Anda di halaman 1dari 10

Nama : Chrisstien M C

Nim : 2013-32-039

MANAJEMEN LABA
ABSTRAKSI
Manajemen laba merupakan praktik akuntansi yang banyak diterapkan oleh manajer
perusahaan, yang dilakukan dengan memilih kebijakan akuntansi tertentu dan menggunakan
akrual sebagai bagian dari komponen laba. Manajer memiliki motivasi tertentu untuk
melakukan manajemen laba, yang dilakukan melalui pola take a bath, maksimalisasi laba,
minimalisasi laba, atau perataan laba.

A.

Definisi Manajemen Laba

Manajemen Laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk
mempengaruhi laba (income) yang dilaporkan yang dapat memberikan informasi mengenai
keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan
dalam jangka panjang bahkan merugikan perusahaan (Primanita&Setiono,2006). Sementara
itu, Philips, et al. (2003) dalam Ronen (2008) menyebutkan bahwa manajemen laba adalah
strategi untuk menghasilkan laba akuntansi yang dicapai melalui kebebasan manajemen
dalam memilih kebijakan akuntansi dan arus kas operasi. Definisi lain disebutkan oleh
Schiper (1989) dalam Kusuma (2006) yakni manajemen laba adalah suatu intervensi yang
disengaja dilakukan dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal
untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
Untuk semua alasan tersebut, terlihat bahwa manajer mempunyai kepentingan kuat terhadap
laba (bottom line). Manajer dapat memilih kebijakan akuntansi dari suatu rangkaian
kebijakan, maka alamiah untuk menganggap bahwa mereka akan memilih kebijakan yang
akan memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar dari perusahaan. Hal inilah yang
disebut sebagai manajemen laba. Hal ini sesuai dengan asumsi Teori Keagenan, yang
menyatakan bahwa setiap individu cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya
(Kusuma&Sari,2003).
Manajemen laba dapat dilihat baik dari perspektif kontraktual maupun pelaporan keuangan
(Scott,2009).
1.

Dari perspektif kontraktual, manajemen laba dapat digunakan sebagai cara menurunkan
biaya untuk melindungi perusahaan dari konsekuensi realisasi yang tidak terduga ketika
adanya kontrak yang kaku dan tidak lengkap.

2.

Dari perspektif pelaporan keuangan, manajer akan mampu mempengaruhi nilai pasar dari
saham perusahaan dengan manajemen laba.
Dari dua perspektif tersebut, kita dapat melihat bahwa manajemen laba memiliki sisi yang
baik dan sisi yang buruk. Namun, beberapa manajer mungkin menyalahgunakan manajemen

laba. Selain itu, manajemen laba yang berlebihan dapat mengurangi keandalan dari pelaporan
keuangan.
B.

Manajemen Laba dan Pilihan Kebijakan Akuntansi

Sebagaimana disebutkan oleh Scott (2009), manajemen laba adalah pilihan bagi manajer
terhadap kebijakan akuntansi untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik. Dalam hal ini,
pilihan kebijakan akuntansi sendiri sangat luas. Ada dua kategori kebijakan akuntansi, yaitu :
1.

Kebijakan akuntansi itu sendiri (per se). Contohnya adalah amortisasi garis lurus versus
amortisasi saldo menurun, atau kebijakan untuk pengakuan pendapatan.

2.

Akrual diskresioner. Contohnya adalah cadangan untuk kerugian kredit,biaya jaminan, nilai
persediaan dan timing serta jumlah item-item tidak berulang dan luar biasa seperti
penghapusan dan cadangan untuk reorganisasi.
Dalam hal ini, perlu kita perhatikan bahwa pilihan terhadap kebijakan akuntansi harus
memperhatikan adanya hukum besi hukum besi (iron law) di sekeliling manajemen laba,
yang berbentuk pembalikan akrual (accruals reverse). Oleh karena itu, manajer yang
mengatur kenaikan laba saat ini akan menemukan bahwa pembalikan dari akrual dalam
periode selanjutnya akan memaksa penurunan laba masa depan. Untuk itu, ketika perusahaan
memiliki kinerja buruk, manajemen laba tidak dapat menunda perhitungannya dalam jangka
waktu yang tidak terbatas.

C.
1.

Motivasi Manajemen Laba

Untuk Tujuan Bonus


Dalam Teori Akuntansi Positif sebagaimana yang dikemukakan oleh Watts and Zimmerman
(1990), salah satu hipotesis kunci adalah hipotesis rencana bonus. Dalam kondisi ceteris
paribus, hipotesis ini memprediksi bahwa jika seorang manajer diberi reward atas ukuran
kinerja seperti laba akuntansi, manajer tersebut akan cenderung meningkatkan laba dengan
maksud agar bonus yang diperolehnya pun akan meningkat. Berkaitan dengan manajemen
laba, pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan akan
lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini
sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai
pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini (Halim,et al, 2005) .
Berkaitan dengan hipotesis tersebut, Healy (1985, dalam Scott,1999) dalam papernya yang
berjudul The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions, melakukan penyelidikan
yang terus berkembang untuk manajemen laba dengan motivasi kontraktual. Paper ini
merupakan perluasan dari hipotesis rencana bonus, yang menyatakan bahwa manajer dari
perusahaan dengan rencana bonus akan berusaha memaksimalkan laba saat ini. Dengan
melihat lebih dekat pada struktur rencana bonus, Healy muncul dengan prediksi khusus
terhadap bagaimana dan dalam kondisi apa manajer akan terlibat dalam tipe manajemen laba.
Bonus kas biasanya berdasarkan laba bersih. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu
bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi).

Jika laba berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba
berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan.
Studi Healy terbatas pada perusahaan yang rencana kompensasinya didasarkan hanya pada
laba bersih yang dilaporkan saat ini. Dalam sampel Healy, tidak semua skema memiliki cap,
meskipun mereka semua memiliki bogey.
Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan
harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba
berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan
berusaha menaikkan laba bersih perusahaan. Berdasarkan skema di atas, Healy
mempersempit hipotesis rencana bonus, yaitu bahwa motivasi manajemen untuk menaikkan
laba bersih benar-benar terjadi ketika laba bersih diantara bogey dan cap.
Untuk mengetahui bagaimana manajer mengelola laba bersih, Healy mempertimbangkan dua
pendekatan. Pertama dengan mengendalikan beragam akrual, dimana akrual didefinisikan
secara luas untuk menyertakan porsi dari item pendapatan dan beban pada laporan laba rugi
yang tidak ditampilkan di laporan arus kas. Kedua adalah dengan mengubah kebijakan
akuntansi itu sendiri (per se).
Berkaitan dengan akrual, formula akrual dalam pembentukan laba bersih adalah sebagai
berikut :

Laba bersih = arus kas operasi

akrual bersih

Laba bersih = arus kas operasi

akrual non-diskresioner bersih

akrual diskresioner

bersih
Dalam penelitian Healy, beberapa akrual yang dipertimbangkan antara lain :
a.

Beban amortisasi. Beban amortisasi tahunan ditetapkan berdasarkan kebijakan amortisasi


perusahaan dan estimasi atas masa manfaat aset. Berdasarkan kebijakan ini, beban amortisasi
adalah akrual nondiskresioner.

b.

Peningkatan dalam piutang bersih. Mengasumsikan bahwa peningkatan ini berasal dari
penurunan akun cadangan piutang ragu-ragu, yang dihasilkan dari estimasi konservatif yang
lebih kecil dari tahun sebelumnya. Akrual ini merupakan diskresioner, karena manajemen
memiliki fleksibilitas untuk mengendalikan jumlahnya. Alasan lain untuk peningkatan
piutang adalah kebijakan kredit yang lebih lunak, pembukuan yang tetap terbuka melewati
akhir tahun,atau peningkatan dalam volume bisnis. Dua alasan pertama merupakan akrual
diskresioner dan yang ketiga non-diskresioner.

c.

Peningkatan dalam persediaan. Mengasumsikan bahwa peningkatan ini berasal dari stok
perusahaan selama periode yang melebihi kapasitas manufaktur. Hasilnya adalah untuk
memasukkan biaya overhead tetap dalam persediaan daripada membebankannya dalam beban
sebagai varian volume yang tidak menguntungkan.

d.

Penurunan dalam hutang dan kewajiban akrual. Mengasumsikan bahwa penurunan ini
berasal dari perusahaan yang optimistik terhadap klaim jaminan (warranty) atas produknya
dibanding tahun sebelumnya. Alternatif lainnya, penurunan ini karena mempertimbangkan
item seperti kontijensi dibandingkan dengan akrual. Dalam hutang juga terdapat ruang yang
luas untuk akrual diskresioner.
Hasil penelitian yang ditunjukkan Healy dengan pendekatan pertama konsisten dengan
hipotesis yang dikemukakan, yaitu bahwa manajer akan melakukan manajemen laba bila laba
bersih berada antara bogey dan cap.
Pendekatan kedua untuk mencari bukti yang konsisten dengan manajemen laba adalah
dengan menguji perubahan sukarela dari kebijakan akuntansi. Perubahan kebijakan akuntansi
tidak sama halnya sebagai sarana bagi manajemen laba oportunistik yang diinginkan seperti
akrual. Alasannya adalah bahwa perubahan akuntansi sangat terlihat bila dibandingkan
dengan cara akrual dan standar konsistensi mencegah kebijakan akuntansi tertentu untuk
berubah terlalu sering. Oleh karenanya, perubahan kebijakan akuntansi cenderung menjadi
senjata yang tumpul dan tidak fleksibel. Healy tidak menemukan perusahaan sampelnya
menggunakan perubahan kebijakan akuntansi dengan cara yang sama ketika menggunakan
cara akrual.
Namun demikian, jika manajer akan mengubah kebijakan akuntansi, waktu yang baik untuk
melakukannya adalah sesaat setelah pendahuluan atau amandemen dari bonus plan. Manajer
mungkin termotivasi pada saat itu untuk mengadopsi perubahan kebijakan akuntansi yang
meningkatkan laba (contohnya, mengubah amortisasi akselerasi menjadi garis lurus).
Perubahan kebijakan ini akan meningkatkan bonus di tahun-tahun ke depan, khususnya bila
tidak ada cap dalam skema bonus.
Pengujian Healy dilakukan dengan mengklasifikasikan perusahaan sampel ke dalam dua
portofolio setiap tahun dari 1968 sampai dengan 1980. Satu portofolio berisi perusahaan yang
mengadopsi atau mengubah bonus plan dalam suatu tahun, yang lainnya berisi perusahaan
yang tidak melakukannya. Jika argumen di atas benar, portofolio pertama akan terdapat lebih
banyak perubahan kebijakan akuntansi daripada yang kedua.
Hasil penelitian Healy menunjukkan bahwa :

a.

9 dari 12 tahun di mana perbandingan dibuat, portofolio dari perusahaan-perusahaan


dengan perubahan bonus plan dalam kenyataannya terdapat lebih banyak perubahan
kebijakan akuntansi. Ini memberikan bukti signifikan bahwa manajer juga menggunakan
perubahan itu sebagai sarana manajemen laba.

b.

Ketika temuan menunjukkan bahwa manajer tidak menggunakan perubahan kebijakan


akuntansi untuk mempengaruhi laba bersih pada suatu tahun, terlihat bahwa penggunaan
perubahan kebijakan akuntansi merupakan suatu sarana manajemen laba untuk jangka
panjang.

Yang perlu diperhatikan, studi manajemen laba menghadapi permasalahan metodologi yang
berat. Kesulitan utamanya adalah bahwa penentuan akrual diskresioner tidak dapat secara
langsung diamati. Akibatnya, beberapa proksi harus digunakan. Menggunakan akrual total,
seperti yang dilakukan oleh Healy, memberikan kesalahan pengukuran dalam variabel
akruadiskresioner, yang akan lebih menyulitkan pendeteksian manajemen laba yang
seharusnya ada.
Dari hasil penelitian Healy, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat bukti signifikan bahwa,
secara rata-rata, manajer menggunakan akrual untuk me-manage laba untuk memaksimalkan
bonus mereka, khususnya ketika laba tinggi. Bukti ini konsisten dengan hipotesis bonus plan
pada teori akuntansi positif.
2.

Motivasi Kontraktual Lainnya

Selain motivasi rencana bonus, kita dapat melihat motivasi kontraktual lain dalam
manajemen laba, meliputi :
a. Dilihat dari segi perilaku oportunistik manajer (perspektif oportunistik) untuk
memaksimalkan utilitasnya dalam hal kompensasi dan biaya kontrak utang dan biaya politis.
b. Dilihat dari perspektif kontrak efisien. Ketika menyusun kontrak kompensasi, perusahaan
akan mengantisipasi insentif manajer untuk me-manage laba dan akan mengijinkan hal ini
dalam sejumlah kompensasi yang ditawarkan. Pemberi pinjaman akan melakukan hal yang
sama dengan memutuskan tingkat bunga yang diminta. Kontrak akan menjadi lebih efisien
karena mereka mengantisipasi manajemen laba dan menyesuaikan pembayaran sesuai dengan
itu. Juga, karena kontrak bersifat kaku dan tidak lengkap, manajemen laba memberikan
manajer beberapa fleksibilitas untuk melindungi perusahaan dalam menghadapi realisasi
yang tidak diantisipasi demi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
c.

Dilihat dari perspektif adanya kontrak implisit atau kontrak relasional. Kontrak ini muncul
dari hubungan yang terus-menerus antara perusahaan dan para stakeholder dan menunjukkan
perilaku yang diharapkan berdasarkan pada urusan bisnis masa lalu. Contohnya, jika
perusahaan dan manajernya mengembangkan reputasi dengan selalu memenuhi komitmen
kontrak formal, mereka akan menerima persyaratan yang lebih baik dari supplier, tingkat
bunga yang lebih rendah dari pemberi pinjaman, dan sebagainya. Dampaknya, para pihak
bertindak seolah-olah terdapat kontrak yang menguntungkan.
3.

Motivasi Politis

Perusahaan kadang-kadang berada dalam pengawasan berbagai kelompok, seperti


pemerintah, kelompok karyawan, kelompok konsumen, kelompok lingkungan, dan
sebagainya. Contohnya, ukuran suatu perusahaan seringkali digunakan sebagai indikasi
kekuatan pasar dan dengan sendirinya dapat menarik perhatian lembaga regulator.
Perusahaan demikian seringkali mendapatkan perhatian dan sorotan negatif yang luas dari

masyarakat dan pemerintah apabila menghasilkan laba yang besar, seperti tuduhan pemberian
upah yang terlalu rendah dan sebagainya.

Untuk mengurangi kemungkinan adanya perhatian politis yang merugikan dan biaya yang
meliputinya, perusahaan yang sensitif secara politis (biasanya perusahaan besar) akan
mengadopsi metode akuntansi yang membawa pada pengurangan dari laba yang dilaporkan.
Demikian juga pada perusahaan sedang diselidiki terkait dengan praktek monopoli,
manajemen akan berusaha untuk meminimalisasi laba dengan menerapkan metode akuntansi
yang dapat menurunkan laba. Perusahaan-perusahaan tersebut mungkin akan mengelola
labanya untuk mengurangi visibilitas mereka. Ini memerlukan, misalnya, praktik dan
prosedur akuntansi untuk meminimalkan laba bersih yang dilaporkan, khususnya selama
periode kemakmuran. Kalau tidak demikian, akan muncul tekanan publik kepada pemerintah
untuk meningkatkan regulasi atau sarana lain untuk menurunkan profitabilitasnya.
4.

Motivasi pajak
Perpajakan merupakan motivasi yang paling jelas dalam manajemen laba. Akan tetapi,
otoritas pajak cenderung menggunakan peraturan akuntansi mereka sendiri untuk perhitungan
laba kena pajak sehingga mengurangi ruang bagi perusahaan untuk bermanuver.
Konsekuensinya, pajak tidak berperan besar dalam keputusan manajemen laba secara umum.

5.

Pergantian CEO
Motivasi manajemen laba lainnya berkaitan dengan waktu pergantian CEO. Contohnya
adalah sebagai berikut :

a.

CEO yang mendekati pensiun kemungkinan besar menggunakan strategi maksimisasi laba
untuk meningkatkan bonus mereka.

b.

CEO perusahaan yang berkinerja buruk mungkin menaikkan laba untuk mencegah atau
menunda pemecatan dari jabatan. Kemungkinan lain, CEO semacam itu melakukan take a
bath untuk meningkatkan probabilitas laba di masa depan yang positif.

c.

CEO baru yang melakukan take a bath dan membebankan kesalahannya kepada CEO
sebelumnya.
Motivasi ini dipelajari oleh Murphy dan Zimmerman (1993, dalam Scott, 2009). Mereka
menguji empat variabel yang diskresioner (yaitu, variable dengan manajemen laba potensial),
meliputi : research and development (R&D), pengiklanan, pengeluaran modal, dan akrual.
Dari hasil kajian tersebut, Murphy dan Zimmerman menyimpulkan bahwa kebanyakan
perilaku yang tidak biasa pada empat variabel diskresioner disebabkan oleh kinerja operasi
yang buruk. Sebagai contoh, mereka tidak menemukan bukti bahwa CEO yang mendekati
pensiun melakukan maksimisasi laba. Mereka juga menemukan sedikit bukti bahwa CEO
dari perusahaan berkinerja buruk melakukan maksimisasi laba, meskipun perlu ditekankan
bahwa semua CEO ini akhirnya meninggalkan perusahaan. Kedua penemuan ini inkonsisten
dengan bentuk oportunistik hipotesis rencana bonus. Selain itu, Murphy dan Zimmerman

tidak menemukan bukti bahwa CEO yang baru pada perusahaan berkinerja rendah melakukan
take a bath.

Motivasi terkait dengan pergantian CEO lainnya terkait dengan upaya manajer menggunakan
manajemen laba untuk menghindari pemecatan. DeFond dan Park (1997) melaporkan bukti
adanya perataan laba (smoothing) pada laba yang memiliki laba bersih fluktuatif. Menurut
DeFond dan Park, alasan perataan laba adalah agar kinerja manajer tampak baik dan
konsisten, sebab jika laba pada tahun ini buruk, manajer kemungkinan dipecat tanpa
memperhatikan kinerja laba di masa lalu.
6.

Initial Public Offerings (IPO)


Perusahaan yang melakukan IPO masih belum mempunyai harga pasar. Untuk itu,
perusahaan menggunakan informasi keuangan termasuk pada prospektus sebagai sumber
informasi yang berguna. Contohnya, Hughers (1986, dalam Scott,2009) menunjukkan bahwa
informasi seperti laba bersih berguna dalam membantu menunjukkan nilai perusahaan kepada
investor. Sefcik (1992) dalam Scott (2009) menemukan bukti empiris bahwa pasar merespon
positif terhadap ramalan laba sebagai sinyal dari nilai perusahaan.
Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan beberapa hasil yang berbeda mengenai
motivasi ini. Irawan & Gumanti (2009) dalam penelitiannya pada 61 sampel perusahaan yang
go public selama 2000-2005 menunjukkan bahwa indikasi manajemen laba tidak terbukti
dilakukan oleh manajemen pada periode sebelum maupun sesudah go public. Hasil yang
berbeda ditemukan oleh Rahman dan Hutagaol (2007, dalam Irawan&Gumanti) yang
menemukan bukti kuat manajemen laba dilakukan oleh manajemen di seputar IPO di
Indonesia.

7.

Untuk mengkomunikasikan informasi kepada investor


Manajemen secara khusus memiliki inside information terbaik mengenai prospek laba di
masa depan. Jika laba dilaporkan dikelola pada jumlah yang merepresentasikan estimasi
terbaik manajemen tentang kekuatan laba persisten, dan pasar merealisasikannya, harga
saham secara cepat akan merefleksikan inside information. Efeknya, penggunaan secara
bertanggung jawab terhadap manajemen laba dapat meningkatkan probabilitas diagonal
utama terhadap sistem informasi.

D.
1.

2.

Pola Manajemen Laba

Taking a bath. Pola ini sering terjadi selama periode tekanan organisasi atau reorganisasi,
termasuk perekrutan CEO baru. Ketika perusahaan harus melaporkan kerugian, manajemen
akan melaporkan kerugian yang berjumlah besar. Pola ini dilakukan dengan menghapus aset,
menyediakan biaya di masa depan yang diperkirakan, dan secara umum clear the decks.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan probabilitas laba di masa depan.
Minimisasi laba. Pola ini serupa dengan taking a bath tetapi lebih halus, dan biasanya
dilakukan pada saat perusahaan memiliki profitabilitas tinggi. Kebijakan minimisasi laba

3.

4.

a.
b.
c.
d.

termasuk penghapusan terhadap aset modal dan intangibles, pembebanan iklan dan
pengeluaran R&D.
Maksimisasi laba. Sebagaimana kita lihat pada kajian Healy, manajer mungkin
menggunakan dalam pola maksimisasi laba bersih dilaporkan untuk tujuan bonus. Pola ini
juga dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang
Income smoothing (meratakan laba). Ini merupakan pola manajemen laba yang paling
menarik. Manajer memiliki insentif untuk meratakan laba secukupnya agar berada antara
bogey dan cap. Jika tidak berada dalam rentang tersebut, laba secara temporer maupun
permanen hilang untuk tujuan bonus.
Perataan laba juga mungkin digunakan oleh :
Manajer yang menentang risiko, yang mana mereka akan memilih aliran bonus yang
kurang bervariasi, oleh sebab itu ingin meratakan laba bersih.
Manajer yang bermaksud mengurangi volatilitas laba bersih dilaporkan untuk mengurangi
probabilitas terjadinya pelanggaran perjanjian pinjaman jangka panjang.
Manajer yang ingin mengurangi kemungkinan pemecatan dari jabatan.
Manajer yang ingin meratakan laba bersih dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal. Hal
ini dapat menyampaikan inside information kepada pasar dengan memungkinkan perusahaan
untuk mengkomunikasikan kekuatan laba persisten yang diperkirakan.
E.

Sisi Buruk dan Sisi Baik Manajemen Laba

Dalam SFAC 8 disebutkan bahwa pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang
berguna bagi investor saat ini dan investor potensial dan kreditor dan pengguna lain dalam
membuat keputusan yang rasional mengenai investasi, kredit dan keputusan lain yang sejenis
(FASB,2010). Kriteria utama dari informasi akuntansi adalah relevan dan reliable (andal).
Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan dengan
menguatkan atau mengubah pengharapan para pengambil keputusan, dan informasi tersebut
adalah andal apabila dapat dipercaya dan menyebabkan pemakai informasi tergantung dengan
informasi tersebut (Kusuma,2006). Manajemen laba dapat menimbulkan kontroversi karena
dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan (Primanita & Setiono,2006). Loomis (1999)
dalam Elias (2002) menegaskan bahwa manajemen laba mengakibatkan investor tidak
mengetahui nilai bisnis yang sebenarnya.
Meskipun demikian, manajemen laba tetap dilakukan oleh perusahaan. Salah satu alasannya
adalah adanya halangan dan mahalnya biaya bagi pihak lain untuk menemukan informasi di
dalam perusahaan yang dimiliki manajer. Selain itu, pihak di luar perusahaan sulit
menginterpretasikan teknik manajemen laba yang nampak, seperti perubahan kebijakan
akuntansi, waktu keuntungan dan kerugian modal, dan persyaratan restrukturisasi.
Alasan lain mengapa manajemen laba tetap berlangsung adalah karena manajemen laba
memiliki sisi baik, yaitu sebagai berikut :
1.

Manajemen laba dapat dilakukan oleh manajer dalam rangka mengantisipasi kontrak yang
kaku dan tidak lengkap.

2.

Manajemen laba dapat menjadi perangkat untuk menyampaikan inside information ke


pasar, memungkinkan harga saham untuk merefleksikan dengan lebih baik prospek
perusahaan di masa depan.
Berkaitan dengan penyampaian inside information, seringkali informasi tersebut menjadi
sangat mahal untuk dikomunikasikan pada prinsipal. Manajemen laba dapat menjadi alat
untuk menghilangkan atau mengurangi blocked information. Contohnya ditunjukkan oleh
Feltham dan Ohlson (1996, dalam Scott,2009) yang menganalisis kondisi dimana manajer
dengan pilihan kebijakan amortisasi, dapat mengungkapkan inside information kepada
investor tentang komponen goodwill dari nilai perusahaan. Feltham dan Ohlson menunjukkan
bahwa manajemen dapat mengkomunikasikan informasi ini dengan memilih kebijakan
amortisasi yang sesuai. Analisis Feltham dan Ohlson menunjukkan bahwa manajemen laba
dapat menjadi hal yang baik jika manajemen menggunakannya dengan penuh tanggung
jawab.

Bukti lain juga ditunjukkan oleh Barth, Elliot dan Finn (1999, dalam Scott, 2009).
Berdasarkan penelitiannya pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat sepanjang tahun
1982-1992, mereka menunjukkan bahwa perusahaan dengan pola laba yang terus meningkat
dengan stabil selama lima tahun, akan menikmati harga lebih tinggi/laba lebih banyak dalam
waktu yang lebih lama daripada perusahaan lain yang memiliki variabilitas pertumbuhan
laba, namun tidak memiliki pola laba yang meningkat secara stabil. Dalam hal pola laba yang
meningkat secara stabil ini adalah hasil manajemen laba, pasar tampaknya memberi reward
terhadap manajemen laba yang tidak overstate dalam menunjukkan kekuatan laba masa
depannya. Penjelasan untuk hal ini adalah adanya pola laba yang meningkat mengungkapkan
inside information mengenai peluang pertumbuhan.

III. KESIMPULAN
1. Manajemen laba adalah strategi untuk menghasilkan laba akuntansi yang dicapai dengan
kebebasan manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi dan arus kas operasi. Manajemen
laba dapat dilihat dari perspektif kontraktual dan pelaporan keuangan.
2. Beberapa hal yan mendorong manajemen untuk mengatur laba yaitu :
a.

Bonus Manajemen

b.

Motif kontraktual lainnya

c.

Motif politik

d.

Pergantian CEO

e.

Motif perpajakan

f.

Initial Publik Offering (IPO)

g.

Untuk mengkomunikasikan informasi kepada investor

3. Terdapat empat pola manajemen laba, yaitu take a bath, minimisasi laba,maksimisasi
laba,atau perataan laba (income smoothing).
4. Manajemen laba dapat mengurangi keandalan dari laporan keuangan. Selain itu, jika manajer
bersifat terlalu oportunistik, manajemen laba dapat menjadi sangat buruk. Akan tetapi,
manajemen laba tetap dilakukan karena memiliki sisi baik, misalnya Untuk
mengkomunikasikan inside information kepada investor.

Anda mungkin juga menyukai