Manusia
Khutbah pertama:
3) ( 3) ( 3)
. . .
(3) .
.
.
. . . .
. . .
Hadirin Jamaah Idul Adha Rahimakumullah,
Alhamdulillah pagi ini kita dapat berkumpul menikmati indahnya
matahari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir
mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dengan dua rakaat Idul Adha
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci. Marilah kita
bersama-sama meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan
sepenuh hati.Kita niatkan hari ini sebagai langkah awal memulai
perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yang tercermin dalam
ketaatan dan ketabahan Nabi Allah Ibrahim as menjalani cobaan dari
Allah Yang Maha Tinggi.
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam (76)
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah
Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata:
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah
aku termasuk orang yang sesat." (77)
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang
kamu persekutukan (78)
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan (79)
Para Hadirin yang dimuliakan Allah
Jika kita lihat dokumen sejarah yang termaktub dalam al-Quran di atas,
hal ini menunjukkan betapa proses pencarian yang dilakukan Nabi Allah
Ibrahim as sangatlah berat. Meskipun pada akhirnya Nabi Ibrahim
berhasil menemukan Tuhan Allah Rabbil Alamin, bukan tuhan suku dan
bangsa tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam.Tuhan yang senantiasa
berada sangat dekat dengan manusia baik ketika terpejam maupun ketika
terjaga.Itulah sejarah terbesar yang dipahatkan oleh Nabi Allah Ibrahim
di sepanjang relief kehidupan umat manusia yang seharusnya selalu
dikenang oleh umat beragama.
Selain sebagai orang yang menemukan konsep Ketuhaan.Beliau juga
salah satu hamba tersukses di dunia yang mampu menaklukkan nafsu
dunyawi demi memenangkan kecintaannya kepada Allah Sang Maha
Suci.Fragmen ketaatan dan keikhlasannya untuk menyembelih Ismail
sebagai anak tercinta yang diidam-idamkannya, adalah bukti kepasrahan
total kepada Allah swt.Bayangkan saudara-saudara, Ismail adalah anak
yang telah lama dinanti dan diidamkan, Ismail adalah anak tercintanya
. .
. .
.
Khutbah Kedua:
) (3 ) (4
.
.
. . !
Khutbah 1
.
.
.
.
Ribuan tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di atas bukit-bukit
bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia
dipancangkan. Nabi Ibrahim Alaihissalam, Abu al-Millah, telah
memancangkan sebuah cita-cita yang kelak terbukti melahirkan
peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin.Suatu kehidupan
yang aman, tenteram, dan sentosa dan secara materi subur dan makmur.
Pada hari ini ratusan juta manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa
di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil,
sebagai refleksi rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah
SWT. Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di
tanah suci Makkah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang
menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran Rabb Yang
Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk
memenuhi panggilan-Nya;
Labbaika Allahumma labbaik, labbaika lasyarikalaka labbaik.
Innal hamda wan nimata laka wal mulk la syarika lak.
Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah
sebuah momentum sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia
sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal yang
bersih; yang merupakan refleksi otentik interaksinya dengan sistem
kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syariat) yang telah
menjadi dasar kehidupan bersama.
Ibrahim adalah suri tauladan abadi.Ketundukannya kepada sistem
kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh
yang hidup sepanjang masa.Ketika Allah berfirman kepadanya,
Tunduk patuhlah (Islamlah), maka ia tidak pernah menunda-nundanya
walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi
menyimpang.Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan
penuh ketulusan.
Atas dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepadaNya untuk anak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai
akhir masa. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 132:
Namun bagi hamba Allah yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya dia
akan mengatakan Labbaik Allahumma Labbaik lebih baik aku
memenuhi seruanMu ya AllahDemikian juga dengan ibadah qurban.
Seseorang yang jauh dari Allah tentu akan berat mengeluarkan hartanya
untuk tujuan ini. Namun mereka yang posisinya dekat dengan Allah akan
sangat mudah untuk mengorbankan segala yang dimilikinya semata-mata
memenuhi perintah Allah.
Hari raya Idul Adha juga merupakan hari raya istimewa karena dua
ibadah agung dilaksanakan pada hari raya ini yang jatuh di penghujung
tahun hijriyah, yaitu ibadah haji dan ibadah qurban.Qurban yang berasal
dari kata qaruba qaribun yang berarti dekat. Jika posisi seseorang
jauh dari Allah, maka dia akan mengatakan lebih baik bersenang-senang
keliling dunia dengan hartanya daripada pergi ke Mekah menjalankan
ibadah haji.
Maka tatkala anak itu sudah berumur baligh, Ibrahim berkata: Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!Ia menjawab:
Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Disini hari raya Idul Adha kembali hadir untuk mengingatkan kita akan
ketinggian nilai ibadah haji dan ibadah qurban yang sarat dengan
pelajaran kesetiakawanan, ukhuwwah, pengorbanan dan mendahulukan
kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Semoga akan lahir keluargakeluarga Ibrahim berikutnya dari bumi tercinta Indonesia ini yang layak
dijadikan contoh teladan dalam setiap kebaikan untuk seluruh umat.
.
.
Kita juga sadar bahwa kita berhutang budi dalam memanfaatkan negeri
ini kepada orang tua generasi pendahulu, para perintis dan mereka yang
telah berjasa untuk itu. Kita juga berhutang budi dalam masalah aqidah
dan agama yang kita banggakan ini, kepada generasi salaf saleh yang
menanggung bermacam kesulitan dan derita dalam mempertahankan
risalah ini pada masa pertamanya, dan yang telah mengorbankan harta
. . .
. .
.
Khutbah 2
.
.
.
.
.
.
X 3 . . .
X 7 . . .
.
.
.
.
. . .
.
:
.
.
.