Anda di halaman 1dari 2

PEMILU DI INDONESIA

Pemilu di Indonesia Perubahan politik besar yang terjadi pada tahun 1998 yang ditandai oleh lengsernya Presiden
Soeharto mempunyai implikasi yang luas, salah satu diantaranya adalah kembalinya demokrasi dalam kehidupan
politik nasional. Pemilu yang betul-betul LUBER berlangsung pada tahun 1999 dan diikuti oleh 48 parpol.
Demokratisasi ini membawa konsekuensi pola relasi antara Presiden dan DPR mengalami perubahan cukup
mendasar. Jika pada masa lalu DPR hanya menjadi tukang stempel, masa kini mereka bertindak mengawasi
presiden. Disini dicoba dilansir suatu model atau format politik yang tidak lagi executive heavy ( atau bahkan
dominan ) seperti pada masa Orde Baru, tetapi juga tidak terlalu legislative heavy seperti pada masa orde lama atau
masa Demokrasi Parlementer yang sudah menjadi stigma negatif. Jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 yang
kemudian digantikan oleh Wakilnya BJ Habiebie memulai babak baru dalam proses demokratisasi di Indonesia.
Tidak adanya legitimasi dari para anggota legislative produk pemilu 1997 pada mas Orde Baru mengakibatkan
banyaknya tuntutan untuk segera melaksanakan pemilu pada saat itu. BJ Habiebie sebagai pengganti Soeharto
secara konstitusional kemudian memiliki tugas utama yakni menyelenggarakan pemilu. langkah awal Habiebie pada
saat itu adalah membentuk Tim Tujuh yang bertugas untuk mempersiapkan pemilu secara segera. Selain itu juga,
Golkar yang merupakan produk kekuasaan Orde Baru kemudian memepersiapkan diri menjadi partai politik baru,
serta perpecahan PPP menjadi banyak partai pada saat itu merupakan langkah awal dari proses demokratisasi di
Indonesia. Selama pemerintahan Orde Baru bangsa Indonesia telah menjalakan Pemilihan Umum, diawali dari tahun
1966 hingga tahun 1997 telah diadakan 6 (enam) kali pemilihan umum secara berkala, yakni berturut-turut dari tahun
1971, tahun 1977, tahun 1982, tahun 1987, tahun 1992 dan tahun 1997, begitu pula pada era reformasi telah
diselenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh multipartai tanggal 7 Juni 1999 dan pemilu berikutnya pada
tanggal 5 April 2004. Terkait dengan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999 rakyat hanya memilih
mereka di lembaga parlemen, setelah itu barulah anggota MPR yang memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Bergulirnya gerakan reformasi telah melahirkan beberapa perubahan, termasuk dalam soal penyelenggara pemilu
tahun 1999. Sistem multi partai pemilu 1999 ternyata benar-benar membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebelumnya
terbelenggu aspirasi politiknya, karena dalam perjalanannya partai politik yang sudah ada tidak sesuai dengan
aspirasi masyarakat, partai-partai yang sudah ada hanya mempertahankan status quo saja. Munculnya banyak partai
politik dengan segmen dan ideologi yang beragam membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebenarnya tidak buta
politik meskipun sistem pemilunya masih proporsional tanpa menyertakan nama calegnya dalam kartu suara, tetapi
pemilu pada masa reformasi menjadi ajang kompetisi yang cukup sehat bagi para kontestan pemilu. Dari segi
kelembagaan pelaksanaan pemilu 1999 mengawali sebuah pemilu yang mendekati demokratis, dengan adanya
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang di dalamnya mempresentasikan golongan pemerintahan dan partai politik.
Selain itu, terdapat juga lembaga pengawas pemilu dan lembaga pemantau pemilu non partisan yang bertujuan
untuk mengawasi pelaksanaan pemilu. Dari pelaksanaan pemilu tahun 1999 ini dapat dikatakan merupakan langkah
awal meunuju proses demokratisasi di Indonesia, karena mengingat sebelumnya yakni pada masa orde baru partai
politik yang menjadi kontestan pemilu hanya 3 partai saja, akan tetapi pada tahun 1999 begitu banyak partai politik
yang ikut serta. System pemilu dan pelembagaan pemilu juga berlangsung transparan dan dapat mencerminkan
langkah awal menuju Negara yang demokratis. Satu hal juga bahwa dalam pemilu 1999 terdapat lembaga
pengawasan pemilu yang walaupun dengan kekurangannya, hal ini merupakan cerminan dari keinginan masyarakat
akan terwujudnya pemilu yang jujur, adil, akuntabel serta memunculkan pemimpin sesaui dengan harapan
masyarakat. Pemilu selanjutnya dilaksanakan adalah pada tahun 2004. Pemilu tahun 2004 ini mempunyai makna
yang sangat strategis bagi masa depan bangsa Indonesia karena merupakan momentum ujian bagi kelanjutan

agenda reformasi dan demokratisasi. Apabila pemilu sistem multipartai pada 1999 menandai berlangsungnya transisi
demokrasi, maka pemilu tahun 2004 diharapkan menjadi momentum pulihnya kedaulatan rakyat, tegaknya
pemerintahan yang bersih serta bebas korupsi, dan berakhirnya krisis bersegi-banyak yang dialami bangsa
Indonesia. Berbeda dengan pemilu pada tahun 1999, pemilu pada tahun 2004 dari segi kelembagaan pemilu ada
perubahan, komposisi Komisi Pemilihan Umum tidak lagi seperti pemilu 1999. Komisi Pemilihan Umum berdasarkan
Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tidak lagi menyertakan wakil-wakil dari partai politik dan pemerintah. Selain
itu, Komisi Pemilihan Umum memiliki kewenangan yang sangat besar baik kewenangan menyiapkan dan
melaksanakan pemilu dari segi prosedur juga harus menyediakan logistik pemilu, kewenangan yang besar itu
sebenarnya dalam praktiknya dapat berakibat pada terganggunya kinerja Komisi Pemilihan Umum, selain juga tugas
menyiapkan daftar pemilih yang tidak di dapatkan dari Departemen Dalam Negeri. Sistem kepartaian pada pemilu
tahun 2004 memang menawarkan banyak pilihan pada rakyat dan rakyat cukup kritis dalam menjatuhkan pilihannya,
meskipun pemilu tahun 2004 diwarnai oleh berbagai kerumitan, tetapi secara umum sistem pemilu tahun 2004 lebih
baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Pemilih dapat menentukan sendiri pilihannya baik pilihan partainya maupun
pilihan wakil-wakilnya, sistem pemilihan dengan memilih partai, calon legislatif, calon Presiden dan Wakil
Presidennya dapat menciptakan kontrol yang kuat dari rakyat terhadap wakilnya di lembaga legislatif maupun
eksekutif, sehingga nantinya wakil yang dipilih secara langsung oleh rakyat akan mampu menjalankan fungsi
kekuasaan pemerintahan negara Pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam UndangUndang Dasar 1945 setelah perubahan maupun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 merupakan masalah
yang benar-benar baru bagi bangsa Indonesia. Pemilu tahun 2004 telah membawa Indonesia memasuki babak baru
dalam perpolitikan nasional, bahwa pemilihan langsung pada pemilu kali ini merupakan perkembangan politik yang
sangat besar. Dengan adanya pemilihan langsung oleh rakyat pasca pemilu tahun 2004, maka Presiden secara
politik tidak akan bertanggungjawab lagi kepada MPR melainkan akan bertanggungjawab langsung kepada rakyat
yang memilih Presiden. Dengan suksesnya pelaksanaan pemilihan umum tahun 2004 dan terpilihnya Presiden dan
Wakil Presiden yang merupakan hasil dari pemilu yang dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat, merupakan
wujud dari berhasilnya proses demokratisasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilu tahun 2004 yang sangat sulit dan
rumit, yang bahkan mungkin saja tersulit yang pernah ada di dunia dapat dilaksanakan di Indonesia dengan tanpa
ada konflik serta perpecahan, mengingat Indonesia pada saat itu masih berada dalam transisis demokrasi. Pemilu
2004 lah menurut saya merupakan tonggak demokratisasi di Indonesia yang kemudian tinggal diteruskan melalui
pemilu-pemilu selanjutnya dengan penyempurnaan disana-sini yang dianggap masih kurang. Aspek actor-aktor
politik yang ada pada saat itu serta aspek kelembagaan pada pemilu 2004 yang oleh banyak pihak akan gagal
menyelenggarakan pemilu pada saat itu terbantah dengan suksesnya pemilu 2004 dilaksanakan. Maka dapat
dikatakan bahwa bangsa ini dalam konteks pemilu telah sukses berdemokrasi melalui pelaksanaan pemilu tahun
2004.
Selengkapnya:http://www.kompasiana.com/walidmusthafa/pemilu-dan-proses-demokratisasi-di
indonesia_5512168d813311c953bc5fcf

Anda mungkin juga menyukai