Anda di halaman 1dari 8

Infeksi Saluran Kemih yang Berhubungan dengan Urolithiasis

Mohd Zaid bin Ahmad Zalizan


UKRIDA
zaid_zalizan@yahoo.com
Pembimbing: dr. Nuniek Endang, Sp.PD

Abstract
Urinary tract infection (UTI) is a case that is often found in the field of medical
practice. It is estimated that approximately 8 million cases of UTI are found in the US
every year in which one third of them are women under the age of 24 years. UTI can be
divided up into two, namely the upper and lower UTI. Much like other acute infections,
antibiotic use can be used to overcome this disease. Often, urinary tract infections are
associated with urinary tract stones. Urinary tract stones still be one of the health
problems that most often occurs in urology department around the world, including in
Indonesia. Urinary tract stones are stone formation caused by the deposition of
substances contained in the urine. The process of stone formation is called urolithiasis,
and can be formed in the kidney (nephrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), bladder
(vesicolithiasis), and the urethra (urethrolithiasis). This literature review will discuss
about UTI, how urinary tract stones can cause a UTI and appropriate management for
such cases
Keyword: Urinary tract infection, urolithiasis.

Abstrak
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan suatu kasus yang sering ditemukan di
lapangan praktek kedokteran. Diperkirakan kurang lebih 8 juta kasus ISK ditemukan di
Amerika tiap tahun di mana sepertiga darinya adalah perempuan yang di bawah usia 24
tahun. ISK dapat dibagikan menjadi dua yaitu ISK bagian atas dan bawah. Mirip seperti
infeksi akut yang lain, penggunaan antibiotika dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
ini. Sering kali infeksi saluran kemih dihubungkan dengan adanya batu saluran kemih.
Batu saluran kemih masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling sering
terjadi pada bagian urologi di dunia, termasuk di Indonesia. Batu saluran kemih adalah
terbentuknya batu disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air
kemih. Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat dibentuk pada ginjal
(nephrolithiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan uretra
(urethrolithiasis). Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang ISK, bagaimana batu
saluran kemih dapat menyebabkan terjadinya ISK dan tatalaksana yang sewajarnya untuk
kasus seperti ini.
1

Kata kunci: Infeksi saluran kemih, urolithiasis.


Pendahuluan
Infeksi saluran kemih, yaitu istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urin yang menginfeksi organ saluran kemih, seperti ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra. Faktor yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih yaitu
apabila terjadi litiasis, obstruksi saluran kemih, salah satunya apabila terdapat batu pada
saluran kemih, diabetes melitus pasca tranplantasi ginjal, senggama, kehamilan dan
katerisasi. ISK secara anatomis dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu ISK atas dan ISK
bawah. ISK atas terdiri dari pielonefritis, prostatitis, ureteritis sedangkan ISK bawah
terdiri dari sistitis dan urethritis.
Infeksi saluran kemih ini merupakan penyakit infeksi yang kedua tersering pada
tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per
tahunnya. Insidensi infeksi saluran kemih di setiap negara mempunyai data statistik yang
berbeda, karena dipengaruhi oleh tingkat kesehatan dan pelayanan medis di negara
tersebut. Di Indonesia, insidensi dan prevalensinya masih cukup tinggi. Kejadian ini
dikarenakan tingkat dan taraf kesehatan masyarakatnya yang masih jauh dari standar dan
tidak meratanya tingkat kehidupan ekonomi sosialnya, sehingga berdampak lansung pada
tingginya kasus infeksi saluran kemih di Indonesia.
Infeksi saluran kemih juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari batu pada saluran
kemih. Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah adanya batu dalam saluran kemih,
dapat terjadi mulai dari ginjal hingga uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri
atas salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium, oksalat, kalsium fosfat, sistin,
struvit, atau xantin.

Pembahasan
Infeksi saluran kemih dikarenakan adanya mikroorganisme yang terdapat dalam
urin dan menginfeksi saluran tersebut. Berbagai organisme yang dapat menginfeksi
saluran kemih manusia. Escherichia coli adalah penyebab dari 80-85% ISK dan
Staphylococcus sp. menjadi penyebab pada 5-10% kasus ISK. Meskipun jarang, infeksi
2

virus dan jamur juga dapat menginfeksi saluran kemih. Bakteri biasanya akan masuk ke
kandung kemih lewat uretra, atau dapat juga lewat darah atau pembuluh limfe. Setelah
memasuki kandung kemih, bakteri akan menempel pada dinding kandung kemih dan
membentuk biofilm yang kebal terhadap respon kekebalan tubuh. Setelah dari kandung
kemih, bakteri dapat naik ke ginjal melalui ureter sehingga menyebabkan adanya infeksi.
Pada infeksi saluran kemih atas biasanya ditandai dengan gejala adanya demam, nyeri,
mual, muntah, hipotensi atau syok, sedangkan pada infeksi saluran kemih bagian bawah
terdapat dysuria, urgensi, frekuensi, nyeri pada bagian suprapubik, urin yang malodor dan
keruh, dan dapat juga adanya hematuria.
Infeksi asendens sering ditemukan, terutama pada wanita; 10-20% wanita
kemungkinan menderita bakteriuria selama kehidupannya, dimana 1% dijumpai pada
anak perempuan yang masih sekolah, 4% pada wanita muda, 7% pada wanita diatas lima
puluhan tahun. Infeksi saluran kemih pada wanita 10 kali lebih besar dari pada laki-laki.
90% infeksi saluran kemih pada anak-anak terjadi pada anak perempuan, hal ini terjadi
karena pendeknya saluran uretra. Gejala yang sering ditemukan adalah frekuensi dan
disuria yang disertai perasaan nyeri suprapubik dan pinggang, demam dan reaksi
sistemik. Adanya semua gejala ini menunjukkan persangkaan yang kuat suatu infeksi
saluran kemih, akan tetapi diagnosa pasti adalah dengan terbuktinya bekteriuria yang
signifikan pada urin kultur. Beberapa penyelidik menyatakan bahwa 50% dari
keseluruhan penderita yang mengeluh frekuensi disuria, yang menunjukkan adanya
bakteriuria. Pada kelompok usia lebih tua insidens infeksi saluran kemih meningkat pada
pria, karena pada pria infeksi saluran kemih sering terjadi sehubungan penyakit obstruktif
seperti benign prostate hyperplasia (BPH) dan secara asendens dengan instrumentasi
(kateterisasi).
Biasanya pada kasus sederhana, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
yang dialami saja tanpa konfirmasi laboratorium yang lebih lanjut. Dalam kasus yang
kompleks atau yang meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan, seperti urinalisis,
melihat apakah terdapat nitrit urin, leukosit, atau esterase leukosit. Pemeriksaan yang lain
seperti mikroskopis urin, untuk melihat apakah adanya bakteri pada urin, dan kultur urin
dinyatakan positif bila jumlah koloni bakteri yang didapat lebih besar atau sama dengan
3

105 unit pembentuk koloni per millimeter organisme saluran kemih biasa. Sensitivitas
antibiotik juga dapat diuji dengan kultur ini, yang berguna dalam pemilihan pengobatan
antibiotik.
Salah satu faktor pencetusnya seperti telah dijelaskan di atas adalah disebabkan
oleh terdapatnya obstruksi pada saluran kemih misalnya terjadi pembentukan batu. Batu
saluran kemih atau urolithiasis menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal, batu
ureter, batu kandung kemih dan batu uretra. Pembentukan batu saluran kemih
memerlukan keadaan supersaturasi dalam pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu
ditemukan dalam air kemih normal. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali
sepenuhnya, ada dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi
kristal, progresi kristal atau agregasi kristal. Faktor risiko penyebab terbentuknya batu
diantaranya yaitu hiperkalsiuria, hipositrauria, hiperurikosuria, penurunan jumlah air
kemih, jenis dan jumlah cairan yang diminum, hiperoksaluria, dan faktor diet. Gejala
yang terlihat pada pasien batu saluran kemih yaitu nyeri yang hebat pada daerah ginjal
yang nantinya akan beradiasi ke daerah lain. Selain itu, terdapat juga hematuria, demam,
takikardia, hipotensi, mual dan muntah. Batu dalam saluran kemih dapat mengakibatkan
keadaan darurat apabila batu turun ke dalam sistem kolektikus, sehingga menyebabkan
seperti adanya kolik ginjal, dan infeksi pada saluran kemih yang terdapat dalam
sumbatan.

Patofisiologi
Infeksi saluran kemih dari sumber infeksi lain ditubuh secara hematogen jarang
ditemukan. Kadang ada hubungan kausal yang erat infeksi saluran kemih dengan
urolitiasis dan obstruksi saluran kemih. Umumnya infeksi dicegah oleh pengaliran arus
kemih yang tidak terganggu. Setiap stasis, gangguan urodinamik, atau hambatan arus
merupakan faktor pencetus infeksi. Lingkungan statis dan infeksi memungkinkan
terbentuk batu yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena
bersifat benda asing. Stasis urin, urolitiasis, dan infeksi saluran kemih merupakan
peristiwa yang saling mempengaruhi. Secara berantai saling memicu, saling
memberatkan dan saling mempersulit penyembuhan.
4

Secara fisiologis, bakteri pada kandung kemih dapat dibersihkan dengan cepat
melalui mekanisme aliran urin, pelarutan dan sifat antibakteri dari urin dan mukosa
dinding kemih. Selain itu, kandungan urea serta osmolaritas urin yang tinggi juga
menghambat pertumbuhan bakteri. Sel epitel kandung kemih mensekresikan sitokin dan
kemokin (IL-6 dan IL-8) yang menyebabkan sel polimorfonukler masuk ke epitel
kandung kemih dan urin pada saat terjadi infeksi. Sel-sel ini akan berinteraksi dan
membunuh bakteri. Selain itu, introitus vagina dan uretra distal mempunyai flora normal
yaitu basil Gram negatif yang tidak menyebabkan ISK. Namun, terdapat beberapa faktor
yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap kolonisasi mikroorganisme penyebab ISK
terutama yang akan dibahas adalah stasis urin yang lebih berhubungan obstruksi saluran
kemih yang disebabkan oleh urolitiasis.
Batu saluran kemih biasanya terjadi akibat gangguan keseimbangan antara bahan
pembentukan batu dengan faktor penghambat. Dan juga diketahui ginjal harus
menghemat air tetapi juga harus mengeskresikan materi yang mempunyai kelarutan yang
rendah. Kedua keperluan yang berlawanan dari fungsi ginjal tersebut harus dipertahankan
keseimbangannya terutama selama penyesuaian terhadap kombinasi diet, iklim dan
aktifitas. Masalahnya sampai seberapa luas kejadian batu berkurang dengan fakta adanya
bahan yang terkandung di urin yang menghambat kristalisasi garam kalsium dan yang
lainnya yang mengikat kalsium dalam komplek larut. Bila urin menjadi sangat jenuh
dengan bahan yang tidak larut (seperti; kalsium, asam urat, oksalat dan sistin) karena
tingkat ekskresi yang berlebihan dan atau karena penghematan air yang ekstrim dan juga
zat protektif terhadap kristalisasi kurang sempurna atau menurun (seperti; pirofosfat,
magnesium dan sitrat), menyebabkan terjadinya kristalisasi yang kemudian berkembang
dan bersatu membentuk batu. Dengan demikian terlihat bahwa keseimbangan antara
faktor penghambat dengan faktor pembentuk sangat berpengaruh terhadap pembentukan
batu urin ini.
Seperti yang diketahui, patofisiologi pembentukan batu berbeda-beda sesuai
dengan lokasinya. Batu pada ginjal terbentuk akibat supersaturasi urine dengan garam
yang dapat membentuk batu. Pada kasus yang lebih jarang, batu ginjal juga dapat
disebabkan oleh infeksi berulang oleh bakteri yang memproduksi urease. Selain itu,
5

pembentukan batu juga dapat dipresipitasi oleh stasis (bendungan) pada traktur urinarius
bagian atas jika pasien mengalami kelainan anatomi lokal tertentu. Batu buli umumnya
diakibatkan oleh stasis urin dan/atau infeksi berulang akibat obstruksi uretra atau buli
neurogenik. Batu ginjal lebih sering terjadi pada orang yang sehat sedangkan batu buli
pada orang dengan kelainan neurologis (neutrogenic bladder) atau anatomis (obstruksi
infravesikal). Batu kandung kemih pada dewasa biasanya merupakan manifestasi dari
kondisi patologi yang mendasar, seperi gangguan pengeluaran urin dan adanya benda
asing. Gangguan pengeluaran bisa karena striktura, pembesaran prostat, bladder neck
contracture, kelemahan dan kekakuan kandung kemih akibat kelainan neurogenik, dan
semua yang menyebabkan stasis urin. Dengan adanya pembentukan batu pada saluran
kemih, aliran urin akan terganggu sehingga dapat terjadi stasis yang berkepanjangan dan
memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri pada saluran kemih.

Teori Pembentukan Batu


Batu urin terdiri dari 2 komponen yaitu komponen kristal dan komponen matrik.
Komponen kristal merupakan salah satu dari komponen batu. Tahapan pembentukan batu
yaitu : nukleasi, perkembangan, dan aggregasi melibatkan komponen kristal.
Pembentukan inti (nukleasi) mengawali proses pembentukan batu dan mungkin
dirangsang oleh berbagai zat termasuk matrik protein, kristal, benda asing, dan partikel
jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe dapat sebagai nidus untuk nukleasi dari tipe lain.
Ini sering terlihat pada kristal asam urat yang mengawali pembentukan batu kalsium
oksalat. Sedangkan komponen matrik pada batu urin adalah bahan non kristal, bervariasi
sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu. Komposisinya
terutama terdiri protein, dengan sejumlah kecil hexose dan hexosamine.
Terdapat beberapa teori pembentukan batu yaitu antaranya:
1. Teori pembentukan inti: Teori ini mengatakan bahwa pembentukan batu berasal dari
kristal atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh
beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien
dengan hiperekresi atau mereka dengan resiko dehidrasi. Tambahan, banyak penderita
6

batu dimana koleksi urin 24 jam secara komplit normal. Teori inti matrik: Pembentukan
batu saluran kemih membutuhkan adanya substansi organik sebagai pembentuk inti.
Substansi organik terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi: Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin
seperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion.
3. Teori presipitasi-kristalisasi: Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas
substansi dalam urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, xastin, asam urat,
sedang didalam urin yang basa akan mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat: Mengatakan bahwa tidak adanya atau
berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu urin seperti fosfopeptida,
pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah
pembentukan batu urin. Teori ini tidaklah benar secara absolut karena banyak orang
dengan kekurangan zat penghambat tidak pernah menderita batu.
5. Teori lain: Berkurangnya volume urin yaitu kekurangan cairan akan menyebabkan
penigkatan konsentrasi zat terlarut (misalnya kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang
mana dapat menimbulkan pembentukan kristal di urin.
Penatalaksanaan ISK dengan Urolithiasis
Terapi Non Farmakologis

Terapi Farmakologis
Terapi aktif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) dipilih karena teknik
ini menggunakan alat dapat yang memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu
buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. ESWL didasarkan pada prinsip
bahwa gelombang kejut bertekanan tinggi akan melepaskan energi ketika melewati areaarea yang memiliki kepadatan akustik berbeda. Gelombang kejut yang dibangkitkan di
luar tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu menggunakan berbagai teknik geometrik.
Gelombang kejut melewati tubuh dan melepaskan energinya saat melewati sebuah batu.
Tujuan dari metode ini adalah untuk memecah batu menjadi partikel-partikel yang cukup
7

kecil sehingga dapat melewati ureter tanpa menimbulkan nyeri yang berarti (Straub et al.,
2005; Samplaski et al., 2009).
ESWL adalah prosedur yang paling sedikit bersifat invasif dari keempat metode
diatas. Dan pasien bisa menjalani aktivitas normal hanya dalam beberapa hari dan waktu
pemulihan yang paling cepat. Batu berukuran diameter <10mm paling sering dijumpai
dari semua batu ginjal tunggal. Terapi ESWL untuk batu ini memberikan hasil
memuaskan dan tidak bergantung pada lokasi ataupun komposisi batu. Batu berukuran
10-20 mm pada umumnya masih diterapi dengan ESWL sebagai lini pertama. Namun,
hasil ESWL dipengaruhi oleh komposisi dan
lokasi sehingga faktor tersebut harus dipertimbangkan (Samplaski et al., 2009).

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai