Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang
kesejahteraan masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat
dalam mendukung kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit
merupakan salah satu upaya peningkatan kesehatan yang terdiri dari balai
pengobatan dan tempat praktik dokter yang juga ditunjang oleh unit-unit
lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur,
laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan.
Kegiatan rumah sakit memiliki potensi menghasilkan limbah yang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah yang dibuang ke
lingkungan.
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali
(daur ulang).
Dalam pengolahan limbah, rumah sakit tidak hanya menghasilkan
limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung
bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar
10 - 15 % di antaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam
berat, antara lain mercuri (Hg). Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik
yang berasal dari sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun
dapur gizi. Sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas
infus dan plastik.

Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah
rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung
senyawa-senyawa kimia yang berbahaya serta mengandung mikroorganisme
pathogen yang dapat menyebabkan penyakit. Pengelolaan limbah RS yang
tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan
penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien,
maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Tentu saja RS
sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan
limbah yang dihasilkan.

B. Tujuan
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran atau kerusakan di lingkungan RS Rumah Sakit Islam Kendal
yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas
lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3,
baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun
B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan
tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah,
tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar
kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.
C. Pengertian
1. Bahan-bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatannya,
pengolahannya, pengangkutannya, penyimpanan dan penggunaannya
mungkin menimbulkan atau membebaskan debu-debu, kabut, uap-uap,
gas-gas, serat atau radiasi mengion yang mungkin menimbulkan
iritasi,kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-

bahaya lain, dalam jumlah yang memungkinkan menimbulkan gangguan


kesehatan orang yang bersangkutan dengannya atau menyebabkan
kerusakan pada barang-barang atau harta benda.
2. bahan-bahan beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah relatif kecil
berbahaya bagi kesehatan bahkan juga jiwa manusia. Bahan bahan
demikian dipergunakan, diolah dan dipakai serta dihasilkan oleh
pekerjaan
3. Pengadaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah proses pengadaan
bahan berbahaya dan beracun yang dilaksanakan oleh instalasi Farmasi
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berdasarkan
kebutuhan pengguna (user).
4. Material Safety Data Sheet atau lembar data pengamanan (MSDS/LDP)
adalah lembar petunjuk berisi informasi tentang fisika kimia dari bahan
berbahaya, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan
khusus, yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam penanganan
bahan berbahaya. mSDS ini dikeluarkan oleh pabrik atau supplier.
5. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah kegiatan
menyimpan yang dilakukan ileh Instalasi Farmasi dengan maksud
menjamin agar bahan-bahan tersebut tidak bereaksi dengan bahan-bahan
lain serta memenuhi syarat-syarat penyimpanan
6. Kontaminasi adalah proses tertumpahnya specimen bahan-bahan
berbahaya dan beracun ke lingkungan yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja.
7. Penanggulangan adalah upaya penanganan suatu bahan-bahan berbahaya
dan beracun agar bahan-bahan tersebut tidak bereaksi dengan bahannbahan lain dan menjaga agar bahan-bahan tersebut tidak menimbulkan
bahaya.
D. Penggolongan
1. Bahan-bahan berbahaya
Bahan-bahan berbahaya dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Bahan-bahan yang dapat terbakar. Bahan-bahan ini biasanya


dikelompokkan lagi menjadi bahan yang dapat terbakar, bahan yang
mudah terbakar dan bahan yang terbakar spontan di udara. Tingkat
bahayanya ditentukan oleh titik leburnya, makin rendah titik lebur
makin makin berbahaya bahan trsebut. Titik lebur suatu cairan
adalah suhu yang terdapat pada cairan menyebabkan terbentuknya
uap dengan cukup cepat dalam campuran udara dekat permukaan
atau di dalam bencana yang dipergunakan untuk wadah. Cairancairan dengan titik lebur rendah harus dipergunakan dengan penuh
kewaspadaan atau tidak dipergunakan sama sekali
b. Bahan-bahan beracun. Bahan-nahan ini dapat diklasifikasikan lebih
lanjut menutur sifat-sifat khususnya seperti debu-debu yang
berbahaya, debu-debu beracun melalui kontak kulit, berbahaya jika
termakan atau terminum atau terhirup, tretelan, gas-gas beracun, uaouap yang berbahaya dan bahan-bahan yang kontak dengan air atau
asam atau pada pengaruh bahan bahan lain.
2. Bahan-bahan beracun
Bahan-bahan beracun banyak terdapat dalam bentuk padat, cair, gas,
uap, kabut, awan dan asap. Keracunan terjadi sebagai akibat penghirupan
melalui kulit. Organ-organ yang dikenai bergantung pada jenis racun,
jalan masuk ke dalam tubuh, sifat kimiawi bahan-bahan dan faktorfaktor pada tenaga kerjanya. Keracunan dapat terjadi mendadak (akut)
dan menahun (kronis) tergantung dari hubungan dosis dan waktu. Sebabsebab keracunan pada umumnya dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Racun-racun logam dan persenyawaannya yaitu timah hitam, air
raksa, arsen, mangan, nikel dan krom, serta persenyawaanpersenyawaannya
b. Racun-racun metalloid dan persenyawaanya, seperti pospor, sulfur
dan lain-lain serta persenyawaannya.

c. Racun-racun bahan organik, seperti derivate-derivate ter, arang batu,


halogen, hidrokarvon, alcohol, ether, aldehid, keton, insektisida
fosfor organik dan lain-lain
d. Racun-racun

gas

seperti

asam

sianida,

asam

sulfide

dan

karbonmonoksida.

BAB II
PENGELOLAAN LIMBAH DAN BAHAN BERBAHAYA
A. Pengadaan
1. Macam pengadaan B3
Macam-macam pengadaan bahan berbahaya dan beracun yang
dilaksanakan oleh Instalasi farmasi RS Rumah Sakit Islam Kendal
adalah:
NO
1
2
3
4

NAMA
Spiritus
H2O2
Alkohol
Formalin

SIFAT
Mudah Terbakar
Bahan Korosif
Mudah Terbakar
Karsinogenik

MSDS
Ada
Ada
Ada
Ada

Tempat
Inst. Farmasi
Inst. Farmasi
Inst. Farmasi
Inst. Farmasi

Daftar Reagen yang termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


NO

NAMA BAHAN
Larutan cat ZN
Larutan Cat

SIFAT
Mudah Terbakar
Mudah Terbakar

Gram
Larutan Eosin
Larutan KOH 10

dan Iritasi

%
Larutan NaCl
Larutan H2O2
Alkohol
Spiritus
Aceton
Minyak Emersi
Eter Alkohol

Korosif

MSDS
Ada
Ada

Mudah Terbakar
Mudah Terbakar
Mudah Terbakar

Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Mudah Terbakar

Ada

TEMPAT

2. Prosedur pengadaan
Pengadaan bahan berbahaya dan beracun sudah diatur sesuai dengan
prosedur di bagian Instalasi Farmasi RS Rumah Sakit Islam Kendal.
B. Pengumpulan dan Penyimpanan

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus disimpan secara tepat dan perlu
dijamin agar bahan-bahan berbahaya tersebut tidak bereaksi dengan bahanbahan lain yang disimpan dan juga perlu dijaga agar bahan-bahan yang
menimbulkan bahaya seperti bahan explosive, obat narkotika dan lain-lain.
Untuk pengamanan suatu bahan bahaya lebih dari satu macam, segenap
bahaya harus diperhatikan dan diamankan. Fasilitas dan prosedur
penyimpanan harus menampung keselamatan dari seluruh kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan.
Ketentuan penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai berikut:
1. Bahan-bahan yang mudah terbakar
Suatu bahan /gas dipandang mudah terbakar apabila bahan itu menyala
bila bersentuhan dengan udara atau oksigen, hydrogen, propan, butan,
etilen, hydrogen sulfide merupakan gas-gas yang dapat terbakar. Bahan
yang mudah menyala harus disimpan di tempat yang cukup sejuk untuk
mencegah nyala api manakala uapnya bercampur dengan udara.
Daerah penyimpanan harus jauh dari setiap sumber panas atau bahaya
kebakaran. Pemadam api yang memadai harus tersedia dan di daerah
sekitar tidak diperkenankan merokok.
2. Bahan-bahan beracun
Uap bahan beracun masuk kedalam udara sehingga perlu adanya tempat
yang memiliki pertukaran udara yang baik, tidak terkena sinar matahari
langsung. Bahan-bahan yang dapat bereaksi satu sama lain ditempatkan
secara terpisah.
3. Syarat penyimpanan
Selain cara-cara penyimpanan yang diterangkan di atas, masih perlu
diperhatikan syarat penyimpanan sebagai berikut:
a. Penyimpanan /segera mengetahui terjadinya kebakaran
b. Tenaga kerja yang berhubungan dengan B3 tidak dibenarkan
mempunyai kelainan penglihatan, pendengaran atau penciuman

c. Mereka yang memasuki daerah penyimpanan bahan yang mudah


terbakar harus dilarang merokok
d. Harus diperhatikan kebersihan lingkungan sekitar
e. Harus disediakan alat pemadam api ringan
C. Pengangkutan
Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan lokasi
limbah dari lokasi pengumpulan / penyimpanan limbah

ke lokasi

pengolahan / pemanfaatan limbah B3. setiap pemindahtangaan limbah B3


antar pihak atau lokasi harus disertai dengan dokumen limbah B3 yang
diberikan pada waktu penyerahan limbah. Dokumen limbah B3 terdiri dari 3
bagian, yaitu bagian I yang harus diisi oleh petugas limbah, bagian II diisi
oleh pihak pengangkut limbah B3 dan bagian III diisi oleh pihak pengumpul /
pengolah.
Dokumen limbah B3 tersebut merupakan alat pengawasan yang
ditetapkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diingainkan dan juga untuk
mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3.
D. Pengolahan
Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya atau tidak beracun lagi. Karena sifat bahaya yang ditimbulkan oleh
B3 sangat tinggi, maka sebelum dibangunnya suatu pusat pengolahan limbah
B3, rumah sakit wajib membuat analisis dampak lingkungan untuk
menyelenggarakan kegiatan pengolahan tersebut.

BAB III
PENYIMPANAN B3 (BAHAN BERBAHAYA BERACUN)
Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya sangat
diperlukan, sehingga tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaikbaiknya dan aman. Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang
disimpan akan mengandung bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan
gas/uap/debu beracun dan berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya dikelompokkan sebagai berikut :
A. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi kecelakaan ataupun
dalam

kondisi

kedua-duanya

dapat

berbahaya

terhadap

kehidupan

sekelilingnya. Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang sejuk,


tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan yang
inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya. Jika
panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan tersebut maka tempat
penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak terkena sinar
matahari langsung dan jauh dari sumber panas.
B. Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat
bereaksi dahsyat dengan uap air. Uap dari asam dapat menyerang/merusak
bahan struktur dan peralatan selain itu beracun untuk tenaga manusia. Bahan
ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang
cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap. Wadah/kemasan dari
bahan ini harus ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan
dipasang label. Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat
dan diperiksa akan adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai
yang tahan terhadap bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran
pembuangan untuk tumpahan, dan memiliki ventilasi yang baik. Pada tempat

penyimpanan harus tersedia pancaran air untuk pertolongan pertama bagi


pekerja yang terkena bahan tersebut.
C. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam
bentuk uapnya atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus. Api dari
bahan padat berkembang secara pelan, sedangkan api dari cairan menyebar
secara cepat dan sering terlihat seperti meledak. Dalam penyimpanannya
harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan
tidak sengaja pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
2. Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga
bocoran uap akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah
percikan api
3. Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya
kebakarannya
4. Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan
yang mudah menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi
dengan udara atau uap air yang lambat laun menjadi panas
5. Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah
dicapai
6. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
7. Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
8. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta
dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara
periodic
D. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat ketat, letak tempat
penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber tenaga,
terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan, agar
pengaruh ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus merupakan
bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari bahan yang tidak

10

menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari
kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan. Untuk penerangan
harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa atau
penerangan yang bersumber dari luar tempat penyimpanan. Penyimpanan
tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli,
gemuk, bensin, bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api.
Daerah tempat penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau
material yang mudah terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam
seperti bukit, tanah cekung belukar atau hutan lebat.
E. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan oksigen pada suatu
reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara. Beberapa bahan oksidator
memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen, sedangkan jenis lainnya
dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak pada suhu kamar.
Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar suhunya tetap dingin,
ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api. Bahan ini harus
dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan yang
memiliki titik api rendah.
Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam memadamkan
kebakaran pada bahan ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini
dikarenakan bahan oksidator menyediakan oksigen sendiri.
F. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang lambat laun
mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala. Karena banyak dari
bahan ini yang mudah terbakar maka tempat penyimpanan bahan ini harus
tahan air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah dari penyimpanan bahan
lainnya, dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang
simpan.

11

G. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)


Bahan ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan panas, hydrogen
dan gas-gas yang mudah menyala. Ruangan penyimpanan untuk bahan ini
harus diusahakan agar sejuk, berventilasi, sumber penyalaan api harus
disngkirkan dan diperiksa secara berkala. Bahan asam dan uap dapat
menyerang bahan struktur campuran dan menghasilkan hydrogen, maka
bahan asam dapat juga disimpan dalam gudang yang terbuat dari kayu yang
berventilasi. Jika konstruksi gudang trbuat dari logam maka harus di cat atau
dibuat kebal dan pasif terhadap bahan asam.
H. Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Silinder dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri
dan diikat dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga
tambahan. Ruang penyimpanan harus dijaga agar sejuk , bebas dari sinar
matahari langsung, jauh dari saluran pipa panas di dalam ruangan yang ada
peredaran hawanya. Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus ada
tindakan preventif agar silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran, misalnya
dengan memasang sprinkler.
I. Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)
Radiasi dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek somatik dan efek
genetik, efek somatik dapat akut atau kronis. Efek somatik akut bila terkena
radiasi 200 [Rad] sampai 5000 [Rad] yang dapat menyebabkan sindroma
system saraf sentral, sindroma gas trointestinal dan sindroma kelainan darah,
sedangkan efek somatik kronis terjadi pada dosis yang rendah. Efek genetik
mempengaruhi alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada keturunan.
Bahan ini meliputi isotop radioaktif dan semua persenyawaan yang
mengandung radioaktif. Pemakai zat radioaktif dan sumber radiasi harus
memiliki instalasi fasilitas atom, tenaga yang terlatih untuk bekerja dengan
zat radioaktif, peralatan teknis yang diperlukan dan mendapat izin dari
BATAN. Penyimpanannya harus ditempat yang memiliki peralatan cukup

12

untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur dengan bahan lain yang dapat
membahayakan, packing/kemasan dari bahan radioaktif harus mengikuti
ketentuan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan kemasan harus
dipelihara.

13

BAB IV
SYARAT PENGOLAHAN LIMBAH DAN BAHAN BERBAHAYA
BERACUN
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
A. Persyaratan Lokasi Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah B3
atau di luar penghasil limbah B3. Untuk pengolahan di dalam lokasi
penghasil, lokasi pengolahan disyaratkan Jarak antara lokasi pengolahan dan
lokasi fasilitas umum minimal 50 meter. Persyaratan lokasi pengolahan
limbah B3 di luar lokasi penghasil adalah :
1. Merupakan daerah bebas banjir
2. Pada jarak paling dekat 150 meter dari jalan utama/jalan tol dan 50 meter
untuk jalan lainnya
3. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan,
rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran,
fasilitas keagamaan dan pendidikan
4. Pada jarak paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai,
daerah pasang surut, kolam, danau, rawan, mata air dan sumur penduduk
5. Pada jarak paling dekat 300 meter dari daerah yang dilindungi (cagar
alam, hutan lindung dan lain-lainnya).
B. Persyaratan Fasilitas Pengolahan Limbah B3
Dalam pengoperasian limbah B3 harus menerapkan system operasi yang
meliputi :
1. Sistem Keamanan Fasilitas
Sistem keamanan yang diterapkan dalam pengoperasian fasilitas
pengolahan limbah B3 sekurang-kurangnya harus :
a. Memiliki system penjagaan 24 jam yang memantau, mengawasi dan
mencegah orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi.

14

b. Mempunyai pagar pengaman atau penghalang lain yang memadai


dan suatu system untuk mengawasi keluar masuk orang dan
kendaraan melalui pintu gerbang maupun jalan masuk lain.
c. Mempunyai tanda yang mudah terlihat dari jarak 10 meter dengan
tulisan Berbahaya yang dipasang pada unit/bangunan pengolahan
dan penyimpanan, serta tanda Yang Tidak Berkepentinan Dilarang
Masuk yang ditempatkan di setiap pintu masuk ke dalam fasilitas
dan pada setiap jarak 100 meter di sekeliling lokasi.
d. Mempunyai penerangan yang memadai di sekitar lokasi.
2. Sistem Pencegahan Terhadap Kebakaran
Untuk mencegah terjadi kebakaran atau hal lain yang tak terduga di
fasilitas pengolahan, maka sekurang-kurangnya harus :
a. Memasang system arde (Electrikal Spark Grounding)
b. Memasang tanda peringatan, yang jelas terlihat dari jarak 10 meter,
dengan tulisan : Awas Berbahaya, Limbah B3 (mudah terbakar,
, dll)
c. Memasang peralatan pedeteksi bahaya kebakaran yang bekerja
secara otomatis selama 24 jam terus menerus, berupa:
1) Alat deteksi peka asam (smoke sensing alarm), dan
2) Alat deteksi peka panas (heat sensing alarm),
d. Tersediannya system pemadam kebakaran yang berupa :
1) Sistem permanen dan otomatis, dengan menggunakan bahan
pemadam air, busa, gas atau bahan kimia kering, dengan jumlah
dan mutu sesuai kebutuhan
2) Pemadam kebakaran portable dengan kapasitas minimum 10 kg
untuk setiap 100 m2 dalam ruangan
e. Menata jarak atau lorong antara kontainer kontainer yang berisi
limbah B3 minimum 60 cm sehingga tidak mengganggu gerakan
orang,

peralatan

pemadam

kebakaran,

peralatan

pengendali/pencegah tumpahan limbah, dan peralatan untuk


menghilangkan kontaminasi ke semua arah di dalam lokasi

15

f. Menata jarak antara bangunan-bangunan yang memadai sehingga


mobil pemadam kebakaran mempunyai akses menuju lokasi
kebakaran.
3. Sistem pencegahan Tumpahan Limbah
a. Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai rencana, dokumen
dan petunjuk teknis operasi pencegahan tumpahan limbah B3 yang
meliputi Pemeriksaan Mingguan terhadap fasilitas pengolahan, dan
Sistem tanda bahaya peringatan dini yang bekerja selama 24 jam dan
yang akan memberi tanda bahaya sebelum terjadi tumpahan/luapan
limbah (level control).
b. Pengawas harus dapat mengidentifikasi setiap kelainan yang terjadi,
seperti malfungsi, kerusakan, kelalaian operator, kebocoran atau
tumpahan yang dapat menyebabkan terlepasnya limbah dari fasilitas
pengolahan ke lingkungan. Program ini juga harus menyangkut
terlepasnya limbah dari fasilitas pengolahan ke lingkungan. Program
ini juga harus menyangkut mekanisme tanggap darurat
c. Penggunaan bahan penyerap (absorbent) yang sesuai dengan jenis
dan karakteristik tumpahan limbah B3.
4. Sistem Penangulangan Keadaan Darurat.
Fasilitas pengolahan limbah B3 harus mempunyai system untuk
mengatasi keadaan darurat yang mungkin terjadi. Persyaratan minimum
untuk system tanggap darurat antara lain:
a. Ada

koordinator

penanggulangan

keadaan

darurat,

yang

bertanggungjawab melaksanakan tindakan-tindakan yang harus


terjadi
b. Jaringan komunikasi atau pemberitahuan kepada :
1) Tim penangulangan keadaan darurat,
2) Dinas pemadam kebakaran,
3) Pihak kepolisian,
4) Ambulan dan pelayanan kesehatan,
5) Sekolah, rumah sakit dan penduduk setempat,

16

6) Aparat pemerintah terkait setempat;


c. Memiliki

prosedur

evakuasi

bagi

seluruh

pekerja

fasilitas

pengolahan limbah B3.


d. Mempunyai peralatan penanggulangan keadaan darurat
e. Tersedianya peralatan dan baju pelindung bagi seluruh staf
penanggulangan keadaan darurat di lokasi, dan sesuai dengan jenis
limbah B3 yang ditangani di lokasi tersebut
f. Memiliki prosedur tindakan darurat pengangkutan
g. Menetapkan

prosedur

untuk

penutupan

sementara

fasilitas

pengolahan
h. Melakukan pelatihan bagi karyawan dalam penanggulangan keadaan
darurat yang dilakukan minimal dua kali dalam setahun.
5. Sistem Pengujian Peralatan
a. Semua

alat

pengukur,

peralatan

operasi

pengolahan

dan

perlengkapan pendukung operasi harus diuji minimum sekali dalam


setahun
b. Hasil pengujian harus dituangkan dalam berita acara yang memuat
hasil uji coba penanganan system keadaan darurat. Informasi
tersebut harus selalu tersedia di lokasi fasilitas pengolahan limbah
B3.
6. Pelatihan Karyawan
Perusahaan wajib memberikan pelatihan secara berkala kepad karyawan
yang meliputi :
a. Pelatihan dasar, diantaranya:
1) Pengenalan limbah; meliputi jenis limbah, sifat dan karakteristik
serta bahayannya terhadap lingkungan dan manusia, serta
tindakan pencegahannya
2) Peralatan pelindung: menyangkut kegunaan dan penggunaannya
3) Pelatihan untuk keadaan darurat: meliputi kebakaran, ledakan,
tumpahan, matinya listrik, evakuasi, dan sebagainnya

17

4) Prosedur inspeksi
5) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
6) Peralatan keselamatan kerja (K3)
7) Peraturan perundangan-undangan tentang pengolahan limbah
B3.
b. Pelatihan khusus
1) Pemeliharaan peralatan pengolahan dan peralatan penunjangnya
2) Pengoperasian alat pengolahan dan peralatan penujangnya
3) Laboratorium
4) Dokumentasi dan pelaporan
5) Prosedur penyimpanan dokumentasi dan pelaporan.
C. Persyaratan Penanganan Limbah B3 Sebelum Diolah
Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji
analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3
tersebut. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi
yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap
selanjutnya adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang
dapat memenuhi kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan
yang ditetapkan.

18

BAB V
SIMBOL DAN LABEL LIMBAH B3
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan-tulisan
peringatan pada wadah untuk bahan berbahaya adalah tindakan pencegahan
esensial. Ketika bahan kimia sedang diproduksi, tenaga kerja biasanya
mempraktekkan usaha keselamatan kerja dengan baik, mengenai bahan-bahan
kimia dalam botol, kaleng atau wadah lainnya, biasanya tenaga kerja yang
mengolahnya belum mengetahui sifat bahaya bahan tersebut. Oleh karena itu
pemberian keterangan, label dan tanda pada bahan tersebut sangatlah penting.
Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan dengan cara yang aman bagi
petugas limbah rumah sakit, masyarakat sekitar rumah sakit dan lingkungan
rumah sakit. Faktor penting yang berhubungan dengan keamanan ini adalah
pemberian tanda pada tempat penyimpanan, tempat pemanfaatan, pengolahan,
kemasan ken kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limah B3.
Penandaan terhadap limbah B3 sangat penting guna menelusuri dan
menentukan teknik pengolahan yang selanjutnya. Tanda yang digunakan untuk
penandaan ada 2 jenis yaitu symbol dan label.
A. Symbol
1. Bentuk dasar, ukuran dan bahan
a. Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10
cm,sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan
tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm
b. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan atau
bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya. Warna simbol
untuk dipasang di kendaraan pengangkut limbah B3 harus dengan cat
yang dapat berpendar (fluorescence).

19

2. Jenis jenis symbol


Symbol

Arti
Limbah B3 Mudah
Meledak

Keterangan
Dipasang pada kemasan
limbah B3 yang mudah
meledak.

Limbah B3 Cairan
Mudah Terbakar

Dipasang pada kemasan


limbah B3 cair yang
mudah terbakar secara
spontan

Limbah B3
padatan mudah
terbakar

Dipasang pada kemasan


limbah B3 padatan yang
bersifat mudah terbakar
secara spontan

Limbah B3 Reaktif

Dipasang pada kemasan


limbah B3 yang akan
mengalami reaksi hebat
jika bercampur dengan
bahan yang lain.

20

Limbah B3 Beracun

Dipasang pada kemasan


limbah B3 yang bersifat
meracuni, melukai atau
membuat cacat sampai
membunuh mahluk hidup
baik jangka pendek atau
panjang

Limbah B3 Infeksi

Dipasang pada kemasan


limbah B3 yang
mengandung atau
terinfeksi kuman penyakit

Limbah B3 Korosi

Dipasang pada kemasan


limbah B3 Limbah yang
dalam kondisi asam atau
basa (pH < dari 2 atau pH
> dari 12.5) dapat
menyebabkan nekrosis
(terbakar) pada kulit atau
dapat mengkaratkan
(mengkorosikan) logam

B. Label
Label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi untuk memberikan
informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu limbah
B3 yang dikemas. Terdapat 3 (tiga) jenis label yang berkaitan dengan sistem
pengemasan limbah B3, yaitu:
1. Label Identitas Limbah
Label Identitas Limbah berfungsi untuk memberikan informasi tentang
asal usul limbah, identitas limbah serta kuantifikasi limbah dalam
kemasan suatu kemasan limbah B3. Label Identitas Limbah berukuran
minimum 15 cm x 20 cm atau lebih besar, dengan warna dasar kuning

21

dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan"PERINGATAN !"
dengan huruf yang lebih besar berwarna merah.

2. Label Untuk Penandaan Kemasan Kosong


Label harus dipasang pada kemasan bekas pengemasan limbah B3 yang
telah dikosongkan dan atau akan digunakan kembali untuk mengemas
limbah B3. Bentuk dasar label sama dengan bentuk dasar simbol dengan
ukuran sisi minimal 10 cm x 10 cm dan tulisan "KOSONG" berwarna
hitam di tengahnya.
3. Label Penunjuk Tutup Kemasan
Label dipasang dekat tutup kemasan dengan arah panah menunjukkan
posisi penutup kemasan. Label harus terpasang kuat pada setiap kemasan
limbah B3, baik yang telah diisi limbah B3, maupun kemasan yang akan
digunakan untuk mengemas limbah.
Label berukuran minimal 7 x 15 m 2dengan warna dasar putih dan warna
gambar hitam. Gambar terdapat dalam frame hitam, terdiri dari dua anak
panah mengarah ke atas yang berdiri sejajar di atas balok hitam. Label
terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak.

22

BAB VI
PELAKSANAAN PENGOLAHAN LIMBAH B3 RUMAH SAKIT
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya
pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume
bahaya limbah yang dikeluarkan kelingkungan yang meliputi upaya mengurangi
limbah pada sumbernya,serta upaya pemanfaatan limbah. Berbagai upaya telah
digunakan untuk pengolahan berbahaya antara lain reduksi limbah (waste
reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah
(waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada
sumbemya (source reduction).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus
dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau
mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah
pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan
tingkat bahaya limbah yang akan keluar kelingkungan secara preventif langsung
pada sumber pencemar. Hal ini banyak memberikan keuntungan yakni
meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan
pelaksanaannya relatif murah
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya antara lain :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam
menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,
tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan
sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat
mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan
limbah.

23

3. Pelaksanaan preventive maintenance, yaitu pemeliharaan/penggantian alat


atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan
bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak
berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/ penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup
tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau
penggantian sebagian unitnya.
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan
kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan
dengan proses sebagai berikut:
1. Proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa
2. Proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahancairan dan
penyisihan komponen-komponen spesifik denganmetode kristalisasi, dialisa,
osmosis balik, dan lain-lain.
3. Proses stabilisas/solidifikasi
Dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3
dengan cara membatasi daya larut, penyebaran dan daya racun sebelum
limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir.
Stabilisasi sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta
untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut.
Solidifikasi adalah proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Tujuan dari proses stabilisasi / solidifikasi yaitu untuk
mengurangi potensiracun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi

24

daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke


tempat penimbunan

akhir.

Proses

solidifikasi/stabilisasi

berdasarkan

mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:


a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam
limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar.
b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation
tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal
pada tingkat mikroskopik
c. Precipitation
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara
elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi,

yaitu

proses

solidifikasi

bahan

pencemar

dengan

menyerapkannya ke bahan padat


f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan
hilang sama sekali.
Teknologi solidikasi/stabilisasi biasanya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik.
4. Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materilimbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin
dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak
boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
(heating

value)

limbah.

Selain

menentukan

kemampuan

dalam

mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga


menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.

25

BAB VII
PENANGGULANGAN KONTAMINASI
A.

Upaya Keselamatan Kerja


1. Kontak dengan bahan korosif harus ditiadakan atau kemungkinannua
ditekan sekecil mungkin. Kontak tersebut khususnya terhadap kulit,
selaput lendir dan mata.
2. Ventilasi umum dan setempat harus memadai

B.

Penanggulangan Kontaminasi B3 Bentuk


Cair
1. Hydrogen peroksida
a.

Mata
1) Gejala akut : Nyeri pada mata dan lacrimasi
2) Penanganan kontaminasi : Segera dicuci dengan air sebanyak
banyakknya

b.

Saluran
nafas
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Kerusakan oesophagus dan lambung
2) Penanganan kontaminasi : Diberi minum air/susu yang banyak
dan dibutuhkan pengenceran lebih kurang 100 kali sampai tidak
berbahaya bagi jaringan. Untuk menghilangkan rasa sakit diberi
morfin sulfat 5-10 mg tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan. Jika
terjadi shock diberi dextrose 5% atau NaCl

d.

Kulit
1) Gejala akut : Eritema dan vesikel

26

2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh


tertutup, tanggalkan pakaian korban dan mandikan korban
dengan air sebanyak-banyaknya
2. Formalin
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan
air mengalir

b.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi selaput mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Diupayakan agar seluruh formalin
bisa keluar dari tubuh korban dengan segera

c.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

3. Etanol/alco hot
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan
air mengalir

b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

27

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi selaput mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Diupayakan agar seluruh Etanol bisa
keluar dari tubuh korban dengan segera

d.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

4. Baygon
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan
air mengalir selama 15 menit.

b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Diupayakan agar seluruh baygon
dapat keluar dari tubuh korban dengan segera, minum susu atau
air.

d.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

28

5. Metanol/Brands spiritus
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan
air mengalir selama 15 menit.

b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Diupayakan agar seluruhnya dapat
keluar dari tubuh korban dengan segera, minum susu atau air.

d.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

6. Presept (Triclosene Sodium)/Klorine


a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan
air mengalir selama 15 menit.

b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

29

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Diupayakan agar seluruhnya dapat
keluar dari tubuh korban dengan segera, minum susu atau air.

d.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

7. Natrium hidroksida (NO2)


a.

Inhalasi
1) Gejala akut : Iritasi, pusing jika menghirup NO2 murni dalam
jumlah besar
2) Penanganan kontaminasi : Bawa korban ke tempat yang segar
dan istirahatkan jika perlu bawa ke UGD

b.

Mata
1) Gejala akut : Penglihatan kabur dan Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Bilas dengan air bersih atau NaCl 15
menit, jika perlu bawa ke IGD.

c.

Kulit
1) Gejala akut : Melepuh atau luka beku
2) Penanganan kontaminasi : Siram dengan air hangat (30C-40C)
pada bagian kulit yang terbakar atau terluka, jika perlu bawa ke
IGD

8. Kaporit
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata

30

2) Penanganan kontaminasi : Pelupuk mata dibuka, dialiri dengan


air mengalir selama 15 menit.
3)
b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

c.

Saluran
cerna
1) Gejala akut : Iritasi mukosa
2) Penanganan kontaminasi : Jangan rangsang untuk muntah cuci
mulut dengan air, beri air minum 500 cc air atau susu

d.

Kulit
1) Gejala akut : Iritasi kulit
2) Penanganan kontaminasi : Jika terjadi pada anggota tubuh
tertutup, tanggalkan pakaian korban, mandikan korban dengan
air sebanyak-banyaknya

9. Oksigen
a.

Inhalasi
1) Gejala akut : Iritasi, pusing jika menghirup O2 murni dalam
jumlah besar
2) Penanganan kontaminasi : Bawa korban ke tempat yang segar
dan istirahatkan jika perlu bawa ke UGD

b.

Saluran
nafas :
1) Gejala akut : Iritasi saluran nafas bagian atas
2) Penanganan kontaminasi : Segera pindahkan korban dari lokasi
kecelakaan ke tempat berudara segar

c.

Mata

31

1) Gejala akut : Penglihatan kabur dan Iritasi mata


2) Penanganan kontaminasi : Bilas dengan air bersih atau NaCl 15
menit, jika perlu bawa ke IGD.
d.

Kulit
1) Gejala akut : Melepuh atau luka beku
2) Penanganan kontaminasi : Siram dengan air hangat (30C-40C)
pada bagian kulit yang terbakar atau terluka, jika perlu bawa ke
IGD

10. Sitostatika
a.

Mata
1) Gejala akut : Iritasi mata
2) Penanganan kontaminasi : Tanggalkan sarung tangan. Segera
rendam dan bilas mata terbuka dengan air hangat selama 5
menit. Buka mata dengan tangan dan cuci mata terbuka dengan
NaCl 0.9%. tanggalkan pakaian pelindung.

b.

Kulit
1) Gejala akut : Melepuh atau luka beku
2) Penanganan kontaminasi : Tanggalkan sarung tangan. Bilas kulit
dengan air hangat. Bila kulit tidak robek, seka area dengan kassa
yang dibasahi dengan larutan chlorine 5%. Bila kulit robek
dengan larutan H1O2 3%. Tanggalkan seluruh pakaian
pelindung.

Tertusuk

jarum.

Jangan

segera

mengangkat

jarumnya, tarik kembali plunger untuk menghisap obat-obat


yang mungkin telah terinjeksi, angkat jarum dari kulit.
Tanggalkan sarung tangan dan bilas dengan air hangat.

32

BAB VIII
PENUTUP
Demikian Buku Pedoman Bahan dan Limbah Berbahaya ini disusun untuk
dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan seluruh karyawan RS Rumah
Sakit Islam Kendal pada umumnya.
Penyusunan Rancangan Pedoman ini adalah langkah awal suatu proses yang
panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak
dalam penerapannya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

33

Anda mungkin juga menyukai