Anda di halaman 1dari 38

Askep Pneumonia

A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
C. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan
epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama

kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme


pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari
satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen
baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut

yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit


polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi dan terdiri dari
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek ret
fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu
noglobulin A (IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor

iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan


antibiotika yang tidak sempurna.

D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan
pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis
(bronkopneumonia) dan (3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pembagian etiologis : (1) bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae,
Bacillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis. (2) virus: Respiratory
syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik. (3) Mycoplasma
pneumo- niae (4)jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans,
Blastomyces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida
albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom Loeffler. Secara klinis biasa,
berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan te-pat, pengetahuan
tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis.
A. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan
serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,

sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya
umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus,
ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
b. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu: (1) Stadium
kongesti: kepiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2)
Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan
tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.
Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) Stadium
hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat
kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda
dari pneutpaonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadiumn khas
ini tidak terlihat.

c. Gambaran klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu.
Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk
setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi
dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada
bronkop-neumonia, hasil pemeriksaan tisis tergantung daripada luas daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan
dapat terjadi sesudah 2 3 minggu.

B. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh
infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan
menggigil dan pada bayi disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40C dan

suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris kontinua. Nafas menjadi sesak,
disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri
pada dada. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Batuk mulamula kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisis, gejala khas
tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan
pada perkusi tidak jelas ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring
akan terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi. Kemudian
pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernafasan sub-bronkial
sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar lebih jelas. Pada inspeksi
dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa pengobatan
bisa terjadi penyembuhan dengan krisis sesudah 5-9 hari.
a. Pemeriksaan Rgntgen toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan
secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat
adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/mm3
dengan pergesaran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan

tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.
c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.
Keadaan yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi
benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.
Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi
lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
f. Pengobatan dan penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi
berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam
praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000
U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfeniko150 75 mg/kgbb/hari atau
diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang

sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen.


Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya
cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow.
Karena temyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan
kekurangan basa sebanyak 5 mEq.
C. Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong
pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap
pengobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah
umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi abses paru (abses
multipel), pneumatokel, tension pneumothorax atau empiema. Pengobatan
diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya perjalanan
penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas yang kiranya
belum resisten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat penisilinase, dapat
diberikan kloksasilin atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada
perbaikan klinis dan menurut pengalaman rata-rata 3 minggu.
D. Pneumonia streptokokus
Grup A Streptococcus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus
respiratorius bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan
pneumonia. Pneumonia streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit

virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi bakteri lain seperti pertusis,
pneumania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.
E. Pneumonia bakteria gram negatif
Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah Hemophilus
influenzae, basil Friedlander (Klebsiella pneumoniae) dan Pseudomonas
aeruginosa. Angka kejadian pneumonia ini sangat rendah (kurang dari 1%), akan
tetapi mulai meningkat selama beberapa tahun ini karena penggunaan antibiotika
yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit seperti humidifier, alat
oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar dibedakan dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat ditentukan
dengan biakan. Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada bayi
dan anak kecil merupakan penyakit yang berat dan sering menimbulkan
komplikasi seperti bakteremia, empiema, perikarditis, selulitis dan meningitis.
Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150 mg/kgbb/hari dengan
kloramfenikol.
F. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes melitus,
bronkiektasis dan tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini karena
kontaminasi alat di rumah sakit. Penyakit ini dapat menjadi progresif dan
menimbulkan abses dan kavitas. Komplikasi seperti empiema, bakteremia
biasanya juga dijumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah
kanamisin 7,5 mg/kgbb/12 jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.

G. Pneumonia psendomonas aeroginosa


Merupakan bronkopneumonia berat, progresif disertai dengan nekrosis dan
biasanya menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi.

E. Manifestasi Klinis

Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan
cepat (39,5 C
sampai 40,5 C).

Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.

Takipnea (25 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur,


pernafasan cuping hidung

Nadi cepat dan bersambung

Bibir dan kuku sianosis

Sesak nafas

F. Komplikasi

Efusi pleura

Hipoksemia

Pneumonia kronik

Bronkaltasis

Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru


yang diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).

Komplikasi sistemik (meningitis)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis

6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.


7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :

Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.

Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus

Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia


mikroplasma.

Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tandatanda.

Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.

Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

KONSEP Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia

A. Pengkajian

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia
(malnutrisi).
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)

6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
o sputum: merah muda, berkarat
o perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
o premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Bunyi nafas menurun
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuk
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru


2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

C. Intervensi
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik :
Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas,
Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis,
leukositosis.
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
o Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
o Suhu tubuh dalam batas 36,5 37,2OC
o Laju nafas dalam rentang normal
o Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan
diaporesis
Intervensi

o Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda


keefektifan jalan napas.
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah
diberikan.
o Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
o Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
o Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan
efek samping (ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
o Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi
kondisi jaringan paru
o Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
o Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan.

2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana
mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan :
Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
o Intake adekuat, baik IV maupun oral
o Tidak adanya letargi, muntah, diare
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 1,020

Intervensi :
o Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
o Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi
IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan

o Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu


R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
o Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu
makan/minum.

DAFTAR PUSRAKA

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius
Nanda. (2007). Diagnose Nanda: Nic dan Noc.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba
Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Salemba Medika. Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba
Medika, Jakarta.

Askep Pneumonia

A. Pengertian
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi.
B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti :
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung
C. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan
epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme


pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari
satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen
baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut


yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,

mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat


mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi dan terdiri dari
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek ret
fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu
noglobulin A (IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.

D. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan
pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia lobularis
(bronkopneumonia) dan (3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pembagian etiologis : (1) bakteria : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus influenzae,
Bacillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis. (2) virus: Respiratory
syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik. (3) Mycoplasma
pneumo- niae (4)jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans,
Blastomyces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida
albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom Loeffler. Secara klinis biasa,
berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan te-pat, pengetahuan
tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis.
A. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan
serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya
umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus,

ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih
sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
b. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu: (1) Stadium
kongesti: kepiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2)
Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan
tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.
Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) Stadium
hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat
kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda
dari pneutpaonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadiumn khas
ini tidak terlihat.
c. Gambaran klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu.
Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk
setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi
dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Pada
bronkop-neumonia, hasil pemeriksaan tisis tergantung daripada luas daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan
dapat terjadi sesudah 2 3 minggu.

B. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh
infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada anak besar bisa disertai badan
menggigil dan pada bayi disertai kejang. Suhu naik cepat sampai 39-40C dan
suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris kontinua. Nafas menjadi sesak,
disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri

pada dada. Anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Batuk mulamula kering, kemudian menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisis, gejala khas
tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan
pada perkusi tidak jelas ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring
akan terdengar yang segera menghilang setelah terjadi konsolidasi. Kemudian
pada perkusi jelas terdengar keredupan dengan suara pernafasan sub-bronkial
sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar lebih jelas. Pada inspeksi
dan palpasi tampak pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa pengobatan
bisa terjadi penyembuhan dengan krisis sesudah 5-9 hari.
a. Pemeriksaan Rgntgen toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan
secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat
didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat
adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/mm3
dengan pergesaran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.

c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.
Keadaan yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi
benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.
Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi
lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
f. Pengobatan dan penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi
berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam
praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000
U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfeniko150 75 mg/kgbb/hari atau
diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang
sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen.
Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam

perbandingan 3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya


cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow.
Karena temyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan
kekurangan basa sebanyak 5 mEq.
C. Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus aureus, tergolong
pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan resisten terhadap
pengobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu 30% di bawah
umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi abses paru (abses
multipel), pneumatokel, tension pneumothorax atau empiema. Pengobatan
diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya perjalanan
penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas yang kiranya
belum resisten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat penisilinase, dapat
diberikan kloksasilin atau linkomisin. Pengobatan diteruskan sampai ada
perbaikan klinis dan menurut pengalaman rata-rata 3 minggu.
D. Pneumonia streptokokus
Grup A Streptococcus hemolyticus biasanya menyebabkan infeksi traktus
respiratorius bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga menimbulkan
pneumonia. Pneumonia streptokokus sering merupakan komplikasi penyakit
virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi bakteri lain seperti pertusis,
pneumania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.

E. Pneumonia bakteria gram negatif


Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia ialah Hemophilus
influenzae, basil Friedlander (Klebsiella pneumoniae) dan Pseudomonas
aeruginosa. Angka kejadian pneumonia ini sangat rendah (kurang dari 1%), akan
tetapi mulai meningkat selama beberapa tahun ini karena penggunaan antibiotika
yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit seperti humidifier, alat
oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar dibedakan dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat ditentukan
dengan biakan. Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada bayi
dan anak kecil merupakan penyakit yang berat dan sering menimbulkan
komplikasi seperti bakteremia, empiema, perikarditis, selulitis dan meningitis.
Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150 mg/kgbb/hari dengan
kloramfenikol.
F. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes melitus,
bronkiektasis dan tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini karena
kontaminasi alat di rumah sakit. Penyakit ini dapat menjadi progresif dan
menimbulkan abses dan kavitas. Komplikasi seperti empiema, bakteremia
biasanya juga dijumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah
kanamisin 7,5 mg/kgbb/12 jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
G. Pneumonia psendomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia berat, progresif disertai dengan nekrosis dan
biasanya menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi.

E. Manifestasi Klinis

Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan
cepat (39,5 C
sampai 40,5 C).

Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.

Takipnea (25 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur,


pernafasan cuping hidung

Nadi cepat dan bersambung

Bibir dan kuku sianosis

Sesak nafas

F. Komplikasi

Efusi pleura

Hipoksemia

Pneumonia kronik

Bronkaltasis

Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru


yang diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).

Komplikasi sistemik (meningitis)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :

Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.

Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus

Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia


mikroplasma.

Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tandatanda.

Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.

Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

KONSEP Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia

A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia
(malnutrisi).
4. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
6. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
o sputum: merah muda, berkarat

o perpusi: pekak datar area yang konsolidasi


o premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
o Bunyi nafas menurun
o Warna: pucat/sianosis bibir dan kuk
7. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

C. Intervensi
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru
Karakteristik :
Batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas,
Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis,
leukositosis.
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
o Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi
o Suhu tubuh dalam batas 36,5 37,2OC
o Laju nafas dalam rentang normal
o Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi dan
diaporesis
Intervensi
o Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda
keefektifan jalan napas.
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah
diberikan.

o Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal


R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
o Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
o Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan
efek samping (ruam, diare)
R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan
o Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi
kondisi jaringan paru
o Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
o Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan.

2. Defisit Volume Cairan b.d Penurunan intake cairan

Karakteristik :

Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana


mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.
Tujuan :
Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
o Intake adekuat, baik IV maupun oral
o Tidak adanya letargi, muntah, diare
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 1,020

Intervensi :
o Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
o Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi
IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
o Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan

o Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam


R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu
makan/minum.

DAFTAR PUSRAKA

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius
Nanda. (2007). Diagnose Nanda: Nic dan Noc.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit. Salemba
Medika. Jakarta.
Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Salemba Medika. Jakarta.
Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Soegijanto,Soegeng, (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Pelaksanaan. Salemba
Medika, Jakarta.

http://sixxmee.blogspot.com/2012/03/askep-pneumonia.html

Anda mungkin juga menyukai