| 11

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

sama dengan Saudi Aramco namun hal ini masih merupakan rencana awal yang belum terlaksana
(Tabloid Bisnis Indonesia 2010).
Di sisi lain pasca mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC terjadi penurunan nilai
impor migas Indonesia dari Arab Saudi sebagaimana dijabarkan dalam data berikut.
Tabel 1. Nilai Impor Migas Indonesia dari Arab Saudi
(nilai: juta US$)

2004

1,762.5

2005

2,489.0

2006

3,134.2

2007

3,372.8

2008

4,805.0

2009

3,135.8

2010 (Jan-Jul)

2,480.1

Sumber: Statistik Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, November 2010

Dari keterangan data di atas dapat dilihat bahwa saat pertama kali Indonesia melakukan
kerjasama perdagangan migas dengan Arab Saudi di tahun 2004, nilai impor migas Indonesia dari
Arab Saudi masih cukup tinggi dan semakin meningkat hingga tahun 2008. Namun, pasca
mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC yang secara resmi terhitung sejak tanggal 1 Januari
2009, nilai impor migas Indonesia dari Arab Saudi mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Adanya penurunan nilai impor migas Indonesia dari Arab Saudi ini juga diakui oleh
Departemen Luar Negeri dalam tulisannya yang mengatakan bahwa ekspor Arab Saudi untuk
Indonesia memang mengalami penurunan bahkan hingga US$ 3,1 milyar. Namun menurut
Departemen Luar Negeri, penurunan nilai ekspor ini lebih merupakan dampak dari krisis global di
tahun 2008 (http://www.deplu.go.id/ riyadh/Lists/ EmbassiesNews/DispForm.aspx? ID= 29&l=en,
10 Januari 2010). Pernyataan dengan maksud yang hampir serupa juga dikatakan oleh Mantan
Menkeu Republik Indonesia, Sri Mulyani, pada kesempatan lain di Gedung Departemen Keuangan
bahwa keluarnya Indonesia dari OPEC tidak akan memengaruhi setiap impor minyak yang
dilakukan Indonesia (http://www. tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=475, 3 Januari 2011). Tidak
hanya itu, Direktur Utama PT Pertamina Ari H. Soemarno juga memastikan bahwa kerjasama
migas akan tetap terjaga dengan mengatakan, Kalaupun kita pergi ke sesama anggota OPEC,
tetap saja kerja samanya business to business (http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/ indonesia
%20keluar%20dari.pdf,3 Januari 2011). Berdasarkan sejumlah pernyataan para petinggi di
sejumlah instansi terkait di atas, secara garis besar pemerintah berupaya untuk meyakinkan
masyarakat Indonesia bahwa keluarnya Indonesia dari OPEC tidak akan berdampak pada impor
minyak dan kerjasama Indonesia dengan negara-negara anggota OPEC dalam hal migas, termasuk
juga Arab Saudi.
Di sisi lain adanya kenyataan bahwa pada April 2010 yang lalu Direktur Utama PT
Pertamina, Karen Agustiawan, masih dapat melakukan negosiasi dengan Saudi Aramco untuk
| 12

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

peningkatan kuota impor minyak sebanyak 200.000 barel per hari dari jumlah sebelumnya 125.000
barel per hari semakin membuktikan bahwa pasca mundurnya Indonesia dari OPEC hubungan
kerjasama perdagangan migas antara keduanya masih tetap berlangsung dengan baik. Kendatipun
ada penurunan nilai impor migas, hal itu lebih dikarenakan dampak dari krisis global yang terjadi
di tahun 2008 silam yang merupakan efek dari permasalahan kegagalan pembayaran kredit
perumahan (subprime mortgage default) di Amerika Serikat karena sebagaimana diketahui bahwa
sejak tahun 1971 OPEC menyatukan penggunaan mata uang dollar untuk transaksi minyak
sehingga apabila terjadi fluktuasi pada nilai tukar dollar maka itu juga akan mempengaruhi
transaksi keuangan dalam tubuh OPEC. Sementara itu, belum terealisasinya rencana kerjasama
antara PT Pertamina dan Saudi Aramco terkait pembangunan kilang minyak yang direncanakan
sejak tahun 2006 bukan dikarenakan karena mundurnya Indonesia dari keanggotaan OPEC
melainkan lebih dipengaruhi oleh kurang adanya komitmen dan langkah konkret dari kedua belah
pihak terhadap keberlanjutan kerjasama tersebut. Pihak Indonesia sejauh ini memang telah
menawarkan kerja sama dengan Saudi Aramco dalam hal pembangunan kilang minyak di Cilegon
(Tabloid Bisnis Indonesia 2010), namun Indonesia di sisi lain justru seakan lebih fokus pada
realisasi kerjasama pembangunan kilang minyak dengan Iran di Bojonegoro. Sementara
ketidakseriusan di pihak Arab Saudi terhadap prospek kerjasama pembangunan kilang minyak
dengan Indonesia tergambar dari ketiadaan kunjungan Raja Abdullah ke Indonesia dalam
rangkaian tur yang diadakan oleh Kerajaan Arab Saudi ke Asia di tahun 2006. Dalam tur tersebut
Raja Abdullah mengunjungi Cina, India, dan Malaysia dan bahkan menurut Asian Wall Street
Journal yang mengutip ucapan pejabat Arab Saudi, Arab Saudi dan Cina akan menandatangani
sejumlah kontrak kerja sama yang salah satunya adalah kerja sama investasi di bidang minyak dan
gas (migas) serta pertambangan lainnya (Republika 2006) namun tidak sedikitpun merencanakan
untuk mengunjungi Indonesia dalam rangkaian tur-nya.

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bagian-bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan OPEC telah berperan besar dalam menciptakan fondasi awal bagi kerangka kerjasama
perdangangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi yang implementasinya terwujud pertama
kali di tahun 2004 ketika Indonesia
tahun 1960

untuk pertama kalinya selama menjadi anggota OPEC sejak

mulai mengimpor minyak dari Arab Saudi dan bahkan juga dari Iran, dan Kuwait.

OPEC dalam hal ini memiliki dua peranan penting yang menyebabkan mengapa organisasi ini
dapat dikatakan sebagai fondasi bagi awal terciptanya kerjasama perdagangan migas antara
| 13

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

Indonesia dengan Arab Saudi, yakni: (1) OPEC sebagai penyedia ruang bagi hubungan
intergovernmental di bidang migas, hal ini dikarenakan OPEC adalah sebuah organisasi
intergovernmental dan hal ini tentu saja membuka ruang bagi terciptanya hubungan
intergovernmental antar negara anggota OPEC khususnya di bidang migas. Hubungan ini
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan intensitas komunikasi yang memadai antar
negara anggota berkat adanya pertemuan rutin sebanyak dua kali dalam setahun dan pertemuan
tidak rutin (extra-ordinary meeting) yang diadakan sewaktu-waktu atas permintaan negara anggota
dan atas persetujuan Sekertaris Jenderal OPEC. Pertemuan semacam inilah yang kemudian
menjadi sebuah media bagi Indonesia dan Arab Saudi untuk semakin memperkokoh hubungan
yang terjalin dan juga untuk saling berkomunikasi hingga akhirnya menjadi fondasi bagi awal
terciptanya kerjasama perdangangan migas antara keduanya; (2) OPEC sebagai pembentuk
jaringan keterhubungan (network) antar-negara anggotanya, hal ini dikarenakan adanya kesamaan
kepentingan (mutual interest) dalam kaitannya untuk memanajemen harga dan pasokan minyak di
pasaran internasional telah membuat anggota OPEC saling terhubung satu sama lain untuk
mencapai sebuah kepentingan yang sama. Jaringan yang dilandasi adanya kesamaan kepentingan
antar anggota OPEC ini selanjutnya dipelihara oleh OPEC salah satunya dengan merilis sejumlah
buletin setiap dua bulan sekali dan buletin statistik tahunan yang berguna sebagai sarana
komunikasi antar-negara anggota OPEC sekaligus sebagai media untuk mempublikasikan kinerja
OPEC kepada khalayak ramai. Keberadaan buletin ini tidak saja mampu mempererat hubungan
dan jalinan komunikasi antar negara anggota OPEC melainkan juga berpeluang untuk mampu
meningkatkan reputasi negara anggota di mata negara anggota lainnya dengan kehadiran rubrik
tertentu yang khusus mengupas profil perminyakan negara anggota. Hal semacam ini merupakan
salah satu upaya pemeliharaan jaringan dan usaha untuk menumbuhkan kepercayaan antar-negara
anggota OPEC melalui adanya keterbukaan mengenai profil migas negara anggota satu dengan
lainnya. Adanya keterbukaan dan kepercayaan dalam jaringan seperti inilah yang akan mampu
mendorong terciptanya aliansi individual maupun hubungan antara dua pihak (dyadic relationship)
sebagaimana tercermin dalam hubungan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan
Arab Saudi.
Pada perkembangannya, sekalipun OPEC memiliki peran yang cukup signifikan dalam
membentuk fondasi awal bagi kerjasama perdagangan migas antara Indonesia dengan Arab Saudi
namun ternyata keputusan Indonesia untuk mundur dari keanggotaan OPEC tidak memiliki
pengaruh yang signifikan bagi perkembangan kerjasama perdagangan migas antara Indonesia
dengan Arab Saudi di kemudian hari. Hal ini dibuktikan dengan adanya negosiasi penambahan
kuota impor migas antara Dirut PT Pertamina dengan pihak Saudi Aramco pada April 2010 lalu
| 14

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

yang secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa kerjasama antara keduanya masih dapat
berlangsung dengan baik hingga saat ini meskipun Indonesia bukan lagi bagian tergabung dalam
keanggotaan OPEC terhitung sejak 1 Januari 2009. Lebih lanjut, kendatipun pasca mundurnya
Indonesia dari OPEC terjadi penurunan nilai impor migas dari Arab Saudi dan belum ada
kepastian mengenai keberlanjutan kerjasama pembangunan kilang minyak antara PT Pertamina
dan Saudi Aramco namun bisa dipastikan bahwa penyebab utama dari kedua hal tersebut bukanlah
karena pengunduran diri Indonesia dari OPEC melainkan karena sebab-sebab lain yang telah
dijabarkan di atas. Sementara itu, peran OPEC sebagai salah satu media komunikasi antara
Indonesia dengan Arab Saudi dalam hal migas sejauh ini dapat digantikan dengan adanya
negosiasi bilateral antara kedua negara, maupun dapat memanfaatkan media komunikasi lain
seperti misalnya Forum Sidang Komisi Bersama (SKB) antara Indonesia dengan Arab Saudi yang
dibentuk sejak tahun 1982.
Dengan demikian, hipotesis penulis dalam artikel ini tidak terbukti karena keputusan
Indonesia untuk menangguhkan keanggotaannya di OPEC ternyata tidak berpengaruh pada
perekembangan kerjasama migas Indonesia-Arab Saudi di kemudian hari sekalipun OPEC telah
berperan penting dalam menciptakan fondasi awal bagi kerangka kerjasama perdangangan migas
antara Indonesia dengan Arab Saudi.

Daftar Pustaka
Buku dan Artikel dalam Buku
Bolleyer,Nicole. 2009. Intergovernmental Cooperation: Rational Choices in Federal System and
Beyond. New York: Oxford University Press,Inc.
Child, John.et.al, 2005. Network. dalam Cooperative Strategy: Managing Alliances, Networks,
and Joint Ventures. New York: Oxford University Press,Inc.
Dokumen Resmi
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2010. Statistik Perdagangan. Jakarta: Pusat Data
Perdagangan Departemen Perdagangan
Organization of the Petroleum Exporting Countries, 2010. OPEC Statute. Wina: OPEC.
OPEC Bulletin, Desember 2010. Wina: OPEC
OPEC Bulletin, Januari 2009. Wina: OPEC
OPEC Bulletin, September 2008. Wina: OPEC
| 15

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

OPEC Bulletin, September 2004. Wina: OPEC


Artikel Online
Anon, n.d. Definisi Pasar Valas. [online]. dalam

http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1

&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/eman/2002/jiunkpe-ns-s1-200231498020-2876-valuta_asing-chapter2.pdf [diakses 9 Januari 2011].


Anon, 2010. Indonesia Keluar dari OPEC, Harga Minyak Jadi Beban. [online]. dalam els.
bappenas.go.id/ upload/kliping/indonesia%20keluar%20dari.pdf [diakses 3 Januari 2011].
Hanan,Nugroho. 2004. Subsidi BBM Tidak Sama dengan Uang Keluar, Tapi Mesti Ditekan.
[online]. dalam http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1102902305&8 [diakses 5
Januari 2011].
Harian Pikiran Rakyat, 2008. Beda Kepentingan, RI Keluar dari OPEC. [online]. dalam
http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=475 [diakses 3 Januari 2011].
Imy. 2007. Masa Depan Milik Hidrogen. [online]. dalam http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?
artikel&1184716072&1 [diakses 10 Januari 2011].
Rakor Paripurna Bidang Polkam, 2003. [online]. dalam perencanaan.esdm.go.id/sidweb/ Upload/
03%20(Irak%20&%20pertanahan)f.doc [diakses 5 Januari 2011].
Republika, 2006. [online]. dalam http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=232364 [diakses
10 Januari 2011].
Suhardi, 2010. Serba Tahu Tentang Dunia. [e-book]. Yogyakarta: Pustaka Anggrek. dalam
http://books.google.co.id/books?id=CyUplCFkFpIC&pg=RA3-PA5&lpg=RA3-PA5&dq
=Presiden+OPEC+tahun+1976&source=bl&ots=Nfof9K_QTm&sig=zf-4M8q4HJFY nw
11asbYP-dnxYk&hl=id&ei=jcUhTfSkGcOJrAfvo7DjCw&sa=X&oi=book_result&ct=
result&resnum=4&ved=0CCcQ6AEwAw#v=onepage&q=Presiden%20OPEC%20tahun
%201976&f=false [diakses 3 Januari 2011].
Tabloid Diplomasi, 2010. [online]. dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/103juli-2010/863-peluang-indonesia-menarik-investor-arab-saudi-cukup-besar.html [diakses
pada 5 Januari 2011].
Tabloid Bisnis Indonesia, 2010. Saudi Aramco Diajak Bangun Kilang. [online]. dalam http://
mirror.unpad.ac.id/koran/bisnis/2010-10-04/bisnis_2010-10-04_007.pdf

[diakses

10

Januari 2011].
Warta Pertamina, 2007. [online]. dalam http://www.pertamina.com/download/wartapertamina/
wpnopember2007.pdf [diakses pada 10 Januari 2011].

| 16

Akhmad Soleh Ricardo - 1111004015

Yergin,Daniel, 2006.Whats Energy Security Realy means?.[online]. dalam www.washingtonpost.


com/wp-dyn/content/article/2006/07/02/AR2006070200675.html. [23 Desember 2010].
Yuliarto, Brian, 2008. Dilema Keanggotaan OPEC. [online] dalam http://dosen.tf.itb.ac.id/
brian/2008/06/17/dilema-keanggotaan-opec/ [diakses 3 Januari 2011].
Yuliarto, Brian, 2008. OPEC dan Kekuatan Islam Dunia. dalam Republika: Senin 16 Juni 2008
[online]. dalam http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/OPEC-Rep_160608_110355.pdf
[diakses 5 Januari 2011].
Situs Resmi Online
CIA World Factbook, 2010. Country Comparison: Oil - proved reserves. [online]. dalam
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/rankorder/2178rank.html
[diakses 6 Januari 2011].
Embassy of the Republic of Indonesia in Riyadh, Kigdom of Saudi Arabia , 2010. Indonesia di
Saudi TV Channel 1. [online]. dalam http://www.deplu.go.id/riyadh/Lists/Embassies
News/DispForm.aspx?ID=29&l=en [diakses 10 Januari 2011].
Harvard Law School, 2011. Intergovernmental Organisations (IGOs). [online]. dalam
http://www.law.harvard.edu/current/careers/opia/planning/public-international-work/
interngovernmental-organizations.html [diakses pada 7 Januari 2011].
Organization of the Petroleum Exporting Countries, 2010. Brief History. [online]. dalam
http://www.opec.org/opec_web/en/about_us/24.htm2 [diakses 27 Desember 2010].
Situs Resmi Presiden Republik Indonesia - Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, 2009. Kunjungan
Kenegaraan Presiden ke Arab Saudi, Dua Hari di Riyadh Buahkan Hasil. [online]. dalam
http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2006/04/26/459.html

[diakses

Januari

2011].

| 17

Anda mungkin juga menyukai