Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT

Oleh kelompok

1. Nur alda afiah


2. Nur sakina R. Hasrif
3. Rika riyandani
4. Riri arista
5. Sit rahma
6. Suci hajriah
7. Sulpiani
8. Rahmayanti
9. Andi intang permatasari
10. Chaerunnisa

11. Dian agustin


12. Fatimah gusting
13. Jumriani
14. Kiki Amelia
15. Kiki uniatri thalib
16. Nur asiah saifullah
17. Nur rahmah. AR
18. Nurmala
19. Syahrina danti
20. Sulfiyani
21. Wulan daryani

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum maupun
dalam kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan
atau ketidakadilan gender. Ketimpangan gender adalah perbedaan peran dan hak
perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam
status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki seolaholah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk
diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Di Indonesia, tindak kekerasan terhadap perempuan terutama pada masa
nifas sampai saat ini belum cukup mendapat perhatian dari institusi terkait, seperti
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Meski perempuan dalam masa nifas rentan
dan rawan terhadap kekerasan. Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi
karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender.

BAB II

PEMBAHASAN
A. KEKERASAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN ANC
Kekerasan dalam pelayanan kebidanan ANC sering terjadi secara
fisik, psikis, finansial, atau pembatasan ekonomi dan seksual yang
menimbulkan nyeri dan kerusakan yang berdampak lama setelah kejadian
tersebut. Hal ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas
meliputi:

menerima

kehamilan,

mengidentifikasi

peran

sebagai

ibu,

membangun hubungan yang baik dengan suami, orang tua, petugas kesehatan,
janin yang ada dalam kandungannya dan menyiapkan kelahirannya kelak
Kekerasan pada ibu hamil berdampak langsung maupun tidak
langsung pada ibu dan janinnya. Akibat langsung yang berdampak pada ibu
adalah luka, kecatatan fisik ibu, perdarahan, syok, meninggal dunia.
Sedangkan akibat tidak langsung pada ibu adalah infeksi infertilitas,
meningkatnya kecemasan,depresi, kondisi ibu menjadi lebih buruk (anemia
ringan menjadi anemia berat, tidak ada peningkatan berat badan bahkan
penurunan

beat

badan).

Mungkin

ibu

menjadi

perokok

peminum

alkohol,pengguna obat obat terlarang,tidak ada akses terhadap pelayanan


kebidanan,adanya keinginan untuk aborsi,dan mengahiri hidupnya. Dampak
pada janin adalah dapat terjadi abortus, abrasio plasenta, persalinan prematur,
janin mengalami kecatatan dan KJDR.
Dampak kejiwaan lain yang dapat dialami oleh ibu hamil adalah
trauma atau luka jiwa yang disebabkan oleh karena mengalami kejadian yang
sangat menyakitkan. Bila seorang perempuan menjadi korban kekerasan bisa

saja mengalami gejala-gejala has seperti mimpi buruk, dan mengalami


kekacauan ingatan.
1.
2.
3.
4.

Faktor-faktor yang tergolong dalam penyebab mendasar antara lain:


Rendahnya pendidikan pengetahuan,
Sikap ibu yang berkaitan dengan kesehatan kehamilan,
Rendahnya tingkat pendapatan ekonomi keluarga
Dan masih banyak praktik lokal yang sangat merugikan ibu seperti pantang
makan makanan tertentu yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh tubuh
untuk proses pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan ibu
dan untuk proses metabolisme ibu serta sebagai cadangan energi untuk
proses persalinan dan laktasi kelak serta kurangnya konseling bidan pada
pasien.

(Nggelan Albertin. 2009. (http://www.dionbata.com/2009/03/kekerasan-dalamkehamilan.html)


Melihat hal itu maka setiap ibu hamil diharapkan dapat
menjalankan kehamilannya dengan sehat, sehingga ibu hamil harus dapat
dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan

sesuai

standar,

termasuk

deteksi

kemungkinan

adanya

masalah/penyakit yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan


janinnya. Selain itu pelayanan kebidanan ANC harus dilaksanakan secara
terpadu, komprehensif, dan berkualitas agar semua masalah tersebut dapat
diatasi, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi.
Hasil pengamatan lapangan yang dilaksanakan secara intensif
dalam beberapa tahun terakhir, memperlihatkan bahwa, pelayanan antenatal
care masih terfokus pada pelayanan 7T (timbang, tensi, tinggi fundus, tetanus

toxoid, tablet FE, temu wicara, dan tes lab). Hal ini memnyebabkan berbagai
masalah/penyakit yang diderita ibu hamil tidak terdeteksi secara dini, untuk
menjawab kebutuhan tersebut, kementerian kesehatan RI telah menyusun
pedoman pelayanan ANC terpadu. Dalam pedoman ini pelayanan 7T menjadi
10T (t imbang, tekanan darah, nilai status gizi/lingkar lengan atas, tinggi
fundus, tentukan presentasi janin dan DJJ, tablet FE, tes lab, temu
wicara/konseling). Kemudian 10 T menjadi 14 T (timbang, tensi, tinggi
fundus, tablet FE, imunisasi TT, tes lab, tes VDRL, pijat tekan payudara,
pemeliharaan tingkat kebugaran, temu wicara, tes protein urine, tes reduksi
urine, pemberian terapi kapsul yodium, dan pemberian terapi anti malaria).
Sehingga ibu hamil dengan mudah dapat mengakses sarana kesehatan,
pelayanan kebidanan ANC harus dilaksanakan secara terpadu, komprehensif,
efisien dan efektif, serta keterlibatan suami dan keluarga dalam mendukung
kehamilan

ibu

hamil.

(Herawati.2013.

(http://herawatiherawati538.blogspot.com/2013/11/kekerasan-dalampelayanan-kebidanan-anc.html)
Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan ANC yang berkulaitas untuk meningkatkan status
kesehatan ibu yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap
penurunan angka kematian ibu. Dan pedoman ini juga dapat digunakan untuk
memperkaya materi ajar pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam
meningkatkan keterampilan dan kompetensi tenaga kesehatan.
B. KEKERASAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN INC

Contoh Kasus Pelanggaran Bidan


Kasus :
Seorang Ibu Primigravida dibantu oleh seorang bidan untuk bersalin. Proses
persalinannya telah lama karena lebih 24 jam bayi belum juga keluar dan
keadaan ibu nya sudah mulai lemas dan kelelahan karena sudah terlalu lama
mengejan. Bidan tersebut tetap bersikukuh untuk menolong persalinan Ibu
tersebut karena takut kehilangan komisi, walaupun asisten bidan itu
mengingatkan untuk segera di rujuk saja. Setelah bayi keluar, terjadilah
perdarahan pada ibu, baru kemudian bidan merujuk ibu ke RS. Ketika di jalan,
ibu tersebut sudah meninggal. Keluarganya menuntut bidan tersebut.
Analisa : I
ibu tersebut sudah mengalami partus yang lama karena lebih dari 24 jam,
seharusnya bidan bisa mengetahui penyebab partus lama, apakah ada
malpresentasi pada janin, emosi yang tidak stabil pada ibu atau panggul yang
kecil sehingga bidan bisa bertindak secepatnya untuk menyelamatkan nyawa
ibu dan bayi, bukan mementingkan komisi yang membahayakan nyawa ibu dan
bayi. Perdarahan itu disebabkan karena atonia uteri akibat partus yang terlalu
lama. Atonia uteri hanya bisa bertahan dalam waktu 2 jam setela Post Partum.
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan sengaja melakukanya demi uang,
dan satu sisi pasien juga tidak mengetahui tentang hak-hak apa yang dapat
diperoleh pasien tentang kondisi kesehatannya atau pasien sengaja tidak
dikasih tahu informasi yang jelas tentang resiko, tindakan serta prosedur
persalinan yang yang seharusnya.Bidan tersebut telah melanggar wewenangan
bidan dan melakukan malpraktek.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
melakukan proses kelahiran.
a. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
b.

Pasal 1365 KUHS


Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan
kerugian itu, menganti kerugian tersebut.
Kepala dinas kesehatan akan memcabut SIPB setelah mendengar saran

dan keputusan dari MPEB dan IBI . MPEB akan melakukan sidang dari kasus
ini. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Yang menjadi saksi
dari kasus ini adalah asisten bidan. MPEB akan meminta keterangan dari bidan
dan saksi. Setelah asisten bidan mengatakan yang sebenarnya bahwa bidan lah
yang menahan rujukan karena alasan komisi, maka MPEB akan memberikan
sanksi yang setimpal karena sudah merugikan orang lain kepada bidan tersebut
dan sebagai gantinya izin praktik bidan tersebut akan di cabut. Keputusan
MPEB bersifat final.
Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak
faktor,

misalnya

kelalaian,

kurangnya

pengetahuan,

faktor

ekonomi,

rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk


dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan
atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada
informed consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lainlain.
Untuk penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh
bidan yang telah masuk ke pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan
hakim yang menangani kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus yang
ditanganinya termasuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku
dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
C. KEKERASAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN PNC

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat


kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik,
seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan
umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan segala bentuk kekerasan
berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik,
seksual, mental atau penderitaan terhadap wanita, termasuk ancaman dari
tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik
yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan.


Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang

berlangsung kira-kira 6 minggu.


Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu

saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal


Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang
dipergunakan

untuk

memulihkan

kesehatannya

kembali

yang

umumnya memerlukan waktu 6- 12 minggu.

2.

Bentuk Dan Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Masa Nifas


Bentuk kekerasan yang dialami istri pada masa nifas adalah kekerasan

fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Faktor penyebabnya bervariasi. Pada


level kemasyarakatan yakni nilai-nilai budaya dan agama yang membolehkan

laki-laki mengontrol perempuan serta kebijakan negara belum berperspektif


gender. Level komunitas adalah rendahnya status sosial ekonomi istri. Level
mikro-keluarga yaitu uang perkawinan/doi balanca, poligami, kebutuhan dan
keinginan suami tak-terpenuhi, kehamilan tak-diinginkan suami serta suami
pengangguran. Pada level mikro-individual yaitu suami pengguna alkohol,
hobbi pornografi dan berkarakter pemarah. Faktor paling dominan pada levelmikro di desa dan di kota adalah kebutuhan dan keinginan suami takterpenuhi.
Kekerasan suami terhadap istri pada masa nifas dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Bentuk-bentuk kekerasan yang sering dialami, seperti
kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi, berdampak pada kesehatan
reproduksi istri.
Rosmala Nur, S.Pd., M.Si., dosen Kopertis Wilayah IX yang
diperbantukan di Universitas Muhammadiyah Palu, menyebutkan tidak
terpenuhinya kebutuhan suami semasa istri nifas merupakan penyebab utama
yang mempengaruhi tindakan kekerasan suami. Pada masa-masa ini, kondisi
individual istri secara fisik maupun psikologis serta seksual dalam keadaan
lemah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan maupun keinginan suami
secara maksimal. Tidak bertemunya antara keinginan suami dengan realitas
fisik istri yang lemah sangat memungkinkan terjadinya tindak kekerasan ini.
Rosmala menyebutkan ketidakmampuan istri dalam memenuhi
kebutuhan dan keinginan suami merupakan wujud ekspresif rasa dominasi
suami terhadap istri. Kekerasan timbul sebagai akibat dari struktur dominatif

dan ketimpangan relasi suami-istri yang terekspresi mulai dari level


kemasyarakatan hingga individual. Kebanyakan wanita hanya menerima
begitu saja perlakuan tidak adil dari suami. Padahal resistensi istri sangat
dibutuhkan untuk menunjukkan bentuk tawar-menawar kekuasaan yang
merupakan sistem di mana perempuan harus mulai mempertanyakan
keabsahan citra dan realita yang dibangun untuknya, termasuk kepentingan
kesehatan reproduksinya.
Kekerasan yang dialami saat nifas menimbulkan akibat yang
berbeda-beda terhadap gangguan kesehatan reproduksi wanita. Perbedaan
tersebut terkait dengan latar belakang sosial demografi yang menyangkut
umur, tingkat pendidikan, jumlah anak, dan tempat tinggal. Setiap istri
mempunyai ciri sosial demografi yang berbeda sehingga tingkat kerentanan
dampak yang diperoleh menjadi berbeda pada setiap individu.
3. Penanganan
Menurut Rosmala bahwa pola penanganan tindak kekerasan
seyogianya memperhatikan faktor penyebab kekerasan yang berada pada
setiap level, baik kemasyarakatan, komunitas, keluarga, maupun individu.
Pada level kemasyarakatan perlu diadakan tinjauan ulang terhadap hukum,
baik UU perkawinan, KUH pidana, maupun perdata. Hal ini perlu dilakukan
agar lebih dapat memperhatikan kebutuhan suami dan istri secara seimbang.
Pada level komunitas, diperlukan penguatan kapasitas dan pemberdayaan
ekonomi perempuan. Sementara di tingkat mikro, dibutuhkan program aksi
sosial untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pelaku tindak
kekerasan. Substansi sosialisasi meliputi peran suami, perawatan ibu nifas,

kekerasan berbasis gender, dan dampak kekerasan pada masa nifas terhadap
kesehatan ibu dan bayi.
4. Peran Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan khususnya bidan dapat berperan penting dalam
menghadapi kasus kekerasan pada perempuan . Pertolongan sedini mungkin
dapat mencegah terjadinya masalah kesehatan yang serius dan berlarut-larut
akibat kekerasan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga
kesehatan harus :Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar
profesinya Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan
visum atrepertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan
medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti
Pelayanan kesehatan tersebut dilakukan di sarana kesehatan milik
pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.
D. KEKERASAN DALAM PRAKTIK KEBIDANAN (BAYI)
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun,
dengan pembagian sebagai berikut: a.Masa neonatal, yaitu usia 0 28 hari 1)Masa
neonatal dini, yaitu usia 0 7 hari 2)Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 28 hari
b.Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari 1 tahun Bayi merupakan manusia yang
baru lahir sampai umur 1 tahun, namun tidak ada batasan yang pasti. Pada masa
ini manusia sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian.
Kematian bayi dibagi menjadi dua, kematian neonatal (kematian di 27 hari
pertama hidup), dan post-natal (setelah 27 hari).
Angka Kesakitan dan Kematian Bayi masih tinggi di Indonesia. Oleh
karena itu Bidan sangat berperan penting dalam upaya penurunan Angka
Kesakitan dan Kematian Bayi melalui peningkatan kualitas pelayanan. Salah satu

hal yang menjadi penyebab terjadinya kesakitan dan kematian Bayi adalah
merupakan bentuk kekerasan yang terjadi pada bayi dalam pelayanan kebidanan.
Profesi Bidan merupakan salah satu profesi yang penuh dengan resiko,
kadang-kadang dalam mengobati penderita dapat menimbulkan cedera atau cacat
bahkan sampai dengan kematian sebagai akibat dari tindakan bidan.
1. Pengertian
Kekerasan terhadap bayi dalam praktek kebidanan adalah merupakan
semua bentuk malpraktek profesi Bidan terhadap bayi berupa perilaku verbal
atau nonverbal yang mengakibatkan kesengsaraan fisik maupun psikis.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari
seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,1956). Di dalam
setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut
pandang hukum disebut yuridical malpractice
Untuk malpraktek hukum (yuridical malpractice) dibagi dalam 3 kategori
sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil
malpractice dan Administrativemalpractice.
a. Criminal malpracticeCriminal malpractice
Seseorang yang melakukan perbuatan yang mana perbuatan tersebut
memenuhi rumusan delik pidana yaitu seperti positive act / negative act
yang merupakan perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang
salah yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness)
atau kealpaan (negligence).
b. Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness). Criminal
malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

c. Criminal malpractice yang bersifat kealpaan/lalai (negligence) misalnya


kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
1. Civil Malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
2. Administrative Malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui
bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban bidan.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
2. Kode etik kebidanan
Kode etik profesi merupakan "suatu pernyataan komprehensif dari
profesi yang memberikan tuntunan bagi angotanya untuk melaksanakan
praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien
/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendin".
Fungsi Etika dan Moralitas Dalam Pelayanan
a. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien
b. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan
dan mencegah yg merugikan/membahayakan oraNg lain.
c. Menjaga privacy setiap individu
d. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan
porsinya.
e. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima
dan apa alasannya.
f. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam
menganalisis suatu masalah
g. Menghasilkan tindakan yg benar
h. Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya

i. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik,


buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya
j. Berhubungan dengans pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak
k. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik serta mengatur hal-hal yang
bersifat praktik
l. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun
tata cara di dalam organisasi profesi Mengatur sikap, tindak tanduk orang
dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi.
3. Ruang lingkup praktek kebidanan
Pengertian Lingkup praktek kebidanan adalah terkait erat dengan
fungsi, tanggung jawab dan aktifitas bidan yang telah mendapatkan
pendidikan, kompeten, dan memiliki kewenangan
untuk melaksanakannya.
Pelayanan kebidanan pada bayi meliputi :
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi
b. pencegahan hipotermi
c. Inisiasi Menyusui Dini (IDM),
d. injeksi vitamin K1,
e. perawatan bayi dari lahir masaneonatal (0-28 hari) dan perawatan tali
pusat.
f. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
g. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
h. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

i. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
j. Pemberian konseling dan penyuluhan .
k. Pemberian surat keterangan kelahiran.
l. Pemberian surat keterangan kematian

4. Strategi untuk menghindari terjadinya kekerasan terhadap bayi


dalam praktek kebidanan
a. Aspek jenis tindakan / kegiatan yang dilakukan ini adalah komponen
yang menjeaskan tentang apa yang dilkukan bidan dan lingkup
kompetensi yang harus dimiliki oleh bidan.
b. Aspek strategi asuhan
E. KEKERASAN DALAM PRAKTEK KEBIDANAN GSR
a. GSR (Gangguan Sistem Reproduksi)
Sistem reproduksi adalah kumpulan organ internal dan eksternal pada laki-laki dan perempuan - yang bekerja sama untuk tujuan
berprokreasi. Sistem reproduksi terdiri dari
berperan

dalam

serangkaian

proses

organ organ yang

yang

bertujuan

untuk

berkembangbiak atau memperbanyak keturunan. Agar manusia dapat


memiliki anak, maka harus memiliki organ organ reproduksi dengan
fungsi dan dalam keadaan normal. Secara garis besar alat reproduksi
wanita terbagi kedalam dua kelompok, yaitu Alat Reproduksi
(Genetalia) luar dan Alat Reproduksi (Genetalia) dalam.

Gangguan Sistem Reproduksi (GSR) merupakan keadaan yang


tidak normal yang menyerang sistem reproduksi manusia. Banyak
bagian dari sistem reproduksi pria dan wanita dapat terkena kanker.
Pada wanita, kanker dapat menyerang rahim, ovarium, payudara dan
leher rahim, antara organ lain, menurut American Cancer Society.
Ada beberapa gangguan sistem reproduksi pada wanita diantaranya
yaitu GangguanMenstruasi Gangguan menstruasi pada wanita dapat
kita bedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Amenore primer
Gangguan ini terjadi karena Tidak terjadinya menstruasi sampai usia 17
tahun dengan atau tanpa perkembangan seksua
b. Amenore sekunder
Gangguan ini terjadi karena Tidak terjadi menstruasi selama 3-6 bulan
atau lebih pada orang yang tengah mengalami siklus menstruasi.
c. Kanker genetalia
Kanker genetalia pada wanita dapat terjadi pada miss v,serviks dan
ovarium
d. Kanker vagina
Kanker vagina belum di ketahui penyebabnya tetapi kemungkinan
terjadi karena iritasi yang diantaranya di sebabkan oleh virus. Pengobatan
antara lain dengan kemoterapi dan bedah laser.
e. Kanker serviks
Kanker serviks merupakan keadaan di mana sel-sel abnormal tumbuh di
seluruh lapisan epitel serviks.penanganannya dilakukan dengan
mengangkat uterus,oviduk,ovarium,sepertiga bagian atas vagina dan
kelenjar linfe panggul.
f. Kanker ovarium
Pada Kanker ovarium memiliki gejala yang tidak jelas. Dapat berupa rasa

berat pada panggul perubahan fungsi saluran pencernaan atau mengalami


pendarahan vagina abnormal. Penanganan dapat di lakukan dengan
pembedahan dan kemoterapi .
g. Endometriosis
Endometriosis merupakan keadaan di mana jaringan endometrium
terdapat di luar uterus yaitu dapat tunbuh disekitar ovarium,oviduk atau
jauh di luar uterus. Misalnya paru-paru
F. Kekerasan dalam pelayanan kebidanan pada pasien GSR
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik,
seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di
depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk:
Tindak kekerasan fisik
Tindak kekerasan non-fisik
Tindak kekerasan psikologis atau jiwa
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa
atau menganiaya orang lain.

Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat


lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang bertujuan merendahkan
citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata
maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang bertujuan
mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi
tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu
bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan).

Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau
bahkan takut.
Kekerasan terhadap pasien dalam praktek kebidanan adalah merupakan
semua bentuk malpraktek profesi Bidan terhadap ibu berupa perilaku verbal
atau nonverbal yang mengakibatkan kesengsaraan fisik maupun psikis. Di
dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan
norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan
praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua
norma tersebut

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Kekerasan dalam praktek kebidanan merupakan salah satu masalah dalam

pelayanan kebidanan yang sering seorang bidan lakukan sadar atau tdak sadar
padahal sikap yang kurang baik pada saat memberikan pelayanan kepada pasien

akan berdampak buruk kepada pasien karena dapat menganggu psikologi seorang
pasien baik pada Antenatal, intranata, postnatal, bayi, Kb dan Gsr pada khususnya.
Kekerasan yang dialami saat Antenatal, inranatal, nifas, bayi dan Gsr
menimbulkan akibat yang berbeda-beda terhadap gangguan kesehatan reproduksi
wanita. Perbedaan tersebut terkait dengan latar belakang sosial demografi yang
menyangkut umur, tingkat pendidikan, jumlah anak, dan tempat tinggal. Setiap
wanita mempunyai ciri sosial demografi yang berbeda sehingga tingkat
kerentanan dampak yang diperoleh menjadi berbeda pada setiap individu.
B.

Saran
Sosialisasi dampak kekerasan pada praktik kebidanan khusunya para

bidan pada saat memberikan pelayanan kepada pasien agar lebih meningkatkan
senyum, sapa, salam, sopan dan santun kepada pasien tanpa adanya diskriminasi
serta menjaga kualitas Mutu pelayanan kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai