Anda di halaman 1dari 32

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN DARURAT

DI SUSUN OLEH
EPIDEMIOLOGI IV

DOSEN : HENNI KUMALADEWI. H , SKM,


M.Kes

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PAREAPARE

TAHUN 2016
A. PENDEKATAN KESEHATAN DARURAT
Disiplin ilmu kesehatan yang kerap digunakan dalam penanganan pasca
bencana adalah epidemiologi bencana. Pendekatan epidemiologi bencana
menggunakan data-data lapangan didaerah bencana untuk dapat menjadi bahan
pelajaran dalam prosedur penanganan korban sebagai faktor risiko. Pasca
bencana, epidemiologi lapangan berperan mengklasifikasi para korban cidera dan
meninggal serta dapat mengestimasi angka kematian dari total korban bencana.
Dari hasil studi epidemiologi lapangan, dapat diketahui faktor risiko yang
berhubungan dengan bencana gempa dan tsunami. Misalnya seberapa besar orang
yang berada pada bangunan bertingkat terhadap risiko cidera atau meninggal
dengan Odds ratio.
B. PERAN, UPAYA DAN MANFAAT EPIDEMIOLOGI
1. Peran Epidemiologi
Epidemiologi diharapkan dapat berperan dalam pembangunan kesehatan
masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan melalui kemampuan
epidemiologi untuk mengetahui distribusi dan faktor-faktor penyebab masalah
kesehatan dan mengarahkan intervensi yang diperlukan. Bentuk peran itu
dapat dijabar dalam 7 peran utama (Valanis,10), yaitu:
1.
Investagasi etiologi penyakit
2.
Identifikasi faktor resiko
3.
Identifikasi sindrom dan klasifikasi penyakit
4.
Melakukan diagnosis banding dan perencanaan pengobatan
5.
Surveilan status kesehatan penduduk
6.
Diagnosis komunitas dan perencanaan pelayanan kesehatan
7.
Evaluasi pelayanan kesehatan dan intervensi kesehatan masyarakat.
2. Upaya Epidemiologi

Menurut Leavell dan clark menjelaskan bahwa upaya pencegahan dapat


dilakukan pada tahap sebelum terjadinya sakit dan pada tahap setelah terjadinya
sakit. Pada tahap sebelum terjadinya sakit dapat dilakukan upaya promotif dan
preventif (primodial prevention dan primary prevention) dan kuratif dan
rehabilitative (secondary prevention dan tertiary prevention). Oleh sebab itulah
dikenal empat tingkat upaya pencegahan penyakit. Upaya yang dimaksud
adalah :
a. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)
b. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)
- Health promotion ( peningkatan kesehatan )
- General and specific protection ( perlindungan khusus dan umum )
c. Pencegahan tingkat kedua ( secondary prevention )
- Early diagnose dan prompt treatment ( diagnose dini dan pengobatan ).
- Disability limitation ( pembatasan gangguan )
d. Pencegahan tingkat ketiga ( tertiary prevention )
- Perawatan rumah jompo
- Memberikan keterampilan bagi penderita cacat
- Membentuk perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat
tertentu.
3. Manfaat / Kegunaan Epidemiologi
a. Untuk Mempelajari / Menjelaskan Riwayat Penyakit atau Perkembangan
b.
c.
d.
e.

Alamiah Suatu Penyakit.


Menerangkan Penyebab Suatu Masalah Kesehatan dan Sumber Penyakit
Mengkaji Resiko dan Menerangkan Keadaan Suatu Masalah Kesehatan
Melengkapi Gambaran Klinis suatu Masalah Kesehatan (Penyakit)
Identifikasi Sindroma (Kumpulan Gejala) Masalah Kesehatan dalam
Masyarakat.

C. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah adalah pengenalan masalah atau
inventarisir masalah. Identifikasi masalah adalah salah satu

proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara


proses lain. Sumber masalah kesehatan masyarakat dpt
diperoleh dari berbagai cara antara lain ;
a. Laporan-laporan kegiatan dari program-program kesehatan
gawat darurat yang ada.
b. Survailans epidemiologi atau pemantauan penyehatan
penyakit .
c. Survei kesehatan yg khusus diadakan utk memperoleh
masukan perencanaan kesehatan gawat darurat.
d. Hasil kunjujngan lapangan supervisi
Ada 3 cara pendekatan yg dilakukan dlm mengidentifikasi
masalah kesehatan, yaitu :
a.

Pendekatan logis.
Secara logis, identifikasi masalah kesehatan dilakukan dg
mengukur mortlitas, morbiditas & cacat yg timbul dari
penyakit-penyakit yg ada dlm masyarakat

b. Pendekatan pragmatis
Pada umumnya setiap org ingin bebas dari rasa sakit tidak
aman yg ditimbulkan penyakit/kecelakaan.

Dg demikian

ukuran pragmatis suatu masalah gangguan kesehatan adalah


gambaran upaya masyarakat utk memperoleh pengobatan,
misalnya jml org yg dtg berobat ke suatu fasilitas kesehatan.

c. Pendekatan Politis
Dalam pendekatan ini, masalah kesehatan diukur atas dasar
pendapat orang-orang penting dalam suatu masyarakat
(pemerintah atau tokoh-tokoh masyarakat).

D. SISTEM SURVEILAN KESEHATAN DARURAT


1. Definisi Surveilans
Definisisurveilansmenurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara cermat
dan terus menerus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan
penyebaran penyakit atau gangguan kesehatan, yang meliputi pengumpulan,
analisis, interpretasi dan penyebarluasan data sebagai bahan untuk
penganggulangan dan pencegahan. Dalam definisi ini, surveilans mempunyai
arti seperti sistem informasi kesehatan rutin. Menurut CDC (Center of Disease
Control), surveilans adalah pengumpulan, analisis dani nterpretasi data
kesehatans ecara sistematis dan terus menerus yang diperlukan untuk
perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat. Selain
itu, kegiatan ini dipadukan dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada
pihak-pihak yang perlu mengetahuinya.
2. TujuanSurveilans

a. Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan kematian saat terjadi


bencana.
b. Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan
penyebarannya.
c. Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan
lingkungan akibat bencana(misalnya perbaikan sanitasi).
3. Kegunaan Surveilans
Surveilans mempunyai manfaat/kegunaan sebagai berikut :
a. Dapat menjelaskan pola penyakit yang sedang berlangsung, dikaitkan
dengan tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
b. Dapat melakukan monitoring kecenderungan penyakit endemis dan
mengestimasi dampak penyakit di masa mendatang.
c. Dapat mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologi penyakit,
khususnya untuk mengidentifikasi adanya KLB atau wabah.
d. Memberikan informasi dan data dasar untuk penentuan prioritas,
pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi dana lokasi sumber
daya kesehatan.

e. Dapat memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian


khusus dengan membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah
pelaksanaan program.
f. Membantu menentapkan prioritas masalah kesehatan dan prioritas sasaran
program pada tahap perencanaan program.
g. Dapat mengidentifikasi kelompok risiko tinggi menurut usia, pekerjaan,
wilayah dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu, menambah
pemahaman mengenai vector penyakit, reservoir binatang dan dinamika
penularan penyakit menular.
4. Surveilans Bencana
Surveilans bencana meliputi : Surveilans penyakit-penyakit terkait
bencana, terutama penyakit menular. Di lokasi pengungsian korban bencana,
sangat perludi lakukan survey penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit
menular. Dengan ini diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat
agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut. Ada 13 besar penyakit menular
dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare biasa,
hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia,
tetanus, trauma (fisik), dan thypoid. Penyakit Menular Prioritas

Penyakit yang rentanepidemik (kondisipadat)

Kolera

Diareberdarah

Thypoid fever

Hepatitis

Penyakitdalam program pengendaliannasional

Campak

Tetanus

Penyakitendemis yang dapatmeningkatpaskabencana

Malaria

DBD

Pnemonia

Diare

Malaria

Campak

Malnutrisi

Keracunan pangan

Mudah nya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleha danya


penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana,
pengungsian, kepadatan penduduk di tempat pengungsian, dan rusaknya
fasilitas publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu bayi
dan anak balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga
wanita, ibu hamil.
a. Surveilans data pengungsi.
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di
tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan
jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
b. Surveilans kematian.
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak,
umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas
pelapor.

c. Surveilans rawat jalan.


d. Surveilans air dan sanitasi.
e. Surveilans gizi dan pangan.
f. Surveilans epidemiologi pengungsi
5. Peran Surveilans Bencana
Saat Bencana :Rapid Health Assesment (RHA), melihat dampak-dampak apa
saja yang ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah korban, barangbarang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus disediakan,berapa
banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat kerusakan dan
kondisi sanitasi lingkungan. Setelah Bencana: Data-data yang akan diperoleh
dari kejadian bencana harus dapat dianalisis, dan dibuat kesimpulan berupa
bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan
masyarakat untuk kembali dari pengungsian, rekonstruks dan rehabilitasi
seperti apa yang harus diberikan. Menentukan arah respon/penanggunglangan
dan menilai keberhasilan respon/evaluasi. Manajemen penanggulangan
bencana meliputi Fase I untuk tanggap darurat, Fase II untuk fase akut,Fase
III

untuk

recovery

(rehabilitasi

dan

rekonstruksi).

Prinsip

dasar

penaggunglangan bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan


sebelum terjadi bencana.

E. DAMPAK MASALAH KESEHATAN DARURAT


Salah satu dampak masalah bencana kesehatan terhadap menurunnya
kualitas hidup penduduk dapat dilihat dari berbagai permasalahan kesehatan
masyarakat yang terjadi. Bencana yang diikuti dengan pengungsian berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah
bidang/sektor lain. Bencana gempa bumi, banjir, longsor dan letusan gunung
berapi, dalam jangka pendek dapat berdampak pada korban meninggal, korban
cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan American
Health Organization, 2006). Timbulnya masalah kesehatan antara lain berawal
dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya
sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis
penyakit menular.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses
terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban
bencana. Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat
menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak segera ditanggulangi akan
menimbulkan masalah di bidang kesehatan. Sementara itu, pemberian pelayanan
kesehatan pada kondisi bencana sering menemui banyak kendala akibat rusaknya

fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan,
terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat
menimbulkan dampak lebih buruk bila tidak segera ditangani (Pusat
Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan,
2001).
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda,
antara lain tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera
yang memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lebih banyak dijumpai pada
bencana gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan
gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam waktu relatif
lama dapat menyebabkan kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta
menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti diare dan
leptospirosis. Terkait dengan bencana gempa bumi, selain dipengaruhi kekuatan
gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi banyak sedikitnya korban
meninggal dan cedera akibat bencana ini, yakni: tipe rumah, waktu pada hari
terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan American Health Organization,
2006).
F. RIWAYAT ALAMIAH KESEHATAN DARURAT
Dalam konteks penyakit, riwayat alamiah

merupakan

perjalanan atau proses terjadinya suatu penyakit dari awal


sampai

akhir.Karena

kedaruratan

dianggap

sebagai

suatu

peristiwa (event), maka dengan ini bisa dipahami bahwa suatu


event sperti halnya suatu penyakit mempunyai perlangsungan
sendiri

atau

suatu

riwayat

ilmiah.Riwayat

alamiah

dalam

pengertian kesehatan darurat terbagi menjadi tiga bagian yang


kurang lebih sama seperti riwayat alamiah pada penyakit, hanya
saja nama dan karakteristiknya yang berbeda antara riwayat
alamiah pada penyakit dengan riwayat alamiah pada kesehatan
darurat.Proses riwayat alamiah pada kesehatan darurat akan
dijelaskan pada penjelasan dibawah ini.
a. Pre-event
Masa ini kurang lebih sama dengan masa pre-patogenesis
dari sebuah penyakit dimana keadaan masih normal tetapi
terdapat keadaan potensial yang dapat mengganggu seperti
prediksi terjadinya cuaca buruk, ketegangan politik, dan lainlain. Walaupun belum ada kejadian tidak berarti tidak ada
upaya epidemiologi yang tidak dapat dilakukan. Pada keadaan
ini

diperlukan

mengantisipasi

suatu

upaya

kemungkinan

prediksi
timbulnya

untuk
suatu

mampu
kejadian.

Ketepatan identifikasi akan memberikan modal besar untuk


mampu membuat upaya pencegahan dini yang berencana
1) Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak

menghadapi

ancaman

bencana

yang

nyata.

Penyelenggaraan

penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :


a) Perencanaan penanggulangan bencana;
b) Pengurangan risiko bencana
c) Pencegahan;
d) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e) Persyaratan analisis risiko bencana;
f) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g) pendidikan dan pelatihan; dan
h) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
2) Situasi Terdapat Potensi Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi
terjadi bencana, meliputi : kesiapsiagaan; peringatan dini dan mitigasi
bencana.
a) Kesiapsiagaan, yaitu penyusunan rencana pengembangan peringatan,
pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
Langkah-langkah kesiapsiagaan dilakukan sebelum peristiwa bencana
terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan
layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi (Rekompak, 2010).
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasioanal Penanggulangan Bencana
Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana, kegiatan yang dilakukan dalam upaya
kesiapsiagaan, antara lain Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan
segenap unsur pendukungnya, Pelatihan, Penanggulangan bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum), Inventarisasi
sumber daya pendukung kedaruratan, Penyiapan dukungan dan
mobilisasi sumberdaya/logistic, Penyiapan sistem informasi dan

komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas


kebencanaan.,

Penyiapan

dan

pemasangan

instrumen

sistem

peringatan dini (early warning), Penyusunan rencana kontinjensi


(contingency

plan),

Mobilisasi

prasarana/sarana peralatan)
b) Peringatan Dini. Menurut
dimaksudkan

untuk

sumber

daya

(personil

dan

Hasnawir

(2012),

peringatan

dini

memberitahukan

tingkat

kegiatan

hasil

pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar


persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika
sewaktu-waktu

terjadi

bencana.

Peringatan

dini

tersebut

disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan


tujuan memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri
dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan
bencana berupa saran teknis dapat berupa antara lain pengalihan jalur
jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan
saran penanganan lainnya.
c) Mitigasi, yaitu mencakup langkah yang diambil untuk mengurangi
skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan
terhadap bahaya. Kegiatan difokuskan pada bahaya itu sendiri atau
unsur-unsur terkena ancaman, seperti : pembangunan rumah tahan
gempa, pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan
(Rekompak, 2010).

b. Event
Masalah sewaktu kejadian tentu berkaitan erat dengan jenis
kejadian atau masalah yang sedang timbul. Wabah demam
tifoid pada suatu kampung tertentu lebih kecil masalahnya
dari suatu gempa yang melanda suatu areal luas.
Penyelenggarakan penanggulangan bencana pada saat bencana (tanggap
darurat) menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, meliputi :
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan, dan sumber
daya;
2) Penentuan status keadaan darurat bencana;
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) Pemenuhan kebutuhan dasar
5) Pelindungan terhadap kelompok rentan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
c. Post-event
Post-event adalah masa yang terjadi setelah timbulnya suatu
bencana.Pada masa ini akan terdapat manusia-manusia yang
terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok korban
tewas, kelompok korban hilang, kelompok korban luka, dan
kelompok pengungsi.Panjang masa dari masing masing
event berbeda sesuai bentuk bentuk masalah kesehatan
darurat yang terjadi. Secara umum masa pre-event dan event
relative singkat, sedangkan masa post-event cenderung
panjang mengingat dampak yang timbul memerlukan masa
recovery (pemulihan) yang lama.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggarakan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana, manajemen pemulihan adalah
pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktorfaktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh
setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
1) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
2) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (2012), dalam tahap pasca bencana
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan harus diupayakan
untuk melibatkan peran serta warga masyarakat. Bantuan dari pemerintah

diutamakan berupa stimulan yang diharapkan akan dapat mendorong


tumbuhnya keswadayaan warga masyarakat.
G. FAKTOR RISIKO KESEHATAN DARURAT
Faktor-Faktor Resiko Kesehatan Darurat terdiri dari :
1. ANCAMAN /BAHAYA (HAZARD)
Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena
, atau aktivitas manusia yang berpotensi merusak, yang bisa
menyebabkan hilangnya nyawa atau cidera, kerusakan harta
benda , gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan
atau peristiwa kejadian potensial yang merupakan ancaman
terhadap kesehatan, keamanan, atau kesejahtraan masyarakat
atau

kesatuan

organisasi

pemerintah

yang

selalu

luas.

Ancaman dipengaruhi oleh Faktor :


a. Alam
Ancaman atau Bahaya yang terjadi karena fenomena Alam
yaitu :
a) Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah
berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah,
sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan
konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan,
pelabuhan

laut/udara,

telekomunikasi,

dli),

serta

jaringan

listrik

bencana

sekunder

kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.

dan
yaitu

b) Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat
terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api
bawah laut atau longsoran di laut.
c) Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan
oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava,
gas beracun, abu gunung api, dan bencana sekunder
b.

berupa aliran Iahar.


Manusia
Ancaman atau Bahaya yang terjadi karena perbuatan

manusia seperti:
a). Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.
b). Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran

gedung

dan

permukiman

penduduk

sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait


dengan

kecerobohan

manusia

diantaranya

pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti

standard keamanan bangunan serta perilaku manusia.


Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor
serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan
merupakan

sebab

umum

kejadian

kebakaran

permukiman/gedung.
c). Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang
diakibatkan

oleh

kelalaian

dan

kesalahan

desain,

kesengajaan

pengoperasian,

manusia

dalam

menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak


yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran
kimia,

bahan

radioaktif/nuklir,

kecelakaan

industri,

kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian


jiwa dan harta benda..
c. Alam dan Manusia
Ancaman atau Bahaya yang terjadi karena fenomena alam
dan perbuatan manusia seperti:
a). Banjir
Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah
manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa

faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,


kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
b). Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa
tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,
menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah
hujan yang tinggi serta kelerengan tebing
2. KERENTANAN MASYARAKAT
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku
manusia

atau

ketidakmampuan

masyarakat
menghadapi

yang
bahaya

menyebabkan
atau

ancaman.

Kerentanan ini dapat berupa:


a. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat
berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya:
kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di
daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir
bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan
sebagainya.

b. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat
sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman
bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang
miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya,
karena

tidak

memadai

mempunyai

untuk

kemampuan

melakukan

upaya

finansial

yang

pencegahan

atau

mitigasi bencana.
c. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat
kerentanan

terhadap

ancaman

bahaya.

Dari

segi

pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya


dan

bencana

akan

mempertinggi

tingkat

kerentanan,

demikian pula tingkatkesehatan masyarakat yang rendah


juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering
dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan.
Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan

rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan


sebagainya.
3. KAPASITAS
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau
kelompok di suatu wilayah yang dapat digunakan dan
ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana Kemampuan
ini

dapat

berupa

kesiapsiagaan

dan

pencegahan,
keterampilan

dalam situasi darurat.

mengurangi

dampak,

mempertahankan

hidup

Sehingga untuk mengurangi resiko

bencana maka diperlukan upaya upaya untuk mengurangi


ancaman,

mengurangi

kerentanan

dan

meningkatkan

kapasitas.

H. UPAYA PENCEGAHAN
Upaya pencegahan dan penanggualangan masalah kesehatan darurat
dilakukan sesuai dengan riwayat perjalanan suatu bencana sehingga akan

terbentuk tiga macam upaya pencegahan yang kegiatan-kegiatannya terrangkum


dalam sebuah manajemen bencana.
WHO secara umum menyebutkan setidaknya ada 6 langkah yang
terdapat dalam manajemen bencana, yaitu penilaian kerentanan, prevensi dan
mitigasi,

ketersiapan

dalam

situasi

darurat,

perencanaan;kebijakan;dan

pembangunan kapasitas, respon darurat, serta rehabilitasi;rekonstruksi;dan


pemulihan.
1. Pada masa sebelum terjadinya bencana (pre-event) aktivitas pencegahan yang
bisa dilakukan diantaranya adalah :
a. Penilaian kerentanan dan kapasitas yang meliputi pemetaan bahaya,analisis
kerentanan, monitoring kerentanan berkelanjutan, dan lain-lain.
b. Prevensi dan mitigasi meliputi regulasi keamanan lingkungan, perlidungan
infrastruktur dan fasilitas, dan lain-lain.
c. Persiapan dan perencanaan meliputi proses perencanaan kedaruratan
nasional, rencana strategis dan rencana operasional, dan lain-lain.
d. Indikator peringatan ,
2.

Pada saat atau sesaat sebelum terjadinya bencana (event) aktivitas yang bisa
dilakukan diantaranya adalah
a. Penilaian-penilaian yang mencakup tujuan penilanain situasi daruat, proses
penilaian, tehnik penilaian lapangan, dan pengorganisasian penilaian situasi
darurat
b. Evakuasi yang meliputi peringatan bencana dan instruksi darurat, evakuasi
terorganisir, evakuasi secara spontan, dan lain-lain

c. Transportasi dan logistik meliputi operasi udara, prioritas kendaraan, system


logistic lapangan, operasi darat, dan lain-lain.
d. Peraturan, standar, dan panduan dalam respon darurat
3. terakhir pada tahap stelah terjadinya bencana (post-event) kegiatan yang
dilakukan diantaranya
a. Penilaian pemulihan meliputi rekonstruksi pemukiman, rekonstruksi suplai
air dan system sanitasi, penilaian kerusakan sekunder, dan lain-lain.
b. Perencanaan pemulihan
c. Pengembangan berkelanjutan dan aktivitas kesehatan lingkungan paska
bencana
Sementara itu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 145/Menkes/Sk/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana
Bidang Kesehatan, pelaksanaan kegiatan dalam penanggualangan masalah
kesehatan darurat juga dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pra bencana, tahap
bencana, serta tahap paska bencana.Hanya saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dibedakan berdasarkan tingkat pemerintahan mulai dari tingkat pusat, tingkat
provinsi, tingkat kabupaten, dan terakhir adalah tingkat kecamatan.
I. ORGANISASI YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN DARURAT
1. Peran Pemerintah
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan PB. Secara khusus tanggung jawab itu dilaksanakan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pemerintah pusat
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat pemerintah
daerah.
a. Kementerian Kesehatan
Mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
kesehatan

untuk

membantu

Presiden

dalam

menyelenggarakan

pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Kesehatan


menyelenggarakan fungsi:
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan
masyarakat,

pencegahan

dan

pengendalian

penyakit,

pelayanan

kesehatan, dan kefarmasian dan alat kesehatan;


koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian

Kesehatan;
pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan;
pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan;
pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia di

bidang kesehatan serta pengelolaan tenaga kesehatan;


pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah;


pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Kesehatan; dan
pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan Kementerian Kesehatan


b. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
BNPB adalah lembaga pemerintah nondepartemen yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Sesuai dengan
Visinya Ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana, BNPB
memiliki tugas untuk memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan
tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 disebutkan bahwa


tugs BNPB adalah :
1. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap
darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
2. Menetapkan

standardisasi

dan

kebutuhan

penyelenggaraan

penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang- undangan;


3. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada
masyarakat;
4. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana;
5. Menggunakan

dan

mempertanggungjawabkan

sumbangan/bantuan

nasional dan internasional;


6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan

8. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana


Daerah.
c. Kelembagaan Badan Daerah
BPBD terdiri atas unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Pelaksana
Penanggulangan Bencana yang di tingkat Provinsi dipimpin oleh seorang
pejabat setingkat di bawah Gubernur .
Fungsi BPBD:

Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan


penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan

efisien; serta
Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, dan menyeluruh.


Pembentukan unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana Daerah
merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.

d. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)


PVMBG merupakah salah satu unit kerja Badan Geologi. Badan
Geologi merupakan salah satu unit di lingkungan Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM). PVMBG berkantor pusat di Bandung dan
mempunyai tugas melaksanakan penelitian, penyelidikan, perekayasaan, dan
pelayanan di bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi. Lembaga ini
sudah ada sejak tahun 1920. pada saat itu, namanya adalah Vulkaan
Bewakings Dients atau Dinas Penjagaan Gunung Api.

e. Palang Merah Indonesia (PMI)


Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan perhimpunan nasional di
Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Sebenarnya PMI
sudah ada saat masa penjajahan Belanda, kala itu PMI bernama
Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indi (NERKAI) yang kemudian
dibubarkan pada masa penjajahan Jepang. PMI adalah satu-satunya organisasi
perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui
Keputusan Presiden No 246 tahun 1963. PMI merupakan salah satu anggota
dari International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
f. Badan SAR Nasional (BASARNAS)
Search and Rescue yang disingkat SAR adalah upaya/usaha untuk
menolong dan menyelamatkan jiwa manusia maupun hewan, pada dasarnya
kegiatan SAR tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga kemanusiaan saja,
namun kita sebagai warga negara juga dapat berperan dalam melakukan
kegiatan SAR.
g. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
BMKG adalah lembaga pemerintah nondepartemen yang memiliki
tugas dalam bidang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Meteorologi
adalah ilmu tentang atmosfer, contohnya ramalan cuaca, Klimatologi adalah
ilmu tentang iklim, klimatologi juga mencakup aspek oseanografi dan

biogeokimia, dan Geofisika merupakan bagian dari ilmu bumi yang


mempelajari bumi dengan prinsip-prinsip fisika, contohnya gempa.
2. Peran Masyarakat
Masyarakat terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok. Di
dalam UU 24/2007 tidak ada definisi khusus tentang masyarakat, tapi
pengertian masyarakat itu secara umum terdapat dalam terdapat dalam
pengertian setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang,
dan/atau badan hukum
3. Peran Lembaga Usaha
Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan PB,
baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Dalam
aktivitasnya lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Lembaga usaha juga berkewajiban
menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas
melakukan PB serta menginformasikannya kepada publik secara transparan.
Selain itu lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan
dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam PB.

Anda mungkin juga menyukai