Anda di halaman 1dari 16

TALK SHOW KOMEDI DI TELEVISI

(Analisis Deskriptif Kualitatif Manifestasi Humor Bukan Empat Mata di


TRANS7)
Sumarni Bayu Anita
sb.anita@gmail.com
Abstrak. Penelitian ini menganalisis manifestasi humor di Bukan Empat Mata - TRANS7.
Manifestasi humor diteliti berdasarkan teori teknik dasar penciptaan humor Arthur Asa Berger yang
terdiri dari empat aspek, yakni bahasa, logika, bentuk, dan gerakan. Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa manifestasi humor dalam Bukan Empat Mata - TRANS7 sangat beragam. Hanya 3 dari 45
jenis teknik dasar penciptaan humor Berger yang tidak dimiliki, yakni Susunan (Logika), Adegan
Pengejaran (Gerakan) dan Adegan Dalam Kecepatan Tinggi (Gerakan). Dari penelitian ini ditemukan
bahwa isu-isu pada masyarakat Indonesia dapat dimanifestasikan secara humor. Talk show yang kita
anggap hanya menekankan pada pemberian informasi, ternyata dapat memuat unsur hiburan yang
menarik minat penonton kelas bawah untuk menikmatinya. Sehingga, talk show komedi dapat
menjadi cara alternatif dalam menyampaikan kritik atau masalah sosial.
Kata kunci: Talk Show Komedi, Manifestasi, Humor, Bukan Empat Mata
PENDAHULUAN
Talk show komedi. Tiga kata ini mungkin jarang terdengar di telinga kita. Berbeda jika hanya
dua kata paling depan saja, talk show, pasti semua orang sudah paham. Terlebih, awal tahun 2012 ini,
talk show menjadi sebuah program unggulan stasiun televisi karena dengan menghadirkan
narasumber langsung ke lokasi talk show akan lebih menimbulkan emosi penonton yang melihatnya.
Banyak bidang yang dapat diolah ke dalam format talk show, sebut saja politik, religi, kesehatan,
budaya, bisnis, dan lain-lain. Namun untuk talk show komedi, kita semua pasti tidak bisa lupa dengan
tayangan yang sempat menjadi fenomenal di masanya: Bukan Empat Mata di TRANS7. Boleh jadi,
Bukan Empat Mata yang dulu bernama Empat Mata menjadi salah satu program pioneer yang
memperkenalkan sekaligus mem-booming-kan format talk show komedi sebagai salah satu acara yang
menarik untuk ditonton, terlepas dari beberapa permasalahan yang harus dihadapinya dengan Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI).
Salah satu hal yang membuat Bukan Empat Mata langsung menarik perhatian khalayak
adalah karena sosok host yang memandu acara tersebut. Sosok Tukul Riyanto Arwana di Indonesia
merupakan sebuah fenomena komunikasi genre 1 baru saat itu. Nama pria yang lahir di Semarang, 16

1 Dikategorikan sebagai genre baru karena talk show komedi Bukan Empat
Mata di TRANS7 yang dipawangi oleh Tukul Arwana itu tampil berbeda dari talk
show yang sudah ada. Yakni sebuah talk show ringan yang dikemas secara
komedi dan dipandu oleh seorang host yang seorang pelawak dengan tampilan
fisik yang sangat tidak eye catching tetapi dipaksa eye catching. Penggunaan
kata genre ini menurut Graeme Burton adalah ekspresi budaya pop yang paling
tampak, ekspresi kesenangan bersama, ekspresi media modern yang
berinteraksisebagai lawan dari produksi individual yang bersifat relatif: lukisan,
novel-novel yang memenangkan penghargaan, opera modern (Burton, 2007:56).

Oktober 1963 ini langsung meroket bersamaan dengan penampilannya sebagai presenter atau host di
layar TRANS7dulu TV7, dalam acara talk show komedi bertajuk Bukan Empat Mata. Melalui
makian, umpatan, celetukan, sekaligus perilakunya yang sering nakal dan menyerempet hal-hal yang
dipandang tabu hingga pernah membuat acara ini harus dihentikan karena dianggap melanggar
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI 2. Meski demikian, Bukan Empat Mata
tetap disukai oleh para penggemar fanatiknya karena dirasa cocok untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang haus akan tayangan yang informatif, namun juga menghibur. Tahun 2007 lalu,
komposisi program talk show termasuk yang terbesar (Cakram, Maret 2007). Di antara program
informasi lainnya, berdasarkan durasi tayangnya, persentasenya adalah 23 persen, hampir menyamai
program infotainment, 24 persen. Lebih jelas mengenai komposisi program genre tersebut, dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar Komposisi Program, Genre: Information, Periode Januari 2007

Sumber: AGB Nielsen Media Research. Total populasi: 42.018.791 individual di 10 kota (greater
Jakarta, Bandung, Semarang, greater Surabaya, Medan, Makassar, Palembang, greater
Yogyakarta, Denpasar, dan Banjarmasin). (Cakram edisi 277 03/2007, Hal. 35)
Kesuksesan acara Empat Mata yang pertama kali muncul pada hari Minggu, 28 Mei 2006 ini
juga sanggup membentuk isme baru bagi para penggemar beratnya, yakni Tukulisme. Kemunculan
Tukulisme awalnya didasari oleh sifat manusia yang pada hakikatnya membutuhkan tawa dan humor
(Dewi, 2007). Nyatanya banyak parodi dan kekeliruan di muka bumi ini yang dapat dihumorkan.
Bahkan, perjalanan hidup yang getir sekalipun cukup buat bahan tertawa. Semua menjadi saluran
kegetiran hidup yang dirasa mampat. Namun terlepas apakah sebuah humor itu getir atau manis,
rupanya suatu tawa mampu meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Suatu penelitian menyebutkan
suara tawa dapat meningkatkan sistem kekebalan hingga 40 persen (Khoiruzzadi, 2007). Karenanya,
para ahli yang terlibat dalam penelitian itu berkeyakinan, saat ini para profesional kesehatan
sebaiknya memandang serius humor sebagai sebuah terapi untuk rileksasi maupun untuk pengobatan.
Terapi dalam bentuk humor jenis Bukan Empat Mata ini dinilai cocok dengan selera pasar Indonesia.

Kemampuan Bukan Empat Mata dalam berproses 3 yang sempat turut menjadikan Tukul
Arwana sebagai host dengan bayaran termahal 4 dengan keunikan fisiknya tidak terlepas dari
dorongan para pelaku di balik layar. Ini menunjukkan bahwa selain ikonisitas Tukul Arwana sendiri,
ada orang-orang di balik layar Bukan Empat Mata yang saling bahu-membahu menciptakan image
Bukan Empat Mata menjadi tayangan yang berdasarkan riset Cakram (Maret 2007) menduduki urutan
teratas5 untuk program talk show. Lebih jelas tentang urutan tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Top Program Talk Show Januari 2007
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Judul Program
EMPAT MATA (TRANS7)
CERIWIS (TRANS)
DORCE SHOW (TRANS)
MIDNITE SHOW (SCTV)
SMS (SENIN MALAM SHOW)
(INDOSIAR)
BINCANG BINTANG (RCTI)
FENG SHUI (TRANS)
OM FARHAN (ANTV)
GAYA HIDUP SEHAT (IVM)
KICK ANDY (METRO)

Hari
Senin-Jumat
Senin-Minggu
Senin-Sabtu
Kamis
Senin

Rating
3,4
2,1
2,1
2
1,7

Share
15,2
14,5
15,4
14,2
9,5

Jumat
Minggu
Senin, Rabu, Jumat
Kamis
Kamis

1,6
1,6
0,9
0,8
0,8

11,8
11,5
4,3
7,3
4,1

3 Di beberapa episode awal, Empat Mata sempat kesulitan menarik pemirsa.


Untuk mengajak penonton ke studio saja, Tukul turun tangan, mendatangkan
pasukan teman sendiri. Waktu itu materinya masih terkesan jorok. Tim kreatif
TRANS7 lalu mengemas ulang dan tanggapan makin baik. Dari hanya 13
episode, kontrak Tukul diperpanjang menjadi 26, ditambah lagi 26, lalu 39, dan
akhirnya 260 episode. Dari semula ditayangkan sepekan sekali, kini Empat Mata
stripping Senin-Jumat dengan audience share rata-rata 16,5 persen atau
ditonton oleh 16,5 penonton televisi pada jam tayang yang sama. Baca Kompas,
Selasa, 6 Februari 2007, Empat Mata Tukul Arwana, Hal 16.
4 Di luar acara televisi atau kegiatan off air, Tukul pasang tarif Rp 30 juta sekali tampil. Dan sekali tampil di
televisi, Tukul bisa mengantongi Rp 20 juta (Kin, 2007). Meski setelah dikonfirmasi dengan pihak TRANS7,
Executive Produser Empat Mata, mengungkapkan, Kalau sekarang Tukul itu Rp 12 juta per episode. Tapi
memang sekali dia sebut satu merk produk, dia bisa dapat Rp 3 juta lagi. Jadi misal di satu episode ada 3
produk, dia bisa dapat Rp 9 juta, misal dari Alfamart, Panther, dan Antangin. (Sambodo, wawancara pribadi, 19
April 2007).

5 Kombinasi antara humor Tukul Arwana dan segarnya suasana dengan


kehadiran perempuan-perempuan cantik sebagai bintang tamu mengantar
program ini meraih rating 3,4 persen di jam 10 malam (Cakram edisi 277
03/2007, Berbincang dengan Humor, Hal. 34). Bahkan berdasarkan data rating
mingguan di Tim PCDC - TRANS7, Empat Mata pernah sukses meraih rating
sebesar 5,3 persen dan share sebesar 23,5 persen pada weekend 0715 atau
pada minggu pertama bulan Mei 2007.

Sumber: AGB Nielsen Media Research. Total populasi: 42.018.791 individual di 10 kota (greater
Jakarta, Bandung, Semarang, greater Surabaya, Medan, Makasar, Palembang, greater Yogyakarta,
Denpasar, dan Banjarmasin). (Cakram edisi 277 03/2007, Hal. 35)
Para pelakon kesuksesan Bukan Empat Mata dibagi menjadi dua, yakni pelakon di depan
layar dan pelakon di belakang layar. Pelakon di depan layar terdiri dari host Tukul Arwana, co-host
atau side kick Fevi Peppy Hermawan Hidayat, Vega Ngatini Darwanthy, dan home band INI
Band. Adapun pelakon di belakang layar yang tergabung dalam Tim Kerja Bukan Empat Mata TRANS7 itu terdiri dari Tim Produksi, Tim Teknis, dan Tim Fasilitas.
Aspek bintang tamu yang selalu berganti tiap episode mengikuti tema yang ditawarkan tak
pelak turut menjadi andil disukainya Bukan Empat Mata oleh pemirsa televisi. Diakui bahwa saat
menonton Bukan Empat Mata, pemirsa tidak hanya ingin melihat sosok Tukul, namun juga ingin tahu
tentang informasi dan gaya bintang tamunya yang kadang membuat kehebohan tersendiri. Menarik,
saat yang hadir adalah orang yang tengah naik daun di Indonesia, seperti Tamara Blezinky, Tora
Sudiro, atau bahkan Mak Erot. Di samping keselebritisan, kadang bintang tamu yang dihadirkan
mampu menciptakan dampak psikologis yang disukai penonton, seperti ketika kehadiran istri Tukul
Arwana (Susiana), bapaknya Tukul (Abdul Wahid), atau mantan majikan Tukul ketika Tukul masih
menjadi sopir pribadi (Alex Sukamto). Meski memang di beberapa episode masih kental dengan
kehadiran artis yang pamer lekuk tubuh dengan pakaian terbatas.
Aspek pemirsa Bukan Empat Mata menjadi kekuatan tersendiri. Bahkan Bukan Empat Mata
sendiri cenderung mengutamakan kepuasan penonton di studio ketimbang kenyamanan para bintang
tamu yang diundang ke Bukan Empat Mata. Lihat saja ketika Tukul berdiri sembari berkata,
Sebentar sebentar lalu tak segan-segan membelakangi bintang tamunya dan berinteraktif
dengan penonton di studio. Meski tetap saja, Tukul juga akan berkata, Huu Dasar wong ndeso!
Katrok! kepada penontonnya. Anehnya, penonton bukannya tersinggung malah tertawa terbahakbahak atas makian tersebut. Walau dimaki Tukul, mereka sadar di dunia Bukan Empat Mata mereka
dibebaskan untuk menilai segala macam tanda6.
6 Definisi tanda-tanda, menurut Arthur Asa Berger adalah sesuatu yang berdiri
pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada sesuatu,

Kebutuhan mereka ada komplit di Bukan Empat Mata, yakni humor dan informasi. Dari sini
ada hal menarik yang ingin diungkap tentang keberlawanan tindakan yang dilakukanoleh Tukul dan
dibantu oleh orang-orang dibalik layar Bukan Empat Matadan yang diresponoleh penonton di
studio maupun di rumah. Atau keberlawanan antara digugatnya Bukan Empat Mata oleh KPI sebagai
tayangan yang melanggar etika dengan naiknya rating Bukan Empat Mata sebagai tontonan yang
disukai oleh masyarakat kita. Terbayang akan adanya pergeseran nilai-nilai atau malah penyingkapan
nilai-nilai yang sebenarnya termanifestasi dalam budaya masyarakat Indonesia.
Kemanfaatan itu sebenarnya dapat dilihat dari manifestasi humor Bukan Empat Mata
TRANS7 sebagai kunci pembeda dengan talk show yang sudah ada. Kelebihan itu akan diteliti
melalui analisis manifestasi humor, yakni dengan menggolongkannya menjadi 45 jenis humor
berdasarkan teori teknik dasar penciptaan humor Arthur Asa Berger yang pada terbagi dalam empat
aspek. Empat aspek humor tersebut, yakni aspek bahasa, aspek logika, aspek bentuk, dan aspek
gerakan.
Pada tinjauan lain, Tukul Arwana di dalam Bukan Empat Mata TRANS7, ia mungkin saja
dapat dianggap sebagai host yang jenaka dan menghibur penggemarnya, meski tak dipungkiri kadang
melalui aksi humornya, ia seringkali melanggar nilai-nilai moralitas di Indonesia. Maka jadilah Bukan
Empat Mata TRANS7 sebagai tayangan yang populer di era pasca krisis yang mengajak audiensnya
sejenak melupakan masalah mereka dan tertawa terbahak-bahak. Namun, benarkah hanya dengan
membuat penonton dapat tertawa terbahak-bahak, maka tahun 2007 lalu tayangan Bukan Empat Mata
TRANS7 bisa menjadi tayangan fenomenal yang banyak diulas di media massa karena rating-nya
yang terus melonjak? Pertanyaan itu akan menuntun peneliti menemukan jawabannya untuk disajikan
dalam penelitian ini.

METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Metode Penelitian
Berdasarkan metode penelitian yang diberikan oleh Jalaluddin Rakhmat (1984:34-37), maka
berdasarkan tujuannya penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif, yaitu penelitian
ini berusaha untuk mendeskripsikan secara jelas manifestasi atas teknik-teknik dasar penciptaan
humor Arthur Asa Berger terhadap tayangan talk show komedi Bukan Empat Mata di TRANS7.
Pada akhirnya nanti diharapkan peneliti dapat menganalisis keunggulan teknik humor pada tayangan
tersebut yang menjadikannya berbeda dengan program sejenis.
dengan memakai segala apa pun yang dapat dipakai untuk mengartikan sesuatu
hal lainnya (Berger, 2005:1).

2.2 Landasan Teori


Peneliti menyusun penelitian ini berdasarkan empat konsep dan atau teori berikut:
1) Komunikasi Massa dan Televisi
Menurut Alexis S Tan, komunikasi massa pada dasarnya mempunyai proses yang melibatkan
beberapa komponen. Dua komponen yang berinteraksi (sumber dan penerima) terlibat: pesan yang
diberi kode oleh sumber (encoded), disalurkan melalui sebuah saluran, dan diberi kode oleh penerima
(decoded); tanggapan yang diamati penerima: umpan balik yang memungkinkan interaksi berlanjut
antara sumber dan penerima (Winarso, 2005:18). Tetapi, terdapat beberapa ciri khusus dari
komunikasi massa yang membedakannya dengan komunikasi interpersonal.
Dalam komunikasi massa, komunikator adalah sebuah organisasi sosial yang mampu
menghasilkan kembali pesan dan mengirimkannya secara terus-menerus kepada sejumlah besar orang
yang terpisah tempatnya. Komunikator dalam komunikasi massa sering merupakan sebuah media
massa, koran, radio, stasiun atau jaringan televisi, majalah, penerbit buku, film, dan internet. Secara
ringkas, Nurudin (2003:62) menyatakan bahwa komunikasi massa itu berarti komunikasi lewat media
massa. Ini berarti, komunikasi massa tidak akan ditemukan maknanya tanpa menyertakan media
massa sebagai elemen terpenting dalam komunikasi massa. Ada banyak pakar komunikasi yang
memberikan paparan tentang fungsi-fungsi komunikasi massa. Seperti Jay Black dan Frederick C.
Whitney (di dalam Nurudin, 2003:62) menyebutkan ada empat fungsi komunikasi massa, yaitu: (1) to
inform (menginformasikan), (2) to entertain (memberi hiburan), (3) to persuade (membujuk), dan (4)
transmission of the culture (transmisi budaya).
Zaman komunikasi massa dengan segenap fungsinya terus menanjak setelah kemunculan
media cetak dan penemuan telegrap. Telegrap, meski bukan sebagai media massa komunikasi,
peralatan ini menjadi elemen penting bagi akumulasi teknologi yang akhirnya akan mengarahkan
masyarakat memasuki era media massa elektronik. Adapun media massa elektronik berkembang pesat
secara berturut-turut, yaitu motion picture (film bioskop), radio, televisi, dan internet. Meski internet
merupakan media massa elektronik terbaru, namun keberadaan televisi sebagai pendahulunya tetap
tak tergoyahkan karena keunggulan dari karakteristik yang dimilikinya.
Televisi menurut Graeme Burton (2007:2), yakni sebagai sejenis media penyebar
pengetahuan, sebagai sebuah media organisasi, sebagai sebuah artefak domestik, sebagai bentuk
teknologitelah berubah secara mendasar. Hakikat dan pentingnya perubahan tersebut, setidaknya
ditinjau dari sudut kekuatan (power) dan representasi. Televisi sebagai sebuah bentuk budaya adalah
bagian penting dalam dinamika sosial di mana struktur sosial itu sendiri memelihara dirinya dengan
proses produksi dan reproduksi: pemaknaan, kesenangan popular, dan sirkulasinya menunjukkan
bahwa televisi adalah bagian dan bidang dari struktur sosial.
Program televisi lahir dari sebuah gagasan manusia, maka ia merupakan hasil pilihan
manusia, keputusan budaya dan tekanan sosial; ia juga hasil dari respon atas kondisi yang

meliputinya. Ketika dihadapkan pada status televisi sebagai komoditi dalam ekonomi kapitalis, ia
harus membuat struktur sebagaimana struktur industri. Struktur industri membuat pemisahan kuat
antara kelas pemilik modal dan yang tidak memiliki modal. Maka struktur televisi akan cenderung
meminggirkan kelas yang tidak memiliki modal: modal kultural, modal sosial, modal materi, dan
seterusnya.
Popular dan menghibur adalah dua idiom utama yang membungkus hampir di setiap program
yang ditayangkan televisi. Menurut Neil Postman, apa yang laku dijual dalam tampilan siaran televisi
adalah sifat menghiburnya (Ali, 2002:10). Kemampuan televisi dalam menghibur dan menayangkan
acara hiburan atau mengemas acara menjadi hiburan, tidak diragukan lagi akan sangat mudah merebut
perhatian khalayak.
Televisi memang merupakan media yang popular dan menghibur, namun hal ini tidak bisa
menutupi keganjilannya. Mengutip pendapat Diamond (di dalam Ali, 2002:10):
Kalangan penentang televisi mengatakan bahwa TV adalah boob tube (saluran orang
bodoh) karena ia membutuhkan sedikit intelegensi untuk memahaminya (bahkan seseorang
tidak perlu bisa membaca). Pada kenyataannya, televisi adalah media komunikasi yang paling
diminati. Informasi di televisi bersifat ephemeral (berlangsung sebentar saja); tidak mungkin
bagi pemirsa untuk mengulang materi televisi seperti membaca koran atau buku yang bisa
membolak-balik halaman semaunya.
Dengan kata lain, memang sulit untuk mengharapkan televisi menampilkan hal-hal atau
wacana yang memerlukan pembahasan mendalam, seperti politik, agama dan pengetahuan, dengan
format seperti literatur. Menghadapi khalayak yang heterogen, televisi akan berusaha membuat
program yang universal, artinya mudah dipahami dan diterima luas. Sifatnya yang ephemeral,
membuat televisi harus mereduksi wacana yang diketengahkan dengan menonjolkan hal-hal yang
membuat pemirsa untuk terus mengikutinya.
2) Manifestasi
Di dalam Websters Ninth New College Dictionary (1990:724), definisi manifestasi
(manifestation), adalah:
(1) a: the act, process, or an instance of manifesting, b: something that manifest or is manifest,
c: one of the forms in which an individual is manifested, d: an occult phenomenon; specific:
MATERIALIZATION; (2) a public demonstration of power and purpose.
((1) a: sesuatu yang dilakukan, jalan bekerjanya, atau sebuah contoh pertunjukan, b: sesuatu
yang terwujud atau mewujudkan, c: salah satu dari bentuk-bentuk sikap perseorangan yang
diwujudkan, d: sebuah peristiwa tersembunyi; khusus: PERWUJUDAN; (2) sebuah unjuk
rasa masyarakat atas kekuasaan dan maksud tertentu.)
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi manifestasi adalah sesuatu yang
dilakukan, jalan bekerjanya, atau sebuah contoh pertunjukan atas sebuah peristiwa atau sikap yang
tersembunyi sehingga terjadi perwujudan. Manifestasi di dalam sebuah siaran televisi tentu tidak
dapat disangkal keberadaannya. Artinya, televisi terdiri dari banyak tanda yang dibangun melalui
serangkaian kode yang bersifat visual, verbal, teknikal, nonverbal, dan seterusnya. Manifestasi ini

cenderung menghasilkan kompleksitas visual dan aural. Ada banyak cara untuk memahami sesuatu
yang disembunyikan. Sehingga, membaca (reading) televisi adalah sebuah aktivitas yang cukup
rumit. Akan tetapi, terdapat satu argumen yang seharusnya dapat dipecahkan di antara dua pandangan.
Pertama, manifestasi dimungkinkan dapat menyebabkan pelbagai kemungkinan makna bagi khalayak
meski makna tersurat memang jauh lebih mudah ditangkap. Kedua, bahwa walaupun demikian
televisi biasanya benar-benar mengatur citra (image) dan menggunakan strategi naratif yang
mengarahkan kita agar memahami pelbagai citra dan program dengan cara tertentu.
3) Talk Show Komedi
Salah satu format yang sering digunakan televisi dalam menampilkan wacana serius adalah
talk show. Talk show merupakan wacana broadcast yang bisa dilihat sebagai produk media maupun
sebagai talk-oriented terus-menerus. Sebagai produk media, talk show dapat menjadi teks budaya
yang berinteraksi dengan pemirsanya dalam produksi dan pertukaran makna. Sebagai sebuah proses
dialog, talk show akan memperhatikan masalah efisiensi dan akurasi, pada aspek: kontrol pembawa
acara, kondisi partisipan dan even evaluasi audiens.
Definisi talk show menurut Farlex (2005) dalam The Free Dictionary :
A television or radio show in which noted people, such us authorities in a particular field,
participate in discussion or are interviewed and often answer question from viewers or
listeners.
(Sebuah acara televisi atau radio, yang mana orang terkemuka, seperti seorang ahli dalam
bidang tertentu, berpartisipasi dalam diskusi atau diwawancarai dan kadangkala menjawab
pertanyaan dari pemirsa atau pendengar.)
Talk show mempunyai ciri tipikal: menggunakan percakapan sederhana (casual conversation)
dengan bahasa yang universal (untuk menghadapi heterogenitas khalayak). Tema yang diangkat
mestilah benar-benar penting (atau dianggap penting) untuk diketahui khalayak atau setidaknya
menarik bagi pemirsanya. Wacana yang diketengahkan merupakan isu (atau trend) yang sedang
berkembang dan hangat di masyarakat. Berdasarkan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor
009/SK/KPI/8/2004 Tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi
Penyiaran Indonesia pada Pasal 8 disebutkan bila program talk show termasuk di dalam program
faktual. Adapun pengertian program faktual merujuk pada program siaran yang menyajikan fakta nonfiksi. Dan ketika tayangan talk show yang menggunakan perspektif komedi seperti Bukan Empat
Mata TRANS7 muncul, sewajarnya tarik-menarik antara kepentingan informasi dan kepentingan
humor terjadi di dalamnya.
Sebenarnya talk show dikategorikan menjadi dua, yakni yang sifatnya ringan dan menghibur
dan yang sifatnya formal dan serius. Namun secara umum, talk show adalah program atau acara yang
mengulas suatu permasalahan melalui perbincangan, diskusi, wawancara dan interaksi dengan
narasumber dan atau pemirsa, tanpa kehadiran aktor yang memerankan karakter tertentu.

Pengkategorian program dan definisi ini dilakukan oleh AGB Nielsen Media Research berdasarkan
kesepakatan dengan stasiun televisi (Cakram, 2007:34).
Talk show yang sifatnya formal dan serius umumnya termasuk dalam kategori berita,
sementara talk show yang sifatnya ringan dan menghibur termasuk dalam kategori informasi. Untuk
kategori yang kedua ini, talk show biasanya disampaikan dalam suasana yang santai dan penuh
keakraban dengan mengundang satu atau lebih narasumber untuk membahas topik yang sedang
hangat. Topik-topik yang sifatnya ringan dan mudah dicerna oleh pemirsa. Suasana santai dan ringan
itu juga tercermin dari kepiawaian sang tuan rumah acara (host) alias moderator yang menghidupkan
suasana dengan komentar-komentar atau ulah jahil yang memancing tawa. Tak pelak, moderator
menjadi kunci kesuksesan program jenis ini. Untuk itulah, beberapa talk show memilih pelawak atau
paling tidak penghibur (entertainer) sebagai host. Kelucuan mereka menjadi salah satu unsur yang
diharapkan bisa memikat dan mengikat pemirsa sepanjang berlangsungnya acara. Bila AGB Nielsen
Media Research menyebut kategori talk show yang kedua sebagai talk show kategori informasi,
berbeda dengan TRANS7 yang menyebutnya sebagai talk show komedi.
Talk show komedi adalah talk show yang menggunakan perspektif komedi. Perspektif komedi
di sini, yakni dengan menempatkan pelawak sebagai host atau presenternya. Jadi komedi itu
dimunculkan dari host-nya. Tapi garis besar formatnya adalah talk show. Jadi gambarannya, talk show
dengan host-nya seorang pelawak, maka segala aspeknya otomatis dapat dijadikan komedi.
(Mardhatillah, wawancara pribadi, 13 April 2007).
Pengertian talk show komedi yang dinyatakan oleh pihak TRANS7 di atas, jelas ditujukan
pada program talk show komedi unggulan mereka, Bukan Empat Mata di mana Tukul Arwana yang
seorang pelawak dijadikan host untuk memandu acara tersebut. Selain Bukan Empat Mata, beberapa
contoh jenis-jenis talk show komedi yang pernah ditayangkan oleh stasiun televisi swasta tanah air,
yaitu: Midnite Show (SCTV Komeng), SMS Senin Malam Show (Indosiar Indro),
Ceriwis (TransTV Indy Barens dan Indra Bekti), Dorce Show (TransTV Dorce), Bincang
Bintang (RCTI Tika Pangabean), dan Om Farhan (ANTV Farhan).
Dari beberapa contoh jenis-jenis talk show komedi di atas, maka dapat disebutkan ciri-ciri
dari tayangan talk show komedi, yaitu:
1. Host-nya berasal dari kalangan komedian atau entertainer yang memiliki sense of humor yang
cukup tinggi.
2. Tampilan acara segar, menghibur dengan berbagai ulah konyol pengisi acara, dan tema
pembahasan yang ringan.
3. Bintang tamu yang dihadirkan selain artis atau tokoh yang telah dikenal publik, juga orang
awam yang memiliki keunikan tertentu.

4) Humor
Humor menurut cikal bakalnya berasal dari istilah Inggris, yang pada awalnya punya beragam
arti. Menurut Fugel, seperti dikutip James Danandjaja dalam buku Humor Asli Mahasiswa, semua
berasal dari istilah yang berarti cairan (Arwana dan Artanto, 2007:9). Arti ini berasal dari doktrin Ilmu
Faal kuno mengenai empat cairan, seperti darah, lendir, cairan empedu kuning, dan cairan empedu
hitam. Keempat cairan tersebut untuk beberapa abad dianggap menentukan temperamen seseorang.
Secara umum humor dapat didefinisikan sebagai rangsangan verbal dan atau visual yang secara
spontan memancing senyum dan tawa pendengar atau orang yang melihatnya (Wijana, 2004:xx).
Dari definisi itu, dipahami bahwa dengan memasukkan humor dalam tayangan program
televisi tentu sangat efektif. Terlebih saat ini humor sudah diakui sebagai bagian dari komunikasi. Ia
menjadi sarana penyampaian pesan-pesan baik dalam dunia film, periklanan, media cetak dan
retorika. Menurut Lembaga Humor Indonesia, humor dapat digunakan sebagai sarana persuasif yang
efektif untuk mempengaruhi khalayak sasaran (Hassan, 1995:17). Hal ini karena sifat humor itu
sendiri yang memancing tawa atau senyum sehingga suasana menjadi lebih santai dan menyegarkan.
Alice M. Isen menyatakan bahwa humor yang membangun rasa menyegarkan bisa membantu
melahirkan pikiran yang positif dalam memecahkan suatu masalah. Juga menurut Supangkat, humor
dapat membangun rasa kreatif untuk mengatasi sesuatu keadaan (Hassan, 1995:17).
Humor adalah salah satu bentuk permainan (Wijana, 2004:2). Sebagai homo ludens manusia
gemar bermain. Bagi orang dewasa bermain adalah rekreasi, tetapi bagi anak-anak adalah sebagian
dari proses belajar. Permainan adalah bagian mutlak dari pribadi anak. Melalui permainan kreativitas
anak dibangkitkan, dirangsang, dan melalui permainan seorang anak dipersiapkan menjadi anggota
masyarakat. Dengan kenyataan ini dapat dikatakan bahwa humor memiliki peranan yang sentral
dalam kehidupan manusia, yakni sebagai sarana hiburan dan pendidikan dalam rangka peningkatan
kualitas hidup manusia.
Sejalan dengan James Danandjaja, bahwa di dalam masyarakat, humor, baik yang bersifat
erotis dan protes sosial, berfungsi sebagai pelipur lara (Wijana, 2004:3). Hal ini disebabkan humor
dapat menyalurkan ketegangan batin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat yang dapat
dikendurkan melalui tawa. Tawa akibat mendengar humor dapat memelihara keseimbangan jiwa dan
kesatuan sosial dalam menghadapi keadaan yang tidak tersangka-sangka atau perpecahan masyarakat.
Pandangan itu didukung oleh Cristopher P. Wilson (di dalam Wijana, 2004:3) yang mengemukakan
bahwa humor tidak selamanya bersifat agresif dan radikal yang memfrustasikan sasaran agresifnya
dan memprovokasi perubahan, serta mengecam sistem sosial masyarakatnya. Tetapi dapat pula
bersifat konservatif yang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan sistem sosial dan struktur
kemasyarakatan yang telah ada.
Di dalam situasi masyarakat yang telah memburuk, humor menampakkan peranannya yang sangat
besar. Humor dapat membebaskan diri manusia dari beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan

kesengsaraan. Dengan demikian, manusia dapat mengambil tindakan penting untuk memperoleh
kejernihan pandangan sehingga dapat membedakan apa yang benar-benar baik dan benar-benar buruk.
Dengan humor, manusia dapat menghadapi ketimpangan masyarakat dengan canda dan tawa.
Menurut James Dananjaja, humor sebenarnya dapat dijadikan alat psikoterapi, terutama bagi
masyarakat yang sedang berada dalam proses perubahan kebudayaan secara cepat dan hidup yang
penuh dengan tekanan, seperti Indonesia (Wijana, 2004:4).
Pada aspek teori, menurut Jalaluddin Rakhmat (1992:126-127), bahwa di kalangan para filsuf
dikenal tiga teori humor, yaitu:
1) Teori Superioritas dan Degradasi. Teori ini tepat untuk menganalisis jenis-jenis humor yang
termasuk satire. Satire adalah humor yang mengungkapkan kejelekan, kekeliruan atau
kelemahan orang, gagasan atau lembaga untuk memperbaikinya.
2) Teori Bisosiasi. Menurut teori ini, humor timbul karena kita menemukan hal-hal yang tidak
diduga, atau kalimat (juga kata) yang menimbulkan dua asosiasi.
3) Teori Pelepasan Inhibisi. Ini adalah teori yang paling teoritis, sehingga tidak begitu banyak
manfaatnya.
Dalam suatu proses komunikasi, pengelompokkan humor dapat pula dilakukan berdasarkan
tujuannya. Dalam hal ini Suhadi (di dalam Hassan, 1995:21), membagi humor dalam tiga jenis, yaitu:
1) Humor kritik. Humor jenis ini biasanya lahir dari rasa tidak puas hati seseorang atau
kelompok terhadap lingkungan. Karena itu humor jenis ini mengandung sindiran atau kritikan
yang amat tajam terhadap golongan atau oknum tertentu.
2) Humor meringan beban pesan (relief tension humors). Biasanya untuk melengkapi pesanpesan yang disampaikan atau memperjelas sesuatu maksud sehingga lebih mudah untuk
dipahami.
3) Humor semata-mata hiburan (only recreation humors). Merupakan humor yang sekedar
melucu, hanya membuat orang tersenyum atau tertawa.
Sedangkan bila meninjau pada proses terjadinya humor, teknik penciptaan humor cukup
beragam. Menurut Arthur Asa Berger (2005:83) ada 45 teknik penciptaan humor yang sudah dikenal
masyarakat dan secara garis besar teknik penciptaan humor itu dapat dikelompokkan dalam empat
kategori, meliputi: Language (the humor is verbal), Logic (the humor is ideation), Identity (the humor
is existential), dan Action (the humor is physical). Adapun penggolongan empat kelompok teknik
penciptaan humor menjadi kelucuan dalam bahasa, kelucuan dalam logika, kelucuan dalam bentuk,
dan kelucuan dalam gerakan itu dapat lebih jelas dilihat pada tabel sebagai berikut:
BAHASA
Sindiran

Tabel Teknik-Teknik Dasar Penciptaan Humor Berger


LOGIKA
BENTUK
GERAKAN
Kemustahilan
Sebelum/Sesudah
Adegan pengejaran

Omong
Kecelakaan
kosong/bualan
Kiasan
Definisi
Susunan
Melebih-lebihkan Ketaksengajaan
Kelucuan
Pmbandingan
Ejekan
Kekecewaan
Kepolosan seks
Ketidakpedulian
Ironi
Kesalahan
Ksalahpahaman
Pengulangan
Kesalahan gaya Pemutarbalikan
bahasa
Kekakuan
Permainan kata
Tema
Jawaban pasti
Variasi
Sarkasme
Satire
Sumber: Berger (2005:83)

Drama berupa ejekan


Karikatur
Menimbulkan rasa malu
Keunikan
Pengungkapan rahasia
Keanehan
Imitasi/peniruan
Tiruan
Parodi
Status sosial
Klise
Pengungkapan identitas
Rahasia

Adegan lawak
Adegan
dalam
kecepatan tinggi

3. Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data


Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekaman 4 episode Empat Mata
(Woman on Top, Mr. Uniform, Srimulat Reunion, dan Kartini Modern) dalam format DVD. Empat
episode ini berada dalam rentang populasi penelitian yang dipilih di antara 24 episode tayangan
Bukan Empat Mata di TRANS7 pada periode 9 April 9 Mei 2007, yakni ketika peneliti melakukan
observasi terlibat (magang) di Tim Produksi Bukan Empat Mata TRANS7. Sehingga, teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik perekaman dengan cara meminta dokumentasi
tayangan Bukan Empat Mata dari pihak TRANS7 dan teknik penyimakan dengan cara menonton
rekaman tersebut untuk menjaring data dari tayangan Bukan Empat Mata. Rekaman itu kemudian
ditranskripsikan ke dalam bentuk tulis humor verbal lisan.
Penggunaan data sekunder lain juga dilakukan untuk mendukung temuan-temuan selama
penelitian. Adapun data yang digunakan seperti: rundown Bukan Empat Mata, data rating dan share
AGB Nielsen terhadap Bukan Empat Mata, transkrip wawancara dengan pihak Tim Produksi Bukan
Empat Mata TRANS7 (Andi Chairil Production Dept. Head, Sambodo Executive Produser,
Andri Loenggana Produser, Hadiyatullah Associate Produser, dan Mardhatillah Senior Creative)
dan pihak pengisi acara Bukan Empat Mata TRANS7 (Tukul Arwana Host, Fevi Peppy
Hermawan Hidayat Co-Host, Vega Ngatini Dharwanty Co-Host, dan data-data lain dari bukubuku serta artikel-artikel yang dimuat di jurnal, majalah, surat kabar, dan situs internet.
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik pengamatan atau teknik observasi dengan
cara mengkategorisasi berbagai konsep yang muncul dan kemudian menyesuaikannya dengan batasan
konsep atas manifestasi humor yang telah ditentukan, yakni dengan mempergunakan konsep dari teori
Arthur Asa Berger tentang 45 jenis dari teknik-teknik dasar penciptaan humor yang meliputi empat
aspek, yakni aspek bahasa, aspek logika, aspek bentuk, dan aspek gerakan.
HASIL

Dari hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan dapat diketahui jenis humor apa saja yang
ada dalam acara Bukan Empat Mata TRANS7 sehingga menjadikannya berbeda dengan acara
sejenis, sekaligus menjadikan humor-humor tersebut sebagai aspek unggulan dari tayangan Bukan
Empat Mata TRANS7 itu sendiri. Pada Tabel Rangking Manifestasi Humor Bukan Empat Mata
TRANS7 (lihat lampiran) memperlihatkan secara jelas tentang rangking atau urutan penggunaan atau
manifestasi humor dari angka terbesar ke terkecil yang didasarkan dari teori teknik-teknik dasar
penciptaan humor Arthur Asa Berger terhadap tayangan Bukan Empat Mata TRANS7. Berdasarkan
angka yang tertera pada tabel tersebut diketahui bahwa teknik-teknik humor unggulan pada tayangan
Bukan Empat Mata TRANS7, yaitu:
1) Aspek Bahasa: (1) Humor Ejekan, (2) Humor Jawaban Pasti, dan (3) Humor Kepolosan Seks.
2) Aspek Logika: (1) Humor Variasi, (2) Humor Pemutarbalikan, dan (3) Humor Pembandingan.
3) Aspek Bentuk: (1) Humor Pengungkapan Rahasia, (2) Humor Status Sosial, dan (3) Humor
Pengungkapan Identitas.
4) Aspek Gerakan: (1) Humor Adegan Lawak.
Dari hasil penelitian pula, diketahui bahwa ada 3 jenis humor dari 45 jenis teknik-teknik dasar
penciptaan humor Arthur Asa Berger yang tidak terdapat di dalam empat episode tayangan Bukan
Empat Mata TRANS7, yakni Humor Susunan (aspek logika), Humor Adegan Pengejaran (aspek
gerakan), dan Humor Adegan Dalam Kecepatan Tinggi (aspek gerakan). Ketidakmunculan tiga jenis
humor ini disebabkan karena karakteristik Bukan Empat Mata TRANS7 itu sendiri kurang sesuai
bila teknik humor diterapkan. Humor Susunan lebih cocok bagi kalangan terpelajar karena humor
yang ditawarkan sangat mengandalkan kejernihan logika. Humor Adegan Pengejaran dan Humor
Adegan Dalam Kecepatan Tingi lebih cocok diterapkan bagi tayangan film atau sinetron bukan talk
show seperti Bukan Empat Mata.
Tabel Komposisi Manifestasi Humor Bukan Empat Mata TRANS7

CONTENT

BAHASA
HUMO
R

LOGIKA
BENTUK
GERAKA
N

WOMAN
ON TOP
(3.379)
Durasi
(Detik
)
1.056
707
956
193

Persen
31,25
%
20,92
%
28,29
%
5,71%

MR.
UNIFORM
(3.089)
Durasi
(Detik
)
897
918
832

133

Persen
29,04
%

SRIMULAT
REUNION
(3.336)
Durasi
(Detik
)
1.150

29,72
%
29,93
%

673

4,32%

397

635

Persen

KARTINI
MODERN
(3.488)
Durasi
(Detik
)

RATARATA

Persen

34,47
%
20,17
%
19,03
%

1.285

36,84
%

32,9%

676

22,55%

11,90
%

165

19,38
%
26,12
%
4,73%

911

25,84%
6,66%

NON HUMOR

467

JUMLAH
Sumber: Koding peneliti.

3.379

13,83
%
100%

309

7%

481

3.089

100%

3.336

14,43
%
100%

451
3.488

12,93
%
100%

12,05%
100%

Pada tabel Komposisi Manifestasi Humor Bukan Empat Mata TRANS7 ditampilkan secara
ringkas mengenai komposisi manifestasi humor Bukan Empat Mata TRANS7 yang dirangkum dari
empat episode, yakni Woman on Top, Mr. Uniform, Srimulat Reunion, dan Kartini Modern. Pada
tabel tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah kesimpulan dari paparan analisis deskriptif mengenai
manifestasi humor Arthur Asa Berger terhadap tayangan Bukan Empat Mata di TRANS7 di penelitian
ini. Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai hasil dari penelitian penelitian ini, yakni bahwa
manifestasi humor pada tayangan talk show komedi Bukan Empat Mata di TRANS7 periode 9 April
9 Mei 2007:
Dari empat aspek humor Arthur Asa Berger, tayangan Bukan Empat Mata TRANS7 ternyata
mampu mengkolaborasikannya dengan apik. Angka rata-rata persentase menunjukkan bahwa humor
aspek bahasa merupakan aspek paling dominan digunakan, yakni sebesar 32,9%. Baru kemudian
humor aspek bentuk 25,84% dan humor aspek logika 25,84%. Humor aspek gerakan ada di posisi
akhir, yakni sebesar 6,66%. Sedangkan content non humor adalah sebesar 12,05%.
Bila membandingkan keunggulan empat aspek humor tersebut di dalam empat episode Bukan
Empat Mata TRANS7, yakni Woman on Top, Mr. Uniform, Srimulat Reunion, dan Kartini Modern,
maka pada humor aspek bahasa episode Kartini Modern menggunakannya paling banyak, yakni
sebesar 36,84%. Episode Mr. Uniform memegang peringkat satu untuk penggunaan teknik humor
terbanyak pada aspek logika (29,72%) dan aspek bentuk (29,93%). Kemudian pada humor aspek
gerakan, episode Srimulat Reunion yang ternyata berada di posisi puncak dengan perolehan
persentase 11,90%.
Hasil komposisi humor yang beragam di atas menunjukkan bahwa humor di Bukan Empat
Mata TRANS7 sangat bergantung terhadap tema, bintang tamu, dan alur cerita yang dikembangkan
dalam tayangan Bukan Empat Mata pada episode tersebut. Episode Srimulat Reunion yang sebagian
besar bintang tamunya adalah pelawak, maka humor yang kemudian banyak dimunculkan adalah
humor gerakannya. Sedangkan Mr. Uniform yang mengambil tema seputar dunia militer dengan Jend.
Wiranto sebagai bintang tamu utama, maka humor aspek logika dan aspek bentuk yang paling banyak
dipergunakan sebagai cara untuk menimbulkan tawa. Bukan Empat Mata dengan tema Kartini
Modern yang merupakan episode dalam rangka perayaan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21
April ternyata lebih banyak menggunakan humor aspek bahasa. Hal ini karena dengan komposisi
bintang tamu 5 perempuan dan 1 laki-laki, Tukul Arwana harus dapat lebih terfokus pada pola
permainan talk show yang mengangkat tema khusus (emansipasi wanita) tersebut. Sedangkan pada
episode Woman on Top, disadari sebagai tema umum, sehingga dalam penggunaan humor ia justru

dapat lebih merata atau seimbang dari empat aspek yang ada, yakni bahasa, logika, bentuk, dan
gerakan.
KESIMPULAN
Dari berbagai data melalui korpus-korpus yang dianalisis, didapati bahwa sosok Tukul
Arwana adalah bertindak sebagai pelaku atau penggerak humor utama yang berada dalam acara
Bukan Empat Mata TRANS7 tersebut. Tukul Arwana sebagai tokoh atau ikon katrok yang begitu
jauh dari sosok presenter talk show berhasil mengatasi semua kondisi tersebut dengan caranya sendiri.
Tukul Arwana menjadi sosok yang mendobrak, bahkan menentang segala aturan tersebut meskipun ia
tidak melakukannya dengan sengaja. Ia melakukannya karena memang begitulah dia apa adanya.
Sosok yang katrok, culun, ndeso, dan genit namun mampu memikat perhatian penonton Indonesia.
Secara umum, dengan melihat manifestasi humor yang terdapat di acara Bukan Empat Mata
TRANS7, dapat dikatakan bahwa isu-isu yang ada pada masyarakat Indonesia dapat ditampilkan
secara santai, ringan, dan komedi. Talk show yang selama ini kita anggap hanya menekankan pada
pemberian informasi dan kaku, ternyata dapat pula memuat unsur hiburan yang menarik minat
penonton kelas bawah untuk menikmatinya. Dengan demikian, talk show komedi dapat menjadi cara
alternatif dalam menyampaikan informasi, kritik atau masalah sosial.

DAFTAR PUSTAKA
---. 1990. Websters Ninth New College Dictionary. USA: Merriam-Webster Inc.
Ali, Imambang. 2002. SPRITUALITAS DI TELEVISI, Analisis Semiotik Representasi Tasawuf pada
Acara Tasawuf di ANTEVE (Skripsi). Yogyakarta: Fisipol UGM. (tidak dipublikasikan).
Arwana, Tukul dan Artanto, Ius T. 2007. Ada Humor di Laptop Tukul. Yogyakarta: Pinus Book
Publisher.
Berger, Arthur Asa. 2005. Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer Suatu Pengantar Semiotika.
Penerjemah: M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi Sebuah Pengantar Kepada Studi Televisi,
Penerjemah: Laily Rahmawati. Yogyakarta: Jalasutra.
Cakram. Edisi 277 03/2007. Berbincang dengan Humor. Jakarta.
Dewi, Anggrahini Kusuma. 26 Februari 2007. Tukulisme. Suara Merdeka, rubrik SPOT-Hiburan.
Semarang.
Farlex. 2005. Talk Show Definitions. http://www.tfd.com/talk show. Diakses tanggal 23 Februari
2007.
Hassan, Ruslan B. 1995. HUMOR DALAM DAKWAH ISLAM, Suatu Analisis Isi Terhadap
Ceramah Agama Zainuddin MZ (Skripsi). Yogyakarta: Fisipol UGM. (tidak dipublikasikan)
Khoiruzzadi, Faiz. 27 Juli 2007.
Terapi Humor Menyembuhkan dengan Tertawa.
http://basituta.wordpress.com/2007/07/27/terapi-humor-menyembuhkan-dengan-tertawa/
Diakses tanggal 5 Mei 2007.
Kompas. 6 Februari 2007. Empat Mata Tukul Arwana. Jakarta.
KPI. 11 Agustus 2006. Siaran Pers No. 37/K/KPI/SP/08/06 KPI Pusat Minta Metro TV, Indosiar dan
TV7 Merombak Sejumlah Program Bermasalah. http://www.kpi.go.id/index.php?
categoryid=51&p2_articleid=208. Diakses tanggal 23 Maret 2007.

Nurudin. 2003. Komunikasi Massa. Malang: Cespur.


Rakhmat, Jalaludin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaludin. 1992. Retorika Modern, Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wijana, I Dewa Putu. 2004. Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Winarso, Heru Puji. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Anda mungkin juga menyukai