A. Definisi Stres
Menurut EP. Gintings ( dalam Rochman 2010 ), stres adalah reaksi tubuh
manusia terhadap setiap tuntutan yang dialami oleh seseorang dalam
beberapa hal. Pertama, keletihan dan kelelahan akibat kehidupan. Kedua,
suatu keadaan yang dinyatakan oleh suatu sindroma khusus dari peristiwa
biologis baik menyenangkan maupun tidak. Ketiga, mobilisasi pembelaan
tubuh yang memungkinkan adaptasi terhadap peristiwa kekerasan atau
ancaman. Keempat, terganggunya mekanisme keseimbangan dalam diri
seseorang yaitu keseimbangan luar yang sifatnya fisik, mentaldan spiritual
oleh karena perubahan yang mendadak yang sifatnya tidak menyenangkan.
Kelima, mengecilnya potensi seseorang karena adanya luka-luka perasaan,
berat badan dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam diri
seseorang. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
ungkapan reaksi tubuh manusia terhadap setiap tuntutan yang dialami
olehnya dan merupakan mobilisasi atau gerakan pembelaan tubuh manusia.
B. Contoh Kasus Stres Kerja
1. Stres Kerja, Menyebabkan Kematian
Terlihat seorang wakil pembicara dan karyawan yang berkumpul di luar
pabrik Foxconn di Shenzhen, Provinsi Guangdong Cina selatan pada sebuah
dokumen foto yang diambil tanggal 24 Februari 2010. Perusahaan hanya
mementingkan kepentingan bisnisnya dengan memeras tenaga karyawan,
sementara upah pekerjanya sendiri masih sangat rendah, ironisnya
karyawan tidak berdaya akan kebijakan ini. Pemogokan di Perusahaan
Honda Motor dan serentetan bunuh diri karyawan di Foxconn
Technology (produsen raksasa elektronik untuk industri seperti Apple, Dell
dan Hewlett-Packard) membuat Pemerintah Cina harus melakukan
pertemuan dengan perwakilan Management Perusahaan.
Seorang Insinyur berumur 28 tahun yang bekerja
untuk Foxconn (pembuatiPhone, iPads dan gadget elektronik lainnya
termasuk Apple Inc) meninggal dunia kematiannya mendadak di rumahnya
di dekat pabrik Foxconn Shenzhen di provinsi Guangdong China selatan.
Penyebab kematian sedang diselidiki dan kita sedang mengumpulkan
informasi-informasi pendukung penyebab kematian insinyur ini termasuk
keterkaitannya dengan pekerjaan, kata salah satu
perwakilanmanagement perusahaan.
Surat kabar Ming Pao di Hong Kong, melaporkan bahwa salah satu
kerabat dekat Insinyur mengklaim kematian rekan kerjanya itu dikarenakan
stres kerja, setelah bekerja 34 jam tanpa istirahat. Dampak dari laporan
surat kabar yang terbit langsung direspon positif oleh Perusahaan dengan
mengumumkan pemberian 30 % bonus pada karyawannya untuk
meningkatkan dan membantu terciptanya lingkungan kerja yang lebih baik
selain itu kerja lembur karyawan akan dikurangi sehingga bisa lebih banyak
waktu untuk beristirahat. Aktivis ketenagakerjaan menuduh perusahaan
Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2012/06/14/192394/kasus-bunuh-diri-diperusahaan-apple-kembali-terjadi
Munandar,. A,. S. 2014.Psikologi industri dan organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia
Diunduh tanggal 16 November 2015 / pukul 08:21 WIB
Waktu Peristiwa 14 Juni, 2012 - 23:58
TAIPEI , (PRLM).- Kasus karyawan bunuh diri kembali terjadi di Foxconn Technology
Group, yang merupakan supplier utama gadget-gadget canggih buatan perusahaan
Apple.
Seperti dilaporkan Reuters,Kamis (14/6/12), seorang karyawan pabrik berusia 23
tahun kemarin bunuh diri dengan cara lompat dari apartemen milik Foxconn yang
berlokasi di selatan Chengdu, Cina.
Ini merupakan kasus bunuh diri pertama sejak Foxconn mendapatkan peringatan
keras dari Apple tahun lalu agar memperbaiki kesejahteraan karyawan.
Saat itu, Foxconn berjanji akan memperbaiki kondisi kerja bagi para buruh sehingga
mereka tidak bekerja terlalu lelah. Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji para
karyawannya.
Berdasarkan hasil investigasi polisi, karyawan yang bunuh diri tersebut , baru saja
bekerja sebulan di perusahaan rekanan Apple itu.
Sampai saat ini belum diketahui motif bunuh diri sang karyawan. Akan tetapi,
berkaca pada sejumlah kasus bunuh diri di pabrik itu sebelumnya pada 2010 lalu,
sejumlah pekerja muda memilih menghabisi nyawa mereka sendiri akibat tekanan
pekerjaan yang terlalu berat. (A-133/A-89)***
ULASAN
Kasus ini memperlihatkan aksi bunuh diri pekerja Foxconn di China akibat
mengalami tekanan kerja yang didapatkan di perusahaan tersebut. Memang belum
diketahui benar motif dari aksi bunuh diri tersebut, tetapi dilansir dari beberapa
media yang berkaca pada sejumlah kasus bunuh diri di perusahaan tersebut pada
2010 lalu, sejumlah pekerja muda memilih menghabisi nyawa mereka sendiri akibat
tekanan pekerjaan yang terlalu berat. Bahkan perusahaan sendiri telah mendapat
peringatan keras dari pihak Apple agar memperbaiki kesejahteraan pekerjanya,
mulai dari memperbaiki kondisi kerja sehingga para pekerja tidak bekerja terlalu
lelah dan Foxconn juga setuju untuk menaikkan gaji para pekerjanya.
Diindikasikan pekerja yang melakukan aksi bunuh diri dikarenakan stress
terhadap pekerjaannya. Stress yang dialami bersumber pada tekanan kerja yang
dirasakan oleh para karyawan, kelelahan fisik dan gaji yang tak sebanding.
Berdasarkan kasus tersebut pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup
membahayakan karena sampai melakukan aksi nekat tersebut hanya karena stress
dengan pekerjannya. Menurut Fincham & Rhodes (dalam Munandar, 2014), stress
adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti
kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) yang mengakibatkan
ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara
efektif. Dan menurut Palupi (2003), bahwa stress kerja merupakan ketegangan yang
dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang
berlebihan, tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Dan faktor lain
yang terjadi pada kasus di atas adalah bertambahnya tanggung jawab tanpa
adanya penambahan upah.
INTERVENSI
Solusi yang tepat adalah berasal dari pihak perusahaan, dimana perusahaan wajib
merubah sistem kerja yang ada diperusahaan agar dapat member kenyamanan
kepada pekerja. Selain itu juga perusahaan harus menepati janji untuk untuk
menyesuaikan upah setiap pekerja berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan.
Memperbaiki tingkat kesejahteraan para pekerja dengan memberikan rewardreward tertentu untuk prestasi yang telah dilakukan oleh para pekerja. Atau bisa
dengan memberikan hiburan berupa waktu refreshing untuk pekerja supaya
mereka bisa menenangkan diri mereka dan mengembalikan motivasi serta
semangat mereka agar mereka tidak begitu tertekan dalam pekerjaannya.
MEMANAJEMENI STRES
Stress dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa
memperoleh dampaknya yang negative.
Bagaimana kita dapat melawan stress dengan baik?
Pandangan interaktif mengatakan bahwa stress ditentukan oleh faktor-faktor
dilingkungan dan faktor-faktor dari individunya. Dalam memanajemeni stress dapat
dikusahakan untuk:
a.
b.
1.
2.
1.
2.
3.
4.
KASUS
Bangkrut, PT HM Sampoerna PHK Ribuan Karyawan
Jum'at, 16 Mei 2014 | 14:41 WIB
2003 dan akan didiskusikan dengan PUK SPSI Plant Kunir pada 19-23 Mei 2014.
"Kami bersedih. Tapi bagaimana lagi kalau memang terpaksa harus tutup," kata
Indah, seorang pekerja asal Lumajang, kepada Tempo. Sebelum bekerja di Plant
Kunir, Indah mengaku kerja di perusahaan konveksi di Lumajang. Indah memiliki
satu anak yang masih berumur 6 tahun. "Enggak tahu bekerja apalagi," kata Indah.
Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Singgamata mengatakan
para pekerja jangan sampai terprovokasi pihak ketiga. "Jangan terprovokasi yang
justru bisa merugikan semua pihak," ujarnya.
Menurut dia, penutupan perusahaan itu karena memang tidak bisa dihindari lagi.
"Biar internal perusahaan yang menjelaskan," katanya.
ANALISIS
Dapat dilihat pada kasus diatas yang menyebutkan tentang pemutusan hubungan
kerja karena berhentinya proses produksi perusahaan yang mengharuskan 2.000
orang pekerja menjadi gamang karena harus terpaksa kehilangan pekerjaan
mereka, bahkan diantaranya sampai tidak tahu harus berbuat apa, harus mencari
pekerjaan yang bagaimana lagi karena sudah terbiasa menjadi pekerja pabrik.
pekerja-pekerja ini sudah sangat terbiasa sehingga mereka merasa bekerja menjadi
pabrik akan selamanya padahal harus ada penanganan untuk hal-hal tidak terduga
seperti ini. karena jika 2.000 atau bahkan lebih orang-orang yang bisa hidup dan
bekerja serta mendapat penghasilan atau istilahnya telah menggantungkan hidup
mereka pada kegiatan di lingkungan pabrik mendapatkan pemutusan hubungan
kerja maka mereka akan menganggur dan apa yang kita dapatkan sih dari
pengangguran kalau bukan lagi-lagi angka kemiskinan bertambah dan jumlah
pengemis meningkat? or worse... akan banyak anak-anak yang tidak makan lagi
karena orang tua tak bekerja, karena lapangan kerja berkurang, lapangan kerja
minim akan banyak kasus perampokan, penipuan dan lain-lain. jika ingin bijak,
menurut saya perusahaan selain memberikan uang pesangon harus memberikan
jalan berupa lapangan kerja baru atau setidak-tidaknya memberikan referensi
lapangan pekerjaan agar para pekerja tetap akan sejahtera dan segala hal yang
tidak diinginkan dapat ditekan seminim mungkin.
sumber : http://bisnis.tempo.co/read/news/2014/05/16/092578157/bangkrut-pt-hmsampoerna-phk-ribuan-karyawan
Tanggapan :
Dalam kasus ini dapat terlihat bahwa untuk meningkatkan semangat kerja,
pihak perusahaan PLN perlu memberikan motivasi yang menarik agar jumlah
kehadiran karyawanya meningkat. Yaitu dengan memberikan hadiah undian bagi
mereka yang rajin masuk bekerja. Cara ini sangat ampuh di lakukan untuk memberi
semangat kepada karyawan. Karena contoh kasus di atas dapat memberikan solusi
permasalahan ketidakhadiran karayawan yang dapat merugikan perusahaan.
Karena ketidakhadiran karyawan dapat merugikan penghasilan perusahaan lebih
baik perusahaan memberikan uang lebih untuk karyawan agar semangat bekerja.
Karena faktor ekonomi lah yang menyebabkan banyak karyawan PLN cabang
kabupaten mendung kelabu memiliki cabang pekerjaan lain oleh karena itu mereka
jarang masuk ke kantor. Namun dengan kebijakan tersebut hendaknya kepala
cabang memperhatikan pula dampak negatifnya. Seharusnya ia membuat kebijakan
dengan sedikit himbauan agar masuk bekerja dan memberikan pekerjaan dengan
hasil yang maksimal. Serta memberikan waktu untuk beristirahat bagi pegawainya
yang sedang sakit. Motivasi yag di berikan oleh kepala cabang kabupaten Mendung
Kelabu sudah bagus namun perlu di perbaiki lagi sistem nya agar lebih efektif dan
maju.
Definisi motivasi adalaha set of energetic forces that originates both within
as well as beyond an individuals being, to initiate work-related behaviour,
and to determine its form, direction, intensity, and duration (Pinder, dalam
Donovan, 2001, p.53). Diterjemahkan secara bebas, Motivasi adalah
sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku
bekerja tadi.
Contoh Kasus: Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besarbesaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini
bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan,
baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika
perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa
kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah
terjadi.
Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa
PHK dilakukan hanya diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari
manajemen level bawah, tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan para
pembuat keputusan di manajemen level atas, sehingga karyawan tidak
memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam
situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup kesempatan untuk
membentuk justifikasi kognitif dalam benak mereka mengenai mengapa PHK
itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan karena penelitian telah
menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai
empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak
adil (Greenberg, 1990).
Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan
terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali keadilan dengan
mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams, dalam Donovan, 2001).
Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan
absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang
mereka kontribusikan pada perusahaan.
Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan
akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti
datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti
absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan (Johns, 2001). Memang
belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan,
karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat
pengangguran di lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain
yang dianggap menarik oleh para karyawan tersebut (Hom and Kinicki,
2001). Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan tidak dapat keluar
dari perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran
selama mereka masih merasa tidak puas (Johns, 2001). Ini tentu saja
merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu,
beberapa rekomendasi akan diberikan dalam Contoh Kasus ini untuk
mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.
Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan
kembali kebijakan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori
Organisational Justice (Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi
adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi
dengan tujuan meraih kembali keadilan (Adams, dalam Donovan, 2001).
Persepsi ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan
alasan-alasan yang masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut
harus terjadi (Greenberg, 1990). Berdasarkan penelitian Greenberg (1990),
penjelasan yang efektif haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas
yang tertinggi harus jujur dan menunjukkan empati terhadap para pekerja;
dan keputusan yang diambil dapat dijustifikasi berdasarkan informasi yang
cukup.
Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan
dapat mengurangi efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk
Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data finansial
yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan perusaan
dari kebangkrutan
Job Characteristic Model dan Goal Setting (Model Karakteristik Pekerjaan dan
Penetapan Target)
Job Characteristic Model menjelaskan bahwa motivasi yang tinggi dapat
diraih melalui karakteristik dari pekerjaan itu sendiri (Judge et al, 2001).
Karakteristik pekerjaan yang dianggap paling penting untuk memotivasi
karyawan adalah task identity (identitas tugas), task significance (signifikansi
tugas), skill variety (variasi keahlian), autonomy (otonomi), and feedback
(umpan balik) (Judge et al, 2001).
Contoh Kasus: Di sebuah pabrik pengalengan soda yang menggunakan
sistem ban berjalan, banyak pekerjaan tidak memenuhi persyaratan
karakteristik seperti yang disebutkan di atas. Misalnya, sekelompok pekerja
hanya diberi tugas menjalankan mesin pengisi kaleng. Karakteristik
pekerjaan mereka sebagai pengisi kaleng soda adalah sebagai berikut:
(ketika kaleng-kaleng kosong diantarkan ke pabrik) hingga akhir (ketika dusdus berisi soda kaleng diangkat ke truk, siap diantarkan).
Task significance (signifikansi tugas): Para pekerja bisa jadi merasa bahwa
pekerjaan mereka tidaklah penting, karena mereka tidak bisa melihat
bagaimana pekerjaan mereka pada akhirnya mempengaruhi karyawan lain di
perusahaan tersebut atau pembeli soda kaleng.
Skill variety (variasi keahlian): Pekerjaan ini hanya membutuhkan satu jenis
keahlian, yaitu mengisi kaleng soda.
Autonomy (otonomi): Para pekerja tidak memiliki pilihan atau kontrol dalam
pekerjaan mereka karena mereka harus terus mengisi kaleng yang datang
dari ban berjalan.
Dalam situasi seperti ini, para pekerja tidak mempunyai alasan untuk merasa
antusias, termotivasi, atau merasa puas akan pekerjaan mereka. Perbedaan
individual tetaplah mempengaruhi sehingga ada orang yang tidak terlalu
peduli pada karakteristik dari pekerjaan mereka. Namun penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik intrisik pekerjaan tetap memiliki korelasi
dengan kepuasan kerja, bahkan bagi mereka yang tidak terlalu
menginginkan pertumbuhan diri pribadi (Judge et al, 2001).
Selain karakteristik pekerjaan itu sendiri, aspek lain dari tempat kerja yang
dapat mempengaruhi motivasi adalah Goal Setting (Penetapan Target).
Menurut prinsip Penetapan Target, karyawan akan termotivasi untuk
mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka memiliki target yang
spesifik (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Melanjutkan contoh sebelumnya (pabrik pengalengan soda), para pekerja
hanya bekerja sesuai dengan bahan yang ada di atas ban berjalan. Sulit bagi
perusahaan untuk menentukan target yang spesifik untuk setiap kelompok
pekerja karena masing-masing kelompok tergantung pada kelompok
sebelumnya, misalnya tidak mungkin bagi perusahaan menentukan target
1000 kaleng disegel setiap jamnya bagi kelompok penyegel jika kelompok
pengisi hanya dapat mengisi 750 kaleng per jam. Akhirnya, perusahaan
hanya dapat memberikan target yang tidak spesifik (misalnya Bekerjalah
sebaik mungkin) untuk semua kelompok. Hal ini patut disayangkan karena
tidak dapat memotivasi pekerja untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi
(Locke & Latham, dalam Donovan, 2001).
Setelah membahas bahwa karakteristik pekerjaan dan penetapan target
Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masingmasing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam
keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar
dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang
diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan
proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu
dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan
menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu
coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun
untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari
keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena
keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah
keahlian yang rumit.
Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja
termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika
memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam
menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target
yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response
generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi
untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas
yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller,
1997).
Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi
kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada
kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991).
Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena
Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga
sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang
dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini
adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi
kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas
(misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah
melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
Contoh Kasus: Kita akan menggunakan Contoh Kasus PHK seperti yang
telah digunakan sebelumnya. Dari sudut pandang Expectancy Theory, para
pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan
antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa
kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan.
Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun
telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang
tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun
menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan
Expectancy Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan
direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus kita:
DAFTAR PUSTAKA
Donovan, J.J. (2001). Work motivation. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K.
Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology (pp. 53-76). London: Sage Publications.
Greenberg, J. (1990). Employee theft as a reaction to underpayment inequity:
The hidden cost of paycuts. Journal of Applied Psychology, 75, 5, 561-568.
Hom, P.W., & Kinicki, A.J. (2001). Toward a greater understanding of how
dissatisfaction drives employee turnover. Academy of Management Journal,
44, 975-987.
Johns, G. (2001). The psychology of lateness, absenteeism, and turnover. In
N. Anderson, D.S. Ones, & H.K. Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial,
Work, and Organizational Psychology (pp. 232-252). London: Sage
Publications.
Judge, T.A., Parker, S., Colbert, A.E., Heller, D., & Ilies, R. (2001). Job
satisfaction: A cross-cultural review. In N. Anderson, D.S. Ones, & H.K.
Sinangil (Eds), The Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology (pp. 25-52). London: Sage Publications.
Landy, F.J. (1989). Psychology of Work Behavior. (4th ed.). Pacific Grove,
California: Brooks/ Cole Publishing Company
Ludwig, T.D., & Geller, E.S. (1997). Assigned versus participative goal setting
and response generalization: Managing injury control among professional
pizza deliverers. Journal of Applied Psychology, 82, 253, 253-261.
Wright, P.L. (1991) Motivation in organizations. In M. Smith (Ed), Analysing
Organizational Behaviour (pp. 77-102). London: Macmillan Education Ltd.