Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

PERCOBAAN IV
PENENTUAN KALOR REAKSI (TERMOKIMIA)

NAMA
NIM
KELOMPOK/ REGU
HARI/ TANGGAL PERCOBAAN
ASISTEN

: SUCI PARAMITA
: H311 13 330
: IV/ 7
: SABTU/ 21 FEBRUARI 2015
: FADLIA MUBAKKIRA

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Termokimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari
perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi. Pada perubahan kimia selalu
terjadi perubahan entalpi. Besarnya perubahan entalpi adalah sama besar dengan
selisih antara entalpi hasil reaksi dan jumlah entalpi pereaksi. Perubahan entalpi
pada suatu reaksi disebut kalor reaksi. Kalor reaksi untuk reaksi-reaksi yang khas
disebut dengan nama yang khas pula, misalnya kalor pembentukan, kalor
penguraian, kalor pembakaran, kalor pelarutan, dan sebagainya.
Termodinamika, dalam arti luas adalah pengkajian hubungan kuantitatif
antara kalor dan bentuk energi lain, seperti energi yang dikaitkan dengan gejala
elektromagnet, permukaan, dan kimia. Konsep termodinamika merupakan hal
mendasar yang penting bagi insinyur, ahli fisika, dan kimia. Sementara insinyur
mungkin terutama berkepentingan dalam masalah pembakaran dan tenaga, dan
ahli fisika dengan masalah radiasi dan elekktromagnet, maka ahli kimia
mempunyai sasaran utama untuk menentukan kelayakan atau kesertamertaan
suatu perubahan kimia.
Secara eksperimen kalor reaksi ditentukan dengan kalorimeter. Salah satu
contoh reaksi kimia ialah reaksi penetralan antara larutan asam dan basa kuat.
Reaksi penetralan ini akan memberikan produk berupa senyawa garam netral.
Pada percobaan ini kita akan menentukan suatu kalor reaksi secara kalorimetrik
dengan

menentukan

terlebih

dahulu

tetapan

kalorimeter

(W)

dengan

memperhitungkan banyaknya kalor yang dibebaskan dan diserap dari bahan yang
terlibat, dan membandingkan nilai kalor penetralan yang diperoleh dengan nilai
kalor secara teori.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan mempelajari penentuan tetapan kalorimeter dan kalor
penetralan larutan basa dan larutan asam secara kalorimetrik.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari dilakukannya percobaan ini adalah :
1.

Menentukan tetapan kalorimeter secara kalorimetrik.

2.

Menentukan kalor penetralan larutan NaOH dan HCl secara kalorimetrik.

1.3 Prinsip Percobaan


Penentuan tetapan kalorimeter dilakukan dengan mencampurkan air pada
suhu kamar dengan air yang telah dipanaskan hingga 50 oC dan mengukur
suhunya setiap 30 detik dalam selang waktu 5 menit, penentuan kalor penetralan
dengan mereaksikan larutan asam HCl dan larutan basa NaOH serta
menambahkan indikator metil jingga dan diukur suhunya setiap 30 detik dalam
selang waktu setengah menit selama lima menit.
1.4 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini ialah praktikan dapat memahami
hubungan antara perubahan suhu dalam suatu proses dengan kalor yang terlibat di
dalamnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Termodinamika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kimia yang


menangani hubungan kalor, kerja dan bentuk lain energi, dengan kesetimbangan
dalam reaksi kimia dan dalam perubahan keadaan. Erat berkaitan dengan
termodinamika kimia adalah termokimia, yang menangani pengukuran dan
penafsiran perubahan kalor yang menyertai reaksi kimia, perubahan keadaan dan
pembentukan larutan (Keenan, dkk; 1992).
Ilmu yang mempelajari tentang transfer energi dalam bentuk kalor selama
berlangsungnya reaksi kimia disebut termokimia. Termokimia adalah cabang dari
termodinamika yang berhubungan dengan sebuah reaksi kimia suatu sistem, dan
hasil pertukaran energi dalam reaksi kimia antara sistem dan lingkungannya.
Inilah yang sebut kalorimetri, dimana membutuhkan energi melalui suatu reaksi,
dan bias diidentifikasi nilai q dengan perubahan energi dalam (jika reaksi
berlangsung pada volume tetap) atau perubahan entalpi (jika reaksi berlangsung
pada tekanan tetap). Hubungannya, jika kita mengetahui nilai U atau H suatu
reaksi, dapat memprediksikan energi (perpindahan kalor) yang dihasilkan suatu
reaksi tersebut (Atkins dan Paula, 2006).
Panas merupakan yang transformasikan sebagai akibat adanya perbedaan
suhu. Energi panas selalu berpindah dari sistem panas ke sistem dingin. Bila
diamati pada tingkat molekuler, tampak bahwa energi kinetik rata-rata molekul
pada sistem bersuhu tinggi lebih besar daripada energi kinetik rata-rata molekul
pada sistem bersuhu rendah. Sebagai akibat dipindahkannya energi panas dari
sistem yang bersuhu tinggi ke sistem yang bersuhu rendah, molekul-molekul pada

sistem yang bersuhu tinggi akan kehilangan energi kinetik dan suhunya akan
menjadi lebih rendah (Bird, 1987).
Jumlah (kuantitas) panas biasanya diberi simbol q dan besarnya
bergantung pada tiga faktor yaitu suhu, jenis zat, dan banyaknya zat. Ketiga faktor
tadi digabungkan menjadi satu dalam kapasitas panas. Kapasitas panas suatu zat
adalah banyaknya panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat 1 0C.
Panas jenis zat adalah banyaknya panas yang dibutukan untuk menaikkan suhu 1
gram zat 1 0C. Kapasitas panas molar adalah banyaknya panas yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu 1 mol 0C (Bird, 1987).
Panas reaksi adalah banyaknya panas yang dilepas atau diserap ketika
reaksi kimia berlangsung, biasanya bila tidak dicantumkan keterangan lain berarti
berlangsung pada tekanan tetap. Banyaknya zat yang bereaksi dinyatakan dalam
mol, jadi misalnya bila ditulis:
N2(g) + 3 H2(g)

2 NH3(g)

H = -100 kJ

berarti bahwa apabila 1 mol gas N2 bereaksi dengan 3 mol gas H2 membentuk 2
mol gas NH3, akan membebaskan panas sebesar 100 kJ. Dalam menuliskan
persamaan reaksi sebaiknya selalu mencantumkan keadaan fisik zat yang
bereaksi, terutama apabila bersangkutan dengan perubahan energi (Bird, 1987).
Suatu sistem isotermal adalah suatu sistem yang suhunya dibuat tetap.
Sistem adiabatik adalah suatu sistem yang diisolasi sedemikian rupa sehingga
tidak memungkinkan terjadinya perpindahan panas antara sistem dengan
lingkungan di sekitarnya. Sistem tertutup adalah sistem yang tidak memungkinkan
terjadinya pertukaran materi dengan lingkungannya, sebaliknya suatu sistem
terbuka adalah suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pertukaran materi

dengan lingkungannya sehinnga massanya berubah-ubah. Sistem terisolasi adalah


sistem yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran panas, materi, dan kerja
dengan lingkungannya (Bird, 1987).
Sekalipun kebanyakan reaksi eksoterm bersifat spontan, ada pula beberapa
reaksi endoterm yang spontan. Ciri umum proses endoterm yang spontan ialah
adanya peningkatan ketidakteraturan. Fungsi termodinamika yang berhubungan
dengan derajat ketidakteraturan dalam suatu sistem dinamakan entropi S
(Petrucci, 1992).
Hukum pertama termodinamika merupakan pernyataan ulang dari hukum
kekekalan energi, yang dalam bentuknya memperhatikan energi dalam (internal)
dari suatu sistem, dan memisahkan adanya dua bentuk dasar pengalihan energi,
yaitu kalor dan kerja. Dalam sistem terisolasi, energi total tetap sama. Atau jika,
suatu sistem menukar kalor dan atau kerja dengan sekelilingnya, maka proses ini
harus mengakibatkan energi total dari sistem dengan sekelilingnya tetap sama.
Dalam pengertia neregi dalam (E), kalor (q), dan kerja (w) (Petrucci, 1992).
Hukum pertama pertama termodinamika bermanfaat dalam menentukan
perubahan energi untuk berbagai proses misalnya, perubahan energi pada volume
konstan, (E) atau tekanan konstan (H). tetapi hokum ini tidak memungkinkan
untuk meramalkan apakah proses ini akan terjadi atau tidak. Selisih antara entalpi
pereaksi dan produk memang ikut menentukan cara reaksi-reaksi berlangsung,
yang jelas selisih ini menentukan apakah suatu reaksi itu eksoterm atau endoterm
(Keenan, dkk; 1992).

Suhu memiliki sifat intensif karena tidak tergantung pada ukuran sistem.
Suhu dapat diukur dengan menghubungkan beberapa sifat fisiknya, seperti
volume

massa

tetap

dari

fluidor

hambatan

listrik

konduktor

(Alberty dan Silbey, 1992).


Energi total suatu sistem zat-zat kimia dirujukkan sebagai energi dalam, E.
energi dalam ini, yang berganrung pada gerakan molekul, penataan mereka, gaya
tarik antar molekul, dan factor-faktor lain, adalah suatu fungsi keadaan. Sama
seperti entalpi H, harga mutlak energi dalam E, dari suatu keadaan tertentu tak
dapat ditentukan, namun perubahan energi dalam dapat ditentukan dan disebut E
(Keenan, dkk; 1992).
Proses spontan atau alami adalah proses yang terjadi dengan sendirinya
dalam suatu sistem, tidak diperlukan usaha luar dalam proses ini. Perubahan
spontan berlangsung sampai sistem tersebut mencapai keadaan kesetimbangan,
kemudian tidak terjadi lagi perubahan bersih. Misalnya peristiwa perkaratan pipa
besi diudara terbuka. Meskipun proses ini terjadi secara lambat, prosesnya
berjalan terus-menerus kearah yang sama (Petrucci, 1992).
Metode termokimia juga bermanfaat untuk mengkonversi biomassa
menjadi berbagai jenis bahan bakar dan produk. Berbagai keuntungan metode
pencairan secara termokimia dalam air oanas bertekanan (hot compossed water),
yang mana dimungkinkan terjadi degradasi yang cukup baik dibandingkan apabila
dilkukan pada tekanan atmosferik (Sembodo dan Jumari, 2009).
Kinetika kalor dapat diteliti dengan berbagai cara. Salah satu cara untuk
menentukan kinetika kalor adalah dengan menggunakan metode termogravimetri
(TG) dan metode diferensial termogravimetri (DTG) teknik di udara statis
(Zaafarany, dkk., 2012).

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah akuades, larutan
NaOH1 M, larutan HCl 1 M, indikator metil jingga, kertas label, dan tissue roll.
3.2 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini ialah termometer 100 C,
stopwatch, gelas kimia 250 mL, batang pengaduk lingkar, bahan isolasi
(potongan plastik), pembakar, kaki tiga, kasa, gelas ukur 100 mL, pipet tetes,
gabus, wadah kaca, dan penutup.
3.3 Prosedur Percobaan
Rangkaikan alat kalorimeter adiabatik sederhana seperti gambar :
Termometer 100 C

Pengaduk lingkar
Wadah
kaca
Gelas kimia
250 mL

Bahan isolasi

Gabus

Gambar 1. Rangkaian Alat Kalorimeter


3.3.1

Penentuan Tetapan Kalorimeter


Akuades 100 mL dimasukkan ke dalam kalorimeter dan dibiarkan sampai

sistem mencapai kesetimbangan termal, kemudian catat suhu ini (T1). Panaskan
100 mL akuades dengan menggunakan gelas kimia lain hingga mencapai suhu 50

C dan diaduk dengan perlahan menggunakan pengaduk lingkar. Setelah


dipanaskan dicatat suhu akuades sebagai T2, jalankan stopwatch dan dengan cepat
tuangkan akuades panas ke dalam kalorimeter. Sambil mengaduk perlahan-lahan
catat suhu akuades dalam kalorimeter tiap 30 detik selama 5 menit.
3.3.2

Penentuan Kalor Penetralan


Diukur suhu larutan HCl 1 M 100 mL dan larutan NaOH 1 M 100 mL

pada suhu ruangan, lalu dimasukkan larutan HCl ke dalam kalorimeter. Larutan
NaOH 1 M 100 mL lalu dimasukkan ke dalam kalorimeter, bersamaan dengan itu
stopwatch dinyalakan. Diaduk larutan dalam kalorimeter secara perlahan-lahan
dengan pengaduk lingkar dan dicatat suhunya setiap 30 detik selama 5 menit.
Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga untuk mengetahui bahwa penetralan
terjadi dengan sempurna. Dicatat hasil pengamatan.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter
T1 = 28,3 C = 301,3 K
T2 = 50 C = 323 K
V total = 200 ml
y = -0.1224x + 308.57

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penentuan Tetapan Kalorimeter


t (menit)

T (0C)

T (K)

41,3

314,3

41

314

40,9

313,9

40,9

313,9

40,8

313,8

40,7

313,7

40,5

313,5

40,5

313,5

40,4

313,4

40,3

313,3

0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5

4.1.2

Penentuan Kalor Penetralan


T1 = 27,5 C = 300,5 K
T2 = 28 0C = 301 K
Vtotal = 100 mL
y = -0.0861x + 305.51

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Kalor Penetralan


t (menit)

T (oC)

T (K)

0,5

33,9

306,9

33,8

306,8

1,5

33,6

306,6

33,5

306,5

2,5

33,5

306,5

33,5

306,5

3,5

33,5

306,5

33,5

306,5

4,5

33,4

306,4

33,4

306,4

4.2 Grafik
4.2.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter

4.2.2

Penentuan Kalor Penetralan

4.3 Perhitungan
4.3.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter

T1 + T 2 - 2 T a
Ta - T1

W = V x akuades x

CH 2 O

Keterangan : W

= Tetapan kalorimeter (J/K)

W = V x akuades x

= volume (mL)
akuades

= massa jenis akuades (g/cm3)

C H2O

= kapasitas kalor per gram (4,2 J/kg)

T1

= suhu akuades I (K)

T2

= suhu akuades II (K)

Ta

= suhu termal (K)

CH 2 O

T1 + T 2 - 2 T a
Ta - T1

= 200 mL x 1 g/mL x 4,2 J/g K x


301,3 K + 323 K - ( 2 x 308,57 K )
( 308,57
)
K - 30 1,3 K

= 840 J/K x

( 7,16
7,27 )

= 840 J/K x 0,98487


= 827,291 J/K
4.3.2

Penentuan Kalor Penetralan

1000
HT = - (4,2 J/g K x m + W) (T T) x V M

Keterangan: HT

= Kalor penetralan (J/mol)

= massa larutan (g)

= konsentrasi (M)

= volume (mL)

= suhu awal (K)

= suhu akhir (K)

HT = - (4,2 J/g K

x m + W) (T T) x

1000
VM

=-(4,2 J/g K x 200 g + 827,291 J/K) (306,4 K 301 K) x


1000 gr/ml
200 ml x 1 gr/mol
= -(1667.291 J/K) (5,4 K) x 5 mol
= - 45016,857 J/mol
= - 45,016857 kJ/mol
4.3 Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan secara kalorimetrik,
digunakan kalorimeter sederhana yang disekitarnya diberi bahan isolasi berupa
potongan plastik berukuran kecil dan gabus. Hal ini dilakukan

untuk

memperlambat pertukaran kalor dari sistem ke lingkungan. Karena selalu ada


pertukaran kalor dengan lingkungan, maka perlu diadakan koreksi terhadap kalor
yang hilang.
Penentuan tetapan kalorimeter dimulai dengan memasukkan akuades ke
dalam kalorimeter dan dicatat suhunya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan suhu
awal akuades dingin (T1), kemudian pada gelas kimia lain, akuades dipanaskan
hingga mencapai suhu 50 C hal ini bertujuan untuk mendapatkan suhu akuades
kedua (T2). Akuades panas dicampurkan kedalam kalorimeter dan diaduk.
Pengadukan bertujuan untuk mencampurkan akuades panas dan akuades dingin
agar keduanya homogen. Adanya perbedaan suhu pada akuades ini agar pada saat

pencampurannya akan mudah diamati perpindahan kalornya. Suhu akuades


kemudian diukur setiap 30 detik selama 5 menit, hal ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan suhu yang terjadi selama pencampuran dan untuk
mengadakan koreksi terhadap kalor yang hilang. Dari hasil pengamatan, dapat
diketahui bahwa dalam kalorimeter telah terjadi pertukaran kalor dimana suhu
akuades panas akan turun dan suhu akuades dingin akan meningkat akibat adanya
pelepasan kalor oleh akuades panas dan penyerapan kalor pada akuades dingin.
Namun kalor yang diserap akuades dingin tidak sama dengan kalor yang dilepas
akuades panas. Hal ini dikarenakan kalorimeter juga ikut menyerap panas yang
dilepas oleh akuades panas. Dibuat grafik pengamatan selang waktu vs
temperature, hal ini dilakukan untuk mengatahui harga penurunan akuades panas
dan akuades dingin.
Pada percobaan penetapan kalor penetralan ini digunakan larutan HCl dan
larutan NaOH yang memiliki volume dan konsentrasi yang sama, hal ini
bertujuan karena reaksi yang kita inginkan ialah reaksi penetralan yang mana kita
ketahui bahwa reaksi penetralan dapat kita peroleh apabila volume dan
konsentrasi dibuat sama sehingga menghasilkan garam netral bukanlah garam
yang bersifat asam maupun bersifat basa. Setelah suhu kedua larutan sama,
larutan asam dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kalorimeter kemudian
dilanjutkan dengan larutan basa, Reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi
asam kuat oleh basa kuat karena larutan asam yang pertama kali dimasukkan ke
kalorimeter. Kemudian pencatatan suhu ini berlangsung setiap 30 detik selama 5
menit agar dapat diketahui perubahan kalor selama pencampuran. Kemudian
ditambahkan indikator metil jingga untuk mengetahui apakah reaksi tersebut
berjalan netral atau tidak, apabila larutan bersifat asam maka akan berwarna

merah sedangkan apabila bersifat basa maka akan berwarna kuning dan apabila
bersifat netral maka warna larutan tersebut akan memiliki warna orange.
Pada percobaan ini juga dilakukan koreksi yaitu dengan mengukur suhu
campuran HCl dan NaOH dalam kalorimeter setiap 30 detik selama 5 menit. Hasil
pengamatan menunjukkan pada 30 detik pertama, suhu larutan adalah 33,9 C
dan setelah 5 menit suhunya menjadi 33,4 C. Dari data tersebut kemudian
dibuat grafik dan grafik diekstrapolasi hingga didapat suhu akhir (T) yaitu
306,4 K. Dari nilai T dihitung kalor penetralan dan hasil yang diperoleh
yaitu -45,016857 kJ/mol. Tanda minus menunjukkan reaksi penetralan
berlangsung secara eksoterm, yaitu sistem menyerap kalor dari
luar sistem.
Menurut teori, besar kalor penetralan antara asam kuat dan basa kuat adalah
-57 kJ/mol sedangkan pada percobaan yang telah dilakukan diperoleh kalor
penetralan sebesar -45,016857 kJ/mol. Terjadi perbedaan dan hasil percobaan
karena kemungkinan banyak kalor yang masuk dari lingkungan ke sistem akibat
bahan isolasi yang kurang baik. Selain itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor pertama yang mungkin menyebabkan perbedaan ini adalah adanya
keterlambatan dalam pengukuran suhu, sehingga nilai suhu yang diperoleh tidak
tepat dengan suhu yang sebenarnya. Dapat juga disebabkan oleh kesalahan
pembacaan skala pada termometer yang digunakan. Faktor lainnya ialah pada
rangkaian alat termometer yang digunakan dimana, bahan isolator tidak berfungsi
optimal, sebab masih ada celah udara yang dapat digunakan untuk terjadinya
pertukaran kalor dengan lingkungan.
Dalam suasana asam metal jingga bersifat sebagai basa lemah dan
mengambil ion H+. Metil jingga berwarna merah dalam larutan asam dengan pH

kurang dari 3,1 berwarna merah, dalam larutan dengan pH di atas 4,4 meti jingga
berwarna kuning dan apabila bersifat netral maka warna larutan tersebut akan
memiliki warna orange. Namun pada percobaan yang dilakukan, perubahan
warna setelah penambahan larutan indikator metil jingga yaitu berwarna merah.
Hal ini mungkin disebabkan oleh indikator yang rusak dan pengadukan larutan
yang tidak stabil.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan perhitungan dapat ditarik


kesimpulan yaitu: tetapan kalorimeter adalah 827,291 J/K dan kalor
penetralan HCl dan NaOH adalah -45,0168857 kJ/mol
5.2 Saran
Untuk laboratorium, diharapkan dapat melengkapi bahan dan alat yang
akan digunakan dalam praktikum sehingga dapat berjalan dengan baik dan
memperoleh hasil pengamatan yang lebih baik pula.
Untuk percobaan, sebaiknya dalam melakukan percobaan ini digunakan
juga asam lemah dan basa lemah, sehingga dapat dibandingkan hasilnya.
Untuk asisten, diharapkan lebih mengawasi praktikan selama praktikum
berlangsung dan untuk penjelasan mengenai praktikum sudah sangat baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R., A., dan Robert, J., S., 1992 Physical Chemistry, Published
Simultaneously, Canada.
Atkins, P., dan Paula, J., 2006, Physical Chemistry, Eight Edition, W.H Freeman
and Company, New York.
Bird, T., 1987, Kimia Fisika Untuk Universitas, PT Gramedia, Jakarta.
Keenan, C.W., dan Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H., 1992, Ilmu Kimia untuk
Universitas, Edisi Keenam Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Petrucci, R., H., dan Suminar, 1992, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern,
Edisi Keempat Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Sembodo, B. S. T., dan Jumari, A., 2009, Dekomposisi Jerami Secara Termokimia
dalam air Panas Bertekanan, Ekuilibrium, 7 (1); 1-5.
Zaafarany, I., Khairou, K., Tirkistani F., Iqbal, S., Khairy, M., dan Hassan, R.,
2012, Kinetics and Mechanism of Non-Isothermal Decomposition of
Ca(II)-, Sr(II)- and Ba (II)- Cross-Linked Divalent Metal-Alginate
Complexes, International Journal of Chemistry, 4 (6); 1-8.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 26 Februari 2015


Asisten

FADLIA MUBAKKIRA
NIM : H311 12 294

Praktikan

SUCI PARAMITA
NIM : H311 13 330

Anda mungkin juga menyukai