Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Parasit merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya
bergantung pada makhluk lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa
binatang atau manusia, menurut cara hidupnya, parasit dapat dibedakan menjadi
ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup pada
permukaan luar tubuh, sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup didalam
organ tubuh inangnya (Setyorini,1999).
Feses atau juga disebut kotoran adalah limbah tubuh yang dibuang dari
usus besar melalui anus saat buang air besar. Tinja biasanya dikeluarkan dari
tubuh satu atau dua kali sehari, sekitar 100-250 gr kotoran diekskresikan oleh
manusia dewasa setiap hari, biasanya kotoran terdiri dari 75% air dan 25% zat
padat. Sekitar 30% dari materi padat terdiri dari bakteri mati berasal dari makan
yang dicerna seperti selulosa : 10-20% adalah kolesterol dan lemak lainnya : 1020% adalah zat organik seperti kalsium fosfat dan besi fosfat ; serta 2-3% protein
(Biologi, 2015).
Helminthiasis atau kecacingan adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh parasit cacing. Penyakit ini banyak terjadi didunia, termasuk
Indonesia. Parasit cacing yang sering menyebabkan kecacingan adalah kelompok
Soil Transmited Helminthes (STH), yakni cacing gelang (Ascaris Lumbricoides),

cacing cambuk (Trichuris Tritura), cacing kait (Hookworm) dan cacing benang
(Strongyloides Stercoralis), (Mascarini, 2011).
Dalam identifikasi infeksi perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan
cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa
tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan
pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan, 2005).
Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk
mendiaknosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang diperiksa
fesesnya. Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan
kuantitaf, secara kualitatif, secara kualitatif dilakukan dengan metode natif,
metode apung, metode harada mori, dan metode kato. Metode tersebut digunakan
untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan
dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada dalam usus,
prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari
pasien. Teknik diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien.
Teknik diagnosis merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui
adanya infeksi penyakit cacing yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan
mengenal stadium parasit yang ditemukan sebagian besar infeksi dengan parasit
berlangsung tanpa gejala (Gandahusada, 2000).
Syarat pengumpulan sampel feses yaitu tempat harus bersih, kedap, bebas
dari urin diperiksa 30-40 menit sejak dikeluarkan, bila pemeriksaan ditunda

disimpan dilemari es. Pasien dilarang menelan barium, bismuth, dan minyak
selama 5 hari sebelum pemeriksaan diambil dari bagian paling mungkin member
kelainan. Paling baik dari defakasi spontan atau rectal toucher, pemeriksaan tinja
sewaktu pasien konstipasi, saline cathartic, kasus oxyuris, shoth tape, dan objek
glass. Feses akan mengalami penguraian yang pada akhirnya akan berubah
menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu. Aktivita utama
dalam proses dekomposisi adalah sebagai berikut :
Pemecahan senyawa organic kompleks, seperti protein dan urea
menjadi bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil.
Pengurangan volume dan massa (terkadang sampai 80%) dari bahan
yang

mengalami

dekomposisi,

dengan

hasil

gas

metan,

karbondioksida, amoniak, dan nitrogen yang dilepaskan keatmosfer.


Bahan-bahan yang terlarut dalam keadaan tertentu meresap kedalam
tanah dibawahnya.
Penghancuran organism pathogen yang dalam beberapa hal tidak
mampu hidup dalam proses dekomposisi atau diserang oleh banyak
jasad renik didalam massa yang telah mengalami dekomposisi
(Natadisastra, dkk, 2010).
Pemeriksaan Makroskopik dilakukan sebelum pemeriksaan mikroskopik,
dengan memperhatikan konsistensi, warna dan tanda-tanda abnormal, lender,
darah, nanch, potongan jaringan dan sisa makanan. Cacing enterobis (kremi) dan
cacing ascaris (gelang) seving keluar bersama tinja. Demikian pula dengan

proglotid akan mongering menyerupai cacing gelang. untuk mengembalikan


kebentuk semula dapat dibasahi dengan air (Tierney, 2002).
Pemeriksaan mikroskopik bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur
cacing. Selain pemeriksaan mikroskopik terdapat juga pemeriksaan antibodi,
deteksi antigen, dan

diagnosis

molekuler dengan

menggunakan

PRC

( polymerace chain reaction ) ( WHO, 2012 ).


Adapun kuantitas dari fases secara makroskopis seperti normalnya pada
anak-anak kurang lebih dari 150 gr/hari, fisiologik, patologik pada daera banyak
dan cairan ( misalnya seperti penyakit kolera dysentri ) dan yang terakhir
fisiologik seperti bila sedikit makannya atau tidak makan banyak pada waktu
yang banyak ( Athiroh, 2005 ).
Bau normal feses disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau itu
menjadi bau busuk jika didalam usus terjadi pembusukan, salah satu penyebab
pembusukan yaitu protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman-kuman.
Ada kemungkinan juga feses berbau asam jika keadaan disebabkan oleh peragian
( Fermentasi ) zat-zat gula yang tidak dicerna seperti diare. Reaksi feses dalam
hal ini akan menjadi asam. Bau tengik dalam feses disbabkan oleh perombakan
zat lemak dan pelepasan zat-zat lemak ( Kadarsan, 2005 ).
Pada pemeriksaan mikroskopis dalam usah mencari protozoa dan telur
cacing merupakan hal yang sangat penting. Untuk mencari protozoa sering
dipakai larutan eosin 1-2% sebagai bahan pengencer feses atau lugol 1-2%.
Selain itu ada larutan asam asetat 10% dipakai untuk melihat leukosit lebih jelas,
sadangkan untuk melihat unsur-unsur lain bisa menggunakan larutan garam 0,9%
yang sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan rutin ( Seregar, 2006 ).

Dengan pemeriksaan secara direct ( langsung ), sediaan dengan larutan


garam Nacl 0,85% ( 0,85% dalam 100 ml aqualest ) untuk pemeriksaan bentuk
vegetatif /tropotoit dan serta protolon tidak dipakai untuk identifikasi pada
pemeriksaan ini. Adapun pembuatan sediaan dengan larutan iodium/lugol ( sgr
iodium + 10 gr kl dalam 100 ml aguades ). Untuk mengidantifikasikan bentuk
kista/telur cacing/ tampak jelas susunan inti butir kramatin krosoma vakuola
glikogen. Bentuk tropozoit akan segera mati dan membulat hingga sukar
dibedakan dengan bentuk kista. Pembuatan preparat tak perlu dibuat sangat tipis
( Ganda, 1970 ).

BAB II
METODE KERJA

2.1 Tujuan Praktikum


A. Pemeriksaan Makroskopis Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami

pemeriksaan

feses

secara

makroskopis.
2. Mahasiswa dapat menilai tanda-tanda abnormal dan sampel feses dengan
baik dan benar.
B. Pemeriksaan Mikroskopis Tinja
Mahasiswa dapat memahami teknik pemeriksaan mikroskopis
dengan baik dan benar.
2.2 Alat dan Bahan
A. Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Alat-alat yang digunakan pada praktikum antara lain, sebagai berikut :


Tooth picks ( lidi 5 cm )
Tempat sampel
Alat tulis
Masker
Handskun
Gelas Benda
Gelas penutup
Mikroskop

B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum antara lain, sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Feses
Tissue
Larutan Nacl
Larutan Lugol Iodine

2.3 Prosedur Kerja


A. Pemeriksaan Makroskop
1. Gunakan masker dan handskun

2.
3.
4.
5.

Ambil sedikit fese/tinja dan ditempatkan dalam wadah sampel


Perhatian warna, bau/aroma, dll.
Dengan lidi tusuk feses, perhatikan konsistensi serta ada tidaknya lender
Catat lembar hasil pengamatan.

B. Pemeriksaan mikroskopis
1. Pada gelas benda diteteskan 1 tetes larutan Nacl dari separuh bagian slide
sebelah kiri dan separuh slide bagian kanan ditetesi larutan lugol iodine.
2. Dengan lidi diambil sedikit sampeltinja. Bila tinja berbentuk padat, ambil
dari bagian dalam dan permukaan, bila cair atau berlendir ambil dari
bagian cairan atau bagian berlendir.
3. Campur contoh tinja dengan larutan Nacl yang sudah ada pada slide,
keluarkan bahan yang kasar (sisa makanan dan pasir)
4. Masing-masing contoh tinja tadi diberi gelas penutup, usahakan tidak
menimbulkan gelembung udara, periksa dibawah mikroskop gunakan
lensa objektif 10x-40x.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil :
1. Pemeriksaan Makroskopik
No.
1.

Sampel
Feses

Gambar Hasil

Keterangan
-Warna = Kuning
Kecoklataan
-Bau = khas (bau feses)
-Konsistensi= Padat
-Lendir = (-) negatif
-Darah = (-) negatif
-Nanah = (-) negatif
-Parasit = (-) negatif
-Makanan yang tidak
dicerna= Sayuran

2. Pemeriksaan Mikroskopik
No.

Sampel

Gambar Hasil

Keterangan

1.

Feses

Sel epitel

= (+)

postif
Leukosit

= (-)

negatif
Eritrosit

= (-)

negatif
Kristal

= (-)

negatif
Sisa Makana=

sayuran
Telur cacing=(-)

negatif
Sel ragi

= (-)

negatif
Parasit

= (-)

negatif
Protozoa

= (-)

negatif

3.2 Pembahasan
Pada praktikum pemeriksaan feses kali ini, dilakukan dua cara
pemeriksaan secara mikroskopik dan pemeriksaan secara mikroskopik. Pada
pemeriksaan makroskopik untuk

dapat

mengamati

warna,

bau,

konsistensi, lender, darah, nanah, parasit, dan makanan yang tidak dicerna
sedangkan pemeriksaan secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop

10

yaitu untuk mengamati sel epitel, leukosit, eritrosit, Kristal, sisa makan, telur
cacing, sel ragi atau jamur, parasit dan protozoa.
Sampel feses yang digunakan pada pemeriksaan feses kali ini adalah
sampel feses manusia, sebelum melakukan pengamatan dengan mikroskop,
praktikan terlebih dahulu memeriksa feses dengan cara makroskopik atau melihat
langsung mata telanjang.
Pada pemeriksaan makroskopik didapatkan hasil pengamatan berupa
feses berwarna kuning tua, berbau khas (bau feses) konsistensinya padat, tidak
terdapat lendir, nanah, darah ataupun parasit dan makanan yang tidak dicerna
adalah sayuran. Sedangkan pada mikroskopik dengan menggunakan mikroskop
untuk mengamati feses dan hasil yang didapat pada pemeriksaan mikroskopik
terdapat sisa makanan, seperti sayuran dan daging.
Dari hasil pemeriksaan feses secara makroskopik dan mikroskopik tidak
ditemukan leukosit, eritrosit, Kristal, telur cacing, sel ragi atau jamur, parasit dan
protozoa tetapi terdapat sel epitel dalam feses artinya sampel feses yang
diperiksa pada praktikum kali ini adalah negatif.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Praktikan dapat memahami pemeriksaan secara makroskopik

11

2. Praktikan dapat memahami teknik pemeriksaan secara makroskopik dengan


baik dan benar
3. Praktikan dapat menilai tanda-tanda abnormal dari sampel feses yang telah
diteliti dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop dengan baik dan
benar.
4.2 Saran
Hendaknya, pada pada praktikum berikutnya praktikan menyediakan
sampel feses dari pasien yang positif cacingan agar pada pemeriksaan
praktikan dapat menemukan cacing maupun telur cacing.

Anda mungkin juga menyukai