Anda di halaman 1dari 3

Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi bangunan.

Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-sifat material
pembentuk beton, parameter-parameter material pembentuk beton, perencanaan
dan percobaan pembuatan campuran beton dengan kekuatan tekan tertentu, dan
pengujian kuat tekan beton, serta sifat mekanik dari material beton tersebut
melalui praktikum atau eksperimen. Beton terbentuk dari beberapa material yaitu
semen, agregat halus dan agregat kasar, air, dan bahan tambahan (admixtures).
1.1.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan
setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. Semen yang
dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen Portland, terbuat dari
campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi. Kalsium bisa didapat dari
bahan berbasis kapur, seperti batu kapur, marmer, batu karang, dan cangkang
keong. Sedangkan silika, alumina, dan zat besi dapat ditemukan pada lempung
dan batuan serpih. Selain itu, silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada
bauksit, sedangkan oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat
pencampuran tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.
Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A dan
C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah senyawasenyawa
yang paling penting, yang merupakan sumber timbulnya kekuatan pasta
semen yang telah terhidrasi. Adanya C3A didalam semen sebenarnya tidak
diinginkan, dan hanya memberikan sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada
umur dini, namun C3A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada
klinker. C4AF berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.
Panas Hidrasi
Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas). Jumlah
panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang dikeluarkan
sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu, didefinisikan sebagai panas
hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas hidrasi dan sifat pengikatan dari
senyawa-senyawa individual semen. Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak
dapat diramalkan atas dasar kekuatan masing-masing senyawanya.

Laporan Praktikum Beton


Kelompok 7

2
Kehalusan semen
Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan
total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju hidrasi
tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh pertumbuhan
kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.
Berbagai jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya (ASTM C150), yaitu:
Semen Tipe I (semen biasa/normal)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A 8-12%
Kehalusan 350-400 m2/kg
Semen Tipe II (semen panas sedang)
Kandungan C3S 40-45%
Kandungan C3A 5-7%
Kehalusan 300 m2/kg
Ketahanan terhadap sulfat cukup baik

Panas hidrasi tidak tinggi


Semen Tipe III (semen cepat mengeras)
Kandungan C3S > 55%
Kandungan C3A > 12%
Kehalusan 500 m2/kg
Laju pengerasan awal tinggi
Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan semen tipe I
Tidak baik untuk semen mutu tinggi
Semen Tipe IV (semen panas rendah)
Kandungan C3S maksimum 35%
Kandungan C3A maksimum 7%
Kandungan C2S 40-50%
Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
Semen Tipe V (semen tahan sulfat)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi tulangan)
Kehalusan 300 m2/kg
Panas hidrasi rendah
Ketahanan terhadap sulfat tinggi
Laju pengerasan rendah

Laporan Praktikum Beton


Kelompok 7

3
1.1.2 Agregat
Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik
kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan,
kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi, dan lain-lain. Agregat alam dapat
diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk
yang lebih besar. Sifat agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain:
komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan
(hardness), kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat
yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk
partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan
menentukan berat beton yang dihasilkan:
Beton ringan 1360 - 1840 kg/m3
Beton normal 2160 2560 kg/m3
Beton berat 2800 6400 kg/m3
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk
yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil
secara kimiawi.
Modulus kehalusan
Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada saringan seri
standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang masing-masing
mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan sebelumnya yaitu
150,300,600m, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus kehalusan
dihitung untuk

agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3 dan 3, dimana nilai yang lebih
tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar. Nilai modulus kehalusan berguna
dalam mendeteksi variasi kecil pada agregat yang berasal dari sumber yang sama,
yang dapat mempengaruhi workability beton segar.
Persyaratan gradasi
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak
mempengaruhi kekuatan.
Ukuran agregat

Anda mungkin juga menyukai