Anda di halaman 1dari 7

1.

Pengertian Sengketa Bisnis


Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu

individu atau kelompok kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan


yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara
satu dngan yang lain.
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih
yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik
yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku
pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu
akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara
keduanya.

2.
2.1

Pembuktian
Pengertian Pembuktian
Menurut Subekti, mantan Ketua MA RI dan guru besar hukum perdata

pada Universitas Indonesia berpendapat bahwa pembuktian adalah suatu proses


bagaimana

alat-alat

bukti

dipergunakan, diajukan atau dipertahankan sesuatu

hukum acara yang berlaku.


Menurut Sudikno Mertokusumo, membuktikan mengandung beberapa
pengertian,
yaitu:

a. Membuktikan dalam arti logis, berarti memberi kepastian

yang bersifat

mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinan adanya
bukti lawan.
b. Membuktikan dalam arti konvensional, berarti memberi kepastian tetapi
bukan kepastian mutlak melainkan kepastian yang relatif sifatnya yang
mempunyai tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1. Kepastian yang hanya didasarkan pada perasaan, sehingga bersifat
intuitif dan disebut conviction intime.
2. Kepastian yang didasarkan pada pertimbangan akal, sehingga disebut
conviction raisonee.
3. Membuktikan dalam arti yuridis (dalam hukum acara perdata), tidak
lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada

hakim

yang

memeriksa perkara guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa


yang diajukan.
2.2

Asas-asas Hukum Pembuktian


a. Asas ius curia novit
Hakim dianggap mengetahui akan hukum, hal ini berlaku juga dalam
pembuktian, karena dalam membuktikan, tentang hukumnya tidak harus
diajukan atau dibuktikan oleh para pihak, tetapi dianggap harus diketahui dan
diterapkan oleh hakim.
b. Asas audi et altera partem
Asas ini berarti bahwa kedua belah pihak yang bersengketa harus
diperlakukan sama (equal justice under law). Kedudukan prosesual yang
sama bagi para pihak di muka hakim. Ini berarti bahwa hakim harus
membagi beban pembuktian berdasarkan kesamaan kedudukan para pihak
secara seimbang. Dengan demikian kemungkinan untuk menang bagi para
pihak haruslah sama.
c. Asas actor sequitur forum re
Gugatan harus diajukan pada pengadilan di mana tergugat bertempat tinggal.
d. Asas affirmandi incumbit probation
Asas ini mengandung arti bahwa siapa yang mengaku memiliki hak maka ia
harus membuktikannya.terbukti sebaliknya.

e. Asas testimonium de auditu


Merupakan asas dalam pembuktian dengan menggunakan alat bukti
kesaksian, artinya adalah keterangan yang saksi peroleh dari orang lain,
saksi

tidak mendengarnya

atau

mengalaminya

sendiri

melainkan

mendengar dari orang lain tentang kejadian tersebut.


f. Asas unus testis nullus testis
Yang berarti satu saksi bukan saksi, artinya bahwa satu alat bukti saja
tidaklah cukup untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa atau adanya
hak.
2.3

Macam-Macam Alat Bukti


Alat bukti dalam perkara perdata yang diatur dalam Pasal 1866
KUHPerdata,
adalah sebagai berikut:
1. Bukti dengan tulisan
Bukti tulisan atau bukti dengan surat merupakan bukti yang sangat krusial
dalam pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. Menurut Sudikono
Mertokusumo, alat bukti surat atau alat bukti tulisan ialah Segala sesuatu
yang memuat tanda-tanda baca, dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati
atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian.
2. Bukti dengan saksi
Pembuktian dengan saksi pada umumnya dibolehkan dalam segala hal,
kecuali
undang-undang

menentukan

lain,

misalnya, tentang

persatuan

harta

kekayaan dalam perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan perjanjian


kawin,dan perjanjian asuransi hanya dapat dibuktikan dengan polis.
3. Bukti dengan persangkaan
berdasarkan ketentuan Pasal 1915 KUHPerdata pengertian persangkaan
dimaksudkan kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh
hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa
yang tidak terkenal. Persangkaan-persangkaan

dapatmenjadi alat bukti

dengan merujuk pada alat bukti lainnya dengan demikian juga satu
persangkaan saja bukanlah merupakan alat bukti.
4. Bukti dengan pengakuan
Menurut Pasal 1923 1928 KUHPerdata

serta yurisprudens, pada

dasarnya pengakuan merupakan suatu pernyataan dengan bentuk tertulis atau


lisan dari salah satu pihak berperkara yang isinya membenarkan dalil
lawan,

baik

sebagian

maupun seluruhnya. Konkritnya, pengakuan

merupakan keterangan sepihak dan untuk itu tidaklah diperlukan persetujuan


dari pihak lainnya.
5. Bukti dengan sumpah
Di dalam Kamus Umum

Bahasa

Indonesia

oleh

Poerwadarminta,

dirumuskan sumpah sebagai pernyataan yang diucapkan dengan resmi


dan dengan bersaksi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci bahwa
apa yang dikatakan atau dijanjikan itu benar.Alat bukti sumpah diatur dalam
Pasal 1829 1945 KUHPerdata.

3.
3.1

Cara Penyelesaian Sengketa


Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi
Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan

dengan menggunakan pendekatan hukum.Dalam menjalankan kegiatan bisnis,


kemungkinan timbulnya sengketa merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari.
Oleh karena itu, dalam peta bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis sudah mulai
mengantisipasi atau paling tidak mencoba meminimalisasi terjadinya
3.2

Alternative Dispute Resolution (ADR) /Alternatif Penyelesaian Sengketa


(APS)
ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau penyelesaian sengketa

diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau

penilaian ahli. Pengertian ADR berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun


1999 tenteng Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu suatu pranata penyelesaian
sengketa di

luar

pengadilan berdasarkan

kesepakatan para pihak dengan

mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.

4.
4.1

Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase


Pengertian Arbitrase
Menurut Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, Arbitrase adalah cara

penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yangbersengketa.
4.2

Objek Arbitrase
Objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa-

sengketa tertentu

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Ayat

(1) UU No.

30Tahun 1999, bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase


hanyasengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum
danperaturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang
bersengketa.
4.3

Prinsip-Prinsip Arbitrase
Prinsip arbitrase menurut UU No.30 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

4.4

Prinsip Otonomi Para Pihak


Prinsip Perjanjian Arbitrase
Prinsip Private dan Confidential
Prinsip Audi et Alteram Partem
Prinsip Limitasi Waktu
Prinsip Final and Binding
Prinsip Putusan Berdasarkan Hukum
Klausula Arbitrase

Jika dilihat dari rumusan Pasal 1 Ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase timbul karena adanya suatu kesepakatan
berupa :
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang
dibuatpara pihak sebelum timbul sengketa.
2. Suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang

dibuat

oleh

para

pihak

setelahtimbul sengketa.
Jenis klausula perjanjian arbitrase dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu
klausula arbitrase yang berbentuk pactum de compromittendo dan klausula arbitrase
yang berbentuk acta compromise.

4.5

Jenis-Jenis Arbitrase
Arbitrase sebagai salah satu instrumen penyelesaian sengketa para pihak di luar

lembaga pengadilan telah berkembang sangat baik. Dalam prakteknya terdapat 2(dua)
macam arbitrase, yaitu arbitrase ad-hoc dan arbitrase institusional. Kedua jenis
arbitrase tersebut diatur dalam RV dan UU No. 30 Tahun 1999. DiIndonesia,
definisi lembaga arbitrase dijabarkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8UU No. 30
Tahun 1999 yaitu badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan

putusan

mengenai

sengketa

tertentu,

lembagatersebut

juga

memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu


dalam hal belum timbul sengketa.
a. Arbitrase Ad Hoc
b. Arbitrase Institusional
4.5.1 Kekuatan Eksekusi Putusan Arbitrase
Pada pasal 60 Undang Undang AAPS dijelaskan bahwa putusan arbitrase
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, namun
dalam pasal selanjutnya yaitu pasal 62 ada pengecualian yang bisa berdampak pada

tidak bisa dilaksanakannya suatu putusan arbitrase yaitu apabila tidak bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
4.5.2 Asas-Asas Arbitrase
a. Asas kesepakatan
b. Asas musyawarah
c. Asas limitative
d. Asas final and binding

Anda mungkin juga menyukai