Kasus
Audit
Email
Pos
Nomor Registrasi : 112838
membentur aspal terlebih dahulu. Saat datang ke IGD pasien dalam kondisi sadar penuh dengan keadaan umum tampak sakit
sedang dan GCS E4V5M6 (Compos mentis), pasien sempat pingsan beberapa saat sebelum dibawa ke rumah sakit dan tersadar
saat perjalanan menuju rumah sakit. Keluhan muntah, mual, nyeri kepala sebelumnya disangkal. Pasien hanya mengeluhkan
benjolan yang diduga memar pada bagian belakang kepala. Selang 20 menit di IGD pasien mulai muntah, muntah air dan
makanan yang dimakan sebanyak 2 kali yang kemudian diikuti dengan epistaksis berulang sebanyak 3 kali. Setelah itu, pasien
mulai berhenti menangis, tampak lemas serta mengantuk. 15 menit kemudian pasien apneu dan segera dikonsulkan ke spesialis
2.
3.
4.
5.
6.
Kepala/Leher : Conjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), cyanosis (-),dyspneu (-), rhinorrhea (+), otorrhea (-), racoon eye
Inspeksi
: jejas thoraks (-), jejas punggung (-), retraksi dinding dada (-), ketertinggalan gerak (-/-).
Palpasi
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru, batas jantung dalam batas normal, kardiomegali (-).
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, bising (-), murmur (-)/ SDV (+/+), Rh (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi
: Timpani 4 kuadran.
Palpasi
Ekstrimitas : akral hangat 4 ekstremitas (+), CRT < 2 detik, cyanosis perifer 4 ekstremitas (-), kekuatan otot (5/5/5/5),
:10.4 mg/dl
WBC
: 17.4 . 104
: 32.5 %
Diagnosa kerja : E1V1M2 cidera kepala berat suspect Epidural Hematom+fraktur basis cranii
Planning
Pengobatan :
Non medikamentosa
1). O2 2 liter/menit. (mempertahankan perfusi jaringan agar tetap stabil).
2) Infus dengan normal saline (kristaloid) 20 tpm makro.
3). Pro rujuk RSUD Ulin untuk CT Scan dan penanganan selanjutnya.
Medikamentosa
1) Inj. Citicolin 2x250 mg
2) Inj. Ranitidin 2x1 amp.
3) Inj. Antrain 3 x1 amp.
4) Inj. Cefotaxime 2x700 mg.
Pendidikan : dilakukan kepada keluarga pasien dan keluarganya terkait kondisi penyakit, prognosis dan survival treat pasien-pasien
dengan cidera kepala berat seperti pasien tersebut
Daftar Pustaka
1. Tim Neurotrauma RSUD Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Pedoman tatalaksana cedera otak
(Guideline for Management of Traumatic Brain Injury).
2. Sjamsuhidajat., Jong, de., 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah 3rd Edition . EGC. Jakarta.
Hasil Pembelajaran
1. Mampu mengidentifikasi secara tepat dan sedini mungkin tanda-tanda cidera kepala
2. Mampu mengenali dan mengklasifikasi cidera kepala berat ke dalam cidera kepala ringan, sedang, maupun berat.
3. Mengetahui tata laksana emergency yang tepat terkait cidera kepala di Instalasi Gawat Darurat.
4. Insidensi cidera kepala di Indonesia masih cukup tinggi. Sebagai dokter jaga IGD tindakan pertama yang dapat kita lakukan
adalah primary survey dan pencegahan atau meminimalisir terjadinya secondary brain damage. Primary surey yang diutamakan
tetap berasarkan prinsip pengamanan ABC (Airways, Breathing, dan Circulation).
5. Klasifikasi klinis cidera kepala berdasarkan GCS antara lain :
a. Ringan : GCS 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
6. Terdapat beberapa sistem skoring di dalam menentukan derajat keparahan trauma/cidera berat, antara lain dengan
menggunakan glasgow coma scale untuk mengukur kesadaran (GCS) dan sistem revised trauma scoring (RTS) yang berguna
untuk mengukur keparahan, klasifikasi, dan prognosis cidera.
mandibula; tanda-tanda trauma mata meliputi perdarahan konjungtiva, bilik mata depan, kerusakan pupil, dan jejas lain.
2. Pemeriksaan leher dan tulang belakang, terutama tanda-tanda cedera servikal dan cedera medula spinalis.
3. Pemeriksaan neurologis terdiri dari tingkat kesadaran, saraf kranial terutama saraf II-III (pupil refleks cahaya,dan refleks
konsensuil), funduskopi (edema pupil, perdarahan pre retina , retinal detachment), motoris-sensoris, autonomis.
c. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan dapat meliputi kadar hb, hematokrit, dan leukosit.
d. Pencitraan.
1. Pencitraan rontgen sebetulnya dapat dilakukan untuk menemukan ada tidaknya patah tulang tengkorak. Indikasi
dilakukannya foto rontgen kepala : kehilangan kesadaran, nyeri kepala menetap, gejala neurologi fokal, jejas pada kulit
kepala, kecurigaan luka tembus, keluar cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga, deformitas tulang kepala yang
terlihat atau teraba, kesulitan penilaian klinis, pasien dengan GCS 15 tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko
tinggi
2. CT-Scan memegang peranan yang amat penting terutama pada kasus trauma kepala. CT-Scan diperlukan untuk
mengetahui secara persis ada tidaknya perdarahan, lokasi perdarahan, seberapa banyak perdarahan yang terjadi,
sekaligus menentukan manajemen/tindakan dan prognosis pasien tersebut. Indikasi dilakukannya CT Scan antara lain :
GCS 13 setelah resusitasi, penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang, nyeri kepala, muntah yang menetap,
tanda fokal neurologis (+), fraktur (+) atau kecurigaan mengarah ke fraktur, trauma tembus, evaluasi pasca operasi,
pasien multitrauma, indikasi sosial.
8. Terdapat beberapa gejala yang mengarah pada kecurigaan bahwa telah terjadi fracture basis cranii antara lain :
a. Racoons eye : periorbital ecchymosis
b. Battles sign : postauricular ecchymosis
c. Rhinorrhea/otorrhea
d. Hemotympanum atau laserasi kanalis auditoris.
Epidural hematome sendiri terjadi akibat terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan duramater.
Klinis yang paling terlihat dari EDH sendiri adalah : lucid interval dan lateralisasi.
Perjalanan klinis EDH hingga terjadi kematian sendiri cukup cepat, tetapi EDH memiliki prognosis yang paling baik jika
dibandingkan dengan jenis cidera kepala lainnya.
seperti ketoprofen, ketorolac, metamizole bermanfaat untuk mengurangi nyeri dengan menghambat sintesa
prostaglandin melalui blokade enzim Cyclooxigenase.
d. Rekomendasi penggunaan sedatif/transquilizer. Pemakaian sedatif penting untuk penanganan pasien dengan CKB
karena dapat memfasilitasi intervensi terapi, memperbaiki kenaikan TIK, dan memastikan pasien dalam keadaan
nyaman. Pemakaian sedatif yang dianjurkan adalah:
1. Propofol loading dose dengan dosis 1-2 mg/kgBB dan dosis rumatan 1-3 mg/kgBB/jam.
2. Midazolam loading dose dengan dosis 0.03-0,3 mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dan dosis rumatan 0.03-0.2
mg/kg/jam.
3. Pentothal loading dose diberikan 5-10 mg/kgBB diberikan dalam 10 menit , dan dosis rumatan 2-4 mg/kgBB/jam.
e. Rekomendasi penggunaan Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent. Pemberian terapi farmakologis acid
suppressive agent dengan H2 blocker, PPI, dan gastric mucosal protector dapat membantu menurunkan insidensi
perdarahan gastrointestinal dan stress relates mucosal damaged (SRMD). PPI lebih dianjurkan karena memiliki efikasi
yang lebih baik dibandingkan H2 blocker dan gastric mucosal agent. Dosis omeprazole yang digunakan 40 mg/12 jam iv
atau 40 mg/hari per oral.
f. Rekomedasi penggunaan citicolin. Citicolin dapat diberika pada pasien cidera otal segera setelah kejadian maupun
janhka lama dan hasilnya menunjukkan perbaikan dalam pengurangan gejala sindroma post concussion, perbaikan
GCS, serta fungsi kognitif.
g. Rekomendasi penggunaan piracetam. Penggunaan piracetam dapat diberika pada pasien cidera otak maupun pasca
cidera dengan gejala sindroma post concussion dengan efek memperbaiki gejala neurologis dan kesadaran. Dosis yang
diberikan setelah cidera otak adalah 24-30 mg/hari baik injeksi ataupun oral dan untuk pemeliharaan diberikan dengan
dosis 4800 gram/hari.
1. Subyektif : Seorang anak diantar oleh oranagtuanya ke IGD RSUD H. Boejasin dengan keluhan nyeri kepala dan benjolan
pada belakang kepala post trauma KLL dengan riwayat kepala terbentur 15 menit sebelum masuk rumah sakit.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik mengarah pada kecurigaan telah terjadi cidera kepala berat yang mengarah pada Epidural hematom
(EDH).
Gejala Klinis (penurunan kesadaran yang progresif, periode lucid interval (sadar diantara 2 kali penurunan kesadaran
kepala berat.
3. Assessment (penalaran klinis) : sesuai dengan teori, cidera kepala yang dialami tergolong dalam cidera kepala berat yang
ditandai dengan penurunan kesadaran hingga GCS 3 (E1V1M1), selain itu didapatkan pula tanda-tandafracture basis cranii
antara lain rhinorrhea, . selain itu didapatkan pula periode lucid interval yang menjadi salah satu gejala dari kemungkinan
terjadinya Epidural Hematom (EDH).
Diagnosis : E1V1M2 cidera kepala berat suspect Epidural Hematom+fracture basis cranii.
4. Planning
Non medikamentosa
1). O2 2 liter/menit. (mempertahankan perfusi jaringan agar tetap stabil).
2) Infus Nacl 0.9 % ) 20 tpm makro, jika sudah stabil lanjutkan dengan 14 tpm
3). Pro rujuk RSUD Ulin untuk CT Scan dan penanganan selanjutnya.
4) KIE keluarga untuk pemasangan intubasi.
5) Awasi tanda-tanda hipotensi, pertahankan tensi >90 mmHg.
6) Suction jika terdapat tanda-tanda sumbatan jalan napas akibat lendir atau darah.
Medikamentosa