PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Peraturan perundang-undangan sudah menjadi suatu asas hukum atau asas
pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi suatu norma hukum. Sebagai suatu
norma hukum hal tersebut akan berakibat adanya suatu sanksi apabila asas tersebut tidak
terpenuhi atau tidak dilaksanakan. Maka, ketika pihak yang berwenang akan membuat
suatu Peraturan Perundang-Undangan, maka ia harus mengerti bagian-bagian esensial dari
Perundang-Undangan tersebut. Esensial Perundang-Undangan merupakan hakikat atau hal
yang pokok dari suatu Perundnag-Undangan atau Peraturan Perundang-Undangan. Dalam
sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam
sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok,
dimana suatu norma itu selalu berlaku, bersumber serta berdasar pada norma yang lebih
tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku bersumber serta juga berdasar pada norma
yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara
(Staatsfundamentalnorm).1 Norma
hukum
memainkan
peranan
dalam
hubungan
berada di bawah UUD Tahun 1945 harus bersumber dan berdasar pada UUD
Tahun 1945 baik dari aspek prosedurnya maupun dalam hal materi muatan yang tidak
dapat bertentangan dengan materi muatan UUD Tahun 1945. Adapun kelompok
hierarki norma hukum di Indonesia2
1. Staatsfundamentalnorm ?Pancasila (Pembukaan UUD
1945)
2. Staatgrundgesetz
: Batang
Tubuh
UUD
1945,
Ketetapan
mengelola
2Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 171
dan
kaidah
yang
dikehendaki
atau
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
harus ada pengawasan yang efektif dan efisien. Ini bertujuan untuk menyeimbangkan
segala bentuk kehidupan demokrasi yang ada di Negara tersebut, pengawasan ini
hendaknya menjadi suatu upaya untuk melindungi warga Negara Indonesia dari berbagai
ketimpangan-ketimpangan yang dapat merusak tatanan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Selain itu pengawasan ini juga harus memiliki sikap yang tegas dan transparan, demi
terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk menindaklanjuti hal ini, dikenal
dengan istilah Judicial Review atau uji materiil sebuah peraturan perundang-undangan
dimana dalam sistem hukum di Indonesia, baru diadopsi setelah amandemen UUD 1945.
Sebelumnya, tidak dikenal uji materiil sebuah peraturan perundang-udangan terhadap
konstitusi.
B. Permasalahan
Berdasarkan
uraian
yang
telah
dikemukakan
pada
latar
belakang,
maka
atau
kewenangan untuk menguji atau hak uji. Pengertian tersebut memperjelas bahwa
'toetsingrecht' merupakan suatu proses untuk melakukan pengujian atau menguji dan
secara harfiah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk menguji.6 Pengertian menguji
atau melakukan pengujian merupakan proses untuk memeriksa, menilai, dan memutuskan
terhadap obyeknya. Pemahaman menguji atau melakukan pengujian dalam perspektif
toetsingsrecht
konstitusionalitas suatu peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundangundangan yang derajatnya lebih tinggi oleh suatu lembaga negara yang oleh undangundang dasar dan/atau oleh undang-undang diberikan kewenangan.7
Pengertian toetsingrecht memang cukup luas, sehingga peristilahan yang
timbulpun sangat tergantung dengan subyek dan obyek dalam pengujian tersebut. Jika
dikaitkan dengan subyek, maka toetsingsrecht dapat dilekatkan pada lembaga kekuasaan
negara yudikatif, legislatif, dan eksekutif.8
Pengertian toetsingsrecht jika dikaitkan dengan obyek dan waktu, maka hak
menguji tersebut dilakukan secara a posteriori, dan secara a priori. Kewenangan
untuk menguji secara a posteriori, jika obyeknya adalah undang-undang
atau setelah
6 M.Laica Marzuki yang mengartikan toetsingsrecht sama dengan hak menguj yaitu, hak bagi hakim
(atau lembaga peradilan) guna menguji peraturan perundang-undangan. Lihat M. Laica Marzki, Berjalanjalan di Ranah Hukum, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 67
terjadinya tindakan atau perbuatan pemerintah, maka tindakan tersebut disebut judicial
review. Sedangkan kewenangan untuk melakukan pengujian secara a priori, jika obyek
yang diuji tersebut adalah Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama
tetapi
belum diundangkan
preview.9 Uraian di atas menunjukkan bahwa toetsingsrecht memiliki makna yang cukup
luas, di samping tergantung subyek, obyek, juga tergantung kepada sistem hukum di tiaptiap negara, termasuk untuk menentukan kepada lembaga kekuasaan negara mana
kewenangan dimaksud akan diberikan. Dengan demikian, pengertian toetsingsrecht lebih
luas di banding dengan judicial review.
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa pengertian toetsingsrecht dalam
perspektif judicial review dapat diartikan sebagai toetsingsrecht dalam arti sempit atau
uji judicial yang subyeknya tertentu yaitu lembaga kekuasaan kehakiman dan obyeknya
juga tertentu yaitu peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur (regels). Dengan
demikian dapat dibedakan dengan jelas bahwa toetsingsrecht dalam perspektif judicial
review, legisltive review dan executive review dilihat dari segi subyeknya.
Demikian
pula dalam segi obyeknya, maka toetsingsrecht dalam perspektif judicial review
obyek yang diuji adalah peraturan perundang-undangan
yang bersifat mengatur.
Objek Pengujian: Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
Undang-undang adalah suatu ketentuan tertulis yang dibuat oleh badan yang diberikan
kewenangan oleh undang-undang dasar. Dalam konteks UUD Negara RI tahun 1945,
9 Paulus Effendi Lotulung, Ibid., hal. xvii. Jimly Ashiddiqie, Ibid., hal.8.
6
maka undang-undang dibuat oleh DPR-RI dan Presiden, sehingga setiap rancangan
undang-undang dibahas dan mendapat persetujuan bersama dari kedua lembaga tersebut.
Dengan demikian, otoritas pembuatan undang-undang terletak di DPR tetapi proses dan
penetapan suatu undang-undang berada pada DPR dan Presdien. Oleh karena itu,
lembaga DPR merupakan lembaga politik yang salah satu fungsinya menurut UUD
Negara RI tahun 1945 adalah di bidang legislasi.10
Undang-undang merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang jangkauan
materi muatannya cukup luas, baik menyangkut kehidupan kenegaraan, pemerintahan,
masyarakat dan individu. Bidang yang tidak dapat diatur oleh undang-undang hanyalah
hal-hal yang sudah diatur oleh undang-undang dasar, atau yang oleh undang-undang itu
sendiri telah didelegasikan pada bentuk peraturan perundang-undangan lain. Secara garis
besar materi muatan suatu undang- undang berkaitan dengan 2 (dua) hal pokok yaitu,
pertama, mengatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar, dan yang
kedua, karena diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar untuk diatur dengan undangundang.11
Materi muatan suatu undang-undang menurut Bagir Manan didasarkan pada tolok
ukur yang sifatnya masih umum, yaitu antara lain:
1)
2)
10
Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 20A ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI tahun 1945.
3)
undang-
5)
umumnya
pengujian
undang-undang
terhadap
undang-undang
dasar
dilaksanakan pada negara-negara yang sistem pemerintahannya didasarkan pada prinsipprinsip demokrasi, prinsip negara hukum, prinsip pemisahan kekuasaan, dan prinsip hak
asasi manusia. Hal ini berarti, pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar
akan dapat dijalankan sebagaimana mestinya, jika dalam penyelenggaraan
menganut
prinsip
supremasi
hukum dan
negara
dalam prinsip supremasi parlemen, maka produk hukum (UU) yang dihasilkan oleh
Parlemen tidak dapat diganggu gugat, karena perlemen merupan representasi dari
kedaulatan rakyat.
Obyek Pengujian: Peraturan Perundang-undangan di bawah undang undang
terhadap undang-undang
Pengujian
peraturan
perundang-undangan
di
bawah
undang-undang
terhadapundang-undang (selanjutnya disebut pengujian peraturan di bawah undangundang), merupakan bentuk pengujian yang obyeknya adalah seluruh peraturan yang
bersifat mengatur, abstrak dan mengikat secara umum yang derajatnya di bawah undangundang. Bentuk dan tata urutannya sesuai yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 atau secara periodisasi sesuai dengan ketentuan Ketetapan MPRS Nomor
XX/MPRS/21966, dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Oleh karena itu, obyek yang
12 Bagir Manan, Dasar-Dasar .... op.cit, hal. 37 40
8
diuji adalah segala peraturan di bawah undang-undang dan yang dijadikan tolok ukur
pengujiannya adalah undang- undang, maka oleh Jimly disebut legal review atau
judicial review on the legality of regulation.
Pengujian peraturan perundang-undangan dengan obyek peraturan di bawah
undang-undang, memang tidak diatur secara eksplisit dalam UUD 1945, tetapi sejak
tahun 1970 secara eksplisit diatur dalam suatu undang-undang dan peraturan lainnya.
Pertama kali diatur dalam Pasal 26 UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan dikuatkan oleh Pasal 11 Ketetapan MPR No.
III/MPR/1978, serta Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Pengaturan pengujian peraturan di bawah undang-undang ini secara tidak langsung
mempraktekkan prinsip checks and balances walaupun terbatas. Sebab pengujian
peraturan pada dasarnya dapat dijalankan, apabila prinsip pemisahan kekuasaan dan
checks and balances dianut dan dilaksanakan dalam penyelenggaraan negara. Adanya
pengaturan pengujian peraturan di bawah undang-undang ini juga dimaksudkan sebagai
kontrol normatif setiap tindakan atau produk hukum yang berbentuk peraturan dari pihak
eksekutif dalam hal ini Presiden dan lembaga
negara lainnya.
Hal
ini disebabkan,
Presiden oleh UUD 1945 diberikan tugas dan kewenangan yang cukup besar untuk
menerjemahkan materi muatan suatu undang-undang dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
Posisi Presiden dalam kaitannya dengan proses pembentukan dan pelaksanaannya cukup
besar. Ketika undang-undang masih dalam proses, posisi Presiden adalah sebagai salah satu
pihak pembahas dan pemberi persetujuan, di samping juga berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang. Selain itu, Presiden juga berhak dan berkewajiban untuk
membuat dan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai instrumen pelaksanaan
undang-undang.
9
pada
dasarnya
materi
muatannya adalah materi muatan undang-undang, tetapi lebih rinci. Oleh karena itu,
posisi Presiden cukup besar dalam menafsirkan materi muatan undang-undang yang akan
dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, di samping juga cukup besar pula
intervensi politik bagi kepentingan Presiden. Di samping itu, Presiden juga dapat
menerbitkan keputusan dalam bentuk peraturan untuk menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai lembaga negara. Untuk hal ini, maka wewenang yang melekat dan terlahir
sebagai badan atau pejabat tata usaha negara yang didasarkan
bertindak
(freis
ermessen).
atas
asas
kebebasan
menjalankan pemerintahan tidak berarti bebas tanpa batas, tetapi tetap terikat oleh asasasas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak, seperti asas persamaan perlakuan,
asas kepastian hukum, dan asas dapat dipercaya. Dalam praktek, hal-hal tersebut
dapat berupa Peraturan Presiden, Instruksi Presiden, dan lain-lain.
10
DAFTAR PUSTAKA
Agung Djojosoekarto, dalam Pataniari Siahaan. Politik Hukum Pembentukan
Perundang-undangan Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: Konpres, 2012
Asshiddiqie,
2006
Asshiddiqie, Jimly, Model-model
(Jakarta: Konstitusi press, 2005
Pengujian
Konstitusional
di
Berbagai
Negara,
11