Anda di halaman 1dari 2

Glaukoma akut merupakan salah satu glukoma sudut tertutup primer.

Glukoma akut adalah suatu


kondisi dimana terjadi aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris terdorong
atau menonjol kedepan maka outflow humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Jika penutupan sudut ini terjadis secara mendadak, maka gejala yang
ditimbulkan sangat berat seperti nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan muntah. 13

Temuan lainnya adalah peningkatan tekanan intraokular yang mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea

berkabut, pupil berdilatasi sedang yang terfiksai, dan injeksi siliar mata. 2
Glukoma akut merupakan suatu keadaan darurat mata yang memerlukan penanganan segera untuk
mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan. Pengobatan medika mentosa harus
dimulai secepat mungkin untuk menurunkan tekanan intraokular, sebelum terapi definitif iridektomi laser atau
bedah dilakukan.1
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan gonioskopi yang dapat
memberikan bukti bahwa sudut bilik mata tertutup.1-3 Pemeriksaan gonioskopi dilakukan dengan meletakkan
lensa sudut (goniolens).3 Mata sebelahnya harus dilakukan pemeriksaan gonioskopi untuk memastikan adanya
predisposisi anatomi terhadap glaukoma sudut tertutup primer. 2
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus
optikus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cawan optik. Patofisiologi peningkatan tekanan
intaokular baik disebabkan oleh gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut
bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke siste drainase (glaukoma
sudut tertutup). Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Glaukoma sudut
tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris parifer.
Hal ini menghambat aliran keluar aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat,
menimbulkan rasa nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan kabur. 1-2
Pada serangan akut sebaiknya tekanan diturunkan terlebih dahulu dengan pilokarpin 2% setiap menit
selama 5 menit yang disusul setiap 1 jam selama satu hari.

1-3

Pengobatan glaukoma akut harus segara berupa

pengobatan topikal dan sistemik.3 Tujuan pengobatan ialah merendahkan tekanan bola mata secepatnya
kemudian bila tekanan bola mata normak dan mata tenang dilakukan pembedahan. 1-3 Pengobatan topikal
diberikan pilokarpin 2%. Sistemik diberikan intravena karena sering disertai mual. Diberikan Asetazolamid 500
mg IV, yang disusul dengan 250 mg tablet setiap 4 jam sesudah keluhan enek hilang.

1-3

Intravena juga dapat

diberikan manitol 1.5-2 mg/kg BB dalam larutan 20%. 3


Hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma akut kongestive. Tindakan pembedahan harus
dilakukan pada mata dengan galukoma sudut sempit karena serangan akan berulang lagi pada suatu saat. 2

Apabila terapi ditunda, iris parifer dapat melekat keanyaman trabekular (sinekia posterior) sehingga
menimbulkan oklusi sudut bilik mata depan ireversible yang memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya.
Selain tejadi kerusakan nervus optikus.2
Prognosis baik apanila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera mungkin.
Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapangan pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi
atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia
sudut tertutup permanen dan bahkan kebutaan permanen dalam 2-3 hari.1

DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3506/1/09E01372.pdf

diunduh

pada

tanggal

20

November 2016
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi-17. Jakarta: EGC; 2015.h.21214,223-24
3. Iiyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi-5. Jakarta: Badan penerbit FK UI; 2015.h.175-7.

Anda mungkin juga menyukai