Anda di halaman 1dari 11

Nama Peserta : dr.

Yulia Naila Karima


Nama Wahana : RSUD H. Boedjasin Pelaihari
Topik : Cidera Kepala Berat
Tanggal (kasus) : 30 Maret 2016
Nama Pasien : An. J (9 thn).
No. RM :
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping : dr. RMN Haryono
Tempat Presentasi : RSUD H. Boedjasin Pelaihari
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Manajemen
Diagnostik
Masalah
Istimewa
Dewasa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Lansia
Bumil
Deskripsi : Anak 9 tahun dengan riwayat trauma (+) 15 menit SMRS disertai dengan penurunan kesadaran, rhinorrhea, dan
vomitus.
Tujuan : Mengenali dengan cepat dan tepat tanda kegawatdaruratan pada kasus cidera kepala serta ,manajemen awal yang tepat
guna menurunkan morbiditas cidera kepala.
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Cara Membahas :
Presentasi dan Diskusi
Diskusi
Data Pasien :
Nama : An. Jafani
Nama Klinik : RSUD H. Boedjasin Pelaihari
Data Utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan kondisi post trauma 15 menit SMRS karena terserempet

Kasus
Audit
Email
Pos
Nomor Registrasi : 112838

sepeda motor dan terjatuh dengan posisi kepala

membentur aspal terlebih dahulu. Saat datang ke IGD pasien dalam kondisi sadar penuh dengan keadaan umum tampak sakit
sedang dan GCS E4V5M6 (Compos mentis), pasien sempat pingsan beberapa saat sebelum dibawa ke rumah sakit dan tersadar
saat perjalanan menuju rumah sakit. Keluhan muntah, mual, nyeri kepala sebelumnya disangkal. Pasien hanya mengeluhkan

benjolan yang diduga memar pada bagian belakang kepala. Selang 20 menit di IGD pasien mulai muntah, muntah air dan
makanan yang dimakan sebanyak 2 kali yang kemudian diikuti dengan epistaksis berulang sebanyak 3 kali. Setelah itu, pasien
mulai berhenti menangis, tampak lemas serta mengantuk. 15 menit kemudian pasien apneu dan segera dikonsulkan ke spesialis
2.
3.
4.
5.
6.

anestesi untuk dilakukan intubasi.


Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat trauma hebat sebelumnya disangkal.
Riwayat Keluarga :
HT (+) DM(-)
Riwayat pekerjaan :
OS adalah pelajar kelas 3 SD dengan aktifitas fisik cukup.
Kondisi lingkungan sosial dan fisik : OS merupakan pelajar sekolah dasar dan memiliki aktifitas tambahan seperti mengaji (TPA).
Lain-lain
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, GCS E4V5M6, menjadi GCS E1V1M2
BB : 28 kg.

Kepala/Leher : Conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), cyanosis (-),dyspneu (-), rhinorrhea (+), otorrhea (-), racoon eye

(-/-), pupil isokor (+ 3 mm/ + 3 mm), refleks cahaya (+/+).


Thorax :

Inspeksi

: jejas thoraks (-), jejas punggung (-), retraksi dinding dada (-), ketertinggalan gerak (-/-).

Palpasi

: Ictus cordis teraba (+), thrill (-), vokal fremitus (+/+)

Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru, batas jantung dalam batas normal, kardiomegali (-).

Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, bising (-), murmur (-)/ SDV (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :

Inspeksi

: jejas (-), dinding dada = dinding perut.

Auskultasi : Bising usus (+) dbn.


Perkusi

: Timpani 4 kuadran.

Palpasi

: nyeri tekan (-).

Ekstrimitas : akral hangat 4 ekstremitas (+), CRT < 2 detik, cyanosis perifer 4 ekstremitas (-), kekuatan otot (5/5/5/5),

sensitifitas (N/N/N/N), sensibilitas (N/N/N/N) .


Pemeriksaan neurologis :
o Refleks fisiologis : Ref patella (+)/(+), ref biceps (+)/(+), ref triceps (+)/(+).
o Refleks patologis : Ref babinski (-)/(-), ref chaddock (-)/(-), ref Oppenheim (-)/(-).
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb

:10.4 mg/dl

WBC

: 17.4 . 104

Platelet : 385. 10.3


Hct

: 32.5 %

Diagnosa kerja : E1V1M2 cidera kepala berat suspect Epidural Hematom+fraktur basis cranii
Planning
Pengobatan :

Non medikamentosa
1). O2 2 liter/menit. (mempertahankan perfusi jaringan agar tetap stabil).
2) Infus dengan normal saline (kristaloid) 20 tpm makro.
3). Pro rujuk RSUD Ulin untuk CT Scan dan penanganan selanjutnya.
Medikamentosa
1) Inj. Citicolin 2x250 mg
2) Inj. Ranitidin 2x1 amp.
3) Inj. Antrain 3 x1 amp.
4) Inj. Cefotaxime 2x700 mg.

Pendidikan : dilakukan kepada keluarga pasien dan keluarganya terkait kondisi penyakit, prognosis dan survival treat pasien-pasien
dengan cidera kepala berat seperti pasien tersebut
Daftar Pustaka
1. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Pedoman tatalaksana cedera otak
(Guideline for Management of Traumatic Brain Injury).
2. Sjamsuhidajat., Jong, de., 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah 3rd Edition . EGC. Jakarta.
Hasil Pembelajaran
1. Mampu mengidentifikasi secara tepat dan sedini mungkin tanda-tanda cidera kepala
2. Mampu mengenali dan mengklasifikasi cidera kepala berat ke dalam cidera kepala ringan, sedang, maupun berat.
3. Mengetahui tata laksana emergency yang tepat terkait cidera kepala di Instalasi Gawat Darurat.
4. Insidensi cidera kepala di Indonesia masih cukup tinggi. Sebagai dokter jaga IGD tindakan pertama yang dapat kita lakukan
adalah primary survey dan pencegahan atau meminimalisir terjadinya secondary brain damage. Primary surey yang diutamakan
tetap berasarkan prinsip pengamanan ABC (Airways, Breathing, dan Circulation).
5. Klasifikasi klinis cidera kepala berdasarkan GCS antara lain :
a. Ringan : GCS 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8

6. Terdapat beberapa sistem skoring di dalam menentukan derajat keparahan trauma/cidera berat, antara lain dengan
menggunakan glasgow coma scale untuk mengukur kesadaran (GCS) dan sistem revised trauma scoring (RTS) yang berguna
untuk mengukur keparahan, klasifikasi, dan prognosis cidera.

7. Pemeriksaan Pasien Trauma Kepala


Pemeriksaan meliputi riwayat trauma, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pencitraan seperti (USG, foto Ro, atau CT-Scan).
a. Pada riwayat trauma harus diketahui bagaimana mekanisme trauma yang terjadi sehingga kita dapat menduga bagian tubuh
mana saja yang mengalami cidera/trauma.
b. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh mana saja yang mengalami trauma untuk selanjutnya
ditentukan derajat keparahannya, prioritas yang harus diperiksa adalah terkait airway, breathing,dan circulation, karena
ketiga hal tersebut dapat mengancam nyawa jika tidak dilakukan pemeriksaan dengan baik. Kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik menyeluruh. Pada cidera/trauma kepala, pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
1. Pemeriksaan kepala : jejas meliputi hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka tembus benda asing ; tandatanda patah dasar meliputi ekimosis periorbita, ekimosis post auricula, rhinorrhoe,otorhoe, perdarahan membran timpani,
atau laserasi kanalis auditorius; tanda-tanda patah tulang wajah meliputi fralktur maksilla, fraktur rima orbita, fraktur

mandibula; tanda-tanda trauma mata meliputi perdarahan konjungtiva, bilik mata depan, kerusakan pupil, dan jejas lain.
2. Pemeriksaan leher dan tulang belakang, terutama tanda-tanda cedera servikal dan cedera medula spinalis.
3. Pemeriksaan neurologis terdiri dari tingkat kesadaran, saraf kranial terutama saraf II-III (pupil refleks cahaya,dan refleks
konsensuil), funduskopi (edema pupil, perdarahan pre retina , retinal detachment), motoris-sensoris, autonomis.
c. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan dapat meliputi kadar hb, hematokrit, dan leukosit.
d. Pencitraan.
1. Pencitraan rontgen sebetulnya dapat dilakukan untuk menemukan ada tidaknya patah tulang tengkorak. Indikasi
dilakukannya foto rontgen kepala : kehilangan kesadaran, nyeri kepala menetap, gejala neurologi fokal, jejas pada kulit
kepala, kecurigaan luka tembus, keluar cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga, deformitas tulang kepala yang
terlihat atau teraba, kesulitan penilaian klinis, pasien dengan GCS 15 tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko
tinggi
2. CT-Scan memegang peranan yang amat penting terutama pada kasus trauma kepala. CT-Scan diperlukan untuk
mengetahui secara persis ada tidaknya perdarahan, lokasi perdarahan, seberapa banyak perdarahan yang terjadi,
sekaligus menentukan manajemen/tindakan dan prognosis pasien tersebut. Indikasi dilakukannya CT Scan antara lain :
GCS 13 setelah resusitasi, penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang, nyeri kepala, muntah yang menetap,
tanda fokal neurologis (+), fraktur (+) atau kecurigaan mengarah ke fraktur, trauma tembus, evaluasi pasca operasi,
pasien multitrauma, indikasi sosial.
8. Terdapat beberapa gejala yang mengarah pada kecurigaan bahwa telah terjadi fracture basis cranii antara lain :
a. Racoons eye : periorbital ecchymosis
b. Battles sign : postauricular ecchymosis
c. Rhinorrhea/otorrhea
d. Hemotympanum atau laserasi kanalis auditoris.
Epidural hematome sendiri terjadi akibat terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan duramater.
Klinis yang paling terlihat dari EDH sendiri adalah : lucid interval dan lateralisasi.

Perjalanan klinis EDH hingga terjadi kematian sendiri cukup cepat, tetapi EDH memiliki prognosis yang paling baik jika
dibandingkan dengan jenis cidera kepala lainnya.

9. Manajemen Cidera Kepala


Penderita/pasien yang mengalami cidera kepala harus segera diberikan pertolongan pertama. Tetapi, sebelumnya kita harus
melakukan triase trauma terlebih dahulu untuk mengetahui derajat keparahan sekaligus mempersiapkan tindakan yang perlu
dilakukan selanjutnya.
Hal-hal yang menjadi prioritas pertolongan pada cidera kepala dan trauma lainnya antara lain :
1. Airway (membebaskan jalan napas) dapat dengan mengeluarkan obstruksi orofaring (gigi, prostesis, darah, dan isi
lambung), meletakkan lidah di depan (letak aman, rahang ke depan), memasang pipa mayo, Guedel, danatau lakukan
intubasi.
2. Breathing (memelihara pernapasan), dapat dilakukan dengan intubasi dan melakukan pernapasan buatan (jika kondisi
intubasi tidak memungkinkan).
3. Circulation (memelihara perfusi jaringan, otak, dan miokard), dengan cara mengatasi hipovolemia (hentikan perdarahan,
pasang infus jika perlu pasang dua jalur sekaligus, pungsi/tamponade jantung, lakukan pompa atau massase jantung jika
perlu).
Terdapat beberapa rekomendasi manajemen terapi pada pasien dengan cidera kepala berat menurut
a. Rekomendasi penggunaan manitol. Manitol sangat bermanfaat dalam kasus cidera kepala yang mengalami kenaikan TIK
dengan syarat observasi ketat agar pasien tetap euvolemia dan osmolaritas serum <320 mmol/L. Euvolumia
dipertahankan dengan memberikan volime cairan yang isotonis dan pencegahan hipotensi. Pemberiannya secara bolus
dengan dosis 0.25-1 gram/kgBB. Pada anak-anak dosis manitol yang efektifadalah infus kontinu salin 3% antara 0.1-1.0
mL/kgBB/jam
b. Rekomendasi penggunaan antibiotik. Pada CKB angka kejadian infeksi akibat intervensi pemasangan alat-alat cukup
besar, sehingga dengan memberikan antibiotik profilaksis dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas, lama rawat inap,
dan komplikasi sepsis pada pasien.
c. Rekomendasi penggunaan analgetik. Pemakaian analgetik pada kasus CKB direkomendasikan untuk mengurangi nyeri
pasien, karena munculnya rasa nyeri dapat menyebabkan peningkatan TIK yang lebih tinggi lagi. Pemakaian NSAID

seperti ketoprofen, ketorolac, metamizole bermanfaat untuk mengurangi nyeri dengan menghambat sintesa
prostaglandin melalui blokade enzim Cyclooxigenase.
d. Rekomendasi penggunaan sedatif/transquilizer. Pemakaian sedatif penting untuk penanganan pasien dengan CKB
karena dapat memfasilitasi intervensi terapi, memperbaiki kenaikan TIK, dan memastikan pasien dalam keadaan
nyaman. Pemakaian sedatif yang dianjurkan adalah:
1. Propofol loading dose dengan dosis 1-2 mg/kgBB dan dosis rumatan 1-3 mg/kgBB/jam.
2. Midazolam loading dose dengan dosis 0.03-0,3 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dan dosis rumatan 0.03-0.2
mg/kg/jam.
3. Pentothal loading dose diberikan 5-10 mg/kgBB diberikan dalam 10 menit , dan dosis rumatan 2-4 mg/kgBB/jam.
e. Rekomendasi penggunaan Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent. Pemberian terapi farmakologis acid
suppressive agent dengan H2 blocker, PPI, dan gastric mucosal protector dapat membantu menurunkan insidensi
perdarahan gastrointestinal dan stress relates mucosal damaged (SRMD). PPI lebih dianjurkan karena memiliki efikasi
yang lebih baik dibandingkan H2 blocker dan gastric mucosal agent. Dosis omeprazole yang digunakan 40 mg/12 jam iv
atau 40 mg/hari per oral.
f. Rekomedasi penggunaan citicolin. Citicolin dapat diberika pada pasien cidera otal segera setelah kejadian maupun
janhka lama dan hasilnya menunjukkan perbaikan dalam pengurangan gejala sindroma post concussion, perbaikan
GCS, serta fungsi kognitif.
g. Rekomendasi penggunaan piracetam. Penggunaan piracetam dapat diberika pada pasien cidera otak maupun pasca
cidera dengan gejala sindroma post concussion dengan efek memperbaiki gejala neurologis dan kesadaran. Dosis yang
diberikan setelah cidera otak adalah 24-30 mg/hari baik injeksi ataupun oral dan untuk pemeliharaan diberikan dengan
dosis 4800 gram/hari.

1. Subyektif : Seorang anak diantar oleh oranagtuanya ke IGD RSUD H. Boejasin dengan keluhan nyeri kepala dan benjolan
pada belakang kepala post trauma KLL dengan riwayat kepala terbentur 15 menit sebelum masuk rumah sakit.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik mengarah pada kecurigaan telah terjadi cidera kepala berat yang mengarah pada Epidural hematom
(EDH).
Gejala Klinis (penurunan kesadaran yang progresif, periode lucid interval (sadar diantara 2 kali penurunan kesadaran

dalam kurun waktu)) ,dan epistaksis.


Pemeriksaan darah rutin (dalam batas normal).
Riwayat trauma (+) 15 menit SMRS dengan mekanisme trauma dan manifestasi klinis yang mendukung ke arah cidera

kepala berat.
3. Assessment (penalaran klinis) : sesuai dengan teori, cidera kepala yang dialami tergolong dalam cidera kepala berat yang
ditandai dengan penurunan kesadaran hingga GCS 3 (E1V1M1), selain itu didapatkan pula tanda-tandafracture basis cranii
antara lain rhinorrhea, . selain itu didapatkan pula periode lucid interval yang menjadi salah satu gejala dari kemungkinan
terjadinya Epidural Hematom (EDH).
Diagnosis : E1V1M2 cidera kepala berat suspect Epidural Hematom+fracture basis cranii.
4. Planning
Non medikamentosa
1). O2 2 liter/menit. (mempertahankan perfusi jaringan agar tetap stabil).
2) Infus Nacl 0.9 % ) 20 tpm makro, jika sudah stabil lanjutkan dengan 14 tpm
3). Pro rujuk RSUD Ulin untuk CT Scan dan penanganan selanjutnya.
4) KIE keluarga untuk pemasangan intubasi.
5) Awasi tanda-tanda hipotensi, pertahankan tensi >90 mmHg.
6) Suction jika terdapat tanda-tanda sumbatan jalan napas akibat lendir atau darah.
Medikamentosa

1). Inj. Citicolin 2x250 mg


2). Inj omeprazole 40 mg/12 jam.
3). Inj. Antrain 3x1 amp.
4). Inj. Cefotaxime 2x700 mg.
5). Infus manitol 20% 140 cc dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 56 cc selama 20 menit setiap 6 jam.
Pendidikan : dilakukan kepada keluarga pasien dan keluarganya terkait kondisi penyakit, prognosis dan survival treat
pasien-pasien dengan cidera kepala berat seperti pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai