Disusun Oleh :
Rani Indriyani
31113143
Farmasi 4-C
BAB 1
Asas Fisikokimia Pada kerja Obat
Semua molekul obat beranteraksi dengan bahan hayati seperti reseptor
lipoprotein, enzim, biomembran, asam nukleat, atau molekul kecil-kecil.
Antaraksi tersebut memicu sederetan langkah yang akhirnya menghasilkan
perubahan faali mikroskopik yang merupakan efek obat. Setelah mempelajari
antaraksi primer yang nisbi sederhana antara molekul obat dan struktur
makromolekul, barulah kita dapat memahami aktivitas obat pada tingkat sel.
Organ tubuh dan seluruh jasad kita jauh lebih rumit daripada sel tunggal sehingga
untuk itu kita perlu memahami lebih banyak parameter.
Pengangkutan obat dari tempat pemberiannya ke sisi kerjanya, maupun
hubungan obat-stimulus, tergantung pada sifat fisikokimia dan geometri yang
sudah menyatu dengan struktur molekul obat itu. Korelasi itu terdapat pula pada
sifat fisikokimia makromolekul hayati yang berantaraksi dengan obat itu. Akan
tetapi, pengetahuan kita tentang makromolekul tersebut jauh tertinggal
dibandingka pengalaman kita dengan senyawa yang lebih kecil. Karena itu untuk
menghasilkan rancangan obat secara rasional, yakni tujuan akhir kimia medisinal,
kita harus mempelajari sifat kimia dan fisika molekul obat serta sasarannya dan
mengkorelasikan semua sifat molekul itu dengan efek hayati hasil antaraksi obatreseptor.
1. Peranan dan struktur air
Dasar kehidupan adalah air, yaitu kandungan utama jasad hidup dan semua
selnya. Disamping sebagai pelarut umum atau zat pendispersi, air berperan serta
dalam banyak reaksi, dan karena itu peranannya lebih besar daripada hanya
sebagai medium lembam; air adalah senyawa kimia luar biasa yang sangat reaktif.
Daya larut , aktivitas permukaan, ikatan hidrofob, pengionan, dan berbagai efek
konformasi makromolekul (misalnya pada reseptor obat) semuanya melibatkan
air.
1.1
berkelipan. Akan tetapi, karena umur-paro setiap ikatan hidrogen hanya kira-kira
0,1 nanodetik (10-10 detik), adanya kelompok itu hanya mempunyai nilai statistik;
bahkan ini pun merupakan pertanyaan bagi beberapa penulis yang menganggap
air sebagai polimer sinambung.
1.2
q 1q 2
Dr 2
Dalam deret homolog yang dimulai dari n-butanol dan berakhir dengan n-oktanol,
aktivitas bakterisid naik dengan naiknya bobot molekul (yakni log konsentrasi
toksik turun) dalam perbenihan Salmonella typhi gram-negatif yang peka (dulu
disebut Bacillus typhosus). Bahkan oktanol yang agak tak larut-air aktif pada
konsentrasi dibawah titik jenuhnya. Garis jenuh dalam gambar 1.2 merupakan
garis (putus-putus) diagonal dengan kemiringan satu (log konsentrasi toksik
terhadap log kelarutan, karena skala ordinat dan absis sama besar).
Jika deret homolog yang sama diuji pada perbenihan Staphylococus aureus
yang kurang kepekaannya, garis aktivitas bergeser ke arah konsentrasi yang lebih
tinggi. Jika n-butanol dan n-pentanol aktif, maka anggota yang lebih tinggi pada
deret itu tidak dapat membunuh bakteri karena konsentrasi yang diperlukan tak
dapat tercapai; konsentrasinya lebih tinggi daripada konsentrasi jenuh, jadi
terletak diatas garis jenuh. Penafsiran menarik tentang titik pemutusan pada
deret homolog ini dikemukakan oleh J.Ferguson.
Amina alifatik bakterisid menunjukkan titik pemutusan pada dodesilamina,
anggoa C12 pada saat deret homolog itu, walaupun amina tidak mempunyai
masalah kelarutan seperti alkohol. Akan tetapi anggota berikutnya pada deret
homolog senyawa ini atau anggota yang lebih tinggi pada deret itu, memberikan
molekul monomer dalam jumlah yang makin lama makin sedikit kepada larutan.
Karena monomer perlu sekali bagi aktivitas bakterisid, hal tadi menghasilkan efek
hayati yang cepat menurun. Pembentukan misel dapat diukur dengan mudah
dengan metode penghamburan cahaya atau metode relaksasi resonansi magnetik
inti. Namun efek kelarutan terhadap kerja obat biasanya adalah persoalan
kesetimbangan obat antara fase air dan fase lipid dalam membran sel, atau bahkan
dalam penimbunan jaringan lemak dan mengantarkan kita untuk membahas
3.
koefisien partisi.
Koefisienpartisi
Koefisien partisi suatu obat didefinisikan sebagai tetapan kesetimbangan
kadar obat dilambangkan dengan tanda kurung siku) dalam ke dua fase.
P=
( obat ) lipid
( obat ) air
Karena susah diukur dalam system hidup, koefisien partisi biasanya ditentukan in
vitro dengan menggunakan n-oktanol sebagai fase lipid dan dapar fosfat dengan
pH 7,4 sebagai fase air. Ini dijadikan ukuran baku untuk koefisien partisi. Karena
merupakan suatu nisbah, maka P tidak mempunyai matra. P juga merupakan sifat
aditif bagi molekul, Karena setiap gugus fungsi turut menetapkan kepolaran dan
dengan demikian juga menetapkan sifat lipofil atau hidrofil molekul itu. Peranan
substituent ini luas pemakaiannya dalam telaah struktur-aktivitas kuantitatif.
Koefisien partisi sangat mempengaruhi cirri pengangkutan obat cara
obat mencapais isi kerjanya dari sisi pemakaiannya (misalnya tempat suntik,
saluran cerna,
dsb.).
obat harus
tertentu. Di satu pihak,obat yang sangat larut dalam air mungkin tidak sanggup
melewati sawar lipid untuk mencapai organ kaya lipid, misalnya otak dan jaringan
saraf lain. Namun, senyawa dapat melintasisawar darah otak' dengan cara
berdifusi dari fase air yang satu (darah) ke yang lain (cairan serebrospinal).
Sebaliknya,
senyawa
yang
sangat
lipofilakan
terperangkap
pada
'sisi
anestetika memuaikan membrane sel, dan bahwa anestesi terjadi pada waktu nilai
pemuaian kritis tercapai,
volum asalnya.
Daerah
permukaan membrane itu akan memuai pula beberapa persen, seperti pernah
diukur pada sel darah merah.
Table 1.1 Koefisienpartisi lipid-air beberapa senyawa depresan
Zat
Koefisienpartisi,
alcohol/air
Etanol
n-Butanol
Valeramida
Benzamida
Salisilamida
0-Nitroanilina
Timol
0,10
0,65
0,30
2,50
5,90
14,0
950,0
Kadar
kecebongdiam, mol/l
(air)
0,33
0,03
0,07
0,013
0,0033
0,0025
4,7 x 105
Kadar
depresanhitungan,
mol/l (lipid sel)
0,03
0,020
0,021
0,033
0,021
0,035
0,045
Pt
Ps
Pt adalah tekanan uap parsial zatitu dalam udara, dan ps tekanan uap zat
tersebut. Untuk zat yang terlarut dalam cairan, terdapat korelasi sejenis:
a=
St
So
Monometilanilina
Dimetilanilina
Piridina
Bromoform
Tetrakloroetana
Klorobenzena
Toluene
Benzene
Heptane
Kloroform
Trikloeoetilena
Karbontetraklorida
Heksana
Pentanan
Kadar toksik
(mol/L) letal pada
1000 menit, 15C
3,7
6,6
76
94
141
200
420
775
800
1040
1200
1600
3000
16600
Ps (tekanan uap
pada 15C, mm)
Pt/Ps (kejenuhan
nisbikadar toksik)
0,22
0,28
10,4
3,2
4,2
6,8
17,0
58
27
128
52
73
96
320
0,3
0,4
0,1
0,5
0,6
0,5
0,4
0,2
0,5
0,2
0,4
0,4
0,6
0,9
yang sama. Namun, antar aksi antara obat tak khas dengan sasarannya mungkin
dapat menjadi khas selama menyangkut pengikatan obat.
karena tidak menimbulkan anestesi cukup dalam kalau diberikan bersama 20%
oksigen yang diperlukan untuk menjaga pernapasan normal. Namun, analgesi
(hilangnya rasa nyeri) yang ditimbulkan nitrogen monioksida ternyata baik,
bahkan juga pada konsentrasi 50-60%. Siklopropana merupakan zat anetetika
kuat, tapi jarang dipakai karena sifatnya mudah meledak.
Cairan yang mudah menguap merupakan anestetika hirup yang luas
pemakiannya. Salah satunya, dietil eter, telah dikenal oleh Paracelus pada abad
ke-17, tetapi aktivitas anestetikanya baru diketahui pada tahun 1842 oleh Long
dan Morton. Zat itu mengimbas noarkosis secara lambat dan memulihkan kembali
juga secara lambat, menyebabkan iritasi, dan juga muidah meledak. Di samping
itu, menimbulkan anestesi berat, tetapi tidak dipakai lagi dalam anestesiologi
modern. Pada tahun 1847 Kloroform dipakai untuk pertama kali
Gas
11
Xe
xenon
12
N2O
nitrogen monoksida
13
siklopropana
C3H3OC2H5
Dietil Eter
15
CHCL3
Kloroform
16
CHF20-CF2-CHFCL
Enfluran
17
F3C-CHCLBr
Halotan
18
CH3O-CF2-CHCL2
Metoksifluran
Barbiturate lain, dengan kerja lebih lama, terutama dipakai sebagai hipnotikasedativa (pil tidur), dibahas secara rinci pada bab 4 dan 6 karena sasaran kerjanya
diperkirakan neurotransmitter asam -aminobutirat dan membrane saraf.
Anestetika intravena yang kurang lazim adalah alfaxalon (1 11), suatu
turunan steroid. Menurut struktur ada hubungannya dengan hormone kelamin
wanita progesterone, dan mengandung gugus 3-OH yang aksial, tegak lurus pada
bidang cincin sikloheksana. Yang menarik, epimer 3-OH (betaxolon) yang OHnya ekuatorial ternyata takaktif. Jika dimasukan ikatan rangkap diantara rantai
samping lipid membrane. Pada alfaxalon, rantai samping ini aksial dan
mengganggu membrane lipid (fesik dan Makriyannis, 1985).
Turunan glutarimida, bemegrid (1 12), yang strukturnya mirip
barbiturate, adalah stimulant system saraf pusat (SSP) (analeptika), dan antagonis
tak-khas tapi sangat penting bagi barbiturate, serta dipakai untuk mengatasi
keracunan barbiturate.
Korealsi struktur-aktivitas barbiturate dan anestetika steroid tadi menunjukan
kearah pembedaan penting dalam konsepsi yang harus ditetapkan. Walaupun cara
kerja barbiturate dan anestetika steroid mungkin betul tak-khas, sisi ikatan
senyawa ini (agaknya pada membrane urat saraf) pasti mampu menendeteksi
pebedaan struktur yang halus, seperti yang ada antara konformasi atau gugus
3-OH pada alfaxalon. Keterangan lain yang mungkin untuk stereoselektivitas oabt
tak-khas adalah pengankutan stereoselektif, yitu cara kerja lain bagi anestetika
intravena, atau reseptor anestetika khas tertentu. Kemungkinan ini terakhir ini
akan dibahas dalam bagian berikut.
3.3.1 Mekanisme Anestesi
Hipotesis zaman sekarang tentang mekanisme anestesi dikembangkan
terus sejak Overton dan Meyer mencoba untuk pertama kali menetapokan
hubungan kuantitatif antara anestetika yang sangat beragam dan sifat narkotiknya.
Semua hipotesis itu,yang memperluas teori Overton dan Meyer (kaufman, 1977),
didasarkan pada anggapan adanya antaraksi anestetika dengan
lipid dalam
aksi suatu anestestika dengan bagian ionofor (yang mengandung ion) pada
reseptor asetilkolin, yaiutu suatu protein, merupakan pendapat menarik, walaupun
tanpa bukti percobaan. Jika kita menambahkan fakta bahwa anestetika juga
mempengaruhi metabolisme Ca2+ dalam membran yang mempunyai hubungan
erat dengan penghantaran syaraf maka tidak ada hipotesis yang seragam dan
masuk akal tentang anestesi sama sekali tidak mengherankan.
Keterlibatan protein dalan pengikatan anestetika telah ditunjukan oleh
penghambatan lusiferasi kunang-kunang, yaitu enzim yang terlibat dalam
bioluminesensi. Sisi pengikatan enzim ini menampung dua molekul halotan atau
heksanol, tetapi hanya satu molekuln untuk senyawa yang lebih besar dari
oktanol. Pengikatan subtrat enzim, yaitu lusiferin, dihambat secara bersaing oleh
kebnyakan anestetika pada konsentrasi farmakologinya.
Keterlibatan neurotranmiter pada anestesi ikemukakan juga atas dasar
penemuan bahwa crustacea air tawartidak memperlihatkan pembalikan tekanan
pada anestesi, meskipun kepekaannya terhadap obat sama seperti hewan lain
manapun. Pada hewan lain, tekanan tinggi saja dapat menyebabbkan yang
mengikatkan kita pada efek striknin, suatun alkaloid yang bekerja melalui reseptor
glisin. Namun, tekanan tidak menyebabkan eksitasi pada crustacea itu, dan ia
tidak menggunakan glisin sebagai neurotranmiter dalam SSP-nya atau bereaksi
dengan striknin pengamatan ini menyatakan bahwa keterlibatan neurotransmitter
pada anestesi berdasarkan pengikatan agak khusus karena itu harus ada sisi
penguikatan protein tempat anestetika dapat memperkuat pengikatan glisin pada
reseptornya.
Secara menyeluruh, kita mendapat kesan bahwa fase lipid pada membrane
saraf adalah sisi bagi efek anestetik tak-khas yang paling murni, sedangkan fase
protein hidrofob membrane ini dapatb dikaitkan dengan kekhasan dan sifat
memilih-milih yang dimiliki beberapa anestetika. Gambar 1.4 merangkum
Gambar 1.4 efek anetetika umum pada membrane lipoprotein. Gambar atas
menunjukan struktur normal pada sayatan melintang dengan saluran ion protein
dan dwilapisan lipid dalam wujud gel. Gambar bawah menunjukan dwilapisan
lipid dalam wujud cair tak teratuer dan saluran ion protein yang rusak dan tidakm
berfungsi karena pengembangan protein. Titik-titik hitam menyatakan molekul
anestetik.
pemikiran ini, yang disampaikan sebagai pandnagan dalam tinjauan kaufan (1977)
serta Roth dan Miller (1986).
Tetapan fragmen hidrofob (dengan lambing f) diperkenalkan olehnya dan
Rekker (Rekker, 1977) untuk mengoreksi beberapa penyimpanan dalam
pemantauan koefisien partisi, dan untuk menyederhanakan penetapan nilai P
untuk molekul kecil. Tetapan fragmen ditentukan secra statistika dengan analisis
regresi; tetapan itu aditif, dan jumlahnya mendekati (biasanya sedikit lebih tinggi
dari log P). daftar terinci niali f untuk berbagai gugud fungsi diterbitakan dalam
buku oleh Rekker (1977) dan albert (1985)dan banyak digunakan dalam
penentuan struktur-aktivitas kuantitaif .
4. Aktivitas permukaan dan efek obat
Reaksi hayat iterja didalam larutan dan pada permukaan serta antar
permukaan padatan dan cairan. Keadaan energy pada permukaan sangat berbeda
dengan keadaannya dalam larutan karena terdapat gaya antar molekul tertentu;
karena itu reaksi permukaan memerlukan perhatian khusus. Dalam jasad hidup,
membrane mempunyai permukaan terbesar, membungkus semua sel (membrane
plasma) maupun sejumlah organel sel (inti, mitokondria dan sebagainya)
molekul tetanggganya. Kita sudah membahas antar aksi ikatan hydrogen pada
molekul air yang menimbulkan kelompok-berkelipan. Akan tetapi, molekul air
pada antar muka gas-cairan dipengaruhi oleh sejumlah gaya yang taksama, dan
tertarik kearah air ruahan pada fase cair itu karena tidak ada tarikan yang
dilakukan terhadap nya dari arah fase gas. Hal ini menimbulkan tegangan
permukaan cairan.
yang dapat membentuk ikatan hydrogen akan larut dalam air, sedangkan senyawa
nonpolar hanya larut dalam pelarut organic sebagai akibat ikatan van der Waals
dan ikatan hidrofob (pasal 7) Senyawa yang amfifil (yaitu yang mengandung
gugus hidrofob maupun hidrofil) akan terkumpul dipermukaan dan dengan
demikian mempengaruhi sifat permukaan antar muka ini. Hanya dengan cara ini
lah detergen amfifil, melalui ikatan hydrogen dengan air dan antaraksi nonpolar
dengan fase nonpolar dengan fase nonpolar (organic) atau dengan udara, dapat
mempertahankan orientasi yang menjamin energy potensial terendah di antar
muka. Contoh klasik tentang perilaku itu diberikan oleh sabun, yaitu campuran
garam logam alkali dari asam lemak berantai panjang. Gambar 1.5
memperlihatkan antaraksi molekul sabun pada batas minyak-air. Bulatan
menggambarkan karboksil atan ionic atau gugus kepala polar, dan garis berbiku
menggambarkan rantai alkil hidrofob.
Detergen seperti sabun membentuk larutan koloid. Pada kadar yang sangat
rendah, molekul sabun akan terlarut sendiri-sendiri. Pada kadar yang lebih tinggi,
molekul menganggap lebih efisien-energi untuk memindahkan ekornya yang
hidrofob dari fase air dan membiarkannya berantaraksi sesamanya, dengan
demikian membentuk tetesan minyak kecil atau fase nonpolar, dengan kepala
polar molekul sabun itu dalam air ruahan. Pada kadar yang khas bagi masingmasing detergen tertentu, terbentuk kumpulan molekul, yang dikenal sebagai
misel. Biasanya misel merupakan partikel koloid berbentuk bola, tetapi dapat juga
berbentuk silinder, seperti terlihat di gambar 1.6A dan B. kadar sewaktu misel
tersebut terbentuk disebut kadar misel kritis, dan dapat ditentukan dengan
mengukur difraksi cahaya larutan itu sebagai fungsi kadar detergen. Difraksi itu
menunjukkan kenaikan tiba-tiba sewaktu misel mulai terbentuk.
Bila mana sabun terdispersi dalam fase nonpolar, terbentuk misel terbalik;
ekor nonpolar pada molekul sabun berantaraksi dengan pelarut ruahan, sedangkan
kepala hidrofil berantaraksi dengan sesamanya, seperti terlihat pada gambar 1.6 C.
perilaku molekul amfifil ini menjelaskan bagaimana partikel nonpolar itu
berantaraksi dengan partikel, seperti tetesan minyak, cemaran, atau fragmen
4.2.
termasuk bakteri dan jamur. Karena itu, setiap zat yang merusak membrane atau
dengan cara lain mengganggu keutuhannya atau fungsinya, merupakan bahaya
besar bagi kehidupan sel itu.
Seperti telah dibahas dalam pasal 2 tentang kelarutan, alcohol alifatik
bersifat bakterisid (membunuh bakteri) karena zat itu merusak membrane bakteri
yang mengakibatkan cepat hilangnya kandungan sitoplasma bakteri itu. Pada
kadar tinggi, alcohol itu menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri tersebut.
Karena dapat merusak membrane bakteri, fenol dan kresol merupakan
juga desinfektan ampuh, dan digunakan dalam sediaan, misalnya L ysol. Zat itu
tidakhanya merusak protein, tetapi bekerja juga sebagai detergen karena kepolaran
gugus hidroksil pada fenol. Aktivitas fenol dapat ditingkatkan dengan nyata
dengan cara memasukkan cabang alkil pada cincin benzena, seperti dalam nheksilresorsinol (1-14), yang membuat senyawa yang dihasilkan lebih aktifpermukaan. Heksaklorofen (1-15) dan fentiklor pun sangat aktif dan digunakan
dalam sabun desinfektan. Lagi pula, karena fentiklor secara oral rendah
toksisitasnya, zat itu dapat digunakan sebagai obat-dalam untuk infeksi kulit.
Penghambatan pada rantai angkutan electron metabolic dan pemungutan asam
amino juga mendasari kerja bakteriostatik fentiklor.
-p-
10
membentuk pori penyalur atau saluran yang dapat melewatkan ion k +, gula, dan
proteion keluar dari mikroorganisme. Bentuk pori itumdapat dilihat pada gambar
1.7. bagian sebelah dalam pori itu dilapisi gugus hidroksil molekul antibiotika.
Antibiotika makrosiklik yang lebih kecil dapat membentuk gumpalan di dalam
membrane lipoprotein sel dan menyebabkan robeknya membrane. Karena
antibiotika ini lebih cenderung berinteraksi dengan ergosterol, suatu sterol
tanaman, afinitinitasnya tinggi terhadap membrane tanaman, dank arena itu
bersifat fungisid. Terhadap membrane hewan, zat itu mempunyai keselektifan
aneh, yaitu bersifat letal atau mematikan cacing pipih dan keong, tidak
mempengaruhi bakteri, dan menyebabkan keracunan sedang pada mamalia.
Zat itu dipakai untuk infeksijamur seperti kaki atlet dan vaginitis
candida, yang biasanya susah disembuhkan, dan terhadapinfeksi sistemik
(internal) oleh jamur, yang hampir selalu membawa maut jika tidak diobati. Jadi,
nilai terapi amfoterisin B lebih tinggi dibandingkan dengan kerugi karena efek
sampingnya yang toksik.
Kelompok zat antijamur azol yang baru-baru ini ditemukan juga bekerja
dengan meruksak kemantapan membrane dengan menghanmbat biosintesis
ergosterol yang diperlukan dank has untuk membrane jamur. Ketokozanol (1-20)
dapat dipakai secara oral, sedangkan klotrimazol (1-21),mikonazol (1-22) dan
senyawa sejenisnya dipakai secara topical.kelompok azol ini sangat mudah terikat
pada kulit dan sangat cepat mengumpul pada jamur. Walaupun masa bersentuhan
mungkin hanya 15-20menit , azol tetap tinggal dalam jamur selama 120jam, jadi
dengan dosis subletal pun kedahsyatan jamur dapat berkurang. Kelompok lain
penghambat sintesis sterol adalah kelompok naftifin (1-23). Kelompok morfolin
seperti tridemorf (1-24) menyerang biosintesis sterol pada beberapa tempat lain
dan merupakan fungisid pertanian yang berharga.
gugus alkil nonpolar nebgarah ke bagian luar molekul. Jadi bagian dalam
yang polar dapat memuat ion kalium yang tak terhidrasi dan mengelilinginya
dengan gelang nonpolar.selanjutnya, senyawa kompleksini dapat dibawa
menembus membrane melalui pertukarean k+-H+ yang memerlukan energy.
Valionomisin jauh lebih suka memilih K+ dari pada Na+, dengan nisbah sekitar
104:1. Dengan cara ini valinomisin akan meningkatkan konduktivitas membrane
lipoid terhadap K+ pada kadar serendah 10-9 M. keselektifan terhadap K + yang
tinggi ini disebabkan oleh dehidrasi ion tersebut yang nisib mudah dengan
diameternya yang lebih besar, ion kalium menahan air hidrat tidak sekuat natrium.
Akibatnya, ion natrium terhidrat tidak cocok untuk mengisi donat valinomisin,
Kalium pada kadar sederhana 10-10 M, meskipun zat itu tidak dapat
membuat senyawa kompleks dengan ketiga jenis ion tersebut dalam larutan.
Gramisidin membentuk juga beberapa dimer dari dirinya sendiri.
Ada beberapa hipotesis yang menerangkan pemvbentukan saluran yang
diinduksi oleh gramisidin A. menurut model yang tampak pada gambar dua
molekul senyawa itu membentuk senyawa heliks kepala lawan kepala dengan
meerentangkan seluruh lebar membrane sel itu. Heliks tadi menghasilkan pori
yang dilapisi dengan gugus hidrofil, dan memungkinkan pengangkutan ion
melintasi sawae lipuid membrane sel itu. Helik tadi menghasilkan pori yang
dilapisi dengan gugus hidrofil, dan memungkinkan pengangkut ion melintas sawar
lipid membrane yang biasanya tidak dapat ditembus, pori tersebut dapat mencapai
lebar 0,6nm dan bahkan dapat memuat ion besar selamaion itu terhidrasi.
Namun,gerakan ion dalampori dipahami betul.
Kolisin, peptide bakteriostatik yang bersandikan plasmid bakteri baru-baru
ini telah dihablurkan dan diperiksa dengan kristalografi sinar-x. zat itu
mempunyai massa 79.000 Dalton dan nisbah sumbuh 1:10 , sehingga semua
peptide itu mencapai panjang sekitar 20nm. Zat itu dapat membentuk saluran
lewat membrane dengan diameter sedemikian besar sehingga dapat dilalui
molekul gula. Tentu saja hal ini sangat meruksak potensial membrane sel bakter,
mengakibatkan aktivitas bakteriostatik.
Antibiotic ionofor tidak dapat membedakan membrab mikroba dan
membrane mamalia, karena itu tidak digunakan untuk pengobatan. Akan tetapi,
zat tersebut merupakan alat yang bagus untuk menelaah gejala pengangkutan
dalam membrane.
4.5 Ionofor sintetik
Struktur ionofor sintetik pada dasarnya adalah pengangkut bentuk
sangkar yang disederhanakan. Ionofor sintetik yang dikenal sebagai senyawa
mahkota (misalnya 1-26 dan 1-27) diberi nama menurut jumlah ayom dalam
cincin makrosiklik dan jumlah atom hetero dalam cincin. Molekul senyawa
tersebut biasanya pipih. Kelompok kriptat (misalnya 1-29 dan 1-29), senyawa
yang mirip tetapi mengandung atom nitrogen, mampu membentuk sangkar
trimatra.
Senyawa mahkota dan kriptat dapat dirancang untuk memuat ion dengan
ukuran beberapa saja. Ionofor ini bahkan dapat membuat senyawa yang sangat
polar seperti KOH atau KMnO4 menjadi lipofil dan larut dalam pelarut nonpolar,
sehingga ion-ionnya dapat turut dalam reaksi yang biasanya tidak terjadi. Ionofor
juga mempunyai penerapan menarik dalam sintesis organik: misalnya dapat
meningkatkan kadar anion bebas dengan menjerat kation yang biasanya
tergabung dengan anion itu. Reaksi aneh lain dan penerapannya telah ditinjau oleh
Izatt, dkk. (1979).
Karena berantaraksi dengan makromolekul hayati tak-simetri yang aktifoptik seperti protein, polinukleotida, atau glikolipid, atau glikolipid yang bekerja
sebagai reseptor, maka sangat masuk akal jika banyak obat mempunyai kekhasan
stereokimia. Ini berarti terdapat perbedaan kerja antara isomer-isomer senyawa
yang sama, satu isomer mempunyai aktivitas farmakologi, sedangkan yang lain
boleh dikatakan takaktif. Louis Pasteur adalah orang pertama yang dalam, tahun
1860 memperlihatkan bahwa jamur dan ragi dapat membedakan (+)-tartrat dan
(-)-tartrat, dan menggunakan hanya salah satu dari kedua isomer itu.
Karena itu, sifat komplementer antara obat tak-simetri dan reseptor taksimetrinya seringkali merupakan kriteria aktivitas obat. Efek obat yang sangat
aktif atau sangat khusus lebih banyak tergantung pada sifat komplementer
dibandingkan dengan obat yang kurang aktif. Kadang-kadang stereo-selektivitas
obat didasarkan pada kekhasan dan kecenderungan metabolisme salah satu isomer
dibandingkan dengan isomer lain, atau pada biotransormasi yang secara selektif
melenyapkan saru isomer (Low dan Castagnoli, 1978). Biotranformasi stereoselektif itu dapat berakibat jauh. Umpamanya, hidroksilasi mikrosomal pada
trankuilizer diazepam (Valium) (1-30) terjadi secara stereo-selektif, dan
menghasilkan (S)N-metiloksazepam.
91-30). Karena metebolit hasil hidroksilasi ini aktif secara farmakologi, susunan
stereokimia dalam proses pengaktifan itu sangat menentukan, tidak hanya untuk
luasnya pengaktifan, tetapi juga untuk laju pengeluaran metabolit tersebut.
Toksisitas zat karsinogen lingkungan dipengaruhi oleh transformasi stereoselektif in vivo (gambar 1.10). Benzo[]pirena (1-32) diubah menjadi (-)-transdiol 1-33A, yang seterusnya mengalami epoksidasi menghasilkan epoksida 1-34A
dan
9:1.
Enansiomer
(+)-trans-diol
1-33B
terepoksidasi lebih selektif lagi, nisbah epoksidanya adalah 1:22 untuk 1-34B dan
1-35B. Karena epoksida dan 4-OH kedua-duanya aksial (1-35A D dan 1-35B),
maka bantuan
menunjang
serangan nuklrofilik pada prtein atau ADN. Namun, (+)-diol-epoksida 1-35B dua
kali lebih mutagenik daripada (-) epimernya.
5.1 Isomer optik
Isomerisme optik adalah akibat dissimetri pada subtitusi molekul.
Dissimetri mengandung arti hilangnya atau tidak adanya kesimetrian. Jika
pembaca memerlukannya, aspek dasar isomerisme optik dibahas dalam berbagai
buku ajar kimia organik (lihat juga Tamm, 1982, Retey dan Robinson, 1982).
Isomer optik (enansiomer) dapat mempunyai aktivitas faali yang saling berlainan,
asalkan antaraksinya dengan reseptor atau dengan struktur efektor lain melibatkan
atom karbon asimetri pada molekul enansiomer dan ketiga
subsituen yang berbeda pada atom karbon itu berantaraksi dengan reseptor.
Hipotesis Easson-Stedman mengandaikan bahwa antaraksi tiga-titik menjamin
sifat stereo-spesifik, karena hanya satu enansiomer yang akan cocok; yang lain
hanya mampu bergabung pada dua kali titik, seperti terlihat pada gambar 1.11,
yaitu reaksi dengan reseptor hipotetik yang datar. Namun, masuk akal juga untuk
menerima bahwa kestereospesifikan reseptor dapat berubah bila konfornasi
reseptor berubah akibat antaraksi reseptor-obat.
Perbedaan dalam kerja framakologi antara dua enansiomer dapat besar
sekali. (-)-Levorfanol, suatu analgetik sintetik, mempunyai tetapan keseimbangan
ikan (KD) sebesar 10-9 M (KD dalah tetapan disosiasi, yang menyatakan bahwa
obat ini akan menduduki separuh dari reseptor morfin yang dapat diduduki pada
kadar nanomolar). (+)-Dekstrorfan, suatu antipoda optik (-)-levorfanol,
mempunyai KD 10-2 M, yang mencerminkan kadar tinggi dan nonfaali. Secara
kualitatif, dekstrorfan sama sekali bukan analgetik, melainkan obat batuk
(penekan batuk) yang sangat efektif, kerja yang berbeda sama sekali dengan
analgesi. (+)-Muskarin kira-kira tiga orde besaran lebih efektif sebagai
neurotransmiter kolinergik daripada (-)-muskarin. Kumpulan data yang sangat
luas dapat diperoleh tentang keselektifan berbagai obat enansiomer (Lehman dkk.,
1970, Stenlake, 1979)
Perlu ditekankan bahwa tanda rotasi optik saja (+ atau-) yang disebabkan
oleh enansiomer, secara biokimia belum menentukan kerja molekul itu.
Konfigurasi mrtlak senyawa bersangkutan harus dipertimbangkan, dan dalam
kimia organik modern dipakai kaidah urutan Cahn-Ingold-Prelog, yang makain
banyak menggantikan penenda D dan L untuk konfigurasi multak, yang
meragukan dan sudah kuno. Sekali lagi, pembaca dipersilahkan merujuk buku ajar
kimia organik modern untuk rinciannya. Kaidah urutan itu membandingkan
konfigurasi mutlak semua senyawa dengan (+)-gliseraldehida, yang ditandai
sebagai senyawa R (rectus=kanan).
Meskipun pasangan obat enansiomer agak sering mempunyai potensi
berbeda, senyawa itu jarang merupakan antagonis satu sama lain, sebab perbedaan
kerjanya disebabkan oleh sifat ikatannya; antagonis (bab 2, subbab 3)biasanya
lebih kuat terikat daripada agonis, dan enansiomer suatu pasangan yang kurang
aktif tidak mampu mendesak enansiomer yang lebih aktif dari reseptor. Demikian
pula, obat tak-khas seperti anestetika umum, tida stereo-spesifik karena tidak
bekerja pada reseptor khas, yang biasanya adalah makromolekul dissimetri.
Obat diastereomer-yang mempunyai dua atau lebih pusat asimetribiasanya hanya saru konfigurasinya yang aktif. Berbeda dengan enansiomer, yang
mempunyai sifat fisikokimia yang sama, maka absorpsi, distribusi, ikatan
reseptor, metabolisme, dan setiap aspek lain yang memengaruhi aktivitas
farmakologi suatu obat, berbeda untuk masing-masing diastereomer.
5.1.1 EnansiometerdanAktivitasFarmakologi
Lehman dkk. (1976) merumuskan definisi stereo-selektivitas menurut cara
berikut :enansiometer yang lebih cocok ( dengan afinitas lebih tinggi terhadap
reseptor) disebut eutomer, sedangkan yang afinitasnya lebih rendah disebut
distomer.
Nisbah
aktivitas
eutomer
dan
distomer
dinamakan
nisbah
LOG AFINITAS
(PA2)
Gambar 1.12 Rajah afinitas dan distomer deretan analog oksotremorin (4-18) terhadap afinitas
eutomer. Eutomer ( selalu isomer R dalam deretan ini ) sudah sewajarnya terletak pada garis
dengan kemiringan satu, sedangkan distomer membentuk pola acak. (diproduksi seizin P.A.
Lehman (1933). Dalam Mechanism of drug action (T.P. Singer dkk.,Peny.),Academic Press, New
York)
Dalam deretan agonis dan antagonis (untuk definisinya lihat bab 2, subbab
3) hasil bagi afinitas eudismik dapat juga dipakai sebagai ukuran stereoselektivitas karena salah satu kaprah yang meluas, distomer suatu rasemat sering
dianggap takaktif dan tidak ada akibatnya terhadap aktivitas farmakologi suatu
pemikiran yang diperkuat oleh fakta bahwa resolusi (pemisahan) rasemat secara
ekonomi tidak menguntungkan. Ariens dkk.menerbitkan satu seri buku dan
makalah yang memperlihatkan kekeliruan konsep ini dan menekankan perlunya
menggunakan enansiometer murni untuk pengobatan dan penelitian.
Karena itu, distomer hendaklah dilihat sebagai ketidak murnian yang
meliputi 50% dari jumlah keseluruhan suatu obat ketidak murnian yang dalam
kebanyakan hal sama sekali tidaklemban, soudijn ) dalamAriens dkk.,1983)
membuat daftar semua kemungkinan efek yang tak terkendaki pada distomer :
1.
2.
3.
4.
yang sama, karena itu, isomerismegeometri sendiri bukan merupakan daya tarik
utama bagi ahli kimia medisinal. Yang penting sebagai hasil isomerisme itu adalah
kereaktifan dan ketercpaian subtituen dalam kerangkakaku itu, Aspek ini dibahas
bersama dengan analisi konformasi (pasal 5.3).
Dengan menggunkan kaidah urutan Cahn-Ingold_Prelog, Blackwood dkk.
(1968) merancang suatu sistem yang dapat menyelesaikan tugas isomerisme
cis/trans (atau syn/anti dalam hal ikatan C=N) yang mutlak dan tidak
meragukan. Umpamanya, Senyawa CHCL tidak dapat diberi nama tanpa
meragukan menurut kaidah klasik. Namun, setelah prioritas subtituen pada setia
atom karbon ditetapkan (dengan memakai kaidah urutan), maka konfigurasi
dengan kedua subtituen berprioritas tinggi terletak pada sisi yang sama, disebut
isomer Z (untuk zusammen yang berarti sama-sama dalam bahasa Jerman ).
Konfigurasi dengan subtiten tersebut yang terletak pada sisi berlawanan, dan
dinyatakan sebagai isomer E (untuk entegen yang berarti berlawanan).
5.3 Isomerisasi konformasional
Isomerime dapat juga terlihat pada senyawa yang rotasi bebas atomatomnya sekitar ikatan kimia tidak terlalu terhalang. Sawar energi pada peralihan
antara berbagai konformasi isomer ini biasanya sangat rendah (dengan tingkat 48kj/mol), dan mudah diatasi dengan gerak termal, kecuali jika molekul itu dibuat
kaku atau bila antaraksi tanpa ikatan antara gugus fungdi molekul itu
menguntungkan salah satu konformer diantara sejumlah lainnya yang tak
berhingga. Konsep dan kenyataanya biofisika tentang konformasi obat yang
disukai serta peranannya yang kuat dalam mengikat reseptor, merupakan
persoalan yang dewasa ini ramai diperdebatkan para ahli farmakologi molecular.
Untuk senyawa alifatik, proyeksi Newman yang tekenal digunakan untuk
memperlihatkan kedudukan nisbi berbagai substituent pada dua atom yang saling
berhubungan (seperti pada turunan etana). Misalnya, gambar 1.13 memperlihatkan
beberapa kemungkinan konformer asetikholin. Bila gugus fungsi asetoksi dna ion
trimetilamonium ditempatkan sejauh mungkin, kita memperoleh konformasi
goyang sempurna (secara salah dan keliru dinamakan juga konformasi trans). Bila
kedua gugus itu tumapang tindih, dikatakan jejal. Antara kedua hal ekstrim ini
Perkecualian terjadi bila dua gugus fungsi menunjukan antaraksi tanpa ikatan
yang diharapkan (misalnya, pembentukan ikatan hydrogen).
Karena peralihan antara rotamer terjadi sangat cepat, maka keberadaan
setiap konformer hnya dapat dibicarakan secara statistika. Misalnya, dianggap,
bahwa rantai hidrokarbon yang panjang berda dfalam konformasi goyang,
terntang penuh, zigzag. Namun,terdapat pula kemungkinan besar bahwa ia berada
dalam konformer mencong dan secara efektif mengurangi panjang statisika rantai
karbon itu. Pertimbangan tersebut menjadi penting jika kita hendak menghitung
jarak antara gugus sebenarnya dalam obat, yang berperan dalam penyesuaian dan
pengikat pada reswptor. Umpamanya, dalam obat antikolinergika heksametonium
dan dekametonium (bab 4, pasal 2.5), kedua gugus trimetilamonium kuartener
dihubungkan masing-masing oleh enam dan sepuluh gugus-CH2- perhitungan
jarak antar nitrogen dalam kedua obat itu berdasarkan kursi enam-karbon dan
sepuluh-karbon terentang penuh, memberi angka 0,95 dan 1,35 nm. Akan tetapi,
percobaan konduktimetri menunjukan bahwa jarak sebenarnya hanya 0,63 dan
0,95 nm. Penetapan terakhir ini sangat sesuai dengan jarak antarnitrogen yang
terlihat pada obat perintang neomuskular kaku, yaitu kurare (stanlake 1979,h.132,
dan bab 4, pasal2,5).
Sawar transisi konformasi yang terndah dapat diatasi dengan energy ikatan
pada reseptor jenis apapun, termasuk enzim. Pernyataan ini merupakan asas teori
penyesuaian terimbas Koshland (bab 2). Contoh teori ini diberikan oleh leger dkk.
(1980). Dengan memakai data kristalografi untuk agonis b-adrenergik, para
penulis memperlihatkan bahwa jarak cincin aromatic agonis tersebut dari nitrogen
bermuatan dan dari oksigen, sangat menentukan aktifitas farmakologinya. Jika
perlu, molekul itu akan melipat diri guna mempertahankan konformasi optimum
ini, yang tidak terdapat dalam keadaan padat atau dalam larutan obat bebas
tersebut.
Segala pengamatan menegaskan bahwa kita perlu sangat berhati-hati jika
mengemukakan hipotesis berkenaan dengan konformasi obat dn hubungannya
dengan struktur reseptor rancangan obat. Sejak pertengahan tahun 1970an banyak
publikasi mengusulkan teknik pemetaan reseptor yang didasarkan pada jarak
antara atom-atom kunci (biasanya heteroatom) atau gugus-gugus fungsi tertentu
dalam obat, ditetapkan dengan perhitungan kimia kuantum yang menjemukan
untuk konformer yang disukai. Begitu pula, rancangan sejumlah obat didasarkan
pada anggapan yang lemah tentang ikatan obat-reseptor, semuanya dibangun atas
analisis konformasional. Penyederhanan berlebihan ini dikritik (Martin, 1978, hal
261-266). Namun, keprihatinan ini tidak mengurangi kegunaan analisis
konformasional obat, atau pentingnya perhitungan jarak antar gugus, atau nilai
ppotensial metode ini dalam farmakologi molekul.
Anggapan lain yang diusulkan tetapi tidak dipertahankan lagi adalah
bahwa reseptor kolinergik nikotinik dan muskarinik lebih suka berantaraksi
masing-masing dengan konformer asetikolin gauche (terlipat) dan goyang
(terentang) (bab 4, subbab 2). Namun, persoalan itu memicu pengembangan
analog kaku obat fleksibel. Isomer cis trans asetoksisiklopiltrimetilamonium
iodida adalah dua analog asetikolin : jembatan metilena yang ditambahkan akan
membekukan konformer asetikolin goyang dan jejal dalam bentuk trans dan cis
turunan siklopropan itu. Isomer (+)-trans terbukti hamper sama kekuatannya
dengan asetikolin pada reseptor muskaranik, tetapi menunjukan aktifitas nikotinik
rendah. Juga mudah terhidrolisis oleh asetikolinesterase, yaitu enjim yang
membuat asetikolin takaktif. Isomer cis rasemik boleh dikatakan tidak aktif pada
reseptor nikotinik maupun muskarinik. Hal ini hanya menyataan bahwa asetikolin
mungkin mengambil bentuk konformasi goyang pada reseptor muskarinik.
donor-
kx
KH
konjugasi). Dalam hal asam benzoat , konjugasi langsung tidak mungkin , tetapi
pada satu hibrida resonasi, seperti terlihat pada gambar 1.15, gugus penarik
elektron
C-1, sehingga
beberapa hal, yang aktif pada keadaan hayati hanyalah bentuk ion suatu obat.
Pengangkutan obat menyatakan hasil kerjasama antara peningkatan kelarutan
bentuk terion suatu obat dan peningkatan kemampuan bentuk tak-terion
menembus dwilapisan lipid pada membran sel. Obat harus melintasi banyak sawar
lipid dalam perjalanannya menuju reseptor, yang merupakan sisi kerjanya. Lagi
pula, membran sel mengandung banyak jenis ion (fosfolipid, protein) yang dapat
menolak atau mengikat obat terion. Saluran ion yang biasanya dilapisi oleh gugus
fungsi polar dapat bertindak serupa. Obat terion juga lebih terhidrasi; karena itu
lebih meruah dari pada obat tak-terion. Menurut pengalaman, obat melintasi
membran dalam bentuk tak terdisosiasi, tetapi bekerja sebagai ion (jika ada
kemungkinan untuk terion). Karena itu, pKa dalam batas 6-7 ternyata paling
menguntungkan, sebab jenis tak-terion yang lewat melalui membran lipid
mempunyai banyak kemungkinan untuk menjadi terion dan aktif dalam batas pK a
tadi. Pertimbangan ini tidak berlaku untuk senyawa yang didiangkut secara aktif
melalui membran seperti itu.
Tingkat pengionan yang tinggi dapat menahan obat diluar sel dan
menurunkan toksisitasnya yang sistemik. Ini menguntungkan dalam hal desifektan
yang diberikan sebagai obat luar atau sulfanilamida yang antibakteri yang
diinginkan tetap tinggal dalam saluran usus guna melawan infeksi. Juga beberapa
turunan aminiakridina yanng bersifat antibakteri hanya aktif bila terion sempurna,
suatu gejala yang banyak ditelaah oleh A.Albert. Zat bakteriostatika ini, yang
sekarang sudah kuno, berinterkalasi (menyelipkan diri) diantara pasangan
pasangan dasar pada AND. Kation obat itu, yang terjadi karena terprotonasi gugus
amino, membentuk garam dengan ion fosfat AND, dan mengikatkan obat itu
dengan kuat pada dudukanya. Protonasi histamin dan manfaatnya dalam
pengikatan, dibahas secara terinci dalam bab 4, pasal 6.1
pH-pKa
-4.0
% tERION
Asam
00,01
Basa
99,99
-3.0
0,10
99,90
-2.0
0,99
99,01
-1,0
9,09
90,91
-0,5
24,03
75,97
0
50,00
50,00
0,5
75,97
24,03
1,0
90,91
0.09
2,0
99,01
0,99
3,0
99,90
0,10
4,0
99,99
0,01
Pengionan dapat pula berperan dalam antaraksi elektrostatik antara obat
terion dengan cabang protein yang terion pada reseptor obat. Karena itu, ketika
melakukan percobaan tentang pengikatan obat-reseptor, dianjurkan untuk
mengatur disosiasi protein dengan memakai dapar. Tingkat pengionan tiap
senyawa dapat dihitung dengan mudah dengan persamaan HendersonHasselbalch:
% terion =
100
1 + antilog (pH-pKa)
tetapi sifat asam atau basa molekul itu hendaklah dipertimbangkan, seperti terlihat
pada tabel 1.3 dan dibahas terinci oleh Albert dan Serjeant (1984).
Gambar 1.16 Bagan antaraksi hidrofob antara dua cabang leusin suatu protein.
Dengan mendesak sebagian sampul hidrat, kedua cabang alkil menduduki
rongga air yang sama, sedangkan banyak molekul air (dinyatakn dengan
lingkaran) menjadi teracak. Dengan demikian entropi sistem meningkat,
menghasilkan kestabilan yang baik
Heksana yang terdispersi dalam air-berkumpul, mereka akan meremas ke
luar molekul air yang tersusun raoi di antara struktur tersebut (gambar 1.16).
karena air yang didesak tadi tidak lagi merupakan bagian daerah perbatasan, maka
ia kembali ke struktur yang kurang tersusun, dan hasilnya adalah penambahan
entropi. Perubahan ini cukup untuk menurunkan energi bebas pada sistem itu
sebesar kira-kira 3,4 kJ/mol untuk setiap gugus metilena, dan setara dengan energi
ikatan karena ia mempermudahkan penggabungan struktur hidrofob. Biasanya,
begitu rantai hidrokarbon itu cukup berdekatan, gaya van der Waals akan
mempengaruhinya. Kesahihan konsep ikatan hidrofob itu akhir-akhir ini mulai
dipertanyakan (Albert, 1985, h.315).
DA
D + A
D+ A-
D++ A-
Kompleks alih muatan (AM) dibentuk oleh molekul donor yang kaya-elektron dan
akseptor yang langka-elektron. Yang khas adalah bahwa molekul donor
merupakan senyawa heterosiklik kayaelektron- (furan, pirol, tiofen), senyawa
aromatik bersubstituen pemberi-elektron, dan senyawa yang mempunyai pasangan
elektron bebas yang tak berikatan. Molekul akseptor adalah sistem langkaelekton- seperti purin dan pirimidin, senyawa aromatik bersubstituen penarikelektron (asam pikrat), dan tetrasianoetilena.
2 1 2 cos 1 cos 2
Dr 3
dielektrik medium, dan r jarak di antara muatan yang tersangkut pada dipol itu.
Jadi, antaraksi ini terjadi sepanjang rentangan yang cukup panjang, dan hanya
berkurang sebesar pangkat tiga jarak antara kedua muatan dipol itu.
Antaraksi ion-dipol bahkan lebih kuat, dan energinya dapat mencapai 100-150
kJ/mol. Energi antaraksi ini dapat dihitung dari rumus :
E=
e cos
D(r 2d 2)
e adalah muatan tetap dan d panjang dipol. Karena energi ikatan pada antaraksi ini
menurun hanya sebesar kuadrat jarak gugus yang bermuatan, maka penting sekali
untuk melakukan antaraksi awal antara kedua liganda itu. Contoh klasik untuk
antaraksi dipol-ion adalah ion terhidrasi, yang dalam proses hidrasinya menjadi
berlainan dibandingkan dengan ion yang sama dalam kisi kristal.
7.6 Ikatan ion
Ikatan ion terbentuk di antara ion-ion bermuatan berlawanan. Antaraksi
elektrostatiknya sangat kuat :
E=
e 1e2
Dr
Energi ikatan (E) dapat mendekati atau bahkan melebihi energi ikatan kovalen.
Ikatan ion terjadi di mana-mana, karena bekerjanya sepanjang jarak yang jauh dan
sangat berperan dalam kerja obat yang dapat terion.
7.7 Ikatan kovalen
Walaupun pada umumnya ikatan kovalen sangat penting, dalam ikatan
obat-reseptor kurang penting dibandingkan dengan antaraksi non kovalen. Hal ini
dapat kita lihat pada obat antiparasit yang mengandung logam berat (As, Bi, Sb)
yang mentidak-aktifkan enzim tiol pada parasit dengan cara mengikatkan logam
berat itu pada atom sulfur di gugus tiol enzim tersebut.
Sb OR + Enzim SH
Sb S Enzim + R OH
menggambarkan
penyebaran
electron
dalam
molekul,
nilai numeric OMPT dan OMPK sepasang senyawa, biasanya kita dapat
menyimpulkan apakah akan dapat terbentuk senyawa alih-muatan, dan senyawa
mana yang akan menjadi pemberi dan mana penerima. Senyawa AM paling aktif
mempunyai OMPT atau OMPK kurang dari plus atau minus 0,5.
8.2 Telaah konformasi dengan metode kimia kuantum.
Panjang ikatan dan sudut ikatan pada molekul dapat diperoleh dari data
kristalografi yang diberikan oleh difraksi sinar-x. Panjang dan sudut ikatan ini
selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung energy potensial konformasi
sejumlah besar konformer. Pada penghitungan berulang, masing-masing sudut
ikatan, terutama yang kelihatannya paling peka terhadap keanekaan energy,
berubah dalam beberapa langkah, dan energy konformasinya dihitung untuk
masing-masing langkah. Dengan ini dapat dibuat peta tentang energy potensial
bagi suatu konformasi sebagai fungsi dua sudut (seperti telah dibuat untuk
sejumlah
neurotransmitter
golongan
ariletilamina-misalnya
dopamine,
.
Gambar 1.18 bagan tentang kemungkinan perubahan konformer
selama pengikatanliganda-reseptor. Pada hipotesis kunci dan
lubang kunci yang sudah using A, hanya satu conformer yang dapat
terikat pada reseptor yang kaku. Pada model risleting Burgen dkk.
B, setiap conformer dapat melebur diri pada reseptor kaku dengan
perubahan konformasi selangkah-selangkah dan memperoleh
energy yang diperlukan dari pengikatan sendiri. Pada model
kecocokan terimbas C, liganda dan reseptor kedua-duanya
mengalami perubahan konformasi yang terpulihkan.
9. Hubungan kuantitatif struktur-aktivitas
Seperti telah kita lihat, antaraksi obat-reseptor ditentukan oleh parameter
fisikokimia obat itu; kepolaran, pengionan, dan kerapatan elektron. Semua sifat
elektronik obat ditentukan oleh susunan atom, bentuk dan ukuran molekul obat
dengan perkataan lain, oleh struktur kimianya. Karena parameter fisikokimia ini
dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, maka gaya ikatan antar molekul
sebagai fungsi struktur mestinya juga mempunyai nilai dengan angka. Maka, jika
kerja hayati obat yang termasuk dalam satu seri dapat diukur dan cara kerjanya
dalam seri itu serupa, maka hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA) harus
dapat pula dihitung. Tetapi, walaupun dengan segala upaya dan akal, HKSA tetap
merupakan tantangan yang belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dapat dipahami
jika kita sadari bahwa ada kerumitan besar yang berhubungan dengan molekul
obat yang kecil sekalipun, apalagi reseptor makromolekul yang belum banyak kita
kenal, atau bahkan seluk-beluk seluruh sistem kehidupan yang sangat rumit.
Pemilihan sejumlah parameter-kunci kimia dan biologi yang dapat dipakai pada
penentuan HKSA, beserta kutak-katik statistiknya yang tepat, merupakan proses
spontan tersendiri dengan segi epistomologi yang agak kuat. Ganellin (1997) dan
Barlow (1979) mengungkapkan analisis mendalam tentang harapan, prestasi,
kesulitan, dan jebakan HKSA.
Walaupun demikian, hubungan antara struktur kimia dan aktivitas hayati
selalu merupakan pusat penelitian obat. Di masa lalu struktur obat diubah menurut
perasaan dan secara empiris, tergantung pada daya khayal dan pengalaman
kimiawan yang melakukan sintetis, dan atsa dasar analogi. Secara menakjubkan,
hasilnya sering memuaskan, bahkan juga jika didapatkan secara kebetulan saja,
atau berdasarkan hipotesis yang keliru. Namun, pendekatan coba-coba ini, yang
sampai sekarang pun masih juga dilakukan, sangat boros. Dengan pertimbangan
bahwa hanya satu diantara sekian ribu senyawa yang disintetis yang akan masuk
dalam khazanah farmasi, dan bahwa untuk
Pengembangan suatu model saja dapat dikeluarkan biaya milyaran rupiah,
maka perlu ditemukan jalan pintas untuk merancang suatu obat. Bab 8 mengupas
secara terinci ssemua dasar mengenai perancangan obat.
9.1 Model energi-bebas Linier Hansch
Model ini merupakan pendekatan matematika yang paling populer tehadap
HKSA. Corwin Hansch memperkenalkan pada awal tahun 1960an, dan model tsb.
Mempunyai hubungan jauh dengan konsep Overton-Mayer. Dengan pendekatan
itu dipertimbangkan (1) segi fisikokimia pengangkutan dan penyebaran obat dari
tempat pemakaiannya ke tempat yang dipengaruhinya dan (2) antaraksi obatreseptor.
kelipofilan yang lebih tinggi untuk substituen itu. Semua nilai itu bersifat
aditif, maka dengan nilai P yang di ukur pada molekul baku dapat di
ramalkan kehidrofoban molekul baru.
2. Tetapan substituen Hammet (Pasal 6.2).
3. Efek sterik, dinyatakan dengan nilai Taft Es (Pasal 5.4).
Tetapan substituen
dan
dapat diperlihatkan pada rajah Craig, seperti terlukis pada gambar 1.19, untuk
mencagah terpilihnya sederetan substituen yang
dan
nya berhubungan.
+ bEs + c
+d
+ cEs + d
+e
belum diuji, atau bahkan belum pernah disintesis. Sengawa inti hanya diperlukan
substitusi tetapan koefisien regresi.
yaitu indeks murni konektivitas empirik. Indeks ini sangat erat hubungannya
dengan sejumlah sifat fisikokimia, termasuk koefisien partisi (K p), refraksi molar,
atau titik didih. Walaupun demikian, keadaan yang lebih pelik pun daat dihitung
dengan cara ini (Kubinyi, 1979, h.127). pemakaian data konektivitas molekul
pada persamaan Hanch untuk beberapa seri obat menghasilkan koefisien korelasi
struktur-aktibitas yang tinggi. Akan tetapi, heteroatom dan interaksi sterik belum
cukup diperhitungkan, dan masih mungkin terdapat korelasi kebetulan. Namun
metode itu memberikan peluang pragmatis yang menarik (lihat juga Henry dan
Block, 1979; Kier, dalam Yalkowsky dkk, 1980; Kier dan Hall, 1986).
Indeks topologi lain yang berdasarkkan teori informasi dikembangkan oleh
Basak, Magnuson, dan rekan-rekannya. Banyak di antara ang lebih khas dan
menguraikan hubungan struktur-aktivitas lebih tepat daripada koefisien partisi
oktanol-air, tetapi, penerapannya pada umumnya diluar kemampuan seorang ahli
kimia medisinal. Untuk uraian yang lebih rinci, bacalah Basak dkk (1984) dan
Dearden (1983).
Metode pengenalan pola, serta analisis faktor dan kelompok juga merupakan
metode korelasi struktur-aktivitas, tetapi tidak akan dibahas di sini. Chu (1980,
h.411) dan Martin (1978, h.261) merinci metode ini. Mereka yang berminat
hendaklah menguasai metode statistika modern yang sangat ampuh. Aspek lain
tentang masalah ini dibahas dalam bab 8, subbab 3.