Anda di halaman 1dari 20

CONTOH KASUS STRES KERJA

A. Definisi Stres
Menurut EP. Gintings ( dalam Rochman 2010 ), stres adalah reaksi tubuh
manusia terhadap setiap tuntutan yang dialami oleh seseorang dalam
beberapa hal. Pertama, keletihan dan kelelahan akibat kehidupan. Kedua,
suatu keadaan yang dinyatakan oleh suatu sindroma khusus dari peristiwa
biologis baik menyenangkan maupun tidak. Ketiga, mobilisasi pembelaan
tubuh yang memungkinkan adaptasi terhadap peristiwa kekerasan atau
ancaman. Keempat, terganggunya mekanisme keseimbangan dalam diri
seseorang yaitu keseimbangan luar yang sifatnya fisik, mentaldan spiritual
oleh karena perubahan yang mendadak yang sifatnya tidak menyenangkan.
Kelima, mengecilnya potensi seseorang karena adanya luka-luka perasaan,
berat badan dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam diri
seseorang. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
ungkapan reaksi tubuh manusia terhadap setiap tuntutan yang dialami
olehnya dan merupakan mobilisasi atau gerakan pembelaan tubuh manusia.
B. Contoh Kasus Stres Kerja
1. Stres Kerja, Menyebabkan Kematian
Terlihat seorang wakil pembicara dan karyawan yang berkumpul di luar
pabrik Foxconn di Shenzhen, Provinsi Guangdong Cina selatan pada sebuah
dokumen foto yang diambil tanggal 24 Februari 2010. Perusahaan hanya
mementingkan kepentingan bisnisnya dengan memeras tenaga karyawan,
sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah, ironisnya
karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini. Pemogokan di Perusahaan
Honda Motor dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn
Technology (produsen raksasa elektronik untuk industri seperti Apple, Dell
dan Hewlett-Packard) membuat Pemerintah Cina harus melakukan
pertemuan dengan perwakilan Management Perusahaan.
Seorang Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja
untuk Foxconn (pembuatiPhone, iPads dan gadget elektronik lainnya
termasuk Apple Inc) meninggal dunia kematiannya mendadak di rumahnya
di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di provinsi Guangdong China selatan.
Penyebab kematian sedang diselidiki dan kita sedang mengumpulkan
informasi-informasi pendukung penyebab kematian insinyur ini termasuk
keterkaitannya dengan pekerjaan, kata salah satu
perwakilanmanagement perusahaan.
Surat kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa salah satu
kerabat dekat Insinyur mengklaim kematian rekan kerjanya itu dikarenakan
stres kerja, setelah bekerja 34 jam tanpa istirahat. Dampak dari laporan
surat kabar yang terbit langsung direspon positif oleh Perusahaan dengan
mengumumkan pemberian 30 % bonus pada karyawannya untuk
meningkatkan dan membantu terciptanya lingkungan kerja yang lebih baik
selain itu kerja lembur karyawan akan dikurangi sehingga bisa lebih banyak
waktu untuk beristirahat. Aktivis ketenagakerjaan menuduh perusahaan

memiliki gaya manajemen yang kaku, dan karyawannya dipaksakan untuk


bekerja terlalu keras, namun Foxconn menyangkal tuduhan ini. Dalam
setahun ini diFoxconn Company Sepuluh pekerjanya telah bunuh diri dan
tiga lainnya melakukan percobaan bunuh diri, rata-rata mereka tewas karena
terjun dari atas bangunan.
2. Cara Penanganan
Kasus ini menerangkan mengenai aksi protes para pekerja Foxconn di
China yang mengatakan bahwasanya pihak perusahaan tidak memikirkan
hak para pekerja. Upah yang diberikan tidak setimpal dengan apa yang
dikerjakan. Hal tersebut terbukti dengan tewasnya salah satu karyawan
PT.Foxconn yang mati dirumahnya akibat stres kerja. Stres yang dialami
pekerja tersebut dikarenakan perusahaan menuntut untuk bekerja keras
tanpa istirahat.
3. Analisis kasus dengan teori stres
Berdasarkan kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak
psikologis yang cukup membahayakan karena sampai melakukan bunuh diri
hanya karena stres dengan pekerjannya. Stres yang dialami oleh pekerja
tersebut ialah sesuai dengan pengertian menurut Widyastuti (2003) yang
menyatakan bahwa stres kerja merupakan ketegangan yang dengan mudah
muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan,
tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor penunjang lainnya seperti halnya
bertambahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah. Sehingga
membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya
berdasarkan teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi
kebutuhan biologis mereka seperti halnya pangan sandang dan papan. Hal
tersebut dikarenakan upah yang mereka terima tidak setimpal atau tidak
mencukupi.
4. Kesimpulan kelompok terhadap contoh kasus
Solusi yang tepat adalah dengan merubah sistem kerja yang ada
diperusahaan agar dapat memberi kenyamanan kepada para pekerjanya.
Selain itu juga menyesuaikan upah setiap pekerja berdasarkan pekerjaan
yang mereka lakukan, dengan begitu akan tumbuh motivasi mereka dalam
bekerja. Sehingga para pekerja dapat bekerja dengan semangat yang
nantinya akan berdampak baik bagi perusahaan. Berdasarkan pengertian
motivasi yaitu suatu kekuatan potensial yang ada didalam diri manusia yang
dapat dikembangkannya sendiri atau dapat dikembangkan dari sejumlah
kekuatan dari luar yang ada berkisar sekitar imbalan materi dan non materi
yang dapat mempengaruhi hasil kerjanya (Winardi, 2001).
Refrensi Sumber :

Rochman, K. L. (2010). Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press.


Widyastuti, P. (2003). Majanemen Stres. Jakarta: EGC.
Winardi. (2001). Motivasi dan Pemotivasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

tress Kerja Pada Perusahaan (kasus psikologi industri dan organisasi


dalam perusahaan)

Kasus Bunuh Diri di Perusahaan Apple Kembali


Terjadi

Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2012/06/14/192394/kasus-bunuh-diri-diperusahaan-apple-kembali-terjadi
Munandar,. A,. S. 2014.Psikologi industri dan organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia
Diunduh tanggal 16 November 2015 / pukul 08:21 WIB
Waktu Peristiwa 14 Juni, 2012 - 23:58

TAIPEI , (PRLM).- Kasus karyawan bunuh diri kembali terjadi di Foxconn Technology
Group, yang merupakan supplier utama gadget-gadget canggih buatan perusahaan
Apple.
Seperti dilaporkan Reuters,Kamis (14/6/12), seorang karyawan pabrik berusia 23
tahun kemarin bunuh diri dengan cara lompat dari apartemen milik Foxconn yang
berlokasi di selatan Chengdu, Cina.

Ini merupakan kasus bunuh diri pertama sejak Foxconn mendapatkan peringatan
keras dari Apple tahun lalu agar memperbaiki kesejahteraan karyawan.
Saat itu, Foxconn berjanji akan memperbaiki kondisi kerja bagi para buruh sehingga
mereka tidak bekerja terlalu lelah. Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji para
karyawannya.
Berdasarkan hasil investigasi polisi, karyawan yang bunuh diri tersebut , baru saja
bekerja sebulan di perusahaan rekanan Apple itu.
Sampai saat ini belum diketahui motif bunuh diri sang karyawan. Akan tetapi,
berkaca pada sejumlah kasus bunuh diri di pabrik itu sebelumnya pada 2010 lalu,
sejumlah pekerja muda memilih menghabisi nyawa mereka sendiri akibat tekanan
pekerjaan yang terlalu berat. (A-133/A-89)***

ULASAN
Kasus ini memperlihatkan aksi bunuh diri pekerja Foxconn di China akibat
mengalami tekanan kerja yang didapatkan di perusahaan tersebut. Memang belum
diketahui benar motif dari aksi bunuh diri tersebut, tetapi dilansir dari beberapa
media yang berkaca pada sejumlah kasus bunuh diri di perusahaan tersebut pada
2010 lalu, sejumlah pekerja muda memilih menghabisi nyawa mereka sendiri akibat
tekanan pekerjaan yang terlalu berat. Bahkan perusahaan sendiri telah mendapat
peringatan keras dari pihak Apple agar memperbaiki kesejahteraan pekerjanya,
mulai dari memperbaiki kondisi kerja sehingga para pekerja tidak bekerja terlalu
lelah dan Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji para pekerjanya.
Diindikasikan pekerja yang melakukan aksi bunuh diri dikarenakan stress
terhadap pekerjaannya. Stress yang dialami bersumber pada tekanan kerja yang
dirasakan oleh para karyawan, kelelahan fisik dan gaji yang tak sebanding.
Berdasarkan kasus tersebut pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup
membahayakan karena sampai melakukan aksi nekat tersebut hanya karena stress
dengan pekerjannya. Menurut Fincham & Rhodes (dalam Munandar, 2014), stress
adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti
kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara
efektif. Dan menurut Palupi (2003), bahwa stress kerja merupakan ketegangan yang
dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang
berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Dan faktor lain
yang terjadi pada kasus di atas adalah bertambahnya tanggung jawab tanpa
adanya penambahan upah.

INTERVENSI
Solusi yang tepat adalah berasal dari pihak perusahaan, dimana perusahaan wajib
merubah sistem kerja yang ada diperusahaan agar dapat member kenyamanan
kepada pekerja. Selain itu juga perusahaan harus menepati janji untuk untuk
menyesuaikan upah setiap pekerja berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan.
Memperbaiki tingkat kesejahteraan para pekerja dengan memberikan rewardreward tertentu untuk prestasi yang telah dilakukan oleh para pekerja. Atau bisa
dengan memberikan hiburan berupa waktu refreshing untuk pekerja supaya
mereka bisa menenangkan diri mereka dan mengembalikan motivasi serta
semangat mereka agar mereka tidak begitu tertekan dalam pekerjaannya.
MEMANAJEMENI STRES
Stress dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negative.
Bagaimana kita dapat melawan stress dengan baik?
Pandangan interaktif mengatakan bahwa stress ditentukan oleh faktor-faktor
dilingkungan dan faktor-faktor dari individunya. Dalam memanajemeni stress dapat
dikusahakan untuk:
a.
b.
1.
2.

1.
2.
3.
4.

Mengubah faktor-faktor di lingkungan agar tidak merupakan pembangkit stress,


dan
Mengubah faktor-faktor dalam individu agar:
Ambang stress meningkat, tidak cepat merasakan situasi yang dihadapi sebagai
penuh stress;
Toleransi terhadap stress meningkat, dapat lebih lama bertahan dalam situasi yang
pebuh stress, tidak cepat menunjukkan akibat yang merusak dari stress pada
badan. Dapat mempertahankan kesehatannya.
Teknik-teknik yang dapat digunakan ialah:
Kerekayasaan Organisasi
Kerekayasaan kepribadian (peningkatan kecakapan dan perubahan kebutuhan dan
nilai-nilai)
Teknik penenangan pikiran
Teknik penenangan melalui aktivitas fisik.

Demo Buruh Kalbar Berkutat soal PHK, Cabut Pernyataan

Hari Buruh sedunia diperingati para buruh yang tergabung dalam


Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalbar dengan unjuk
rasa santun dan tertib di gedung DPRD Kalbar, Selasa (1/5). Seratusan buruh
yang mengusung puluhan bendera dan spanduk serta pamflet berisikan
tuntutan serta desakan terhadap Pemprov dan DPRD Kalbar tentang
perbaikan nasib mereka. Sementara Ketua Kadinda Kalbar, pengusaha
Budiono Tan, dan beberapa perusahaan dikecam para buruh.
Salah satu tuntutan massa buruh ditujukan kepada Ketua Kadin Kalbar agar
mencabut pernyataannya tentang pemutusan hubungan kerja (PHK)
terhadap ribuan buruh-buruh pertambangan, terkait jika diberlakukannya
Peraturan Menteri ESDM No 07/2012. Tidak jelas bagaimana bentuk tuntutan
serta pernyataan para buruh anggota KSBSI tersebut, namun mereka ingin
kejelasan bagaimana soal PHK para buruh pertambangan di Kalbar.
Sejauh ini belum tersiar kabar adanya perusahaan yang membredel atau
membubarkan serikat pekerja. Namun para demonstran meminta
pembredelan terhadap serikat buruh dihentikan. Terkait hal tersebut, KSBSI
Kalbar mendesak adanya peraturan daerah (perda) tentang ketenagakerjaan
di provinsi ini.
PHK buruh
Sementara itu problem yang paling sering dihadapi buruh industri adalah
PHK tanpa pesangon akibat perusahaan mengabaikan kewajibannya. Karena
itu KSBSI Kalbar mendesak penuntasan kasus-kasus PHK dan
ketenagakerjaan yang masih menggantung, seperti dilakukan Benua Indah
Group dan Wana Bhakti Agung.
Aksi para buruh di gedung dewan itu disambut Sekretaris Komisi D DPRD
Kalbar Andry Hudaya Wijaya SH MH. Menurutnya, banyak ketidaklogisan
dalam masalah perburuhan di provinsi ini. Misalnya saja di Kabupaten
Ketapang, ada pengusaha kaya Budiono Tan yang dihormati penguasa, tetapi
masih berutang kepada petani Rp 25 miliar, ungkap politisi daerah
pemilihan Ketapang-KKU ini.
Boediono Tan merupakan pemilik Benua Indah Grup yang masih harus
menanggung masalah perburuhan di sektor perkebunan dan industri sawit di
Kabupaten Ketapang. Masalah itu baru satu dari sekian banyak problem
buruh di Indonesia, khususnya Kalbar. Terkait tuntutan buruh itu, Sekretaris
Fraksi Partai Golkar DPRD Kalbar ini mengatakan ada yang perlu

ditindaklanjuti. Ditindaklanjuti sekarang, segera, maupun akan dibicarakan


selanjutnya, ujar Andry.
Dalam waktu dekat, sambung dia, pihaknya akan melakukan rapat kerja
dengan instansi terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kalbar. Ini untuk mengkaji mana-mana saja tuntutan buruh yang dapat
ditindaklanjuti oleh legislatif maupun eksekutif. Secara kelembagaan harus
kami bicarakan di Komisi D. Saya melihat ada beberapa tuntutan yang harus
segera disikapi seperti menuntaskan kasus-kasus PHK yang masih
menggantung di PT BIG, PT WBA di Kubu Raya, PT Aqua Sreeam, dan PT MKK.
Kami perlu mendapat penjelasan dari Disnakertrans Kalbar sejauh mana
penanganannya oleh pemerintah provinsi, jelas Andry.
Ulasan
Berdasarkan kasus tersebut menunjukkan bahwa para pekerja tersebut
(buruh) mengalami stres sehingga mengekspresikannya dalam bentuk
demonstrasi seperti itu. Stres itu sendiri merupakan ketidakmampuan
mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual
manusia. Stres juga dapat diartikan sebagai suatu prsepsi terhadap situasi
atau kondisi fisik lingkungan sekitar (Palupi 2003).
Penyebab dilakukannya tindakan anarkis tersebut berdampak psikologis,
yakni berdasarkan salah satu teori dasar motivasi hierarki kebutuhan oleh
Abraham Masslow yakni yang merupakan teori motivasi yang terdiri dari 5
macam kebutuhan diantaranya fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan
dan aktualisasi diri. (Masslow, 1993). Akibat pemutusan hubungan kerja
tersebut, para pekerja tidak dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar tersebut,
salah satunya kebutuhan fisiologi yakni berupa kebutuhan pangan, sandang
dan papan. Dengan diberhentikannya mereka, membuat para pekerja tidak
dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Analisis kasus Psikologi Industri & Organisasi

KASUS
Bangkrut, PT HM Sampoerna PHK Ribuan Karyawan
Jum'at, 16 Mei 2014 | 14:41 WIB

Ribuan pekerja Plant Kunir PT HM Sampoerna di Kecamatan Kunir Kabupaten


Lumajang keluar dari pintu gerbang usai menerima pengumuman penutupan pabrik
Sigaret Kretek Tangan (16/5). Plant Kunir resmi tidak produksi SKT hari ini.
TEMPO/David Priyasidharta
TEMPO.CO, Lumajang - Pabrik Sigaret Kretek Tangan HM Sampoerna mengakhiri
hubungan kerja lebih dari 2.000 pekerja harian dan borongan tetap di Plant Kunir
Lumajang, Jawa Timur, pada 1 Juni 2014 mendatang. Pemutusan hubungan kerja ini
dilakukan menyusul berhentinya proses produksi perusahaan ini pada Jumat, 16 Mei
2014.
Berdasarkan pengumuman berupa selebaran yang dibagikan kepada pekerja
tertulis, pengakhiran hubungan kerja itu efektif berlaku pada 1 Juni 2014. Selebaran
yang mengatasnamakan manajemen PT HM Sampoerna Tbk itu menyebutkan
bahwa pekerja tetap mendapatkan upah hingga 31 Mei 2014. Kompensasi
pengakhiran hubungan kerja akan diberikan lebih baik dari UU Nomor 13 Tahun

2003 dan akan didiskusikan dengan PUK SPSI Plant Kunir pada 19-23 Mei 2014.
"Kami bersedih. Tapi bagaimana lagi kalau memang terpaksa harus tutup," kata
Indah, seorang pekerja asal Lumajang, kepada Tempo. Sebelum bekerja di Plant
Kunir, Indah mengaku kerja di perusahaan konveksi di Lumajang. Indah memiliki
satu anak yang masih berumur 6 tahun. "Enggak tahu bekerja apalagi," kata Indah.
Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Singgamata mengatakan
para pekerja jangan sampai terprovokasi pihak ketiga. "Jangan terprovokasi yang
justru bisa merugikan semua pihak," ujarnya.
Menurut dia, penutupan perusahaan itu karena memang tidak bisa dihindari lagi.
"Biar internal perusahaan yang menjelaskan," katanya.

ANALISIS
Dapat dilihat pada kasus diatas yang menyebutkan tentang pemutusan hubungan
kerja karena berhentinya proses produksi perusahaan yang mengharuskan 2.000
orang pekerja menjadi gamang karena harus terpaksa kehilangan pekerjaan
mereka, bahkan diantaranya sampai tidak tahu harus berbuat apa, harus mencari
pekerjaan yang bagaimana lagi karena sudah terbiasa menjadi pekerja pabrik.
pekerja-pekerja ini sudah sangat terbiasa sehingga mereka merasa bekerja menjadi
pabrik akan selamanya padahal harus ada penanganan untuk hal-hal tidak terduga
seperti ini. karena jika 2.000 atau bahkan lebih orang-orang yang bisa hidup dan
bekerja serta mendapat penghasilan atau istilahnya telah menggantungkan hidup
mereka pada kegiatan di lingkungan pabrik mendapatkan pemutusan hubungan
kerja maka mereka akan menganggur dan apa yang kita dapatkan sih dari
pengangguran kalau bukan lagi-lagi angka kemiskinan bertambah dan jumlah
pengemis meningkat? or worse... akan banyak anak-anak yang tidak makan lagi
karena orang tua tak bekerja, karena lapangan kerja berkurang, lapangan kerja
minim akan banyak kasus perampokan, penipuan dan lain-lain. jika ingin bijak,
menurut saya perusahaan selain memberikan uang pesangon harus memberikan
jalan berupa lapangan kerja baru atau setidak-tidaknya memberikan referensi
lapangan pekerjaan agar para pekerja tetap akan sejahtera dan segala hal yang
tidak diinginkan dapat ditekan seminim mungkin.

sumber : http://bisnis.tempo.co/read/news/2014/05/16/092578157/bangkrut-pt-hmsampoerna-phk-ribuan-karyawan

Contoh Kasus Motivasi Kerja

contoh motivasi kerja


Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Kabupaten Mendung Kelabu
dihadapkan pada persoalan tingkat ketidakhadiran pegawai yang cukup tinggi. Pada
hari setiap Senin dan Jumat kurang lebih 26% pegawai tidak masuk kerja.
Berdasarkan hasil rapat yang diikuti oleh para pimpinan PAM tersebut, hal ini sudah
membudaya dan sulit diperbaiki sebab banyak karyawan yang mempunyai
pekerjaan tambahan di luar kantor .
Basuki sebagai Kabag Kepegawaian, baru saja mengikuti pelatihan mengenai
pengembangan sumberdaya manusia pada salah satu perguruan tinggi ternama.
Setelah mengikuti pelatihan, Basuki terinspirasi untuk mengadakan perubahan
dalam manajemen kepegawaian. Karena setelah dianlisis secara ekonomi, tingkat
ketidakhadiran pegawai ini dapat merugikan perusahaan 1 juta Rupiah per minggu.
Basuki yakin, dengan perubahan ini akan dapat mengurangi kerugian.
Basuki mengajukan rencana untuk menyelesaikan masalah ini kepada
atasannya, Kepala Cabang PLN, yang bernama Badjuri. Rencana Basuki adalah
sebagai berikut:
Setiap hari Jumat pukul 15.00 diadakan undian yang akan ditarik setiap
minggu. Kartu absen semua pegawai yang bekerja penuh mentaati jam kerja pada
minggu itu akan dimasukkan ke dalam kotak undian. Setiap minggu 2 orang
pemenang akan mendapatkan hadiah berupa Voucher Rp 500.000,- Pada setiap
akhir bulan juga akan diadakan undian bulanan dimana pegawai yang tidak pernah
absen saja yang akan diikutkan dalam undian. Undian bulanan menyediakan hadiah
bagi satu pemenang berupa Voucer seharga 1 juta Rupiah.
Setelah menyimak rencana Basuki dan mengadakan kalkulasi keuangan
dengan Kabag keuangan, Badjuri sebagai Kepala Cabang menyetujui rencana ini,
dan langsung diimplementasikan pada bulan berikutnya.
Setalah berjalan selama empat bulan, diadakan evaluasi terhadap tingkat
ketidakhadiran pegawai. Hasilnya berkat kebijakan tersebut tingkat ketidakhadiran
per minggu hanya sekitar 2 persen. Tetapi kemudian muncullah suatu persoalan.
Beberapa pegawai datang tapi tidak jelas melakukan pekerjaan apa, beberapa
pegawai memaksakan diri untuk datang ke kantor walaupun dalam keadaan sakit
yang perlu istirahat, sehingga memungkinkan terjadi penularan terhadap pekerja
yang sehat.
Sumber : arokhman.blog.unsoed.ac.id

Tanggapan :

Dalam kasus ini dapat terlihat bahwa untuk meningkatkan semangat kerja,
pihak perusahaan PLN perlu memberikan motivasi yang menarik agar jumlah
kehadiran karyawanya meningkat. Yaitu dengan memberikan hadiah undian bagi
mereka yang rajin masuk bekerja. Cara ini sangat ampuh di lakukan untuk memberi
semangat kepada karyawan. Karena contoh kasus di atas dapat memberikan solusi
permasalahan ketidakhadiran karayawan yang dapat merugikan perusahaan.
Karena ketidakhadiran karyawan dapat merugikan penghasilan perusahaan lebih
baik perusahaan memberikan uang lebih untuk karyawan agar semangat bekerja.
Karena faktor ekonomi lah yang menyebabkan banyak karyawan PLN cabang
kabupaten mendung kelabu memiliki cabang pekerjaan lain oleh karena itu mereka
jarang masuk ke kantor. Namun dengan kebijakan tersebut hendaknya kepala
cabang memperhatikan pula dampak negatifnya. Seharusnya ia membuat kebijakan
dengan sedikit himbauan agar masuk bekerja dan memberikan pekerjaan dengan
hasil yang maksimal. Serta memberikan waktu untuk beristirahat bagi pegawainya
yang sedang sakit. Motivasi yag di berikan oleh kepala cabang kabupaten Mendung
Kelabu sudah bagus namun perlu di perbaiki lagi sistem nya agar lebih efektif dan
maju.

Analisis sesuai teori :


1. Teori motivasi Abraham Maslow

Menurut Abaraham Maslow setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan,


dorongan, intrinsic dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung
dari kepentingan individu. Dapat dilihat bahwa dalam contoh kasus tersebut
berkaitan dengan teori Maslow, karena di dalam nya menggambarkan kebutuhan
setiap individu akan ekonomi. Oleh karena itu mereka jarang masuk ke kantor
karena memiliki cabang pekerjaan lain. Namun setelah mereka di berikan motivasi
berupa undian hadiah, mereka rajin bekerja dan masuk kantor setiap hari karena
merasa kebutuhanya akan terpenuhi jika ia mendapatkan undian hadiah tersebut.
2. . Teori Dua Faktor Herzberg
Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari
ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan
faktor motivator (faktor intrinsik). Jika dilihat dari teori Herzberg dalam contoh kasus
tersebut maka dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor ekstrinsik dan intrinsik
dalam diri individu. Faktor ekstrinsik nya yaitu mereka memiliki cabang pekerjaan
yang berdampak kehadiran yang tidak meneyeluruh di karenakan mengejar
kebutuhan ekonominya. Namun ketika di adakan undian berhadian munculah faktor
intrinsik mereka untuk memotivasi dirinya agar terus masuk bekerja dan berusaha
mendapatkan hadiah undian tersebut.

Oleh : Reni Sunjastri Lestari


kelas : 3 PA 02
Motivasi Kerja
Posted on April 10, 2014 - 3,012 views Oleh Judithia A. Wirawan, Psi, Msi.

Definisi motivasi adalaha set of energetic forces that originates both within
as well as beyond an individuals being, to initiate work-related behaviour,
and to determine its form, direction, intensity, and duration (Pinder, dalam
Donovan, 2001, p.53). Diterjemahkan secara bebas, Motivasi adalah
sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

berasal baik dari dalam maupun dari luar individu;

dapat menimbulkan perilaku bekerja;

dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku
bekerja tadi.

Dalam lingkup Psikologi Organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi.


Masing-masing teori berusaha menerangkan hal-hal apa yang dapat
memotivasi karyawan dalam suatu organisasi untuk bekerja lebih optimal. Di
bawah ini akan dibahas beberapa dari teori-teori tersebut.

Organizational Justice (Keadilan Organisasi)


Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa
organisasi tersebut akan memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel
ini, dua sudut pandang mengenai keadilan akan digunakan:

Menurut Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001), karyawan


menganggap partisipasi mereka di tempat kerja sebagai proses barter, di
mana mereka memberikan kontribusi seperti keahlian dan kerja keras
mereka, dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa
gaji ataupun pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi
mengenai keadilan antara apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap
apa yang mereka kontribusikan.

Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui konsep


Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah apakah prosedur yang
digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil
atau tidak (Donovan, 2001).

Contoh Kasus: Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besarbesaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini
bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan,
baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika
perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa
kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah
terjadi.
Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa
PHK dilakukan hanya diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari
manajemen level bawah, tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan para
pembuat keputusan di manajemen level atas, sehingga karyawan tidak
memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam
situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup kesempatan untuk
membentuk justifikasi kognitif dalam benak mereka mengenai mengapa PHK
itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan karena penelitian telah
menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai

empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak
adil (Greenberg, 1990).
Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan
terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali keadilan dengan
mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams, dalam Donovan, 2001).
Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan
absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang
mereka kontribusikan pada perusahaan.
Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan
akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti
datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti
absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan (Johns, 2001). Memang
belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan,
karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat
pengangguran di lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain
yang dianggap menarik oleh para karyawan tersebut (Hom and Kinicki,
2001). Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan tidak dapat keluar
dari perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran
selama mereka masih merasa tidak puas (Johns, 2001). Ini tentu saja
merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu,
beberapa rekomendasi akan diberikan dalam Contoh Kasus ini untuk
mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.
Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan
kembali kebijakan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori
Organisational Justice (Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi
adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi
dengan tujuan meraih kembali keadilan (Adams, dalam Donovan, 2001).
Persepsi ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan
alasan-alasan yang masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut
harus terjadi (Greenberg, 1990). Berdasarkan penelitian Greenberg (1990),
penjelasan yang efektif haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas
yang tertinggi harus jujur dan menunjukkan empati terhadap para pekerja;
dan keputusan yang diambil dapat dijustifikasi berdasarkan informasi yang
cukup.
Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan
dapat mengurangi efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk

memberikan penjelasan mengenai PHK pada seluruh karyawan sebaiknya


dilakukan sesegera mungkin dengan kriteria sebagai berikut:

Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.

Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap


para pekerja, misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti
bagaimana perasaan para pekerja dengan adanya PHK.

Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data finansial
yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan perusaan
dari kebangkrutan

Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan


pertanyaan atau memberikan pendapat mengenai PHK

Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi


ketidakadilan di masa yang akan datang, perusahaan dapat melakukan
peninjauan kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini. Kebijakan
perlu diubah jika ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan, misalnya
karyawan dari kelompok yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses
PHK (mendapat kompensasi yang berbeda, atau hanya kelompok tertentu
yang berhak mendapat konseling, dsb).

Job Characteristic Model dan Goal Setting (Model Karakteristik Pekerjaan dan
Penetapan Target)
Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat
diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri (Judge et al, 2001).
Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk memotivasi
karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi
tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and feedback
(umpan balik) (Judge et al, 2001).
Contoh Kasus: Di sebuah pabrik pengalengan soda yang menggunakan
sistem ban berjalan, banyak pekerjaan tidak memenuhi persyaratan
karakteristik seperti yang disebutkan di atas. Misalnya, sekelompok pekerja
hanya diberi tugas menjalankan mesin pengisi kaleng. Karakteristik
pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:

Task identity (identitas tugas): Karena pekerja hanya bertugas mengisi


kaleng, mereka tidak dapat melihat keseluruhan proses kerja mulai dari awal

(ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir (ketika dusdus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).

Task significance (signifikansi tugas): Para pekerja bisa jadi merasa bahwa
pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat
bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di
perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.

Skill variety (variasi keahlian): Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis
keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.

Autonomy (otonomi): Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam
pekerjaan mereka karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang
dari ban berjalan.

Feedback (umpan balik): Para pekerja tidak mendapatkan umpan balik


sehingga mereka tidak mengetahui apakah mereka telah bekerja dengan baik
atau tidak.

Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa
antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan
individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu
peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi
dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu
menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Selain karakteristik pekerjaan itu sendiri, aspek lain dari tempat kerja yang
dapat mempengaruhi motivasi adalah Goal Setting (Penetapan Target).
Menurut prinsip Penetapan Target, karyawan akan termotivasi untuk
mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka memiliki target yang
spesifik (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Melanjutkan contoh sebelumnya (pabrik pengalengan soda), para pekerja
hanya bekerja sesuai dengan bahan yang ada di atas ban berjalan. Sulit bagi
perusahaan untuk menentukan target yang spesifik untuk setiap kelompok
pekerja karena masing-masing kelompok tergantung pada kelompok
sebelumnya, misalnya tidak mungkin bagi perusahaan menentukan target
1000 kaleng disegel setiap jamnya bagi kelompok penyegel jika kelompok
pengisi hanya dapat mengisi 750 kaleng per jam. Akhirnya, perusahaan
hanya dapat memberikan target yang tidak spesifik (misalnya Bekerjalah
sebaik mungkin) untuk semua kelompok. Hal ini patut disayangkan karena
tidak dapat memotivasi pekerja untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi
(Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Setelah membahas bahwa karakteristik pekerjaan dan penetapan target

dapat mempengaruhi motivasi kerja seperti terjadi dalam Contoh Kasus di


atas, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana caranya kita memperbaiki
keadaan yang ada.
Rekomendasi: Job Enrichment (Pengayaan Pekerjaan) dan Goal Setting
(Penetapan Target). Metode paling popular untuk menerapkan Job
Characteristic Model adalah Job Enrichment. Metode ini telah digunakan
dengan cukup sukses di banyak perusahaan sejak tahun 70-an seperti AT&T
dan Western Union di Amerika Serikat, Norsk Hydro di Norwegia, dan Volvo
Corporation di Swedia (Australian Department of Labour, 1974).
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja
tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit.
Secara khusus Landy (1989) menyebutkan bahwa Job Enrichment justru
dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam
pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami
overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment
(Landy, 1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup
pekerja yang mendapatkan tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment
sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi jika program ini digabungkan
dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat dirancang
sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job
Characteristic Model (Judge et al, 2001), program Job Enrichment dan
Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja


dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan,
misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim
yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan
keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk
memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan
task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat
melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka
dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekanrekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu,
autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat
menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan
pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat
menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari
program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus
dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu,
dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu
membiayai hal ini.

Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masingmasing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam
keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar
dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang
diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan
proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu
dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan
menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu
coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun
untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari
keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena
keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah
keahlian yang rumit.

Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja
termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika
memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam
menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target
yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response
generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi
untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas
yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller,
1997).

Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi
kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada
kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991).
Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena
Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga
sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang
dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini
adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi
kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas
(misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah
melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).

Expectancy Theory (Teori Harapan)


Menurut Vroom (dalam Donovan, 2001), orang termotivasi untuk melakukan
perilaku tertentu berdasarkan tiga persepsi:

Expectancy: seberapa besar kemungkinan jika mereka melakukan perilaku


tertentu mereka akan mendapatkan hasil kerja yang diharapkan (yaitu
prestasi kerja yang tinggi)

Instrumentality: seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dengan hasil


kerja yang lebih tinggi (yaitu penghasilan, baik berupa gaji ataupun hal lain
yang diberikan perusahaan seperti asuransi kesehatan, transportasi, dsb)

Valence: seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan


perusahaan kepadanya

Contoh Kasus: Kita akan menggunakan Contoh Kasus PHK seperti yang
telah digunakan sebelumnya. Dari sudut pandang Expectancy Theory, para
pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan
antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa
kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan.
Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun
telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang
tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun
menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan
Expectancy Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan
direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus kita:

Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu


mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan
pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki
keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.

Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan


prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya
secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan
mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan
mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.

Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang


berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system
yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara
mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa
ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya
poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb.
Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem
pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan
mendapatkan poin bonus secara adil.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Department of Labour (1974). Job Enrichment and Job Satisfaction:


Selected Overseas Studies. Canberra: Australian Government Publishing
Service.

Donovan, J.J. (2001). Work motivation. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K.
Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology (pp. 53-76). London: Sage Publications.
Greenberg, J. (1990). Employee theft as a reaction to underpayment inequity:
The hidden cost of paycuts. Journal of Applied Psychology, 75, 5, 561-568.
Hom, P.W., & Kinicki, A.J. (2001). Toward a greater understanding of how
dissatisfaction drives employee turnover. Academy of Management Journal,
44, 975-987.
Johns, G. (2001). The psychology of lateness, absenteeism, and turnover. In
N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial,
Work, and Organizational Psychology (pp. 232-252). London: Sage
Publications.
Judge, T.A., Parker, S., Colbert, A.E., Heller, D., & Ilies, R. (2001). Job
satisfaction: A cross-cultural review. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K.
Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology (pp. 25-52). London: Sage Publications.
Landy, F.J. (1989). Psychology of Work Behavior. (4th ed.). Pacific Grove,
California: Brooks/ Cole Publishing Company
Ludwig, T.D., & Geller, E.S. (1997). Assigned versus participative goal setting
and response generalization: Managing injury control among professional
pizza deliverers. Journal of Applied Psychology, 82, 253, 253-261.
Wright, P.L. (1991) Motivation in organizations. In M. Smith (Ed), Analysing
Organizational Behaviour (pp. 77-102). London: Macmillan Education Ltd.

Anda mungkin juga menyukai