Definisi dan Ruang lingkup Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik dan Entitas
Nirlaba
3.1.1
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas ublik (SAK ETAP)
mendefinisikan entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP) sebagai entitas yang:
1. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
2. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement)
bagi pengguna eksternal. Pengguna eksternal dalam hal ini antara lain pemilik yang tidak
terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
SAK ETAP menyatakan bahwa suatu entitas memiliki akuntabilitas publik yang signifikan
jika:
1. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan
pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di
pasar modal; atau
2. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar
masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun,
reksa dana dan bank investasi.
3.1.2
Entitas Nirlaba
Definisi entitas nirlaba berbeda dengan definisi ETAP, walaupun suatu entitas bisa
saja merupakan ETAP sekaligus entitas nirlaba. Entitas nirlaba secara harfiah adalah entitas
yang tidak bertujuan mencari laba. Di Indonesia, tidak ada peraturan yang mendefinisikan
entitas nirlaba secara khusus.
Berikut adalah karakteristik entitas nirlaba menurut PSAK 45: Pelaporan Keuangan
Entitas Nirlaba:
1. Sumber daya entitas nirlaba berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomis yang sebanding dengan jumlah sumber daya
yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan jika entitas nirlaba
menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak dibagikan kepada para pendiri atau pemilik
entitas nirlaba tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada entitas bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan
dalam entitas nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan
tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas nirlaba saat
likuidasi atau pembubaran entitas nirlaba.
Suatu organisasi nirlaba mempunyai tujuan utama untuk mendukung beberapa isu publik
atau kepedulian terhadap kepentingan umum yang tidak berkaitan dengan aspek komersial,
menyangkut masalah bencana kemanusiaan maupun bencana alam, pendidikan, seni, politik,
agama, riset, atau hal lain yang relevan. Tri Purwanto menyatakan bahwa entitas nirlaba
dikelola dengan dasar kewajaran (fairness), transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab
(responsibility), kebutuhan komunitas (community needs), inisiatif, dan komunikasi.
3.2
3.2.1
Nirlaba
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
merupakan salah satu pilar akuntansi Indonesia. SAK ETAP dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) pertama kali pada bulan Mei 2009 untuk penerapan efektif pada penyusunan
laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Entitas yang termasuk
ETAP, namun memilih menggunakan SAK Umum pada tahun 2011, maka harus
menggunakan SAK Umum secara konsisten pada periode-periode setelahnya.
SAK ETAP memuat 30 bab pengaturan. Standar ini berlaku untuk entitas yang
memenuhi definisi ETAP sesuai Bab 1: Ruang Lingkup di SAK tersebut. Entitas yang
tergolong entitas nirlaba, sepanjang memenuhi ruang lingkup ETAP, dapat menerapkan SAK
ETAP ini dengan tetap mengacu pada PSAK 45: Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba untuk
aspek pelaporannya. Entitas yang berada diluar ruang lingkup ETAP juga dapat menggunakan
SAK ETAP apabila regulator terkait mengijinkan. Sebagai contoh, Bank Perkreditan Rakyat,
walaupun menguasai aset sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat sehingga tidak
termasuk ETAP, telah diijinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1
januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009.
SAK ETAP muncul karena beberapa alasan ketidakterterapan PSAK berbasis IFRS
bagi entitas kecil dan menengah, diantaranya:
1. PSAK berbasis IFRS sulit diterapkan oleh entitas kecil dan menengah mengingat
penentuan fair value memerlukan biaya yang tidak murah.
ETAP
mengadopsi
IFRS
for
SME
dengan
beberapa
penyederhanaan.
tanpa akuntabilitas publik untuk menggunakan SAK ETAP atau SAK Umum dalam
menyusun laporan keuangan entitas yang tergolong ETAP karena penggunaan SAK ETAP
untuk entitas yang termasuk dalam ruang lingkupnya pillihan. Entitas tersebut bisa saja
memilih untuk tetap menggunakan SAK Umum dan melepas haknya atas kemudahan
penyusunan laporan keuangan sesuai SAK ETAP.
Untuk entitas nirlaba, SAK Umum dan SAK ETAP, jika memenuhi kriteria, juga bisa
menjadi pilihan. Khusus untuk entitas nirlaba, terdapat PSAK 45 yang menjadi
acuan.pelaporan untuk entitas nirlaba, agar laporan keuangan entitas nirlaba lebih mudah
dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang tinggi.PSAK 45 hanya
mengatur aspek-aspek pelaporan, sementara aspek pengukuran dan pengakuan tetap mengacu
ada PSAK lain yang relevan..
PSAK 45 merupakan bagian dari SAK Umum. PSAK 45 tidak menyatakan bahwa
pengaturan yang tidak diatur dalam Pernyataan tersebut mengacu pada SAK, atau SAK ETAP
untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan. Dengan demikian entitias
nirlaba yang memenuhi kualifikasi ETAP tetap dapat menggunakan SAK ETAP, digabungkan
dengan PSAK 45 untuk acuan format pelaporan keuangannya.
3.2.3
Pemerintahan (KSAP) dan diatu rmelalui PP 71 tahun 2010, merupakan standar akuntansi
bagi entitas pemerintahan dan entitas yang dikonsolidasikan ke laporan keuangan pemerintah
di Indonesia. Namun, tidak semua entitas Negara harus mengikuti SAP. Beberapa entitas,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menaunginya,
diharuskan untuk
membuat laporan keuangan dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku umum atau
SAK Umum.
SAP yang berlaku saat ini menggunakan dua basis akuntansi, yaitu yang berbasis
modifikasi dan berbasis akrual. Hal ini terjadi karena adanya masa transisi untuk perubahan
dari basis kas modifikasi menjadi akrual transisi selama lima tahun sejak PP 71/2010
dikeluarkan. Setelah masa transisi berakhir, seluruh instansi pemerintah akan menerapkan
akuntansi berbasis akrual. SAP berbasis akrual terdiri atas kerangka konseptual dan 12 PSAP.
3.3
seperti kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) dalam
SAK Umum, hanya saja dalam versi yang lebih sederhana. SAK ETAP menggunakan prinsip
pegakuan dan pengukuran pervasif. Pervasif berarti dalam hal tidak ada pengaturan tertentu
dalam SAK ETAP untuk suatu transaksi atau peristiwa maka entitas harus menetapkan suatu
kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang relevan dan andal bagi pengguna
laporan keuangan. Selanjutnya dalam menetapkan kebijakan akuntansi tersebut, manajemen
harus menggunakan rujukan persyaratan dan panduan dalam SAK ETAP yang terkait dan
berhubungan dengan konsep isu serupa dan harus sesuai dengan definisi, kriteria pengakuan
dan pengukuran pervasif dalam Konsep dan Prinsip Pervasif.
Secara umum, Konsep dan Prinsip Pervasif dalam SAK ETAP ini sejalan dengan
KDPPLK, dengan berbagai penyederhanaannya. Dua hal yang jelas perbedaannya, yaitu
KDPPLK tidak mengatur prinsip pervasif dan di sisi lain, SAK ETAP tidak mengatur konsep
modal dan pemeliharaan modal.
3.4
3.4.1
Laporan Keuangan
Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian Laporan Keuangan dari SAK ETAP menjelaskan penyajian wajar dari
laporan keuangan yang sesuai dengan persyaratan SAK ETAP, dan pengertian laporan
keuangan yang lengkap. Penyajian Laporan Keuangan dalam SAK ETAP diatur jauh lebih
ringkas dibandingkan PSAK 1:Penyajian Laporan Keuangan.
3.4.2
Neraca
Informasi yang disajikan dalam neraca menurut SAK ETAP minimal mencakup:
Informasi yang disajikan dalam Laporan Laba Rugi dan Analisis Beban. Laporan laba
rugi menurut SAK ETAP minimal mencakup:
1.
2.
3.
4.
5.
Pendapatan
Beban keuangan
Bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode ekuitas
Beban pajak
Laba atau rugi neto
Seperti halnya neraca, item minimal yang harus disajikan terpisah juga lebih sedikit
dibandingkan dengan yang diatur dalam PSAK 1. Sementara analisis beban dalam SAK
ETAP secara substantif serupa dengan pengaturan di PSAK 1, dimana entitas menyajikan
analisis beban dalam suatu klasifikasi berdasarkan sifat atau fungsi beban. Penggunaan pos
luar biasa juga tidak diperkenankan dalam SAK ETAP.
Selain itu, perbedaan utama dengan PSAK dalam laporan laba rugi ini adalah tidak
digunakannya sitilah penghasilan komprehensif lain dalam nama laporan laba rugi di SAK
ETAP. SAK ETAP memang tidak mengatur penghasilan komprehensif lain, sehingga laporan
laba rugi yang ada pun tidak mengandung unsur tersebut.
3.4.4
Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba
Pengaturan tentang laporan perubahan ekuitas di SAK ETAP secara umum serupa
dengan PSAK 1. Laporan perubahan ekuitas perlu menyajikan:
1. Laba atau rugi untuk periode
2. Pendapatan dan beban yanng diakui langsung dalam ekuitas
3. Untuk setiap komponen ekuitas, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi
kesalahan yang diakui sesuai Bab 9 kebijakan akuntansi, estimasi, dan kesalahan
4. Untuk setiap komponen ekuitas, suatu rekonsiliasi antara jumlah tercatat awal dan akhir
periode
Poin ke dua diatas merupakan hal yang berbeda dengan PSAK 1. PSAK 1 mengatur
tentang penyajian masing-masing penghasilan komprehensif lain, sementara karena tidak ada
penghasilan komprehensif lain di SAK ETAP, maka informasi tersebut otomatis tidak diatur.
Sebagai gantinya, SAK ETAP mengatur bahwa laporan perubahan ekuitas perlu
menunjukkan pendapatan dan beban yang diakui langsung dalam ekuitas yang mana pada
hakikatnya serupa dengan penghasilan komprehensif lain.
Laporan kedua dalam bab ini, yaitu laporan laba rugi dan saldo laba, merupakan laporan
yang khas dalam SAK ETAP. Laporan ini terkait dengan penjelasan Laporan Keuangan
Lengkap dalam Bab 3, dan tidak terdapat dalam PSAK 1. Jika entitas memenuhi kriteria
dalam bab 3 tersebut dan membuat laporan laba rugi dan saldo laba, make entitas menyajikan
dalam laporan tersebut dalam pos-pos berikut sebagai tambahan atas informasi yang telah
disyaratkan dalam laporan laba rugi:
1.
2.
3.
4.
5.
3.4.5
pengaturan dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas. Perlakuan atas pendapatan dan beban bunga
dan dividen dalam SAK ETAP juga memberikan pilihan antara menjadi bagian dari aktivitas
operasi atau investasi untuk pendapatan dan aktivitas operasi atau pendanaan untuk beban,
dengan syarat konsistensi dalam peenrapan. SAK ETAP juga mengatur bahwa pajak
penghasilan diungkapkan terpisah sebagai aktivitas operasi kecuali dapat secara spesifik
diidentifikasi sebagai aktivitas investasi atau pendanaan.
Perbedaan signifikan ddengan PSAK 2, yaitu terkait pada dua hal, yaitu:
1. SAK ETAP menentukan bahwa arus kas dari aktivitas operasi diperoleh dengan metode
tidak langsung, sementara PSAK 2memberikan pilihan menggunakan metode langsung
atau tidak langsung
2. SAK ETAP tidak mengatur arus kas dari mata uang asing
3.4.6
PSAK non ETAP dan panduan tambahan dapat dijadikan rujukan, sepanjang tidak
bertentangan dengan dua poin diatas.
Secara umum, tidak ada perbedaan substansial dengan PSAK 25, hanya saja bahasa
pengaturan dalam SAK ETAP jauh lebih ringkas. Misalnya, PSAK 25 mengatur dalam
subbab tersendiri mengenai keterbatasan penerapan retrospektif sementara SAK ETAP
menggabungkannya di dalam judul pengungkapan perubahan kebijakan dan pengungkapan
koreksi kesalahan.
3.5
lainnya, substansi pengaturan dalam setiap bab pada umunya sama dengan PSAK terkait,
walaupun tetap terdapat beberapa perbedaan.
3.5.1 Investasi Pada Efek Tertentu
Efek yang dimaksud adalah surat berharga, baik berupa efek uang maupun efek ekuitas.
Istilah efek digunakan dalam PSAK 50 (1998) yang tidak lagi digunakan dalam SAK saat ini.
Pengaturan dalam bab 10 sama dengan pengaturan pada PSAK 50 (1998).
Pada saat perolehan, efek harus diklasifikasikan menjadi salah satu di antara:
1. Dimiliki hingga jatuh tempo / HTM
2. Diperdagangkan (Trading)
3. Tersedia untuk dijual (Available For Sale/AFS)
Klasifikasi ini sama dengan PSAK 50 (1998) tetapi berbeda dengan klasifikasi instrumen
keuangan di PSAK 50 yang berlaku saat ini, dimana PSAK 50 memiliki klasifikasi keempat
yaitu piutang dan pinjaman yang diberikan. Selain itu, klasifikasi di PSAK 50 didasarkan
pada maksud dan kemampuan entitas, sementara SAK ETAP hanya menyebutkan faktor
maksud.
Ketentuan selanjutnya untuk setiap klasifikasi serupa dengan SAK. Efek HTM disajikan
sebesar biaya perolehan dikurangi amortisasi premi atau diskonto. Sementara efek trading
dan AFS dinilai pada nilai wajar pada tanggal neraca; keuntungan dan kerugian karena
perubahan nilai wajar untuk trading diakui di laba rugi, sementara untuk AFS harus
dimasukkan sebagai komponen ekuitas.
Perbedaan pengaturan mengenai perubahan kelompok investasi yaitu, SAK ETAP tidak
melarang perubahan dari dan ke kelompok investasi manapun, dan tidak ada aturan mengenai
tainting rule. Selain itu, terkait penurunan nilai, SAK ETAP mengatur bahwa jika penurunan
nilai bersifat permanen maka biaya perolehan diturunkan ke nilai wajarnya dan diakui
sebagai biaya perolehan yang baru dan tidak boleh diubah kembali. Tidak terdapat
pengaturan mengenai bukti objektif dalam penurunan nilai efek di SAK ETAP.
Efek trading diklasifikasikan sebagai aset lancar, dan semua arus kas yang terkait dengan
efek tersebut dimasukkan sebagai arus kas aktivitas operasi. Sementara efek AFS dan held to
maturity disajikan sebagai aset lancar dan tidak lancar sesuai keputusan manajemen, dan
semua arus kas yang terkait diklasifikasikan sebagai arus kas aktivitas investasi.
3.5.2
Persediaan
SAK ETAP mengatur bahwa entitas harus mengukur nilai persediaan pada nilai mana
yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan
dan menjual. SAK ETAP juga hanya mengijinkan penggunaan rumus biaya masuk-pertama
keluar-pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang, dan tidak memperkenankan masuk-terakhir
keluar-pertama (MTKP) seperti halnya PSAK 14. Selain itu SAK ETAP juga mengatur
mengenai biaya persediaan, penurunan nilai serta pemulihan rugi penurunan nilai, pengakuan
sebagai beban, dan pengungkapan dengan substansi yang serupa dengan PSAK 14. Satu hal
yang tidak diatur dalam SAK ETAP adalah persediaan pialang-pedagang komoditi
menggunakan nilai wajar.
3.5.3
Investasi Pada Entitas Asosiasi, Entitas Anak, Joint Venture, dan Properti
Investasi
Investasi pada entitas asosiasi dan entitas anak diatur dalam Bab 12 SAK ETAP.
Pengertian entitas asosiasi dan entitas anak dalam bab ini sejalan dengan pengertian daslam
SAK, entitas asosiasi adalah entitas dimana investor memiliki pengaruh signifikan dan entitas
anak adalah entitas yang dikendalikan oleh entitas induk. Namun, ketentuan tentang pengaruh
signifikan dan pengendalian dalam SAK ETAP lebih sederhana, misalnya dengan tidak
adanya pengaturan mengenai hak suara potensial. Sedangkan perlakuan akuntansi untuk
investasi ini sangat berbeda dengan PSAK.
Investasi pada entitas di PSAK 15 dicatat menggunakan metode ekuitas (equity
method), sementara investasi pada entitas asosiasi di SAK ETAP dicatat menggunakan
metode biaya (cost method). Terkait entitas anak, PSAK 65 mengharuskan entitas anak
dikonsolidasikan dalam laporan keuangan investor, sementara SAK ETAP tidak mengenal
konsolidasi. SAK ETAP mengharuskan investasi pada entitas anak dicatat dengan metode
ekuitas namun tidak dikonsolidasikan.
Investasi pada joint venture yang diatur dalam Bab 13 pengaturannya tidak jauh
berbeda dengan PSAK 15. SAK ETAP mendefinisikan joint venture sebagai perjanjian
bersama dimana para pihak memiliki pengendalian bersama atas pengaturan (arrangement)
serta memiliki hak atas aset neto dari pengaturan. PSAK mensyaratkan pencatatan transaksi
joint venture menggunakan metode ekuitas sementara SAK ETAP menerapkan metode biaya.
SAK ETAP juga mengatur transaksi antar venture dan joint venture.
3.5.4
dengan SAK Umum adalah tidak diberikannya pilihan model revaluasi karena SAK ETAP
menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan. Namun, entitas yang menerapkan SAK
ETAP tetap dapat menggunakan model revaluasi untuk aset tetapnya jika ditentukan oleh
regulator. Jika entitas menggunakan metode revaluasi, selisih antara nilai revaluasi dan
jumlah tercatat diakui dalam ekuitas sebagai Surplus Revaluasi Aset Tetap dan kemudian
akan diklasifikasi ke saldo laba sebagaimana pengaturan dalam PSAK 16. Perbedaan lainnya
terdapat pada pendekatan komponenisasi yang tidak dibahas dalam SAK ETAP. Selain
perbedaan tersebut, perlakuan akuntansi untuk aset tetap dalam SAK ETAP secara umum
serupa dengan PSAK 16.
Sejalan dengan pengatuan aset tetap, perbedaan utama pengaturan properti investasi
di SAK ETAP dengan SAK Umum adalah terkait pengukuran setelah pengakuan awal,
dimana seluruh properti investasi harus diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
peyusutan dan kerugian penurunan nilai. SAK ETAP tidak memberikan pilihan untuk
mengukur nilai wajar pada PSAK 13.
3.5.5
hanya dari perolehan eksternal. SAK ETAP mengatur bahwa entitas harus mengakui
pengeluaran internal yang terjadi atas aset tidak berwujud, termasuk biaya riset dan
pengembangan (R&D) sebagai beban saat terjadinya, kecuali pengeluaran tersebut memenuhi
kriteria sebagai biaya perolehan dari aset lain. Hal ini berbeda dengan pengaturan di SAK
Umum, dimana pengeluaran internal tertentu, seperti biaya pengembangan setelah tercapai
economic viability dapat dikapitalisasi sebagai aset tidak berwujud.
Perbedaan lainnya terletak pada pengukuran setalah pengakuan awal. SAK ETAP
menentukan bahwa untuk tujuan SAK ETAP semua aset tidak berwujud dianggap
mempunyai umur manfaat yang terbatas, sehingga harus diamortisasi. Tidak ada aset tidak
berwujud yang memiliki umur manfaat tak terbatas sehingga harus direview penurunan
nilainnya setiap periode seperti diatur dalam PSAK 19. Jika entitas tidak mampu
mengestimasi umur manfaat suatu aset tidak berwujud, maka umur manfaatnyaa dianggap 10
tahun. Hal ini terkait dengan tidak adanya konsolidasi dalm SAK ETAP, sehingga tidak ada
kemungkinan munculnya goodwill yang memiliki umur manfaat tak terbatas dalam SAK
ETAP.
Selain perbedaan tersebut, pengaturan mengenai aset tidak berwujud dalam SAK
ETAP secara umum serupa dengan pengaturan dalam PSAK 19.
3.5.6
pinjaman yang muncul harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Tidak ada
pengaturan mengenai kapitalisasi biaya pinjaman seperti dalam PSAK 26.
Sementara itu, terkait penurunan nilai aset, ada beberapa perbedaan pengaturan antara
SAK ETAP dengan PSAK 48. Pertama, ruang lingkup aset yang diatur dalam penurunan nilai
SAK ETAP lebih luas. Pengecualian peraturan dalam SAK ETAP hanyalah atas aset yang
muncul dari imbalan kerja. Secara spesifik mengatur mengenai penurunan nilai pinjaman
yang diberikan dan piutang dan persediaan yang dikecualikan dalam pengaturan PSAK 48.
Penurunan nilai yang diberikan dan oiutang dalam SAK ETAP dibentuk sebesar
estimasi kerugian yang tidak dapat ditagih. Sementara untuk persediaan, seperti konsep lower
of cost or net realisable value dalam PSAK, jumlah tercatat dibandingkan dengan harga jual
dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual dalam menentukan penurunan nilai
persediaan.
Untuk aset lainnya, perbedaan utama antara penurunan nilai dalam SAK ETAP
dengan SAK umum adalah tidak adanya istilah jumlah terpulihkan (recoverable ammounti)
dan nilai pakai (value in use) dalam SAK ETAP. Jika ada indikasi penurunan nilai, maka
entitas harus mengestimasi nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, dan penurunan nilai
terjadi jika nilai tersebut dikurangi biaya untuk menjual dengan nilai pakai untuk menentukan
jumlah terpulihkan.
SAK ETAP juga tidak mengatur penurunan nilai untuk goodwill karena memang tidak
ada pengaturan mengenai pengakuan goodwill dalam SAK ETAP seperti yang telah
dijelaskan dalam subbab Aset Tidak Berwujud.
3.6
3.6.1
Pengaturan Lainnya
Kewajiban Diestimasi dan Kontijensi, Ekuitas, Pendapatan, dan Pajak
Penghasilan
Sewa
Pengaturan mengenai sewa dalam SAK ETAP hanya mencakup transaksi sewa. Bab
ini tidak mengatur mengenai transaksi yang mengandung sewa seperti yang dijelaskan dalam
ISAK 8. Sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa mengalihkan secara
substansial seluruh manfaat dan risiko kepemilikan aset. Hal ini serupa dengan pengaturan
dalam PSAK 30. Lebih lanjut sewa diklasifikasi sebagai sewa pembiayaan jika memenuhi
salah satu dari pengalihan kepemilikan aset dari lessor ke lessee di akhir masa sewa, opsi
untuk membeli aset pada harga rendah untuk lessee, masa sewa sama atau lebih dari 75%
umur ekonomis aset, pembayaran sewa minimum sama atau lebih dari 90% nilai wajar aset,
dan aset sewaan bersifat khusus dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya.
Ketentuan tersebut merupakan syarat, bukan hanya contoh yang mengarah pada klasifikasi
sewa pembiayaan seperti yang dijelaskan PSAK 30. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi,
maka transaksi sewa akan diklasifikasikan sebagai sewa operasi.
Perlakuan akuntansi dalam SAK ETAP oleh lessee dan lessor lebih mengacu pada
PSAK 30 (1990): Akuntansi Sewa Guna Usaha, dimana bagi lessor ditentukan bahwa
penanaman neto sewa terdiri dari jumlah oiutnag sewa ditambah nilai residu yang akan
diterima oleh lessor pada akhir masa sewa dikurangi pendapatan sewa yang belum diakui dan
simpanan jaminan. Untuk akuntansi lessor, SAK ETAP tidak mengatur lessor pabrikan atau
dealer, dan transaksi jual dan sewa balik (sale and leaseback) tidak diatur tersendiri
melainkan digabungkan dalam sub laporan keuangan lessee. Pengaturan lainnya sejalan
dengan PSAK 30 yang berlaku saat ini.
3.6.3
Imbalan Kerja
Imbalan kerja yang diatur dalam SAK ETAP serupa dengan pengaturan dalam PSAK
24, dimana terdapat mengenai pengaturan imbalan kerja jangka pendek, imbalan pasca kerja,
imbalan kerja jangka panjang lainnya, dan pesangon pemutusan kerja. Imbalan pasca kerja
dalam SAK ETAP juga dibagi menjadi program imbalan pasti dan program iuran pasti.
Perbedaan signifikan terdapat pada pengukuran kewajiban imbalan pasti dan beban
yang terkait. Metode projected unit credit (PUC) yang membutuhkan berbagai asumsi
aktuarial disyaratkan dalam SAK ETAP untuk mengukur kewajiban manfaat pasti dan beban
terkait seperti halnya PSAK 24. Tetapi SAK ETAP menambahkan ketentuan bahwa jika
entitas tidak mampu (tanpa biaya dan usaha yang tidak semestinya) untuk menggunakan
metode PUC, maka entitas diperkenankan untuk membuat penyederhanaan pengukuran
kewajiban untuk pekerja kini sebagai berikut:
1. Mengabaikan estimasi kenaikan gaji yang akan datang
2. Mengabaikan jasa akan datang dari pekerja kini
3. Mengasumsikan semua pekerja kini akan menerima manfaat pascakerja; tetapi mortalitas
setelah jasa (usia harapan hidup) tetap perlu dipertimbangkan.
Entitas yang memanfaatkan penyederhanaan tersebut harus memasukkan manfaat
yang sudah vested dan belum vested dalam mengukur kewajiban imbalan pasti.
Penyederhanaan seperti ini tidak diatur di dalam PSAK 24: Imbalan Kerja.
3.6.4
besar serupa dengan pengaturan dalam PSAK 10, hanya terdapat beberapa perbedaan minor.
SAK ETAP memiliki definisi mata uang fungsional, mata uang pelaporan, dan mata uang
pencatatan, sedangkan istilah mata uang pencatatan tidak digunakan dalam PSAK 10.
Namun, karena mata uang pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan, secara
substansi tidak ada perbedaan antara SAK ETAP dengan PSAK 10. Selain itu, SAK ETAP
mengatur bahwa jika entitas menggunakan mata uang selain mata uang lokal sebagai mata
uang pelaporan, maka mata uang tersebut harus merupakan mata uang fungsional. Pengaturan
ini berbeda dengan PSAK 10 yang menyebutkan bahwa entias dapat menyajikan laporan
keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata uang fungsional.
Perbedaan lainnya adalah SAK ETAP tidak mengatur mengenai penjabaran kegiatan
usaha luar negeri dan pengaruh pajak atas semua selisih nilai tukar. Pengaturan lainnya secara
substantif sama, antara lain tentang penentuan mata uang fungsional, pengakuan awal
transaksi dalam mata uang asing, dan pelaporan pada akhir periode pelaporan dimana laba
rugi selisih kurs dapat diakui dalam laba rugi ataupun ekuitas (other comprehensive income
dalam PSAK 10) sesuai dengan aset yang terkait.
Sebagai tambahan, SAK ETAP mengatur penentuan saldo awal untuk tujuan
pencatatan akuntansi dimana perlu dilakukan pengukuran kembali atas akun-akun laporan
keuangan seolah-olah mata uang fungsional tersebut telah dilakukan sejak tanggal terjadinya
transaksi. Pengukuran kembali tersebut dilakukan secara retrospektif untuk membuat
penyajian komparatif jika periode yang diperbandingkan tidak menggunakan mata uang
fungsional.
3.6.5
serupa dengan SPAK 8, dimana ada pengaturan untuk peristiwa yang memerlukan
penyesuaian dan yang tidak memerlukan penyesuaian. Hanya saja SAK ETAP tidak mengatur
secara spesifik tentang kelangsungan usaha seperti yang diatur dalam PSAK 8, dan justru
mengatur dividen yang diumumkan setelah tanggal pelaporan dalam subbab sendiri.
Sementara terkait pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa,
pengaturan dalam SAK ETAP juga sejalan dengan pengaturan dalam PSAK 7, baik
Ketentuan Transisi
SAK ETAP diterapkan oleh entitas secara retrospektif. Namun jika tidak praktis,
entitas dapat menerapkannya secara prospektif. Entitas yang memenuhi persyaratan ETAP
tetapi memilih untuk tidak menerapkan SAK ETAP, harus secara konsisten menggunakan
SAK Umum tersebut. Bab ini mengatur bahwa entitas yang sebelumnya tidak memenuhi
persyaratan ETAP, tetapi kemudian memenuhi persyaratan tersebut, dapat menggunakan SAK
ETAP, baik secara retrospektif maupun prospektif. Entitas yang sebelumnya telah menyusun
laporan keuangan dengan SAK Umum dan akan menerapkan SAK ETAP secara prospektif
akan:
1. Mengakui semua aset dan kewajiban yang pengakuannya dipersyaratkan dalam SAK
ETAP
2. Tidak mengakui pos-pos sebagai aset dan kewajiban jika SAK ETAP tidak mengijinkan
pengakuan tersebut
3. Mereklasifikasikan pos-pos yang diakui sebagai suatu jenis aset, kewajiban atau
komponen ekuitas berdasarkan kerangka pelaporan sebelumnya, tetapi merupakan jenis
aset, kewajiban, atau komponen ekuitas yang berbeda berdasarkan SAK ETAP
4. Menerapkan SAK ETAP dalam pengukuran seluruh aset dan kewajiban yang diakui
Jika kebijakan akuntansi untuk saldo awal berbeda antara sebelum dan sesudah
penerapan SAK ETAP, hasil penyesuaian yang muncul dari transaksi, kejadian atau kondisi
lainnya sebelum tanggal efektif SAK ETAP diakui secara langsung pada saldo laba pada
tanggal penerapan SAK ETAP.
3.7
menyajikan laporan keuangan sempurna seperti yang dibutuhkan oleh investor di pasar
modal, karena kebutuhan informasi dan variasi pengguna laporan keuangan mereka lebih
sederhana daripada entitas dengan akuntabilitas publik. Selain itu, kebanyakan entitas tanpa
akuntabilitas publik adalah usaha kecil dan menengah, yang umumnya mengalami
keterbatasan sumber daya untuk mengikuti aturan dalam SAK Umum yang cukup rinci dan
kompleks dalam menyusun laporan keuangan. Untuk itu, SAK ETAP hadir bagi entitas
memenuhi kualifikasi. Beberapa penelitian menemukan bahwa dalam penerapan SAK ETAP
masih terdapat beberapa kekurangan, walaupun ada juga yang telah menerapkannya dengan
baik.
Bebrapa penelitian tentang UKM/koperasi ternyata hanya melakukan pencatatan
akuntansi sederhana, dan tidak menerapkan SAK ETAP. Penelitian lain menemukan bahwa
entitas telah menerapkan ETAP tetapi belum menyeluruh, penelitian tersebut membuktikan
bahwa suatu koperasi perkebunan belum menerapkan SAP ETAP secara penuh untu aset
biologis dan persediaannya. Peneliti lain menemukan bahwa UKM yang diteliti belum
membuat laporan keuangan yang lengkap seperti yang diatur dalam SAK ETAP. Faktor
penyebab belum diterapkannya SAK ETAP dengan baik adalah masih ada pemilik UKM
yang belum mengetahui keberadaan SAK ETAP, kurangnya sumber daya dan pemahaman
mengenai SAK ETAP, dan tidak adanya keharusan pengguna SAK ETAP dari pemerintah.
Memang tidak seperti SAK Umum yang diwajibkan bagi entitas yang terdaftar di pasar
modal, tidak ada regulasi yang mengharuskan entitas tanpa akuntabilitas publik untuk
menerapkan SAK ETAP, kecuali untuk beberapa tipe ETAP yang berada di bawah kendali
pemerintah dan entitas nirlaba.
Tidak diterapkannya SAK ETAP secara menyeluruh tidak selalu disebabkan oleh
kurangnya pemahaman sumber daya entitas. Penelitian lain mengungkapkan bahwa koperasi
yang diteliti masih menggunakan PSAK 27 untuk beberapa hal, karena tidak menemukan
peraturan yang diperlukan dalam SAK ETAP. Hal ini mengindikasikan perlunya pengaturan
tambahan untuk hal-hal tertentu dalam SAK ETAP.
Selain penelitian atas kekurangan dalam penerapan SAK ETAP, cerita sukses
penerapan SAK ETAP juga banyak terjadi. Penelitian penerapan SAK ETAP di Bank
Perkreditan rakyat (BPR) menyimpulkan bahwa laporan keuangan BPR sudah memadai.
Lebih lanjut SAK ETAP memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 34,5% terhadap
kualitas laporan keuangan BPR yang diteliti. Beberapa yayasan dan entitas nirlaba lain juga
banyak yang menerapkan SAK ETAP yang dikombinasikan dengan PSAK 45 untuk
pelaporan keuangannya.
SAK ETAP tidak hanya diterapkan oleh UKM. Entitas yang tidak tergolong UKM
tetapi memenuhi persyaratan ETAP juga menerapkan SAK ETAP, misalnya Perusahaan
Daerah Air Minum, Koperasi Telkomsel, dan PT Djarum. Entitas besar yang memiliki
sumber daya untuk menerapkan SAK Umum, tetapi selama mereka termasuk dalam kategori
ETAP, mereka memang memiliki pilihan untuk mempermudah pelaporan keuangannya sesuai
SAK ETAP.
Contoh Kasus:
Penerapan Standar Akuntansi Keuangan
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Pada Yayasan Surf Aid International Incorporated
1. Profil Perusahaan
Surf Aid International Incorporated ("Yayasan") didirikan pada tanggal 26 Januari
2000 di New Zealand berdasarkan Incorporated Societies Act tahun 1908. Anggaran
dasar Yayasan mengalami perubahan pada tanggal 19 April 2001 dalam rangka
perubahan tujuan Yayasan. Perubahan tersebut telah memperoleh persetujuan dari
Menteri Perdagangan New Zealand.
Di Indonesia, kegiatan Surf Aid International didasarkan atas Memorandum Saling
Pengertian antara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Surf Aid
International tentang Promosi Peningkatan Kesehatan Masyarakat dan Kesiapsiagaan
Bencana pada tanggal 15 November 2010, dan berlaku 3 tahun sampai dengan tanggal 15
November 2013.
Tujuan Yayasan adalah sebagai organisasi amal nirlaba yang memberikan bantuan
medis dan program pendidikan lainnya kepada masyarakat yang berada di lokasi-lokasi
surfing dan juga kepada masyarakat di sekitarnya termasuk pelatihan medis kepada
operator surfing dan penyedia jasa akomodasi.
Susunan pengurus pada 31 Maret 2012 adalah sebagai berikut:
a. Ketua : Dr. Steve Hathaway
b. Anggota : Karl Luber
c. Anggota : Paul Riehie
d. Anggota : Harry Hodge
e. Anggota : Ray Wilson
Nilai perusahaan
Visi dari yayasan Surf Aid International Incorporated yaitu masyarakat yang sehat dan
tangguh di daerah terpencil. Misinya adalah untuk meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat yang tinggal di daerah terpencil yang
terhubung melalui surfing.
a. Pemberdayaan Masyarakat
Kami akan menciptakan peluang untuk belajar dan bekerja bersama-sama mencapai
tujuan bersama, mendorong orang untuk mengambil peran aktif dalam membangun
masyarakat yang sehat dan tangguh mereka sendiri.
b. Persamaan
Semua orang memiliki hak untuk mengakses pelayanan dasar yang berkualitas
terlepas dari mana mereka tinggal. Kami percaya semua orang dapat berkontribusi
untuk pembangunan mereka sendiri, diberikan kesempatan yang tepat dan suara untuk
berbagi tantangan mereka, ide-ide dan kebijaksanaan. SurfAid menghormati nilai-nilai
dan adat istiadat setempat dan akan menemukan cara-cara kreatif untuk memperkaya,
bukan perubahan, budaya lokal.
c. Kemtiraan / Kolaborasi
SurfAid mengerti bahwa sendiri saja kita hanya bisa berkontribusi untuk perubahan
positif. Untuk membawa perubahan kita bekerja dengan masyarakat, departemen
pemerintah daerah, influencer lokal dan para pengambil keputusan abadi. Tujuan kami
adalah untuk menjadi inklusif mungkin, mendengarkan semua pemangku kepentingan
kami.
d. Akuntabilitas
Kami menyadari bahwa kami hanya penjaga dana yang dipercayakan kepada kita
untuk memberikan perubahan positif bagi masyarakat terpencil. Kami berkomitmen
untuk menjadi pelayan yang luar biasa dari dana donor kami dan dengan demikian
akan menggunakan dana dengan cara yang paling efektif dan efisien. Kami berusaha
untuk secara akurat mengukur dampak kami sebagai organisasi dan menjadi benarbenar bertanggung jawab kepada mitra kami dan orang-orang yang kita layani.
e. Profesionalisme
Kami bercita-cita untuk memberikan program yang paling efektif, menggunakan
standar tertinggi praktek pembangunan, dan diakui oleh akreditasi yang relevan dan
badan-badan profesional.
Pendekatan yang dilakukan
akuntansi, informasi kas dan bank, saldo dan transaksi dengan pihak afiliasi,
pembayaran dimuka, utang lain-lain, utang pajak, pendapatan afiliasi, hibah, dan
biaya manajemen dan umum.
3. Penutup
Secara umum, laporan keuangan yayasan SurfAid International telah disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Surf Aid International pada
tanggal 31 Maret 2012 and 2011 serta laporan aktivitas dan arus kas untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut sesuai sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Semua komponen yang telah ditentukan dalam PSAK
45 dan SAK ETAP telah sesuai dalam laporan keuangan yayasan Surf Aid.
Daftar Pustaka
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant : Pelaporan Korporat. Ikatan
Akuntan Indonesia: Jakarta
Laporan Keuangan Yayasan Surf Aid International tahun 2012
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas
Publik. Ikatan Akuntan Indonesia: Jakarta
http://gemar-akuntansi.blogspot.co.id/2016/05/pelaporan-keuangan-etap-dan-nirlaba.html?
m=1
http://www.surfaid.org/
http://zahiraccounting.com/id/blog/pembukuan-sederhana-untuk-perusahaan-nirlaba/