SOSIOLOGI PARIWISATA
BENTENG SOMBA OPU
OLEH
BADI
A1N115008
LATAR BELAKANG
Benteng Somba Opu dibangun oleh Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng Matanre Karaeng
Tumaparisi Kallonna pada tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi
pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari
Asia dan Eropa.
Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga
terendam oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh
sejumlah ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak
direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah
obyek wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum bersejarah.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan
Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar,
Sulawesi Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng
Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat,
namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti
menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng
Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari
segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun
di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar
menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak
Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah
satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada
saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort
Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah
kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat
penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya
terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah
lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan
menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.
Pernyataan Wallace bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu, akan segera
terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem pertahanan yang sempurna pada
zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah
terbayangkan betapa benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan.
Ada tiga bastion yang masih terlihat sisa-sisanya, yaitu bastion di sebelah barat daya, bastion
tengah, dan bastion barat laut. Yang terakhir ini disebut Buluwara Agung. Di bastion inilah
pernah ditempatkan sebuah meriam paling dahsyat yang dimiliki orang Indonesia. Namanya
Meriam Anak Makassar. Bobotnya mencapai 9.500 kg, dengan panjang 6 meter, dan diameter
4,14 cm.
Sebenarnya, Benteng Somba Opu sekarang ini lebih tepat dikatakan sebagai reruntuhan dengan
sisa-sisa beberapa dinding yang masih tegak berdiri. Bentuk benteng ini pun belum diketahui
secara persis meski upaya ekskavasi terus dilakukan. Tetapi menurut peta yang tersimpan di
Museum Makassar, bentuk benteng ini adalah segi empat.
Di beberapa bagian terdapat patok-patok beton yang memberi tanda bahwa di bawahnya terdapat
dinding yang belum tergali. Memang, setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Gowa
yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Belanda menghancurkan benteng ini. Selama ratusan tahun,
sisa-sisa benteng terbenam di dalam tanah akibat naiknya sedimentasi dari laut.
Secara arsitektural, begitu menurut peta dokumen di Museum Makassar, benteng ini berbentuk
segi empat dengan luas total 1.500 hektar. Memanjang 2 kilometer dari barat ke timur.
Ketinggian dinding benteng yang terlihat saat ini adalah 2 meter. Tetapi dulu, tinggi dinding
sebenarnya adalah antara 7-8 meter dengan ketebalan 12 kaki atau 3,6 meter.
Benteng Somba Opu sekarang ini berada di dalam kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan.
Wisatawan dapat menikmati bentuk-bentuk rumah tradisional Sulawesi Selatan seperti rumah
tradisional Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar tak jauh dari benteng.
KEUNIKAN BENTENG SOMBA OPU
Arsitektur benteng ini adalah berbentuk segi empat, dengan panjang 2 km, berketinggian 7-8
meter, dan ketebalan dinding benteng mencapai 3.6 meter. Konstruksi yang sangat kokoh dari
Benteng Somba Opu adalah sebuah sistem pertahanan yang kuat mengingat benteng ini adalah
pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari
Asia dan Eropa pada masa lampau.
Hingga saat ini, pemugaran benteng masih dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya
pelestarian sejarah yang mengagumkan pada masa lampau di Sulawesi Selatan. Di dalam
kawasan benteng ini, telah dibangun berbagai rumah adat tradisional dari semua suku bangsa di
Sulawesi Selatan. Setiap rumah adat dibentuk secara artistik dan unik yang menggambarkan
kekhususan filosofi budaya dari tiap-tiap suku bangsa di Sulawesi Selatan.
Tempat wisata di Makassar yang satu ini memiliki sebuah meriam legendaris yang dinamakan
dengan Baluwara Agung, berukuran panjang 9 meter dan berbobot 9.500 kg, serta juga
terdapat museum yang berisi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Gowa.
Di dalam kawasan benteng, Anda juga akan menemukan taman satwa dan waterboom yang
dilengkapi dengan sejumlah fasilitas pendukung, terkenal dengan sebutan Gowa Discovery Park.
Untuk dapat masuk ke Gowa Discovery Park, Anda harus membayar tiket masuk sebesar Rp 85
ribu, menjadi Rp 100 ribu di saat akhir pekan.
Sementara itu, tiket masuk Benteng Somba Opu adalah sebesar Rp 2 ribu per orang.